Jumat, 09 Agustus 2024
Kamis, 18 Juli 2024
Data Diretas, Rakyat Was-Was
Tinta Media - Beberapa hari lalu, kabar bahwa Pusat Data Nasional (PDN) diretas. Tentu hal ini menjadi perhatian serius bagi publik. Sistem PDN mengalami down akibat terkena serangan siber ransomware dan mengganggu sistem layanan pada 282 instansi pemerintahan.
Di antaranya instansi keimigrasian dan administrasi kependudukan. Tidak hanya kali ini saja, peretasan data negara sudah terjadi berulang kali, bahkan pada tahun 2021 sebanyak enam kali situs milik instansi pemerintah mengalami kebocoran, yakni pada bulan Mei 2021 berupa data BPJS kesehatan hingga bulan Oktober 2021, yaitu database Polri. (Inilah.com, 30/6/2024)
Serangan siber ransomware tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, bahkan negara adidaya Amerika Serikat (AS) juga terkena serangan siber ransomware tersebut.
Berdasarkan pernyataan Menkominfo Budi Arie, Indonesia hanya sebesar 0,67 persen terkena serangan ransomware. Tidak hanya itu, ungkapan Budi Arie terkait beberapa negara yang terkena dampak ransomware paling banyak Amerika Serikat, yaitu 40,43 persen, Kanada 6,75 persen, Inggris 6,44 persen, Jerman 4, 29 persen dan Perancis 3,8 persen. (Viva.co.id, 27/6/2024)
Kepercayaan yang Dikhianati
Publik telah mempercayakan kepada para penguasa/pemimpin untuk menjaga privatisasi database rakyat. Akan tetapi, kepercayaan itu telah dikhianati. Data yang seharusnya sepenuhnya dilindungi, ternyata hanya 2% saja mendapat perlindungan.
Inilah salah satu gambaran bahwa ketika suatu tanggung jawab tidak diberikan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan merupakan bentuk ketidaksiapan para penguasa terhadap amanah yang diterima. Bentuk kekecewaan rakyat tidak hanya sampai di situ, bahkan mendesak menkominfo Budi Arie untuk mundur atas kejadian ini.
Seharusnya, jebolnya data tidak boleh terulang lagi. Negara harus mempunyai pertahanan siber yang mumpuni dengan menerjunkan orang-orang yang ahli di bidangnya.
Tidak hanya itu, bahkan orang yang diamanahi tersebut harus bertanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan. Penyimpanan cadangan data, seharusnya sudah dilakukan sejak awal sebagai antisipasi dari tindak kejahatan apa pun, tetapi kini baru dicanangkan setelah data tercecer oleh para peretas.
Akibat dari jebolnya data ini, banyak sekali tindak kejahatan yang memungkinkan akan terjadi.
Pertama data masyarakat bisa diperjualbelikan, sehingga para peretas mendapat keuntungan yang banyak.
Kedua, bisa saja data pribadi disalahgunakan oleh orang lain untuk digunakan pada pinjaman online. Ini akan menimbulkan dampak yang sangat tidak baik bagi para korban sehingga membuat resah masyarakat.
Inilah bentuk nyata semrawutnya wajah peradaban sekularisme. Dengan jebolnya data oleh peretas di PDN, bertambahlah benang kusut permasalahan yang bertubi tubi di negeri ini.
Islam sebagai Solusi
Sekularisme telah nemisahkan kehidupan beragama dan bernegara. Kehidupan beragama hanya sebatas ibadah di masjid saja. Sementara, kehidupan bernegara tidak boleh ada campur tangan agama di dalamnya, sehingga aturan yang diciptakan berdasarkan akal pikiran manusia tidak berasal dari Sang Pencipta. Dampak yang timbul, pasti ada kepentingan manusia yang berkuasa di dalamnya. Sebagaimana tertuang dalam TQs. Ar Rum: 41
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya mereka merasakan sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan oleh tangan manusia. Manusialah yang menjadi sebab munculnya berbagai problem dalam kehidupan. Maka dari itu, marilah kita bersama-sama berupaya untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan dakwah, untuk mendapatkan keberkahan hidup.
Dengan Islam, negara akan memfasilitasi rakyat dengan pelatihan-pelatihan dan senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan akidah sehingga terbentuk pribadi yang cerdas, jujur ,dan amanah.
Sebagaimana Al-kindi, yang dikenal sebagai Bapak Kriptografi . Berdasarkan karya al-Khalil (717–786), Buku Al-Kindi yang berjudul Manuscript on Deciphering Cryptographic Messages memunculkan lahirnya kriptanalisis, sebagai penggunaan inferensi statistik paling awal. Masyaallah.
Wallahu ‘alam.
Oleh: Umi Salamah, Ibu Rumah Tangga, Aktivis Dakwah
Selasa, 09 Juli 2024
Brain Cipher adalah Pesanan Kelompok Elite "High Profile"
Tinta Media - Politikus sekaligus pakar AI, Dr. Ridho Rahmadi, menyatakan bahwa serangan Brain Cipher terhadap Pusat Data Nasional (PDN) adalah pesanan oleh kelompok elite "high profile" yang mempunyai kekuatan politik dan finansial.
"Kelompok
tersebut adalah "kelompok elite" dengan high profile, mempunyai
kekuatan politik dan finansial," tegasnya dalam tayangan pribadinya pada
akun Instagram @ridhorahmadiofficial, dengan judul "Skenario di Balik
Kunci Gratis Brain Cipher", Rabu (3/7/2024).
Ridho
mengungkapkan bahwa serangan yang dilakukan oleh Brain
Cipher kemarin adalah sebuah pesanan oleh kelompok tertentu yang menargetkan
data-data penting, yang itu berbahaya bagi mereka, bagi kelompok tertentu, jika
data tersebut terpublikasikan.
Pesanan
oleh "kelompok elite" ini diungkapkan oleh Ridho melalui dua
kemungkinan. "Kemungkinan pertama, kelompok brain
cipher ini sesungguhnya telah menerima tebusan atau bayaran dari kelompok
tertentu dengan syarat mereka mengumumkan kepada publik bahwa mereka akan
memberikan kuncinya secara gratis," tegasnya.
"Kemungkinan
kedua adalah sebagian data yang telah mereka kunci tersebut yang sudah
dihilangkan atau memang tidak bisa dibuka dengan kunci yang akan mereka berikan
tersebut," imbuhnya.
Bergerak
dalam Senyap
Dalam
siarannya tersebut, Ridho juga membongkar cara kerja kelompok elite ini yang
bergerak dalam senyap. "Kelompok elite ini bergerak dalam senyap. Mereka
menyuap broker dari dalam untuk membuka pintu menuju sistem PDN kemudian meminta
Brain Cipher untuk masuk dan mengunci data menggunakan Lockbit 3.0,"
paparnya.
Doktor
lulusan Belanda pada bidang artificial intelligence ini mengungkapkan bahwa
setelah kelompok elite ini mengamankan data-data tersebut, mereka memainkan
skenario "happy ending". "Mereka memainkan
skenario "happy ending" dengan meminta Brain Cipher mengumumkan
kepada publik bahwa mereka akan memberikan kuncinya secara gratis,"
pungkasnya.[] Hanafi