𝐔𝐋𝐀𝐌𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐒𝐀𝐍𝐓𝐑𝐈 𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐒𝐘𝐔𝐇𝐀𝐃𝐀 𝐊𝐄𝐊𝐄𝐉𝐀𝐌𝐀𝐍 𝐏𝐊𝐈
Tinta Media - Wajah buruk cermin dibelah. Tak puas membelah, para ulama dan santri pun diberi tulah. Begitulah pepatah baru untuk menggambarkan betapa nistanya peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 yang diabadikan dalam sejarah.
.
Pembelahan cermin atau pemberontakan, diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir Sjarifuddin Harahap (murtadin yang masuk Kristen pada 1931) karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville yang difasilitasi⅞ negara kapitalis Amerika Serikat. Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut. Maka, mereka melakukan konsolidasi, salah satunya dengan mengadakan sidang Politbiro PKI.
.
Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Munawar Muso (Paul Musotte/Muso) ---seorang tokoh komunis yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) dan baru kembali ke Indonesia pada 11 Agustus 1948--- ini menjelaskan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”.
.
Muso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxisme-Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".
.
Selanjutnya, Muso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Muso juga menyerukan kerja sama internasional, terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade negara kapitalis Belanda. --- Ia yang jadi pemimpin pergerakan komunis sejak 1920 di Batavia (sekarang Jakarta) pernah memimpin pemberontakan terhadap kapitalis Belanda di Batavia pada November 1926 namun dengan mudah berhasil dipatahkan oleh kapitalis Belanda. Setelah keluar penjara Muso pun pindah ke Rusia---.
.
Untuk menyebarkan paham sesatnya, PKI berencana untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Magetan, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, Wonosobo, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Blora, Pati, dan Kudus.
.
Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya. Tujuannya untuk mendirikan Republik Soviet Indonesia dan menjadikan Dungus Madiun sebagai ibu kota, Muso presiden dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana menterinya.
.
Namun tentu saja paham komunis dan sosialis yang terpancar dari akidah ateis mendapat penentangan keras dari para ulama dan santri yang istiqamah dengan akidah tauhid dan syariat Islamnya.
.
𝐔𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐃𝐢𝐛𝐞𝐫𝐢 𝐓𝐮𝐥𝐚𝐡
.
Meski ulama dan santri tidak bersalah, justru tindakan mereka untuk menyadarkan umat akan kekufuran ideologi komunis adalah kebenaran yang memang wajib disampaikan, PKI pun berupaya menulahi dengan meneror, menculik dan membunuhi para ulama, santri dan juga para aparat yang dilakukan secara serentak pada September 1948.
.
Sedikitnya ada sekitar 114 ulama, santri dan juga aparat setempat diculik, disiksa lalu diseret dan jebloskan ke dalam beberapa sumur tua yang ada di tengah perkebunan tebu di Magetan, kabupaten yang berbatasan dengan Madiun. Mereka diantar ke lokasi eksekusi dengan cara diangkut dengan gerbong lori yang biasa digunakan untuk mengangkut tebu.
.
Para ulama yang insyaallah syahid di antaranya adalah KH Imam Shofwan. Pengasuh Pesantren Thoriqussu'ada Rejosari, Madiun. KH Shofwan dikubur hidup-hidup di dalam sumur tersebut setelah disiksa berkali-kali.
.
Bahkan, ketika dimasukkan ke dalam sumur, KH Imam Shofwan sempat mengumandangkan azan. Dua putra KH Imam Shofwan, yakni Kiai Zubeir dan Kiai Bawani, juga menjadi korban dan dikubur hidup-hidup secara bersama-sama.
.
Selain itu, beberapa syuhada lainnya ---insyaallah-- adalah keluarga Pesantren Sabilil Mutaqin (PSM) Takeran. Mereka adalah guru Hadi Addaba' dan Imam Faham dari Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran. Imam Faham adalah adik dari Muhammad Suhud, paman dari mantan mendiang ketua DPR M Kharis Suhud. Selain perwira militer, pejabat daerah, wartawan, politisi pun ikut menjadi korbannya.
.
Seusai shalat Jumat pada 17 September 1948 PSM didatangi beberapa orang tokoh PKI. Kepala rombongan yang dipimpin aktivis PKI Suhud. Mereka datang didampingi para pengawal bersenjata yang dikenali sebagai kepala keamanan di Takeran.
.
Ketika massa PKI sampai di pesantren Tegalrejo itu, pengasuh pondok, KH Imam Mulyo ditangkap dan dilempari beberapa granat sembari diancam agar mau tunduk kepada ideologi dan partai mereka. Syukurnya granat itu tak meledak.
.
Karena granat tak meledak, maka kini ganti para santri yang tadinya diam saja berbalik melawan mereka. Para gerombolan itu ternyata pengecut karena malah lebih memilih lari karena ketakutan. Mbah Kiai Pesantren Tegalrejo akhirnya bisa lolos dari penculikan.
.
Di Takeran PKI juga beraksi. Sebelum meledak, di sekitar Takeran bertebaran aneka pamflet tentang Muso yang baru pulang dari Moskow. Pesantren Takeran dipilih untuk diserbu karena saat itu menjadi tempat atau basis pergerakan Islam. Kiai Mursyid mau diajak berunding karena sudah tahu pesantrennya terancam akan dibakar.
.
PKI terus melakukan penangkapan dan penculikan kepada ustadz-ustadz yang lain, seperti Ahmad Baidway, Husein, Hartono, dan Hadi Addaba. Mereka tidak pernah kembali, bahkan sebagian besar ditemukan sudah menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian yang tersebar di berbagai tempat di Magetan.
.
Yang menimbulkan keheranan adalah, sampai sekarang tempat pembantaian Kiai Mursjid belum diketahui karena jenazahnya belum ditemukan. Bahkan, dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri tidak tercantum nama Kiai Mursjid.
.
Sedangkan di Ponorogo, PKI pun menyerang Pondok Modern Darussalam Gontor. Putra dari Kiai Pondok Modern Darussalam Gontor, Imam Zakarsyi (alm.), yakni Prof. Dr. Amal Fathullah Zakarsyi menyatakan dua kiai utama, Kiai Sahal dan Kiai Ima Zakarsyi dilarikan ke Kediri bersama santri dan beberapa ustadz. Di Pondok yang berada di Desa Gontor, Kecamatan Mlarak tersebut hanya lurah pondok, Kiai Syoiman Lukman Nur dan pelindung atau kepala Desa Gontor, Sukarto.
.
PKI langsung menyerbu Gontor. Tapi harus kecewa karena yang ada hanya dua orang saja. Sedangkan santri, ustadz sudah tidak ada.
.
Beruntung, dua orang yang ada di Pondok tidak dihabisi. Hanya saja, semua buku berbau arab dibakar. Pun beberapa bangunan pondok dibumi hanguskan. Yang tersisa hanya masjid, padepokan pondok. Yang lain habis dibakar.
.
Malang nasib para ulama dan santri ketika hendak ke Kediri yang berencana mau melewati Kabupaten Trenggalek. Pasalnya, jalan yang mereka tempuh dikuasai PKI. Jadi mau ke Trengalek jalannya keliru, di situ akhirnya ditahan.
.
Kiai Sahal, Kiai Zakarsi, beberapa ustadz Gontor tersebut dibawa ke Desa Sooko, disekap dan disiksa. Para ulama dan santri ini pun lalu dipindah PKI ke Masjid Muhammadiyah yang sekarang berada di Jalan Soekarno Hatta. Masjid tersebut sudah dikelilingi bom. Ibaratnya tinggal menunggu waktu saja. Tinggal komando bilang serang. Semua akan tewas.
.
Namun, Allah SWT berkata lain. Saat situasi semakin genting, datang pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh Kiai Yusuf Hasim yang berasal dari Pesantren Tebu Ireng dan tentara Siliwangi dari Jawa Barat mengelilingi pasukan PKI. Pada saat itu, jumlah tentara tidak begitu banyak, hanya saja mereka menggunakan taktik untuk menggertak pasukan PKI.
.
Di mana-mana tembakan dibunyikan, padahal orangnya tidak terlalu banyak. Akhirnya PKI itu lari dari sekeliling masjid.
.
Setelah kejadian tersebut, para kiai dan santri Gontor dapat terbebas dari sanderaan PKI yang mengancam membunuh dari luar masjid.
.
Singkat cerita, pada 30 September 1948, laskar Hizbullah dan TNI Divisi Siliwangi berhasil menumpas PKI. Muso dan Amir Sjarifuddin ditembak mati. Sedangkan salah satu tokoh PKI lainnya yakni Dipa Nusantara Aidit berhasil kabur ke Cina. Kelak dia kembali ke Indonesia dan melakukan pemberontakan dan membunuhi para jenderal pada September 1965.
.
Itulah wajah buruk PKI. Tapi anehnya rezim kapitalis yang berkuasa saat ini ---yang juga buruk--- malah seolah membiarkan komunis bangkit lagi.[]
.
𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
Referensi: dari berbagai sumber.
.
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 205: 𝑊𝑎𝑠𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑁𝑒𝑜 𝑃𝐾𝐼 (16-29 𝑀𝑢ℎ𝑎𝑟𝑟𝑎𝑚 1439 𝐻/6-19 𝑂𝑘𝑡𝑜𝑏𝑒𝑟 2017).