Tinta Media: PPH
Tampilkan postingan dengan label PPH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PPH. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Maret 2024

PPH Menukik, Kesejahteraan Umat Membaik?

Tinta Media - Badan Pangan Nasional (BAPANAS) memberikan Apresiasi Kedeputian Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan 2024. Sebab, tahun lalu skor PPH Indonesia meningkat menjadi 94,1 sementara sebelumnya sebesar 92,9. BAPANAS optimis bahwa tahun ini akan merealisasikan peningkatan skor hingga 95,2 dari skor sempurna 100. (ANTARA.com 16/2)

PPH merupakan kombinasi beberapa macam bahan pangan utama yang apabila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan gizi dan energi. PPH sangat dipengaruhi oleh Konsep Pangan Beragam, Bergizi, dan Seimbang (B2SH). Semakin banyak masyarakat yang mampu mengonsumsi B2SH, maka semakin tinggi skor PPH. Dengan kata lain, skor PPH mampu menggambarkan seberapa sejahtera masyarakat. 

Alih-alih makin meningkatnya skor PPH, fakta di lapangan menunjukan bahwa bahan pangan justru semakin sulit diakses lantaran harganya yang melonjak tinggi dari hari ke hari. Per tanggal 21 Februari, beras menyentuh harga tertinggi sebesar 16.000 Rp/Kg. Cabai, minyak, daging sapi, juga mengalami kenaikan berangsur-angsur. 

Ditambah dengan ancaman kenaikan harga BBM, politik oligarki kian mencengkeram dan memegang kendali kebijakan ekonomi, bansos yang dipolitisasi, dll. Hal ini membuat kita bertanya-tanya, apakah benar PPH meningkat sesuai realitas kesejahteraan rakyat, atau sekadar angka semata yang diutak-atik gathuk?

Ambisi Minim Realisasi

Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan diukur dari angka semata, bukan dari realitas di lapangan, seperti peningkatan skor PPH yang berkebalikan dengan realitas di lapangan. Nyatanya, masyarakat masih mengeluhkan harga bahan pangan. Tak semua rakyat mampu menikmati bahan pangan yang layak. Sebagian besar hanya mampu menikmati  dengan kualitas ala kadarnya. 

Selain itu, pemerintah sudah memperkirakan terjadi peningkatan angka kemiskinan ekstrem sebesar 6,7 juta orang. Indeks nasional yang digunakan saat ini di bawah standar global. Kalau standar global penetapan garis kemiskinan adalah dengan pendapatan sebesar 2,15 USD per hari, pemerintah menghitung standar kemiskinan ekstrem dengan pendapatan sebesar 1,9 USD per hari.

Dengan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah berupa intervensi bantuan, belum tentu peningkatan PPH yang diikuti kesejahteraan warga akan terwujud. Sebab, yang terjadi dalam sistem saat ini adalah bahwasanya penguasa bukan pelayan rakyat. Pemerintah hanya memonitor kekayaan negara. Mereka tunduk patuh pada oligarki yang memodali mereka dan semakin pekat mewarnai kebijakan pemerintah. Harta rakyat mereka embat untuk kepentingan pribadi. Rakyat hanya diberi bagian sekenanya saja. Ini sebagaimana bansos yang biasa diterima masyarakat dengan kualitas yang kurang layak. 

Lebih nahas lagi, bansos telah digunakan pemerintah untuk kepentingan pribadi. Demi memperpanjang umur kekuasaan, pembagian bansos dilakukan dengan diiringi kampanye mengusung paslon tertentu. Ini sebagaimana yang telah dibeberkan pada film dokumenter "Dirty Vote". Sungguh ironis, hak perut masyarakat kecil dipermainkan untuk mendulang suara. 

Kalaupun pemerintah akan menggalakkan sosialisasi dan edukasi B2SH, tetapi jika tidak diikuti dengan peningkatan taraf kehidupan masyarakat, maka sama saja bohong. Bagaimana masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pangan kalau uang saja tak punya, pekerjaan semakin sulit dicari, dan harga kebutuhan kian hari kian menukik?

Pemenuhan Pangan dalam Islam

Dalam Islam, politik adalah mengayomi urusan umat. Maka, pelaksana yang paling bertanggung jawab adalah pemimpin negara. Pemimpin akan mengupayakan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta keamanan bagi masyarakat. Tidak sekadar terpenuhi perut kenyang, tetapi diperhatikan apa yang masuk ke dalam perut adalah makanan sehat, bergizi, serta halal. Pemerintah akan mewujudkan kedaulatan pangan dan mengoptimalisasi potensi agraria tiap wilayah.

Untuk mewujudkan pangan yang layak, pemerintah juga bisa mendukung serta mendanai segala penelitian untuk menghasilkan teknik bertani efektif yang menghasilkan bahan pangan unggulan. 

Sebagaimana di Indonesia, lahan agraris yang cukup luas akan dimaksimalkan untuk kepentingan umat. Penelitian seperti di IPB pun tak hanya menjadi kekayaan intelektual atau barang konsumsi kaum elit saja. Negara akan menyokong penuh pengaplikasiannya di lapangan. 

Selain itu, taraf kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan. Dengan konsep kepemilikan dan distribusi harta ala Islam, akan tercegah adanya privatisasi SDA dan monopoli perdagangan oleh segelintir pihak. Lapangan pekerjaan meluas, pos pemasukan negara menjadi ideal untuk dikembalikan pemanfaatannya bagi umat. Maka, kesejahteraan masyarakat akan terwujud nyata, tak sekadar angka semata. 

Maka, kita mendapati fakta sejarah dengan kesempurnaan Islam telah melahirkan pemimpin layaknya Umar bin Khathab yang menangis tersedu ketika mendapati satu rumah warga tak memiliki makan malam. Dengan perasaan bersalah, beliau mengantar langsung, bahkan memasaknya untuk penghuni rumah tersebut. Bukan omon-omon peningkatan PPH berbasis skor semu. 

Dengan kesempurnaan sistem Islam, kita temukan realitas di era Umar bin Abdul Aziz, kemiskinan berhasil dientaskan. Saat itu, tak ada mustahik zakat, yang ada hanya para muzakki hingga harta baitul maal menumpuk. Bukan sekadar angka kemiskinan ekstrem yang menurun, standar indeks juga berhasil diturunkan.

Oleh: Qathratun
Ketua @geosantri.id

Rabu, 28 Februari 2024

Pencitraan Skor PPH Hanya Bikin Sakit Hati



Tinta Media - Apalah makna dibalik capaian angka jika hanya skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang meningkat, namun rakyat masih banyak yang menahan lapar karena harga pangan tak tergapai. Badan Pangan Nasional memberi apresiasi atas capaian skor PPH di tahun 2023 yang mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Ditahun 2023 skor PPH mencapai angka 94,1 lebih tinggi dari skor di tahun 2022 yang berada di angka 92,9. Plt Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy menyatakan bahwa tolok ukur dalam melihat situasi keberagaman konsumsi pangan adalah “entry point” yang dimasukkan untuk memantapkan ketahanan pangan nasional yang kokoh, mandiri dan berdaulat. Ia juga menetapkan target capaian skor PPH tahun 2024 bisa menembus angka 95,2 dari capaian skor ideal 100. 

Sarwo Edhy juga mengatakan bahwa peningkatan ini adalah upaya dalam mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat untuk menangani berbagai permasalahan pangan di antaranya menuntaskan masalah daerah rawan pangan dan gizi, serta menurunkan kasus stunting di Indonesia. (m.antaranews.com 16 Februari 2024)

Apakah hanya dengan tercapainya skor PPH yang tinggi bahkan ideal 100 persen permasalahan kerawanan pangan dan gizi serta stunting yang menjerat generasi negeri ini akan selesai? Jika kita teliti mengenai PPH yang digunakan sebagai metode menilai jumlah dan komposisi serta ketersediaan pangan di suatu wilayah, apakah sudah cukup hanya dengan memastikan ketersediaan pangan tanpa melihat lagi pemerataan distribusi pangan di kalangan masyarakat?. Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Negeri ini tidak kekurangan sumber pangan yang berkualitas dengan berbagai macam jenisnya. Yang menjadi masalah di sini adalah apakah semua lapisan masyarakat sudah dipastikan mampu mencukupi kebutuhan pangannya?. 

Di tahun 2023 saja tercatat 25,9 juta rakyat miskin di Indonesia dengan rata- rata pengeluaran per bulan sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan atau sekitar Rp18.348,6 per hari. Melihat kemampuan daya beli yang kurang dari Rp 20.000 per hari tentu akses memperoleh pangan yang bergizi dan beragam hanyalah mimpi, apalagi jumlah itu juga harus dibagi- bagi lagi untuk memenuhi kebutuhan lain selain kebutuhan pangan. 

Saat ini dunia bernaung dan dipimpin oleh sistem kapitalisme, mirisnya kepemimpinan dunia di bawah sistem ini telah menghasilkan masalah sistemik di berbagai bidang termasuk di bidang ekonomi. Kemiskinan yang menimpa masyarakat Indonesia saat ini sebenarnya adalah permasalahan global yang juga menimpa masyarakat di berbagai belahan dunia lainnya. Semua itu terjadi karena dalam sistem ekonomi kapitalisme memberikan kebebasan seluas-luasnya pada para kapital (pemilik modal) dalam menguasai sumber daya alam yang merupakan harta kepemilikan umum yang keberadaannya seharusnya digunakan untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat yakni kebutuhan akan layanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. 

Lebih dari itu penguasaan para kapital dalam sistem kapitalisme menjadikan ketersediaan lapangan kerja dan kebutuhan pokok masyarakat ada dalam kendali mereka. Sehingga tak heran jika hari ini kemiskinan bukan terjadi karena sifat malas saja namun memang karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Dan akibatnya akses pangan bergizi dan layak pun sulit untuk digapai. Keadaan ini semakin diperparah dengan mandulnya peran negara dalam sistem kapitalisme. Yang memosisikan negara hanya sebagai regulator yang mengeluarkan regulasi atau kebijakan saja, akibatnya masyarakat hanya bisa berjuang sendiri menghadapi berbagai persoalan pelik yang menimpanya saat ini.

Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan harta diatur sesuai dengan ketentuan hukum syariat. Harta kepemilikan umum seperti halnya sumber daya alam yang terkandung di negeri-negeri kaum muslim merupakan harta kepemilikan umat yang penguasaan dan pengurusannya haram dilimpahkan pada pihak swasta dan asing. Pengurusan harta kekayaan umum dilakukan negara dengan tujuan untuk menyejahterakan rakyat.

 Mekanisme sistem ekonomi Islam juga berjalan sesuai dengan tuntunan syariat, oleh karena itu praktik-praktik yang tidak sesuai dengan aturan syariat dalam kegiatan ekonomi seperti praktik ribawi, perjudian, penipuan, dan tindakan melanggar syariat lainnya akan dihapuskan keberadaannya sehingga hal ini akan berdampak pada meratanya distribusi kekayaan, stabilitas pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan angka kemiskinan  secara signifikan. 
Dalam menjamin pemenuhan pangan masyarakat, Islam mempunyai dua mekanisme yaitu secara tidak langsung melalui jalur penafkahan.

 Dengan memastikan para kepala keluarga atau individu (laki- laki) yang memiliki tanggungan nafkah dapat bekerja sehingga negara berperan untuk menyediakan pelatihan dan pendidikan, serta memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Adapun mekanisme jaminan secara langsung melalui pemenuhan pangan secara layak dan bergizi oleh negara kepada pihak yang lemah dan tidak mampu seperti golongan orang sakit, cacat, perempuan, lansia yang sudah tidak mampu bekerja dan lain sebagainya. Begitulah mekanisme negara dalam Islam menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya.

 Penguasa dalam sistem Islam akan dengan sungguh- sungguh dan didorong oleh ketakwaan kepada Allah mengurusi urusan rakyat yang menjadi tanggungannya karena semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya” (HR Bukhari Muslim)
Wallahu’alam bishawab

Oleh : Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab