Tinta Media: Ormas
Tampilkan postingan dengan label Ormas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ormas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Agustus 2024

Pakar: Haram Hukumnya Ormas Kelola Tambang

Tinta Media - Pakar Fikih Kontemporer KH. Muhammad Shiddiq Al-Jawi menegaskan, haram hukumnya ormas ikut mengelola tambang.

"Haram hukumnya ormas ikut mengelola tambang," tuturnya dalam soal jawab yang diterima Tinta Media, Sabtu (3/8/2024).

Kiai berpandangan bahwa dalam Islam barang yang termasuk dalam kepemilikan umum adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang (swasta). 
Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu: padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Menurut Kiai Shiddiq diqiyaskan dengan tiga barang tersebut adalah semua barang yang menjadi hajat hidup orang banyak (min marāfiq al-jamā’ah) berdasarkan alasan hukum (‘illat) sebagai berikut, “Setiap apa saja yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat umum maka statusnya adalah milik umum (al-milkiyyah al-’āmmah).” (Taqiyuddin An-Nabhani, _Al-Nizhām Al-Iqtishādī fī Al-Islām,_ hlm. 219).

Maka dari itu ia memaparkan yang menjadi milik umum tidak terbatas hanya tiga barang yang tersebut dalam hadits di atas –yakni air, padang rumput (termasuk hutan) dan api (termasuk energi seperti minyak, gas, listrik, batubara, dll)-- melainkan juga semua barang tambang seperti emas, perak, tembaga, nikel, dll. 

"Semua yang termasuk milik umum ini haram dimiliki atau dikuasai oleh individu, baik swasta nasional apalagi swasta asing. Tidak boleh pula penguasaannya diserahkan kepada ormas," tegasnya.

Selain alasan itu menurutnya, Islam telah mengharamkan bahaya (dharar) dalam segala bentuknya, termasuk bahaya atau dharar yang kemungkinan besar akan muncul dari pengelolaan tambang oleh ormas.

Kiai menyebutkan ada 3 (tiga) bahaya (dharar) yang kemungkinan besar akan muncul dari pengelolaan tambang oleh ormas, sebagai berikut : 

Pertama, keikutsertaan ormas mengelola tambang, akan melegitimasi pengelolaan tambang selama ini yang menyimpang dari syariah.

Selama ini Kiai menilai tambang dikelola secara kapitalistik oleh negara lalu diserahkan kepada oligarki, baik oligarki nasional maupun oligarki internasional.

 "Sehingga hanya menguntungkan korporasi (pemilik modal) dan penguasa, sedangkan rakyat tidak mendapat apa-apa, kecuali dampak buruk dari penambangan, baik dampak buruk berupa kerusakan lingkungan maupun dampak buruk berupa konflik sosial (konflik tanah, dsb)," ungkapnya.

Seharusnya ujar Kiai Shiddiq pengelolaan tambang ala kapitalisme yang destruktif selama ini dikritisi oleh ormas, bukan malah dilegitimasi oleh ormas dengan cara ikut-ikutan mengelola tambang.

Kedua, keikutsertaan ormas mengelola tambang, akan memadamkan atau minimal meredupkan kritik (amar makruf nahi mungkar) oleh ormas kepada penguasa. 

Ia menekankan contoh kemungkaran yang tidak dikritisi ormas, adalah ketika Presiden Jokowi memberikan hak pengelolaan tambang kepada ormas. "Seharusnya ormas mengkritik kebijakan Jokowi ini, karena Jokowi sebagai presiden tidak berhak menetapkan kebijakan itu, yakni negara tidak boleh memberikan sesuatu yang menjadi milik umum menjadi milik individu (swasta)," cetusnya.

Jadi menurut Kiai, ketika Presiden Jokowi menawarkan atau memberikan hak pengelolaan tambang kepada ormas, seharusnya ormas mengkritik kebijakan Jokowi ini, karena Jokowi tidak berhak melakukannya." Tapi sayangnya, alih-alih mengkritik, ormas malah menerima tawaran batil dari Jokowi tersebut," bebernya.

Ia mengingatkan bukankah ormas mendapat amanah dari Allah SWT untuk melakukan amar makruf nahi mungkar, termasuk amar makruf nahi mungkar kepada penguasa?

Ketiga, keikutsertaan ormas mengelola tambang, akan memperbesar ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat dan menyuburkan kecemburuan sosial, karena yang akan menikmati hasil tambang hanya petinggi dan jamaah ormas tertentu itu, bukan seluruh masyarakat. 

"Padahal tambang adalah milik masyarakat secara umum, bukan milik ormas tertentu secara khusus," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Jumat, 21 Juni 2024

Izin Kelola Tambang bagi Ormas, Gak Bahaya, Ta?

Tinta Media - Penguasa negeri ini sering kali membuat kebijakan baru yang kontroversial. Salah satu kebijakan tersebut adalah pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

PP No.25 tahun 2024 tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan, juga 30 Mei 2024.

Adapun WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). (CNBC Indonesia, 31/05/24)

Kebijakan Tidak Tepat akan Merugikan Rakyat

Kebijakan pemberian izin pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan merupakan kebijakan yang tidak tepat. Bahkan, hal tersebut cukup berbahaya. Sebab, ormas memiliki tugas pokok dan fungsi yang tidak sama dengan perusahaan tambang. Hal ini jelas akan mengakibatkan terjadi disorientasi dan disfungsi kelembagaan.

Jika dilihat dari UU ormas, salah satu fungsinya adalah berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial, dan mewujudkan tujuan negara, walaupun tujuan lainnya adalah menyalurkan aspirasi anggotanya untuk kesejahteraan anggota-anggotanya.

Sebagian ormas atau mungkin seluruhnya tidaklah punya kemampuan dan pengalaman dalam mengelola tambang. Hal ini berpotensi bagi ormas untuk meminta bantuan pihak lain dalam pengelolaan tambang tersebut. Entah pihak lain tersebut sebagai investor ataukah sebagai pengelola. Keberadaan pihak lain tersebut jelas membuka peluang baginya untuk menguasai tambang baik langsung maupun tidak langsung. Sebab, pihak lain tersebut pasti mengajukan syarat yang kemungkinan besar akan merugikan ormas dan rakyat demi kepentingan mereka sendiri.

Selain itu perlu diingat, bahwa tidak seluruh rakyat bernaung di bawah satu ormas yang sama, maka bisa dipastikan keuntungan dari pengelolaan tambang hanya akan dinikmati oleh segelintir orang yang menjadi anggota atau pendukung ormas tersebut. Padahal, tambang merupakan Sumber Daya Alam (SDA) milik umum dan menguasai hajat hidup orang banyak. Seharusnya, keuntungan pengelolaan tambang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat agar kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

Tak hanya itu, bahaya lain jika ormas mengelola tambang yakni akan mengubah arah perjuangan ormas yang seharusnya melakukan aktivitas pemberian edukasi, pembinaan, pencerdasan umat, dan koreksi pada penguasa kepada aktivitas lain. Sebab, ormas akan tersibukkan untuk mengurusi pengelolaan tambang yang diberikan padanya.

Pengelolaan Tambang dan Peran Ormas Sesuai  Islam

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan umum dalam bernegara. Salah satu aturan tersebut adalah terkait pengelolaan tambang. Dalam Islam, tambang merupakan harta milik umum yang wajib dikelola oleh negara semata-mata demi memenuhi kebutuhan agar terwujud kesejahteraan rakyat sampai tataran individu. Oleh karena itu, Islam mengharamkan tambang dikuasai dan dikelola oleh individu, perusahaan swasta, ormas, apalagi asing.

Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, bahwa  kaum muslimin berserikat (dalam hal kepemilikan) pada tiga hal: yaitu air, tanah, dan api.

Selain itu, ormas sudah memiliki tugas tersendiri. Dalam Islam, ormas merupakan representasi dari jamaah dakwah. Tugasnya ada tiga, yakni:

1. Mengajak pada kebaikan, yakni Islam.

2. Menyuruh pada yang makruf dan mencegah kemungkaran.

3. Muhasabah pada penguasa jika melanggar syariat Islam dan berhukum pada hukum kufur, mencegah penguasa menzalimi rakyat, menasihati jika penguasa mengabaikan urusan dan hak-hak rakyat.

Tak hanya itu, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga bersabda yang menyatakan bahwa jika sesuatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka akan datang kehancuran seperti kiamat. Dari sini seharusnya pemimpin muslim memahami, bahwa setiap urusan baik itu kepemimpinan maupun pengelolaan harta umum, haruslah diserahkan kepada yang berkompeten jika tidak ingin datang kehancuran. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah, Pemerhati Kebijakan Publik

Kamis, 13 Juni 2024

Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Negara Ciptakan Kekisruhan



Tinta Media - Keinginan pemerintah untuk merangkul semua kalangan terus dilakukan. Yang terbaru melalui PP 25/2024 tentang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), pemerintah memberikan izin ormas keagamaan untuk mengelola tambang. (CNN Indonesia, 7/6/2024)

Ini jelas sangat tidak tepat dan negara ciptakan kekisruhan. Maka, layak kita mempertanyakan, apakah pemberian izin kepada ormas ini memang kebijakan yang tepat? Pertanyaan lain, apakah negara telah mempersiapkan solusi jika terjadi konflik horizontal? 

Seperti diketahui bahwa tambang yang diberikan kepada ormas tersebut merupakan tambang bekas PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy. Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung. 

Tentu banyak yang harus disiapkan dan dihadapi, misalnya sumber daya manusia yang mengelola tambang dan bagaimana ekologi tambang itu sebelum dikelola. Selain itu, disinyalir telah terjadi konflik antara penduduk tempatan dengan perusahaan tambang.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin. Ia menambahkan bahwa lagi langkah tersebut seperti upaya pemerintah untuk membenturkan antara masyarakat korban tambang dengan ormas keagamaan.(TribunMakassar.com).

Konflik lingkungan yang kerap mengorban petani, masyarakat adat, nelayan, dan perempuan yang berseteru dengan perusahaan, baik swasta maupun asing.

Selain itu, dengan pemberian izin ini, akan semakin besar kemungkinan bertambahnya  kasus korupsi di negeri ini karena panjangnya birokrasi yang dilewati dan adanya kepentingan. 

No Free Lunch

Mereka yang mendukung pemerintah dengan kebijakan yang ditetapkan selama ini akan mendapatkan reward seperti jabatan tertentu atau reward yang lainnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa "no free lunch" atas rewards yang diberikan. Mereka harus tetap mendukung pemerintah, dan pasti ini akan membuat lidah kelu untuk mengkritik atau pun melakukan amar makruf nahi mungkar.

Apalagi, saat ini begitu kentara, bagi yang berseberangan dengan pemerintah atau menjadi oposisi mereka akan dipersekusi dan dikriminalisasi.

Terkait pemberian pengelolaan tambang ini, jelas ini merupakan kompensasi atas dukungan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu, rezim telah menancapkan taringnya agar keberlangsungan kepemimpinan tetap terjaga.

Dengan merangkul ormas keagamaan, tiada lagi yang mempermasalahkan setiap kebijakannya.

Kepemilikan Tambang dalam Islam

Dalam konteks tambang ini, ketentuan dalam Islam sangat jelas dan terang. Ini bisa kita pahami sebagaimana sabda Rasulullah,

"Kaum muslimin berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara, padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Jadi, tambang apa pun, dengan jumlah yang berlimpah atau yang menguasai hajat hidup orang banyak merupakan harta milik rakyat secara umum (milkiyah 'ammah) dan harus dikelola oleh negara, tidak yang lain. 

Berdasarkan hadis Nabi saw. yang diucapkan oleh Abyadh bin Hammal ra., Rasulullah bersabda, 

"Sungguh Abyadh pernah menemui Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada Nabi saw. atas tambang garam. Nabi saw. memberikan tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang sahabat yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir.” Rasulullah saw lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Dari hadist di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah sebagai kepala negara menarik apa yang telah diberikan. Sebab, tambang garam yang diberikan sangat banyak. Tentunya tambang garam itu bisa memenuhi hajat orang banyak.

Ketika kita kaitkan dengan kebijakan pemerintah hari ini, tentu kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan hadis Nabi saw. di atas. Kebijakan yang bertentangan dengan syariat akan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Hal itu karena kebijakan tersebut tidak disandarkan kepada syariat Islam.

Untuk itu, penting kiranya umat Islam dan juga pemimpin negeri ini menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam akan membawa keberkahan kepada negeri. Namun, jika tetap memakai kapitalisme yang jelas berasal dari pemikiran manusia, pastinya kesulitan-kesulitan terus mendera kita.

Sebagaimana firman-Nya, 

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian." (QS al-Baqarah [2]: 208)


Oleh: Muhammad Nur
Jurnalis

Jumat, 18 November 2022

Ormas Islam Terjebak Politik Praktis

Tinta Media - Fasilitas pelayanan kesehatan di kabupaten Bandung semakin bagus. Sejumlah rumah sakit dibangun dengan fasilitas alat kesehatan yang memadai. Kamis, 3 November 2022, Bupati Bandung Dadang Supriatna meresmikan berdirinya Rumah Sakit Muhamadiyah Bandung Selatan atau RMBS yang berlokasi di jalan Laswi, Desa Ciheulang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. 

Peresmian itu dihadiri sejumlah tokoh, yakni Jusuf Kalla, Menteri Kordinar Nidang PMK, Menteri Kesehatan, Kapolri, Gubernur Jawa Barat, dan jajaran pusat Muhammadiyah di Kabupaten Bandung.

Bupati mengatakan bahwa rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan memiliki fungsi pelayanan publik yang sangat vital bagi kesehatan masyarakat. Menurutnya, menciptakan kesehatan masyarakat pada dasarnya adalah tugas pemerintah. Namun, tentunya hal itu memerlukan kerjasama, sinergitas, sekaligus dukungan, demi menjaga keperluan masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Kehadiran ormas Islam di Indonesia dan keterlibatannya secara langsung
maupun tidak langsung telah memengaruhi kebijakan pemerintah maupun tatanan politik. Kegiatannya sangat beragam, mulai dari kegiatan keagamaan, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, juga kegiatan sosial dan budaya, hingga pemberdayaan ekonomi. 

Tujuan kegiatan ormas dalam pengembangan di berbagai bidang kesehatan, seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah yang mendirikan rumah sakit dengan tujuan untuk kemaslahatan umat, sejatinya bukan tugas ormas, tetapi tugas negara. Penguasa seharusnya mengurusi  kemaslahatan umat seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. 

Akan tetapi, sebagian ormas tidak menyadari bahwa keberadaannya untuk memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat, justru dimanfaatkan untuk kepentingan para pemilik modal dan politik praktis.

Demikian juga dengan narasi bahwa keberadaan ormas adalah untuk menjaga stabilitas politik dan sosial, membantu pemerintah dalam membangun peradaban maju lewat lembaga-lembaga kesehatan seperti pembangunan rumah sakit, lembaga pendidikan seperti pembangunan pesantren, sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi sebagai wadah positif membangun bangsa. Pada kenyataannya, kondisi Indonesia yang mengalami banyak ketimpangan, telah memaksa ormas digunakan sebagai alat untuk meraih kepentingan tertentu. 

Semua ini karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga ormas Islam tidak berada dalam fikrah dan thariqah yang benar. Ormas yang seharusnya berjuang untuk membangkitkan umat Islam agar kembali kepada kehidupan Islam, pada akhirnya malah terjebak pada langkah-langkah praktis yang hanya bersifat sementara, padahal yang dibutuhkan umat adalah solusi yang hakiki untuk menuntaskan semua problematika kehidupan.

Solusi yang hakiki tersebut hanya bisa dituntaskan dengan penerapan sistem Islam, yaitu khilafah yang akan menerapkan syari'at Islam secara kaffah.  Dalam Islam, ormas yang wajib ada dalam sebuah tatanan masyarakat adalah dalam bentuk partai politik. Fungsi dan tujuan   ormas adalah menyeru kepada Islam, beraktivitas dakwah (amar makruf nahi munkar), mengoreksi penguasa, dan memastikan jalannya negara dan pemerintahan sesuai dengan syariat Islam. Partai juga mengingatkan kekeliruan negara jika melakukan penyimpangan.  

Hal ini seperti firman Allah Swt. yang artinya: 

"Dan hendaklah ada dibantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (Q.S. ali-imron 104). 

Dalam sistem Islam, fungsi parpol adalah berdakwah  membina dan mendidik umat, pencetak generasi unggul yang dibutuhkan masyarakat dan negara. 

Tugas parpol juga mengembalikan kembali kehidupan Islam di tengah umat, bukan aktivitas sosial, seperti di sistem kapitalis. Ini karena dalam Islam, negara sudah menjamin semua kebutuhan rakyat, berupa pendidikan, kesehatan, ekonomi, termasuk kebutuhan pokok. 

Ketika khilafah sudah tegak, maka parpol mempunyai misi menjaga tetap tegaknya khilafah agar tetap bervisi mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan metode yang diemban dan  kecermelangan berpikir, dan terikat dengan syariat Islam secara kaffah, sebuah parpol tidak akan terjebak dengan aktivitas pragmatis. Parpol juga tidak akan terpengaruhi pemikiran kufur, seperti kapitalisme, tidak pula terjebak dan dimanfaatkan oleh penguasa atau pihak lain. Keinginannya hanya satu, mengembalikan kemuliaan umat dalam naungan khilafah.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Jumat, 30 September 2022

AK Tegaskan HT1 Bukanlah Ormas Islam Terlarang

Tinta Media - Menanggapi pernyataan Ustaz Salim A Fillah, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin (AK) menegaskan bahwa HT1 bukanlah ormas terlarang.

"Penulis ingin kembali menegaskan bahwa Ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HT1) bukanlah ormas terlarang," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (28/09/2022).

Menurutnya, kesimpulan ini akan didapatkan bagi siapapun yang membaca dan menela'ah amar putusan PTUN Jakarta Timur, PT PTUN DKI Jakarta yang dikuatkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung.

"Dalam amar putusan, nampak jelas bahwa isinya pengadilan hanya menolak gugatan HT1. Dengan demikian putusan hanya menguatkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HT1," jelasnya.

AK menjelaskan tak ada satupun amar putusan pengadilan, baik ditingkat PTUN Jakarta hingga Mahkamah Agung yang menyatakan HT1 sebagai Ormas terlarang. Tak ada pula, konsideran dalam Beshicking berupa Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 yang menyatakan HT1 sebagai Ormas terlarang.

"HT1 hanya dicabut badan hukumnya, sehingga tak lagi memiliki hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab sebagai ormas yang berbadan hukum. Namun sebagai ormas tak berbadan hukum, HT1 tetap sah, legal dan konstitusional sebagai Organisasi Masyarakat, mengingat berdasarkan ketentuan pasal 10 UU Nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, disebutkan bahwa Ormas dapat memilih opsi berbadan hukum atau tidak berbadan hukum," terangnya.

Ia menjelaskan, Putusan PTUN Jakarta dan MA hanya mencabut BHP HT1. Putusan PTUN Jakarta dan MA tak pernah merampas hak konstitusional warga negara yang terhimpun dalam HT1, untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

"Adapun Organisasi yang secara hukum tegas dibubarkan, dinyatakan sebagai Organisasi terlarang, paham dan ideologinya yakni Marxisme, komunisme, leninisme juga dilarang, adalah Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI), yang ditetapkan berdasarkan TAP MPRS Nomor : XXV/TAP MPRS/1966," tandasnya.

Jadi, lanjutnya, "Narasi HT1 Ormas terlarang adalah narasi politik yang dijajakan rezim Jokowi. Bukan status hukum yang memiliki dasar hukum yang jelas. Karena memang tak ada satupun status hukum atau produk hukum yang menyatakan HT1 sebagai organisasi terlarang," tegasnya.

Ia menyesalkan, tokoh dan ustaz sekelas Ustaz Salim A. Fillah bisa 'termakan' narasi jahat rezim Jokowi yang jelas-jelas anti terhadap Islam bukan hanya terhadap HT1. "Perlu untuk disampaikan bahwa HT1 dicabut badan hukumnya karena konsisten mendakwahkan ajaran Islam Khilafah," tandasnya.

Ustaz Farid Okbah, Ustaz Anung al Hammat dan Ustaz Ahmad Zain an Najah belakangan ditangkap dan diterorisasi, juga hanya karena mendakwahkan syariat Islam dan Khilafah 'ala Minhahin Nubuwah. FP1 dibubarkan juga karena AD ART nya mengandung misi untuk menegakkan syariat Islam dan Khilafah.

"Jadi, yang dipersoalkan oleh rezim adalah ajaran Islamnya, bukan HT1 atau FP1, bukan pula Ustaz Farid Okbah, Ustaz Anung al Hammat dan Ustaz Ahmad Zain an Najah. Andaikan para ustaz ini tidak memperjuangkan Syariat Islam dan Khilafah, sudah pasti tidak akan ditangkap dan dipenjara," ungkapnya.

AK juga menyampaikan rasa prihatin dan ikut sedih atas pembatalan lokasi acara dan panitia 'Ojo Leren dadi Wong Apik' terpaksa pindah lokasi ke Masjid Jogokariyan. Namun, selanya, pihak yang ada dibalik pembatalan itu adalah rezim, bukan saudara muslim yang ada di HT1.

"Ayo dadi wong apik, dengan membudayakan sikap 'Saling Tabayyun', saling menjaga dan melindungi sesama Saudara Muslim, dan setelah itu ojo leren dadi wong apik. Terus gelorakan semangat dakwah, pantang menyerah, hingga Allah SWT menangkan agama ini, yang dengan kemenangan agama ini Allah SWT muliakan Islam dan kaum muslimin," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab