Tinta Media: Outlook 2023
Tampilkan postingan dengan label Outlook 2023. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Outlook 2023. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Januari 2023

Political and Law Outlook 2023, Chandra: Islam Obyek yang Selalu Dipersoalkan

Tinta Media - Merefleksi peristiwa politik yang menggunakan instrumen hukum dan berimplikasi terhadap Islam dan umatnya yang terjadi sepanjang 2022 serta analisa kemungkinan yang akan terjadi pada 2023, Ketua LBH Pelita Umat sekaligus mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengatakan Islam obyek yang selalu dipersoalkan.
 
“Islam obyek yang selalu dipersoalkan,” tuturnya kepada Tinta Media Senin (8/1/2023).
 
Dalam mendasari pendapatnya itu, ia menggunakan data 6 tahun kebelakang  yaitu 2022, 2021, 2020, 2019, 2018, 2017. Dari data tersebut ditarik benang merah atas kesamaan peristiwa politik yang menggunakan instrumen hukum dan berimplikasi terhadap Islam dan umatnya.
 
“Peristiwa yang sering muncul yang berulang-ulang dari tahun 2022, 2021, 2020, 2019, 2018, 2017 adalah pertama, narasi pecah radikal, intoleran dan anti kebinekaan; kedua, moderasi beragama; ketiga, kriminalisasi/monsterisasi/alienasi ajaran islam: kata kafir, syariah, khilafah, jihad, cadar, hijab, celana cingkrang, konsep mata uang islam (dinar/dirham), pernikahan beda agama, pandangan terhadap zina, poligami; keempat, terdapat upaya yang tampak mengkaitkan terorisme dengan teologis,” bebernya.
 
Narasi soal perang melawan radikalisme, sambungnya, telah dibangun pemerintah terlebih lagi menggunakan instrumen hukum. Isu radikalisme terus digiring pemerintah dan telah membuat situasi tidak nyaman di tengah-tengah masyarakat. “Mengangkat isu radikalisme tidak produktif untuk kemajuan bangsa. Semestinya mengedepankan ukhuwah bukan malah memecah belah bangsa dengan isu radikalisme,” kritik Chandra. 
 
Pengarusan moderasi pun menurut Chandra dilandaskan pada asumsi yang dipaksakan bahwa agama Islam yang dipahami hanya akan menjadi ancaman. “Masalahnya, ancaman buat siapa? Sehingga beberapa istilah ajaran Islam dipersoalkan misalnya kata kafir, kepemimpinan dalam Islam yang menolak pemimpim diluar muslim, dan beberapa ajaran Islam lainnya disesuaikan dengan kondisi zaman,” ujar Chandra menganalisa.  
 
Salah satu target dari moderasi beragama ucapnya,  adalah pluralisme, sebuah paham yang  menganggap semua agama sama, sama-sama mengajarkan kebaikan, tidak boleh fanatik terhadap agamanya.  “Padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapi hal ini, pada 2005 melalui Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme Dan Sekularisme Agama. MUI mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam,” bebernya.
 
Begitu juga dengan isu terorisme, lanjutnya, tampak seperti ada upaya mengaitkan agama dengan terorisme harus mulai dikoreksi. Menurutnya dalam konteks Indonesia ditengarai seakan ada skenario pada aksi-aksi tertentu. Pasca aksi selalu ditemukan dokumen yang berkaitan dengan teologis (bendera  tauhid, iqra, alquran, buku jihad dll), yang kemudian mengalihkan terhadap isu lainnya. 
 
“Terdapat catatan atas penindakan terhadap terduga teroris, yaitu dalam proses penyitaan barang bukti.  Sebaiknya menghindarkan dari hal-hal yang beririsan dengan simbol-simbol agama atau yang dipersonifikasikan dengan agama yaitu penyitaan sejumlah buku yang bertema jihad, iqra, al-Quran, bendera tahuhid, terlebih lagi kemudian dipublikasikan ke media dan publik,” himbaunya.
 
Chandra mengkhawatirkan hal ini  berpotensi terjadi kriminalisasi terhadap istilah dan ajaran Islam yaitu jihad. Istilah jihad banyak dijelaskan didalam Al-Qur'an dan hadis. Ia mendorong agar proses penegakan hukum dipisahkan dari politik.
 
“Kami berpendapat bahwa menyita buku-buku bertema jihad dan menampilkan kehadapan media dan publik adalah tampak seperti tindakan politik. Apa hubungannya antara tindakan pidana dengan buku tersebut. Kami patut menduga sedang ada upaya membangun narasi 'buku-buku jihad inspirator teroris', sehingga berujung pada stigmatisasi-alienasi dan monsterisasi ajaran islam tentang jihad,” duganya.
 
Chandra menduga 4 point  hal diatas kemungkinan akan kembali muncul pada tahun 2023. “Oleh karena itu umat Islam, tokoh-tokoh, pimpinan ormas Islam, alim ulama sangat perlu merumuskan langkah pemikiran dan tindakan konstruktif agar masa depan Islam dan umatnya menjadi baik,”pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 

Senin, 09 Januari 2023

Political & Law Outlook 2023: ISLAM OBJEK YANG SELALU DIPERSOALKAN

Tinta Media - Tahun 2022 telah kita lewati dan merupakan momen yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk merefleksikan apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang serta melakukan analisa akan kemungkinan yang akan terjadi pada tahun 2023, hal tersebut penting guna menyusun rencana ke depan agar lebih baik.

Tulisan ini merupakan analisa akan kemungkinan yang akan terjadi pada tahun 2023 khusus yang berkaitan Politik yang menggunakan instrumen hukum dan berimplikasi terhadap Islam dan umatnya. Sebagai bahan analisa, penulis menggunakan data 6 (enam) tahun kebelakang yaitu 2022, 2021, 2020, 2019, 2018, 2017. Dari data tersebut ditarik benang merah atas kesamaan peristiwa politik yang menggunakan instrumen hukum dan berimplikasi terhadap Islam dan umatnya.

Peristiwa yang sering muncul yang berulang-ulang dari tahun 2022, 2021, 2020, 2019, 2018, 2017 adalah 
1. narasi pecah radikal, intoleran dan anti kebinekaan; 
2. moderasi beragama;
3. kriminalisasi/monsterisasi/alienasi ajaran islam: kata kafir, syariah, khilafah, jihad, cadar, hijab, celana cingkrang, konsep mata uang islam (dinar/dirham), pernikahan beda agama, pandangan terhadap zina, poligami; 
4. terdapat upaya yang tampak mengkaitkan terorisme dengan teologis;

Narasi soal perang melawan radikalisme telah dibangun pemerintah, terlebih lagi menggunakan instumen hukum. Isu radikalisme yang terus digiring pemerintah dan telah membuat situasi tidak nyaman di tengah-tengah masyarakat. mengangkat isu radikalisme tidak produktif untuk kemajuan bangsa. Semestinya mengedepankan ukhuwah bukan malah memecah belah bangsa dengan isu radikalisme. 

Pengarusan moderasi dilandaskan pada asumsi yang dipaksakan bahwa agama Islam yang dipahami hanya akan menjadi ancaman. Masalahnya, ancaman buat siapa? Sehingga beberapa istilah ajaran Islam dipersoalkan misalnya kata kafir, kepemimpinan dalam Islam yang menolak Pemimpim diluar muslim, dan beberapa ajaran Islam lainnya disesuaikan dengan kondisi jaman. 

Pluralisme yaitu Menganggap semua agama sama, sama-sama mengajarkan kebaikan, tidak boleh fanatik terhadap agamanya. Inilah salah satu target dari moderasi beragama, pluralisme. Padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapi hal ini, pada tahun 2005 melalui Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme Dan Sekularisme Agama, MUI mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. 

Begitu juga dengan isu terorisme, tampak seperti ada upaya mengaitkan agama dengan terorisme harus mulai dikoreksi. Hanya dalam konteks Indonesia ditenggarai seakan ada skenario pada aksi-aksi tertentu, pasca aksi selalu ditemukan dokumen yang berkaitan dengan teologis (bendera tauhid, iqra, alquran, buku jihad dll), yang kemudian mengalihkan terhadap isu lainnya. 

Terdapat catatan atas penindakan terhadap terduga teroris, yaitu dalam proses penyitaan barang bukti, sebaiknya menghindarkan dari hal-hal yang beririsan dengan simbol-simbol agama atau yang dipersonifikasikan dengan agama yaitu penyitaan sejumlah buku yang bertema jihad, iqra, alquran, bendera tahuhid, terlebih lagi kemudian dipublikasikan ke media dan publik. Hal ini dikhawatirkan berpotensi terjadi kriminalisasi terhadap istilah dan ajaran Islam yaitu jihad. Istilah jihad banyak dijelaskan didalam Al-Qur'an dan hadits. mendorong agar proses penegakan hukum dipisahkan dari politik. Kami berpendapat bahwa menyita buku-buku bertema jihad dan menampilkan kehadapan media dan publik adalah tampak seperti tindakan politik. Apa hubungannya antara tindakan pidana dengan buku tersebut. Kami patut menduga sedang ada upaya membangun narasi "buku-buku jihad inspirator teroris", sehingga berujung pada stigmatisasi-alienasi dan monsterisasi ajaran islam tentang jihad.

4 (empat) hal diatas, yang kemungkinan akan kembali muncul pada tahun 2023. oleh karena itu umat Islam, tokoh-tokoh, pimpinan ormas islam, alim ulama sangat perlu merumuskan langkah pemikiran dan tindakan konstruktif agar masa depan Islam dan umatnya menjadi baik.

Demikian
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT & Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum

Sabtu, 24 Desember 2022

Refleksi 2022 dan Outlook 2023, Dr. Erwin: Tahun Ini Ekonomi Destruktif, Tahun Depan Hadapi Resesi

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana mengungkapkan tahun ini ekonomi kapitalisme dan liberalisme semakin menjadi-jadi, cenderung destruktif dan memperkirakan 2023 dunia akan dihadapkan pada resesi ekonomi.

"Refleksi tahun 2022, kapitalisme dan liberalisme semakin menjadi-jadi, kita sudah dihadapkan pada berbagai macam perekonomian yang bersifat destruktif dan 2023 perekonomian tidak akan baik-baik saja akan terjadi resesi di seluruh penjuru dunia," ungkapnya dalam Kajian Ekonomi Islam: Refleksi 2022 dan Outlook 2023 melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Ahad (18/12/2022).

Menurutnya, dalam penelitian leading index, tahun 2019 sudah menunjukkan penurunan ekonomi di berbagai macam negara dan diprediksi akan terjadi krisis tahun 2020.
 
"Penelitian leading index menunjukkan bahwa ekonomi pada tahun 2020 itu akan mengalami penurunan ditambah pandemi covid yang menghentikan seluruh pergerakan manusia," tuturnya.

Setelah pandemi terlewati, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun 2021 sampai 2022 pada kuartal ketiga, tapi tidak dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. "Terjadi pertumbuhan ekonomi sekitar 5,5 sampai 5,7%, yang paling signifikan adalah sektor transportasi dan pergudangan, tapi yang diuntungkan hanya satu persen dari para kapitalis dan para agen kapitalis dalam lingkaran kekuasaan," ungkapnya. 

Ia melihat ketimpangan terjadi antara yang kaya dan miskin semakin lebar. "Ketimpangannya sangat mengerikan, kalaupun ada pertumbuhan maka itu dinikmati oleh para kapitalis," ungkapnya.

Menurutnya, Sri Mulyani pernah merilis bahwa kekayaan empat orang di Indonesia setara dengan 100 juta penduduk, tiga 
orang terkaya menguasai 70 persen penduduk Indonesia.

Dr. Erwin menjelaskan karakter pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mencakup tiga karakter, yaitu harus mengentaskan kemiskinan, menyerap lapangan kerja, dan menghasilkan pemerataan pendapatan.

"Fakta yang terjadi sebaliknya, kapitalisme dan neoliberalisme menjadikan jumlah kemiskinan di Indonesia sangat besar, lebih dari 50 persen dari jumlah penduduk, pengangguran mencapai 10 juta jiwa, PHK karyawan meningkatkan pengangguran (2 sampai 5,86 juta orang), utang negara terus membesar mencapai 800 triliun per tahun yang harus dibayarkan, impor semakin masif, liberalisasi dan swastanisasi semakin menggila, korupsi semakin menjadi-jadi, pajak semakin memberatkan dan memalak masyarakat kecil, subsidi BBM dihapuskan," ungkapnya.

Menurutnya, krisis energi akibat perang Rusia Ukraina, resesi dan inflasi di berbagai belahan dunia harus diketahui akar penyebabnya untuk diberikan solusi tuntas.

"Akar masalah Resesi global setidaknya ada 4 persoalan, pertama pondasi ekonomi pembangunan berbasis hutang ribawi, kedua sistem moneter akhirnya muncul mata uang kuat dan mata uang lemah, ketiga berkembangnya sektor ekonomi non real dan keempat adalah swastanisasi atau penguasaan sumber daya alam oleh beberapa oknum tertentu," ungkapnya.

Islam

Menurut Dr. Erwin, sistem ekonomi Islam menutup empat celah yang akan menimbulkan badai ekonomi yang akan merusak ekonomi sehingga ekonomi itu nggak seperti roler coaster.

Pengaturan sistem ekonomi Islam, katanya  meliputi landasan pembangunan ekonomi Islam yakni akidah Islam yang mengharamkan ekonomi berbasis riba dan utang riba, mengharamkan perkembangan sektor pasar saham dan segala macamnya.

"Sistem perdagangan internasional berbasis uang emas dan perak, penerapan politik ekonomi Islam melalui pemenuhan kebutuhan pokok tiap-tiap individu masyarakat suatu negara sekaligus mendorong untuk terpenuhinya kebutuhan sekunder, pengaturan kepemilikan," pungkasnya.[] Evi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab