Tinta Media: PP Kontrasepsi
Tampilkan postingan dengan label PP Kontrasepsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PP Kontrasepsi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 September 2024

Kebijakan Jokowi dan Pandangan Islam tentang Kesehatan Reproduksi Remaja

Tinta Media - Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengusulkan program penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sebagai bagian dari upaya untuk menekan angka kehamilan remaja yang terus meningkat. Langkah ini telah memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat, terutama dalam konteks nilai-nilai agama dan budaya yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Indonesia menghadapi masalah serius dalam hal kesehatan reproduksi remaja. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa tingkat kehamilan di kalangan remaja masih cukup tinggi, dengan sekitar 36 dari 1.000 remaja perempuan berusia 15-19 tahun mengalami kehamilan pada tahun 2021. Kehamilan pada usia dini ini tidak hanya berisiko terhadap kesehatan ibu dan anak, tetapi juga dapat berdampak sosial, seperti putus sekolah dan kemiskinan.

Dalam konteks ini, program penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar dapat dilihat sebagai upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Dengan akses yang lebih mudah terhadap alat kontrasepsi, diharapkan remaja dapat lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi mereka dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.

Pandangan Islam terhadap kontrasepsi cukup beragam, tergantung pada interpretasi dan mazhab yang dianut. Secara umum, Islam tidak secara tegas melarang penggunaan kontrasepsi, asalkan penggunaannya tidak bertujuan untuk menghindari keturunan secara permanen (sterilisasi) dan dilakukan dalam kerangka pernikahan yang sah. Menurut beberapa ulama, penggunaan kontrasepsi diizinkan jika tujuannya adalah untuk menjaga kesehatan ibu, menjarangkan kelahiran, atau untuk alasan ekonomi dan sosial yang sah.

Namun, dalam konteks penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar yang belum menikah, pandangan Islam cenderung lebih konservatif. Islam menekankan pentingnya menjaga kesucian dan moralitas, dan aktivitas seksual di luar pernikahan dianggap sebagai pelanggaran terhadap ajaran agama. Oleh karena itu, kebijakan yang memungkinkan akses mudah terhadap alat kontrasepsi bagi remaja dapat dianggap sebagai dorongan terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Untuk menjembatani perbedaan ini, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih holistik. Salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah penguatan pendidikan seks yang komprehensif, yang tidak hanya fokus pada aspek teknis seperti penggunaan alat kontrasepsi, tetapi juga menekankan pentingnya nilai-nilai moral dan agama dalam kehidupan remaja.

Pendidikan seks dalam perspektif Islam dapat mencakup ajaran tentang pentingnya menjaga kesucian, tanggung jawab dalam hubungan, serta konsekuensi sosial dan spiritual dari aktivitas seksual di luar nikah. Dengan demikian, remaja tidak hanya diberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, tetapi juga dibekali dengan pemahaman yang kuat tentang pentingnya menjaga moralitas sesuai dengan ajaran agama.

Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi program ini adalah potensi resistensi dari masyarakat yang kuat memegang nilai-nilai agama. Beberapa kelompok masyarakat mungkin merasa bahwa kebijakan ini tidak sejalan dengan nilai-nilai moral yang mereka anut dan khawatir akan dampak negatifnya terhadap perilaku remaja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif, di mana pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk tokoh agama, guru, dan orang tua, untuk memastikan kebijakan ini diterima dan dipahami dengan baik.

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa kebijakan ini harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa distribusi alat kontrasepsi tidak disalahgunakan. Edukasi yang mendalam tentang penggunaan kontrasepsi, dampak kesehatan, serta implikasi moral dan sosialnya harus menjadi bagian integral dari program ini. Dengan cara ini, kebijakan ini bisa berjalan efektif tanpa melanggar norma-norma sosial yang ada.

Peran tokoh agama sangat penting dalam menyukseskan program ini. Tokoh agama dapat berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan pemahaman yang tepat mengenai pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dalam kerangka nilai-nilai Islam. Dengan dukungan tokoh agama, diharapkan kebijakan ini dapat diterima dengan lebih baik oleh masyarakat luas, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama yang dianut.

Program penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar yang diusulkan oleh pemerintahan Jokowi merupakan kebijakan yang bertujuan untuk menekan angka kehamilan remaja, namun menghadapi tantangan besar dalam hal penerimaan sosial dan agama. Dalam pandangan Islam, kontrasepsi diperbolehkan dalam batas-batas tertentu, tetapi penggunaannya di kalangan remaja yang belum menikah masih menjadi isu kontroversial.

Untuk memastikan kebijakan ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, pemerintah perlu melibatkan tokoh agama, pendidik, dan masyarakat dalam perumusannya. Edukasi seks yang komprehensif, berbasis pada nilai-nilai Islam dan budaya lokal, perlu menjadi bagian integral dari program ini. Dengan demikian, diharapkan kebijakan ini dapat diterapkan dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, sambil tetap efektif dalam mencapai tujuan kesehatan publik.

Oleh: Nur Aidah Fitriah, Mahasiswi STEI SEBI

Minggu, 01 September 2024

Pamong Institute: PP Penyediaan Alat Kontrasepsi Melenceng dari Tujuan Pendidikan

Tinta Media - Menanggapi berlakunya PP No.28/2024 terkait penyediaan alat kontrasepsi di sekolah, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky menilai ini sudah melenceng dari tujuan pendidikan.

"Nah, jadi kalau dibilang fokusnya kepada alat reproduksi terkait menjaga kesehatan apalagi sampai alat kontrasepsi diberikan akses atau ketersediaan di berbagai tempat atau daerah atau sekolah bahkan kampus dan seterusnya, saya pikir ini sudah terlalu jauh melenceng dari tujuan pendidikan," tuturnya dalam video Teken PP 28, Jokowi Legalkan Seks Bebas bagi Siswa di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Kamis (8/8/2024).

"Saya pikir tidak sesuai dengan landasan Idiil maupun landasan konstitusional dalam konteks membuat kebijakan," imbuhnya.

Menurutnya, jika PP terkait dengan pelaksanaan undang-undang kesehatan semestinya, bagaimana memberikan akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan baik, terjamin kesehatan masyarakat bukan malah mempersoalkan terkait dengan masalah alat-alat reproduksi terutama yang ditujukan kepada anak-anak remaja dan sekolah. Ini justru bisa memicu persoalan baru. Makanya muncullah isu bahwa ini melegalisasi seks bebas di kalangan remaja terutama anak-anak millenial. "Nah, semestinya yang keluar bukan PP terkait dengan urusan alat kontrasepsi maupun pelayanan kesehatan seperti itu. Harusnya fokus pada peningkatan iman dan takwa," ujarnya.

"Jadi manusia Indonesia itu harusnya dididik kepada manusia yang mengajak kepada ketakwaan, menjadi manusia yang baik secara moral maupun secara intelektual dan juga dari segi fisik terkait kesehatan. Ini yang harusnya fokus di situ," tambahnya.

Ia memandang bahwa dengan fokus pada persoalan pelayanan kesehatan yang justru memicu atau bahkan bisa mendorong fasilitasi atau bahkan melegalkan seks bebas kalau dalam ajaran agama, dikategorikan menghalalkan perzinaan. "Jadi menurut saya, sudah bertentangan dengan norma agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia, mayoritas muslim. Bahkan saya pikir perzinaan itu, semua agama melarangnya," terangnya.

Tidak Sensitif dan Antisipatif

Ia mengatakan bahwa cara berpikir pengambil kebijakan negara itu hanya berpikir pendek atau bersifat insidental atau sifatnya hanya membahas persoalan faktual. Tidak melakukan pencegahan dini dengan mencegah terjadinya korban. "Jadi persoalan seriusnya di sini adalah bagaimana cara berpikir yang antisipatif. Karena memfasilitasi supaya tidak terjadi aborsi, supaya tidak terjadi kehamilan di luar nikah malah dikasih alatnya bukan dicegah perbuatannya," ungkapnya.

"Ini menurut saya, negara yang dikelola dengan cara sekuleristik yang akhirnya tidak melihat norma-norma agama yang melarang maupun norma-norma moral yang seharusnya diangkat, sehingga efeknya hanya mencegah atau mengobati atau memberikan antisipasi kepada dampak yang sudah terjadi," terangnya.

Kualitas Rendah
Ia menyatakan bahwa dengan landasan cara berpikir yang _sekuleristik_ akan berdampak kepada kebijakan yang berkualitas rendah. Kebijakan dan cara berpikir yang sifatnya hanya memadamkan api bukan mencegah. "Ini yang harus diperbaiki, bahkan mungkin harus direvisi ulang atau diperbaiki," bebernya.

Kebijakan Ngawur

Menurutnya, ini kebijakan ngawur, tidak dipikirkan antisipasi atau memang sengaja ingin merusak generasi. Harusnya anak-anak muda bisa berpikir lebih jernih, waktu yang digunakan untuk menghasilkan kebaikan, penemuan-penemuan baru bagi bangsa. Malah difasilitasi untuk pacaran, berhubungan seks bebas ke sana kemari sehingga yang dihasilkan adalah penyakit seksualitas, perusakan moral dan seterusnya.

Kerugian

Ia mengungkapkan bahwa pertama, kerugian secara modal sosial atau social cost tinggi. Bahwa barangsiapa saja bisa difasilitasi..., Negara punya kewajiban untuk memfasilitasi baik anak-anak usia sekolah maupun anak remaja termasuk orang-orang yang tidak berusia remaja bahkan bisa difasilitasi mendapatkan akses mendapatkan alat-alat kontrasepsi. Ini menunjukkan negara bukan mencegah tetapi menfasilitasi. Kerugian kedua, adalah generasi-generasi ke depan difasilitasi bukan untuk mengembangkan diri, bukan untuk mempersiapkan masa depan tetapi justru untuk terjadi pergaulan bebas, perzinahan yang sangat dilarang agama, menimbulkan dosa besar dan bisa memancing terjadinya musibah atau bencana alam. 

"Kerugian bagi negeri ini bukan hanya kerugian moral tetapi bisa mengundang bencana yang kerugiannya akan jauh lebih besar lagi," tuturnya.

Perlu Dikritisi

Ia mengatakan perlu untuk mengkritisi kemudian menyampaikan pandangan-pandangan, mengkritik kebijakan tersebut. Menasehati penguasa. Menggunakan akses-akses yang ada untuk melakukan perubahan kebijakan agar tidak dilanjutkan atau bahkan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung. 

"Perlu diuji materil atau peninjauan ulang yang diajukan oleh aktivis maupun para pemuda yang merasa terganggu maupun merasa dirugikan terhadap kebijakan ini," tukasnya.

Solusi

Ia mengingatkan, perlu dakwah menyadarkan umat, menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan ini buruk, mengancam masa depan negeri ini terutama menjerumuskan para pemuda dan pemudi. Agar semakin banyak yang paham bahwa kebijakan ini keliru, sembrono, ugal-ugalan.

Dalam sistem Islam, lanjutnya, sangat antisipatif dilakukan antisipasi dengan berbagai aturan. 

"Dalam kitab Nizham Ijtimai dijelaskan bahwa pergaulan pria dan wanita itu dalam rangka untuk melestarikan keturunan bukan hanya sekedar pemuasan kebutuhan seksual. Sehingga kalau ingin berhubungan memang harus menjadi pasangan suami istri yang sah secara agama maupun secara negara untuk melahirkan generasi berikutnya," tandasnya.[] Ajira

Jumat, 30 Agustus 2024

PP Kontrasepsi untuk Remaja Melegalkan Zina

Tinta Media - Zina dianggap biasa dalam sistem kapitalisme bahkan di kalangan remaja, karena kebebasan sangat dijunjung tinggi meskipun penyimpangan dan bisa merusak generasi. Sungguh aneh jika negara malah menyuburkan perzinaan di kalangan remaja dengan membuat aturan yang mendorong pergaulan bebas yang akan membawa kerusakan. Aneh, jika negara memfasilitasi remaja agar merasa aman berbuat zina dengan memberi mereka alat kontrasepsi.

Melegalkan sesuatu yang haram seperti zina hanya akan mengundang azab Allah yang sangat pedih. Untuk apa kontrasepsi bagi remaja yang belum menikah. Harusnya mereka berpuasa untuk tidak melakukan. sex bebas sebelum mereka siap untuk menikah karena naluri dan kebutuhan sexual hanya boleh disalurkan dalam sebuah ikatan pernikahan. Sesuatu yang dilarang pasti merusak meskipun dalam pandangan manusia dianggap bermanfaat. Kebijakan penguasa untuk memberikan alat kontrasepsi pada remaja hanya akan mendorong mereka untuk melakukan sex bebas. Mereka merasa aman dari kehamilan tapi tidak dari azab Allah. Meskipun di dunia hukum buatan manusia tidak melarang tapi hukuman  di akhirat pasti mereka dapatkan karena zina adalah dosa besar.

Diterapkannya hukum kufur dengan menghalalkan dosa besar hanya mengundang azab Allah yang sangat pedih. Banyak bencana dan kesukaran hidup karena hukum Allah ditinggalkan, dan lebih memilih hukum buatan manusia yang sering bertentangan dengan syariat-Nya. Hidup di negeri kaya raya dengan sumber daya alamnya, namun rakyatnya hidup sengsara. 

Hanya Allah, Yang Maha Tahu, hukum yang terbaik buat manusia. Sementara, hukum buatan manusia sering menyesatkan dan membawa pada kerusakan tanpa mereka sadari. Mereka berpikir dengan memberi kontrasepsi kepada remaja akan melindungi mereka dari risiko kehamilan, tapi risiko lebih besar tidak disadari akan terjadi, yakni sex bebas, praktik zina di kalangan remaja yang pasti akan membawa kerusakan .pada generasi.

Hanya dalam sistem Islam, khilafah, syariat Allah bisa diterapkan secara kaffah, bukan hukum kufur yang akan membawa pada kerusakan. Selama sistem kapitalis yang diterapkan praktik zina akan tumbuh subur di kalangan remaja, karena aturan yang mendukung mereka untuk melakukan zina dalam sebuah pergaulan bebas yang membawa kerusakan.

Saatnya kita berpikir jernih untuk membangun kehidupan Islami yang hanya bisa terwujud

dalam sistem Islam yang menerapkan Islam secara.  Generasi terjaga dari penyimpangan perilaku dan mampu berpikir cemerlang. Generasi unggul dengan kepribadian Islam menjadi calon pemimpin masa depan yang mampu menciptakan kehidupan ideal dengan Islam, bukan kehidupan sekuler yang jauh dari nilai-nilai Islam.

Oleh: Mochamad Efendi, Sahabat Tinta Media 

Senin, 26 Agustus 2024

Ustadzah Aisyah Ingatkan Pentingnya Memahami Akar Masalah Perempuan


Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Aisyah mengingatkan pentingnya memahami akar masalah perempuan. 

“Dari sini penting untuk memahami akar masalah perempuan. Jika ditelisik ternyata penyebabnya adalah diterapkannya sistem liberal sekuler dalam kehidupan masyarakat,” tuturnya dalam majelis taklim bulanan yang diadakan Komunitas Muslimah Batam: Islam is Way of Life for Muslimah, Ahad (18/8/2024) di Batam.

Menurutnya, sistem ini membuat masyarakat semakin jauh dari aturan Allah SWT. “Beberapa isu tentang perempuan, diantaranya adalah kemiskinan yang menimpa perempuan, yang akhirnya membuat perempuan terpaksa bekerja. Perempuan juga diarahkan untuk menjadi pemimpin agar bisa menyuarakan kepentingan perempuan. Di sektor kesehatan, Kesehatan mental dan reproduksi juga masih menjadi masalah,” ujarnya.

Dengan berbagai permasalahan ini, lanjutnya, pemerintah memberi solusi dengan meningkatkan jumlah perempuan pekerja, mengarahkan agar perempuan terlibat dalam pengambilan keputusan di pemerintahan dan legislatif, serta memberikan layanan Kesehatan pada ibu dan anak.

“Namun dari solusi-solusi yang diberikan, permasalahan perempuan seperti tidak kunjung usai,” sesalnya.

Ustazah Aisyah menjelaskan jika solusi yang diberikan ternyata tidak menyentuh akar masalahnya. Contohnya, dengan maraknya kasus perzinaan di kalangan pelajar, yang akhirnya membuat mereka hamil, bukannya mencegah zinanya tapi malah membuat aturan yang membolehkan pelajar mendapatkan layanan kontrasepsi gratis.

“Padahal Allah SWT telah menurunkan aturan yang lengkap kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri dan sesama manusia. Sehingga para Muslimah harus mengajak masyarakat untuk kembali menerapkan aturan-aturan Allah SWT,” pungkasnya.[] rtn

Kamis, 22 Agustus 2024

Memfasilitasi Alat Kontrasepsi Bukan Solusi

Tinta Media - Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman adalah kebodohan yang sangat besar yang menghantarkan pada liberalisme dan kehancuran generasi. Tidak difasilitasi saja negeri ini sudah banyak terjadinya seks bebas dan aborsi di kalangan generasi muda lalu bagaimana jika difasilitasi? Perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat dan generasi muda jika difasilitasi dengan alat kontrasepsi maka perbuatan zina akan semakin marak bertambah dan legal.

Mengutip dari tempo.com pada tanggal 1 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo melalui peraturan pemerintahan PP nomor 28 tahun 2024 tentang peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Undang-undang kesehatan resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak remaja dalam pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat 26 Agustus. Terbit peraturan pemerintahan yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswi sekolah. Meskipun aman dalam kesehatan, namun akan menghantarkan para pelajar pada aktivitas seks bebas, penyakit kelamin, kerusakan moral, dan kehancuran generasi.

Wakil ketua komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengecam terbitnya Peraturan Pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa  sekolah atau pelajar.

Beleid tersebut tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,(mediaindonesia.com, 4/08/2024). Aturan ini makin meneguhkan Indonesia sebagai negara sekular yang mengabaikan aturan agama. Masyarakat kian jauh dari aturan syariat Islam dan menjadikan paham liberalisme semakin bercokol kuat untuk bebas dalam melakukan berbagai perbuatan.

Para remaja akan semakin agresif, liar dan cabul, yang mulanya malu-malu dan takut, kini akan tampak mulai terang-terangan untuk berzina, karena bolehnya seks aman dengan kontrasepsi. Sungguh miris, menyedihkan dan mengerikan membayangkan nasib masa depan generasi semacam ini. Terlebih negara juga menerapkan sistem sekularisme dan libralisme yang mana segala perbuatan dipisahkan dari agama dan bebas melakukan apa saja  tanpa aturan hingga merusak keimanan.

Sangat jauh berbeda dengan sistem negara Islam yang menjamin keselamatan generasi muda. Islam sangat peduli dengan pendidikan dan moral anak didiknya. Pendidikan Islam sangat menjaga pola pikir dan pola sikap anak didiknya untuk tetap dalam fitrah yakni fitrah Islam. Negara akan menjaga rakyat khususnya generasi muda dari berbagai kerusakan baik mental maupun spritualnya. Islam mengatur sistem pergaulan dengan sangat rinci, dan negara juga hanya menerapkan sistem Islam dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam sistem sanksi dan sistem sosial. Islam memandang bahwa mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama adalah kewajiban negara yang tidak boleh dilalaikan sedikit pun.

Mendekati zina saja sudah dilarang dalam Islam, apalagi berzinanya. Maka pelegalan terbitnya aturan  memfasilitasi kontrasepsi atas nama kesehatan dan seks aman adalah pelegalan hukum yang rusak dan merusak. Pezina dalam Islam diberikan hukuman berupa hukum cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah, terdapat dalam Al-Qur'an surat An nur ayat 1 sampai 2. Hukuman yang diberikan dalam Islam akan menjadikan efek jera bagi pelakunya. Hukuman ini sekaligus sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelaku zina dan pencegah (jawazir) bagi yang lain. Maka tak ada tawar menawar lagi terkait kedaruratan negeri ini untuk segera menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan sebelum kehancuran makin membumi hanguskan.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh : Yanti, Sahabat Tinta Media 

Rabu, 21 Agustus 2024

Sekularisasi Aturan Negara? Jangan Ya Dek Ya!

Tinta Media - Dilansir oleh Media Indonesia. Terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa atau pelajar di sekolah dikecam oleh Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI.

Dia menyayangkan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), salah satunya yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah.

Seperti yang dinyatakan dalam keterangan resmi pada hari Minggu (4/8), “(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.” Menurutnya, memberi siswa alat kontrasepsi di sekolah sama dengan membiarkan siswa memiliki budaya seks bebas.

Dia menyatakan bahwa mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan risiko penyakit menular adalah tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita. Dia justru menekankan betapa pentingnya pendampingan (konseling) bagi siswa dan remaja, terutama mengenai kesehatan reproduksi.

Dalih menjaga kesehatan masyarakat, pemerintah menyediakan kontrasepsi, yakni alat untuk mencegah kehamilan. Ada beberapa macam alat kontrasepsi yakni Intra Uterine Device (IUD) IUD adalah alat kontrasepsi spiral yang berbahan plastik dan berbentuk seperti huruf T yang dipasang di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, implan, sterilisasi, kondom, pil, dan suntik KB.

Layanan kesehatan menyediakan untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman yang mengantarkan pada liberalisasi perilaku sehingga membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, hal ini akan menghantarkan pada perzinaan yang hukumnya haram.

Sebagaimana dalam QS.  Al-Isra ayat 32 yang artinya “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”  Allah memerintahkan kita untuk tidak mendekati zina akan tetapi pemerintah memberikan layanan kesehatan yakni kontrasepsi sebagai solusi untuk menjaga kesehatan anak sekolah dan remaja atas nama seks aman.

Tak heran di negara sekuleris kapitalis ini bisa memberikan putusan semacam itu. Alih-alih menjaga kesehatan rakyatnya. Sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama tentu menjadi hal yang wajar bilamana negara menyediakan kontrasepsi untuk menjaga kesehatan masyarakat. Sehingga tak dipungkiri akibatnya akan membuat tingginya angka perzinaan atau hamil di luar nikah.

Berbeda kondisinya bila negara menerapkan Islam sebagai aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Negara Islam mempunyai batas-batas aturan dalam pergaulan laki-laki dan perempuan. Negara Islam pun memiliki hukuman yang jera bagi pelaku zina, yakni dijilid 100 kali bagi yang gairu muhson yakni yang belum menikah.

Sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 2 yang artinya “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah SWT, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian.” Dan hukuman rajam bagi yang muhson atau yang sudah menikah.

Negara Islam memiliki sanksi yang tegas bagi mereka yang melanggar. Negara pun akan mengawasi setiap rakyatnya bilamana ada individu-individu yang menyimpang, sehingga negara benar-benar menjalankan tugasnya dan melakukan kontrol penuh pada rakyatnya.

Terwujudnya Negara Islam hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan tidak hanya mengatur pada ibadah mahdoh saja tetapi pada aspek politik,  pendidikan, kesehatan, Sosial, dll.

Oleh : Hilya Qurrata, Aktivis Dakwah

Minggu, 18 Agustus 2024

Pemberian Alat Kontrasepsi untuk Pelajar, Zina Dianggap Wajar?

Tinta Media - Sungguh di luar nalar. Kebijakan penguasa negeri ini untuk memberikan alat kontrasepsi bagi remaja dan pelajar sungguh bukan kebijakan yang wajar. Sangat disayangkan, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. (Tempo.co, 01/08/24)

Perilaku Liberal Akibat Penerapan Sistem Kapitalis-Sekuler

Kebijakan di atas jelas bertentangan dengan norma agama dan norma sosial bagi sebuah negara yang menjunjung tinggi budi pekerti luhur ini. Apalagi, penduduk negeri ini mayoritas beragama Islam yang sangat menjaga pergaulan antara pria dengan wanita dan mengharamkan zina. Dulu, membicarakan apa saja yang berkaitan dengan seks saja dianggap tabu. Namun kini, semua dianggap biasa.

Pemberian alat kontrasepsi untuk pelajar demi seks aman sama saja dengan melegalkan seks bebas atau zina. Kebijakan ini menunjukkan bahwa zina dianggap wajar dan bukan dosa besar. Sebab, bukan perilaku seks bebasnya yang dicegah, melainkan hanya akibat dari seks bebas tersebut yang dicegah, yakni agar tidak terjadi kehamilan. 

Semua perilaku Liberal tersebut akibat penerapan sistem Kapitalis yang berakidahkan Sekularisme, yakni paham yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Di mana manusia menjunjung tinggi kebebasan individu. Bahkan, manusia pun bebas membuat aturan kehidupannya sendiri, meskipun mengabaikan aturan agama dari Allah Sang Pencipta (Alkhaliq) dan Sang Pengatur (Almudabbir).

Kebijakan tersebut memang diklaim aman dari persoalan kesehatan. Namun, jelas dapat menjadikan perilaku kian liberal yang dapat mengantarkan pada kerusakan masyarakat akibat perzinaan. Seperti diketahui bahwa akibat perzinaan tersebut sangat banyak, misalkan menyebabkan banyaknya aborsi, marak pembuangan bayi hasil dari zina, penyakit kelamin menular, prostitusi, rusaknya nasab dan hukum waris, kehancuran keluarga, merosotnya kualitas pendidikan, dan masih banyak lagi dampak negatif lainnya. 

Aturan ini seakan meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler liberal yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan semakin marak dan membahayakan peradaban manusia. Terlebih negara juga menerapkan sistem Pendidikan Sekuler yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan. Sungguh, peserta didik yang dihasilkan hanyalah manusia-manusia yang memburu kepuasan materi.

Islam Membentuk Manusia Berkepribadian Islam yang Jauh dari Dosa Besar Zina 

Paradigma Kapitalis-Sekuler di atas sangat kontradiktif dengan paradigma Islam yang tegak di atas keimanan terhadap Allah SWT. Konsekuensi dari keimanan adalah ketundukan terhadap Sang Pencipta, yakni taat pada aturan-Nya yang tertuang dalam kitab suci Alquran dan hadist Rasulullah Muhammad Saw. 

Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem Pendidikan, sistem Pergaulan, dan penerapan sistem sanksi sesuai Islam secara tegas juga akan mencegah perilaku liberal. Negara juga menggunakan berbagai sarana syiar, khususnya media digital. 

Sistem Pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi yang mampu membedakan halal dan haram. Generasi Islam akan mampu menjaga pergaulannya, karena didukung oleh sistem sehingga suasana keimanan terwujud. Generasi berkepribadian Islam juga akan mampu menegakkan amar makruf nahi mungkar sebagai pelaksanaan untuk kontrol oleh masyarakat agar zina tidak merajalela di tengah masyarakat. 

Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Saw: 

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا

"Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit thâ’ûn (penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang terdahulu." (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian, zina akan dapat dijauhkan karena keimanan individu dan kontrol masyarakat telah terwujud. Setelah itu, negara akan menerapkan sistem sanksi sesuai syariat Islam, bukan justru memberikan sarana kemudahan bagi pelaku zina.

Negara akan memberlakukan hukum cambuk 100X bagi pelaku zina yang belum menikah. Kemudian menerapkan hukum rajam hingga mati bagi pelaku zina yang sudah menikah. Hukuman tersebut dilaksanakan setelah proses penyelidikan dari saksi dan bukti-bukti. Kemudian dieksekusi di depan khalayak agar orang lain tidak turut melakukan dosa serupa. 

Larangan zina adalah aturan Allah untuk kemuliaan manusia, bukan untuk mengekang naluri dalam mencintai lawan jenis. Sebab, Islam sudah punya aturan baku dan satu-satunya dalam penyaluran naluri tersebut yakni melalui pernikahan yang suci. 

Saat ini, aturan Islam yang mulia dan sempurna tersebut belum terlaksana. Oleh karena itu, harus ada upaya oleh segolongan umat untuk menyeru penguasa agar menerapkannya. Sebab, hanya dengan Islam, kehidupan manusia akan penuh berkah. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah, Pemerhati Kebijakan Publik

Aturan Penghancur Generasi

Tinta Media - Lagi dan lagi fakta miris menghampiri masyarakat,  terkhusus remaja Indonesia.  Maraknya pergaulan bebas menghantarkan pada aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja atas nama "seks aman" sebagai layanan kesehatan reproduksi yang diberikan oleh pemerintah. Tentu ini bukanlah hal yang wajar,  mengingat mayoritas masyarakat yang menetap di negeri ini adalah kaum muslim.

Di era modernisasi, pola kehidupan sekuler yang menjunjung tinggi nilai kebebasan atau liberal menjadi biang utama penyebab terciptanya pergaulan bebas. Kehidupan sekularisme telah melekat pada jiwa-jiwa remaja Indonesia. Mereka tercekoki oleh budaya asing (sebagai contoh budaya barat) yang tersebar melalui berbagai aspek kehidupan mereka,  terutama paparan media sosial yang sangat masif mempengaruhi mental remaja. Negara barat mengadopsi sistem kapitalisme dalam kehidupan, yakni sistem yang hanya mementingkan aspek manfaat dan memandang kebahagiaan hidupnya adalah dengan memenuhi hasrat duniawi sepuas-puasnya.

Aturan ini meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat serta peradaban manusia terutama generasi, terlebih negara juga menerapkan sistem pendidikan sekuler, yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan. pemerintah nyatanya tak mengubah kondisi remaja yang bermasalah ini. Namun justru malah menambah problem yang terjadi di kalangan para pelajar dan pemuda.

Ini membuktikan bahwa sistem  yang diterapkan saat ini di negara ini tak membawa kecuali pada gerbang kehancuran generasi. 

Generasi akan semakin jauh dari aturan agamanya. Kehidupan sekuler menciptakan individu-individu yang berperilaku bebas dan tak memiliki batasan.

Dengan adanya aturan ini, para pelaku kemaksiatan akan merasa diberi perlindungan. Sehingga mereka dapat berbuat bebas tanpa dibungkusi rasa malu,  karena merasa perbuatannya didukung oleh negara.  Ini sama sekali tak memberi solusi atas permasalahan remaja yang telah kompleks saat ini.

Padahal kita telah diperingatkan oleh Allah akibat dari tak menjalankan hukum-Nya yakni akan mendapati kehidupan yang sempit. Dalam surah Thoha ayat 124 Allah berfirman;

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِ نَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."

Coba saja kita pikirkan,  dengan dibuatnya aturan seperti ini maka para pelajar dan remaja akan menikmati kehidupan bebas yang difasilitasi oleh negara, yang sebenarnya gaya hidup ala barat ini tak lain hanya menyusahkan kehidupan di kemudian hari bagi masa depan dunia dan akhiratnya mereka.

Islam sebagai diin yang mengatur seluruh aspek kehidupan,  mewajibkan negara membangun kepribadian islam pada setiap individu.  Untuk mewujudkannya negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem Pendidikan dan melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media.

Aturan Islam yang diterapkan dalam negara, akan menjaga masyarakat dari berbagai budaya asing yang dapat menghancurkan mentalitas positif masyarakatnya.  Negara tak akan segan memblokir semua akses media sosial dari luar yang dianggap dapat merusak remaja dari kepribadiannya sebagai seorang muslim.  Negara Islam juga akan mewujudkan sistem pendidikan ideal dengan tujuan menciptakan pelajar yang unggul, berkualitas dan berbudi pekerti luhur sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

QS Al-Ahzab : 21

Islam juga memerintahkan penerapan sistem sanksi sesuai aturan syariat. Dalam Islam, zina termasuk dosa besar yang pelakunya wajib diberi sanksi secara tegas yaitu dengan pelaksanaan hadd khusus.

Para pelaku yang melakukan zina sebelum menikah akan diberi sanksi berupa jilid atau cambuk sebanyak 100x. Sebagaimana firman Allah SWT yang tertuang dalam QS an-Nur ayat 2. Sedangkan pelaku yang melakukan zina padahal ia sudah menikah, akan diberi sanksi lebih tegas yakni sanksi rajam.  

Islam mengarahkan para pemuda untuk memfokuskan diri dalam mencari ilmu sebanyak-banyaknya di usia muda,  berkiprah dalam amar makruf nahi munkar kepada masyarakat dan menjadi generasi unggul pencipta peradaban. Sehingga akan menghantarkan pada peradaban emas sebagaimana kehidupan dalam naungan Islam yang telah terjadi berabad-abad sebelumnya.  Bukan generasi rusak yang dibentuk oleh peradaban kapitalis sekuler seperti saat ini.

Pelaksanaan hukum yang sesuai dengan syariat Islam juga akan mencegah perilaku liberal dan memberi efek jera bagi masyarakat sehingga pergaulan bebas tak akan merebak di kalangan masyarakat khususnya para pelajar dan remaja. Wallahua'lam bisshawaab.

Oleh : Isnaeni Nur Azizah, Sahabat Tinta Media 

Kamis, 15 Agustus 2024

Hilang Akal, Pemerintah Jadikan Alat Kontrasepsi Legal?


Tinta Media - Dikutip dari kompas.com tanggal 5-8-2024, bahwasannya Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pelegalan pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Miris, pengesahan aturan yang berbau liberal tersebut dilakukan pasca Jokowi meneken peraturan tentang pelegalan aborsi bersyarat. Alih-alih melindungi, PP ini seolah justru berpotensi merusak generasi. Kenapa demikian?

Dengan dalih melindungi remaja, dibuatlah PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pada PP tersebut terdapat pasal yang menjelaskan tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja sebagai upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup selain dari pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi. 

Secara nalar, jelas alat kontrasepsi tidak dibutuhkan pelajar dan remaja yang belum menikah. Lalu, kenapa ada aturan penyediaan untuk mereka? Hal ini yang akhirnya justru menimbulkan persepsi bahwa hubungan seks bebas di kalangan pelajar dan remaja dibolehkan negara asal menggunakan alat kontrasepsi. Sungguh, ini adalah kebijakan sesat dan merusak yang dibungkus dengan alasan menjaga kesehatan sistem reproduksi.

Wajar jika PP tersebut mendapatkan respon dari berbagai pihak. Ambil contoh, Wakil Ketua X DPR RI Abdul Fikri Faqih yang menilai peraturan tersebut tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berdasarkan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Ia mempertanyakan nalar pemerintah saat meneken PP tersebut. Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi sama saja dengan melegalkan seks bebas di kalangan pelajar dan remaja. Seharusnya pemerintah mencegah terjadinya seks bebas di semua kalangan, apalagi pelajar dan remaja sebagai generasi penerus bangsa.

Semakin Sekuler dan Liberal

Dengan berbagai kebijakan pemerintah, Indonesia semakin memperlihatkan sistem sekularisme dan liberalisme. Sejak menyatakan kemerdekaan, negara telah menolak ideologi Islam yang secara otomatis harus memilih ideologi kapitalis atau sosialis karena sejatinya di dunia hanya ada tiga ideologi tersebut. Meski tidak secara jelas, kebijakan-kebijakan pemerintah mengarah pada ideologi kapitalisme yang juga dikombinasikan dengan sosialisme. 

Memang, ada kalanya pemerintah membawa-bawa agama. Namun, pada berbagai kebijakan, pemerintah justru lebih mengutamakan kebebasan individu sebagaimana ciri sistem kapitalisme. Peraturan-peraturan yang dibuat tidak lagi berdasarkan halal dan haram, tetapi lebih pada manfaat dan kemaslahatan menurut versi manusia liberal. 

Tidak hanya pada peraturan negara, semua lini kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, informasi, tontonan, budaya, dan sebagainya telah menunjukkan bahwa Indonesia semakin sekuler dan liberal. Tak heran jika masyarakat terutama pelajar dan remaja semakin jauh dari agama dan bebas melakukan aktivitas tanpa rasa takut terhadap Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Di benak mereka, agama hanya mengatur ibadah dengan Allah, tidak mengatur hubungannya dengan sesama manusia dan alam semesta.

Ancaman Bagi Generasi

Semakin sekuler dan liberalnya negara ini menjadi ancaman rusaknya generasi, termasuk adanya PP yang menyediakan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Pasalnya, remaja selalu memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap segala sesuatu. Alat kontrasepsi yang dikemas menarik untuk para remaja semakin membuat mereka penasaran dan ingin menggunakan. Sungguh, ini ancaman nyata bagi mereka, terutama yang tidak memiliki kontrol ketat dari keluarga, lingkungan, dan pergaulan.

Negara yang diharapkan dapat melindungi seluruh masyarakat, justru membuat peraturan yang merusak. Negara tidak mampu mencegah atau mengatur pergaulan remaja laki-laki dan perempuan karena menjunjung tinggi hak kebebasan mengekspresikan diri bagi remaja. Jadi, ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan semisal hamil di luar nikah, negara hanya mengambil solusi prakmatis dengan membekali alat kontrasepsi. Dengan demikian, jelas PP di atas bukan untuk menjaga kesehatan sistem reproduksi remaja, tetapi justru merusak generasi. Maka dari itu, butuh solusi yang tepat untuk menjaga pelajar dan remaja dari kebebasan berperilaku.

Generasi dalam Islam

Generasi muda yang sering disebut sebagai remaja memang memiliki kelabilan dalam berpikir. Mereka mudah terpengaruh dan ikut-ikutan, serta cenderung tidak mau terikat dengan aturan. Namun, Islam datang dengan segala aturannya guna mendapatkan kehidupan yang baik. Di sinilah seharusnya negara berperan penting bagaimana agar generasi bisa terikat dengan aturan Islam. Negara mengedukasikan syariat Islam dengan cara yang menarik, menyenangkan sehingga rakyat bisa melaksanakannya dengan rida tanpa terpaksa.

Demikian Islam mengatur, karena sejatinya pemimpin yang disebut khalifah adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya sebagaimana hadis yang diriiwayatkan al-Bukhari. 

Negara juga harus bisa menjamin atau mengarahkan rakyat untuk melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan, karena manusia diciptakan Allah dengan tujuan beribadah kepada-Nya. Tujuan diciptakan manusia sudah Allah kabarkan di dalam Al-Qur’an Surah Az-Zariyat ayat 56, yang artinya:

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” 

Dari ayat tersebut, jelas bahwa semua manusia harus beribadah kepada Allah dalam segala aktivitasnya. Dengan kata lain, tidak hanya ibadah yang berhubungan dengan Allah seperti salat, puasa, tetapi juga muamalah dengan sesama manusia dan alam semesta. Manusia harus terikat dengan perintah dan larangan Allah. Untuk melaksanakan semua itu, butuh negara yang menerapkan dan mengontrol dengan berbagai peraturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dengan syariat Islam, fitrah manusia diatur sedemikian rupa agar tidak bebas sebagaimana binatang. Allah menjadikan umat Islam sebagai makhluk terbaik sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 110 yang artinya: 

”Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah pada yang mungkar dan beriman kepada Allah.”

Begitulah umat terbaik yang aktivitasnya menyeru berbuat makruf dan mencegah pada kemungkaran. Pelajar dan remaja sebagai generasi unggulan akan terselamatkan dari kerusakan akibat pergaulan bebas. Allahu a’lam bish shawwab.

Oleh: R. Raraswati, Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab