Tinta Media: Orang tua
Tampilkan postingan dengan label Orang tua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Orang tua. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

Remaja Makin Sadis, Orang Tua Hanya Bisa Menangis



Tinta Media - Entah apa yang membuat para remaja yang digadang-gadang akan menjadi generasi emas pada tahun 2045 hari ini senang melakukan aksi bully, bahkan semakin hari semakin sadis?

Pertanyaan di atas mungkin pernah tersirat dalam pikiran kita, bahkan membuat kita ketakutan saat melepas anak-anak untuk bebas bergaul bersama teman-temannya. Seperti yang viral di sosial media (di Batam), aksi bullying dilakukan oleh sejumlah Gen Z. Tak tanggung-tanggung, mereka berani memukul, bahkan menendang kepala si korban.  Mirisnya, para pelaku semuanya wanita. 

Wajar, beginilah kondisi di saat sistem yang mengatur kehidupan adalah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap dosa dan maksiat. Karena itu, kekacauan dan kerusakan terjadi di mana-mana. Padahal, bullying adalah perbuatan yang haram dilakukan. Allah dengan jelas berfirman dalam QS. Al-Hujarat ayat 11.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” 

Terlebih jika sudah merambat ke penganiayaan dan penyiksaan fisik, maka semakin besar dosa dan pertanggungjawaban yang akan didapat oleh para pelaku, Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Maidah ayat 45. 

Artinya: “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya.”

Sayang, kondisi ini pun diperparah dengan hukuman yang tidak tegas bagi pelaku, bahkan banyak kasus yang laporannya tidak ditindaklanjuti oleh para penegak hukum. Akhirnya, orang tua hanya bisa menangisi nasib putra-putrinya yang menjadi korban penganiayaan tersebut.

Hal ini pun sangat jelas memperlihatkan kepada kita bahwa pemimpin di sistem ini tidak serius mengurusi kehidupan rakyat. Penguasa di sistem sekuler terlihat tidak peduli terhadap apa yang terjadi pada rakyatnya. 

Padahal, di dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. 

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR  Bukhari)

Penguasa di dalam sistem Islam sangat serius dalam mengurusi rakyat. Mereka tahu bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka, pemimpin dalam Islam tidak akan membiarkan kasus bullying tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. 

Ada beberapa mekanisme yang akan mereka lakukan di antaranya:

Pertama, penguasa dalam sistem Islam akan menguatkan akidah rakyat melalui sistem pendidikan Islam. Kurikulum pendidikannya adalah berdasarkan atas akidah Islam. Materi yang diajarkan bersumber dari Al-Quran dan hadis sehingga rakyat akan memiliki pemahaman Islam.

Kedua, memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku. Sanksi di dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa dan pencegah kasus tersebut terulang. Dalam Islam, pelaku bisa diberikan sanksi ketika ia sudah memasuki usia balig karena mereka sudah terbebani syariat Islam, bukan berdasarkan batas usia yang ditetapkan manusia. 

Salah satu yang membuat generasi memiliki hobi bully bermunculan adalah karena penetapan label “anak di bawah umur” yang seolah menjadi alasan bahwa sanksi bisa ditangguhkan, disesuaikan, bahkan dikurangi. 

Untuk kasus bullying fisik atau penganiayaan, Islam memberikan hukuman berupa qishash sebagaimana telah Allah jelaskan dalam QS Al-Maidah: 45. 

Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya ….“

Namun, jika bully masih berupa celaan, maka hukumannya akan diserahkan kepada keputusan hakim.

Jika menginginkan kasus bullying ini hilang maka, kita harus mengganti sistem yang berlaku hari ini, yaitu sistem  sekularisme menjadi sistem Islam yang datangnya langsung dari Pencipta manusia, yaitu Allah Swt. Wallahualam bishawwab.


Oleh: Ririn Arinalhaq
Sahabat Tinta Media

Selasa, 06 Februari 2024

Menulislah, Agar Orang Tua dan Gurumu Dapat Pahalanya



Tinta Media - Bayangkan jika hari ini kita tidak bisa membaca dan menulis. Sulit bukan? Saya sendiri sulit membayangkannya. Kenyataannya hari ini, komunikasi dengan sesama bergantung pada apa yang dibaca dan yang ditulis. Sulit pula dibayangkan lingkungan tempat bermukim jika kita tidak bisa membaca dan menulis. 

Maka kemampuan membaca dan menulis patut disyukuri. Cukup dengan membaca tulisan, kita jadi tahu arah dan tempat yang dicari. Banyak informasi dan ilmu yang didapat dengan membaca tulisan yang termuat dalam lembaran-lembaran buku ataupun yang tersebar melalui internet. 

Kemampuan menulis tidak kalah pentingnya. Bahkan membaca membutuhkan tulisan. Tidak akan ada yang membaca, jika tidak ada yang menulis. Dengan menulis kita bisa menyampaikan pesan kepada orang lain meskipun tidak bertemu langsung. Melalui tulisan, pesan kita masih bisa sampai kepada orang lain bahkan berbagai generasi meskipun kita telah tiada. 

Sebelum diberikan contoh, seorang anak bakal kesulitan untuk membuat tulisan. Namun sejak diberi alat tulis dan diajari caranya menulis, membuat tulisan terlihat mudah dan sangat dinikmati oleh si anak. Dimulai dari belajar meniru tulisan yang dilihat sehingga menghasilkan coretan atau gambar, lalu menulis apa yang didengar sehingga menghasilkan catatan-catatan, menulis apa yang diingat sehingga menghasilkan cerita, sampai menulis apa yang dipikirkan sehingga menghasilkan tulisan opini. Terciptalah tulisan yang menerangkan nama, cita-cita, perasaan, hingga hasil pemikiran yang ditulis di lembaran kertas, monitor komputer sampai di layar handphone. Maka menulis harusnya mudah karena merupakan aktivitas harian yang telah diajarkan pada kita sejak kecil. 

Menulis Kembali terasa sulit ketika tulisan yang dibuat harus sesuai dengan kaidah jurnalistik, mudah dipahami, enak dibaca dan menggugah, serta tidak melanggar hukum terutama hukum (syariat) Islam. Tapi saya yakin, dengan terus belajar, membaca dan menulis serta menerima koreksi, maka kesulitan itu akan menjadi mudah. 

Terlebih jika tulisan-tulisan yang dibuat dalam rangka untuk mengajak manusia agar taat kepada Allah dan rasul-Nya dengan menerapkan seluruh syariat Islam, maka kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam membuat tulisan tidak sepatutnya menjadi penghalang. Karena pahala yang didapatkan dari tulisan yang menggugah para pembaca sehingga menjadi taat kepada Allah dan rasul-Nya sangat besar nilai pahalanya. 

Diantara pahala yang diperoleh mereka yang berdakwah melalui tulisan adalah pertama, mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an: 

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (TQS. Fussilat ayat 33). 

Kedua, penulis yang menyampaikan dakwah akan memperoleh pahala jariyah yaitu pahala yang terus mengalir meskipun penulisnya telah meninggal dunia. Sebab, jika dengan membaca tulisan si penulis seseorang menjadi sadar untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya lalu dia memperoleh pahala dari ketaatannya, maka pahalanya juga akan mengalir ke penulis. Karena apa yang ditulis termasuk ilmu yang bermanfaat, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: 

“Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakannya,” (HR. Muslim). 

Bayangkan jika tulisan itu memberikan perubahan tidak hanya satu orang tapi ribuan bahkan jutaan orang, dikarenakan tulisan kita berisi tentang ajakan untuk mengubah sistem tata Kelola pemerintahan dari sistem buatan manusia menuju sistem yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Bukan hanya pemerintahan skala negara bangsa, tapi pemerintahan yang berskala dunia yang visi misi dan tata kelolanya mencakup seluruh dunia, maka betapa melimpahnya pahala yang akan mengalir kepada kita jika tulisan kitalah yang banyak menginspirasi banyak orang untuk mewujudkan perubahan yang mulia itu. 

Tentunya, ketika kita mendapatkan pahala melalui tulisan, maka guru-guru kita yang mengajarkan membaca dan menulis serta kedua orang tua kita juga akan mendapatkan kiriman pahalanya. Karena dengan terlahirnya kita menjadi penulis ideologis yang saleh telah menjadi amal jariyah bagi guru-guru dan kedua orang tua kita. 

Penulis Ideologis tinggal di Buol, Sulawesi Tengah.


Oleh: Muhammad Syafi’i
Penulis Ideologis Sulawesi Tengah 

Rabu, 18 Oktober 2023

Menjadi Orang Tua Sadis di Era Kapitalis

Tinta Media - Berusaha menjaga kewarasan mental di era kapitalisme memang tidaklah mudah, di tengah berbagai gempuran masalah dan berbagai polemik kehidupan, kita juga dipaksa wajar menerima kerusakan, kemaksiatan dan berbagai kezaliman.
Maka ketika agama tidak dijadikan pegangan, yang tersisa hanyalah kegilaan.

Bahkan keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman dan aman dari kerasnya kehidupan, bisa berubah jadi tempat paling berbahaya dan tempat meregang nyawa. Seperti kasus yang terjadi di Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Seorang bocah bernama Muhammad Rauf (13), ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023) dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Ironisnya Rauf dihabisi nyawanya oleh ibu kandungnya N (43), paman S (24) serta kakeknya, W (70). 

Kejadian tersebut bermula dari kedatangan Rauf ke rumah kakeknya, karena telah beberapa hari tidak pulang, si kakek menegurnya, namun karena tidak menerima teguran tersebut Rauf memukul kakeknya. Pukulan tersebut dibalas oleh kakeknya dengan memukul menggunakan gergaji dan menyasar kepala korban. lalu kakeknya tersebut memanggil ibu korban dan korban sempat berusaha melarikan diri, namun sang ibu menghadangnya hingga tertangkap, si ibu langsung membanting korban dan menindihnya. Selanjutnya Ibu korban, menelepon adiknya atau paman korban berinisial S untuk datang, sesampainya di lokasi kejadian, paman korban langsung mengikat tubuh korban.

Saat itu pelaku sekaligus ibu korban, sempat meminjam motor tetangga, berniat mengantarkan korban kepada ayahnya di wilayah Bongas Indramayu. Sebab diketahui ayah dan ibu sudah bercerai. Namun, saat di tengah perjalanan, ibu korban terfikir untuk membuang korban ke saluran irigasi. Menurut para pelaku, saat ditinggalkan korban masih hidup. Dan alasan sang ibu tega menganiaya anaknya lantaran kesal sebab korban diketahui ingin memiliki ponsel dan beberapa kali mengambil ponsel milik ibunya.
(kompas.com /07/10/2023)

Tragis dan miris! ibu yang fitrahnya penuh kasih sayang sekaligus pelindung bagi anak-anaknya bisa berubah menjadi sadis di era kapitalis. Tingkat kekerasan yang dialami oleh anak saat ini memang cukup tinggi. Mengutip data SIMFONI-PPA1 atau sebuah sistem informasi online yang menghimpun data kekerasan terhadap perempuan dan anak dari berbagai sumber, pada tahun 2023 terdapat 20.401 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang tua dengan alasan memberi pendidikan dan disiplin. 

Pada dasarnya masalah perilaku anak yang nakal, agresif atau suka mencuri adalah hasil didikan orang tua, sebab bagaimanapun, orang tua adalah pendidik pertama dan utama serta memegang peranan yang paling penting dalam tumbuh kembang anak. Dan hal yang paling mendasar sekaligus, utama yang kerap di lupakan oleh orang tua adalah penanaman aqidah yang benar sejak awal. Serta bagaimana perilaku orang tua dalam memberikan pengasuhan kepada anak. Padahal itu adalah kunci dalam pembentukan kepribadian anak dan dengan berbekal aqidah yang kokoh dalam mengarungi kehidupan, seorang anak tidak akan mudah terpengaruh pada lingkungan yang tidak baik. 

Terlebih ketika orang tua mengalami perceraian. Karena pada dasarnya kesedihan dan psikologis itu tidak hanya di tanggung oleh orang tua, dalam kasus ini seorang ibu, tapi juga di rasakan seorang anak. Kendati dampak perceraian bagi mental anak secara psikologis dan sosialnya bisa bervariasi, tergantung pada usia, kepribadian serta kondisi keluarga anak. Namun secara umum anak korban perceraian cenderung bermasalah dengan perilaku, akibat stres dan bingung dengan situasi yang belum dia mengerti, yang kemudian membuat anak menjadi lebih agresif, impulsif atau nakal.

Jika orang tua memberi pengertian secara berkelanjutan, memberikan dukungan emosional kepada anak. Dengan menunjukkan kasih sayang, perhatian, dan pengertian kepada anak, meskipun mereka sudah bercerai maka masalah tersebut bisa tertangani dengan baik.

Namun di sisi lain orang tua juga seharusnya memiliki pemahaman agama yg benar, sehingga ketika anak melakukan kenakalan, bisa menghadapinya dengan lebih bersabar, dan dapat memaklumi kegoncangan mental anak ketika merasa kehilangan salah satu sosok penting, yang seharusnya berada di sisinya saat pertumbuhannya.

Selanjutnya, persoalan ekonomi pasca perceraian yang sejatinya menjadi kewajiban bagi seorang ayah dalam pemberian nafkah anak, hingga anak mencapai usia baligh, kecuali saat anak memiliki kekurangan fisik maupun mental, yang di masa sekarang, kerap disepelekan kendati itu adalah dosa yang besar.

Sebaliknya tanggung jawab nafkah tersebut dibebankan kepada ibunya, membuat ibu harus bertarung sendirian, mencari penghidupan demi anaknya, dan dari rasa ketidakadilan tersebut, tersimpan rasa frustrasi terpendam, yang ketika terpancing kemarahan, mampu mendorong seseorang ibu bertindak agresif bahkan mampu menyakiti anaknya secara fisik ataupun verbal.

Ini adalah akibat penerapan kapitalisme sekularisme di berbagai bidang kehidupan saat ini menimbulkan lingkaran setan permasalahan. Memicu persoalan pelik, baik bagi individu, keluarga maupun negara.
Bermula dari tujuan kehidupan yang salah dan dijauhkannya agama dari kehidupan membuat manusia lebih mudah menyerah terhadap nafsunya.

Tidak bisa dipungkiri, menjadi orang tua di era kapitalisme sangatlah berat, sebab kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang menekan fitrah kemanusiaan. 
Sehingga membuat banyak orang tua melakukan kesalahan dalam mendidik dan mengasuh anak, bahkan anak yang sejatinya adalah amanah sekaligus anugerah dari Allah SWT, terkadang di pandang hanya sebagai beban bagi orang tua.

Mengingat kondisi kesehatan mental orang tua sangat berdampak besar pada anak-anak yang diasuhnya serta kesejahteraan mereka, sepatutnya negara memberikan perhatian khusus untuk hal ini, bagaimanapun juga anak-anak hari ini, adalah aset bangsa yang perlu di jaga. Sebab nasib peradaban bangsa ini kedepan ada di tangan mereka.
 
Namun akibat situasi, ekonomi, sosial dan politiknya yang penuh kerusakan saat ini,telah banyak para orang tua kehilangan jati dirinya dan lupa akan fitrahnya. Maka solusi terbaik untuk bangsa ini adalah mengganti sistem kapitalisme dengan sistem yang jauh lebih baik, yaitu sistem Islam yang berideologi kan Islam, yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah sehingga penerapan syariah secara kaffah bisa terlaksana sempurna. Dan setiap anak maupun orang tua, umat manusia khususnya, bisa kembali kepada fitrahnya masing-masing.

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Jumat, 06 Oktober 2023

IJM: Sekolah dan Orang Tua Memiliki Peran Menghentikan Bullying

Tinta Media - Menyoroti kasus bullying anak yang semakin marak akhir-akhir ini, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu.

"Sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu," tuturnya dalam video: Selamatkan Putra-Putri Anda Dari Bullying, Selasa (3/10/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.

Agung menambahkan, orang tua yang membayar sekolahnya, orang tua juga yang bertanggung jawab karena itu adalah anak mereka. Guru bertanggung jawab karena itu murid dari orang tua yang dititipkan ke sekolah.

 "Jadi perlunya kerja sama dua pihak ini orang tua dan guru termasuk dalamnya sekolah," tandasnya.

Menurut Agung, edukasi soal perundungan juga perlu untuk menekankan bedanya bercanda yang bikin senang atau sebaliknya justru membuat korban tertekan.

 Negara, ucapnya, harus mendukung penuh atas kondisi ketakwaan masyarakat. Media apapun jika menjadi sarana terbentuknya karakter perundung harus cepat dihilangkan, sekaligus dipandang menguntungkan secara ekonomi.

"Pelakunya harus diberi sanksi baik penyebar konten kekerasan ataupun pelaku perundungan sebab keduanya telah melanggar syariah Islam," tutupnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 03 Agustus 2023

Om Joy Memberikan Dua Tips Meraih Rida Orang Tua


Tinta Media - Jurnalis Senior, Joko Prasetyo yang akrab di sapa Om Joy memberikan tips untuk meraih keridaan orang tua.
 
“𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒂 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒆𝒅𝒖𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉 𝒍𝒆𝒎𝒃𝒖𝒕,”  ungkapnya kepada Tinta Media, Ahad (30/7/2023).
 
Om Joy mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23, artinya, “… Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sembarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “ah” dan janganlah engkau menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
 
“𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒇𝒌𝒂𝒉𝒊 𝒌𝒆𝒅𝒖𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒖𝒂. Jika seorang anak sudah hidup berkecukupan, hendaklah  menafkahkannya pertama kali kepada kedua orang tuanya,” harapnya.  
 
Ia mengutip Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 215, “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, 'Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa sahaja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
 
Om Joy berharap semoga dapat selalu berbakti pada orang tua sebagai kunci meraih surga. "Meraih rida mereka yang merupakan kunci dari rida Allah atas diri kita agar surga bisa jadi milik kita pada akhirnya. 𝐴𝑎𝑚𝑖𝑖𝑛 𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑏𝑏𝑎𝑙 '𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖𝑖𝑛," pungkasnya.[] Amar Dani.

Senin, 28 November 2022

Jangan Jadi Orang Tua Egois

Tinta Media - Sebagai orang tua tentunya kita tidak boleh egois dalam mendidik anak anak. Kok bisa orang tua egois? Ya bisa saja toh. 

Diantara beberapa bentuk keegoisan orang tua dalam mendidik anak sebagai berikut:

1. Memaksa anak dengan satu pilihan, jadi ulama. Sehingga dipaksa harus menempuh pendidikan agama saja hingga perguruan tinggi. Tidak mau mendengar ataupun menerima keinginan anak. Pokoknya harus jadi ulama. 

Padahal untuk bisa berperan dalam peradaban agung Islam ga semua harus jadi ulama. Sebab pada faktanya yang dibutuhkan untuk tegaknya peradaban Islam juga bukan hanya ulama. Banyak keahlian lain yang juga dibutuhkan dari semua cabang ilmu atau saintek. Dalam dakwah juga demikian adanya. Tidak hanya diperlukan ulama yang menyampaikan ilmunya namun juga segala fasilitas teknologi dll bahkan biaya dari para aghniya. Meskipun jika bisa jadi ulama itu merupakan prioritas khsusnya bagi anak anak yang sangat cerdas biar lahir Imam Syafi'i generasi baru.

Yang paling penting kita usahakan mulai pendidikan dasar hingga menengah anak anak kita bisa mondok sehingga memiliki tsaqofah Islam yang mantap. Memiliki pengalaman ketaatan yang memadai. Setelah itu maka untuk pendidikan tinggi kita perlu memperhatikan keinginan dan minat anak. Ada yang ingin fokus jadi ulama, ada yang ingin jadi dokter, arsitek, ahli robot, pebisnis dll. Yang penting mereka akhirnya akan berperan dalam perjuangan tegaknya Islam dari berbagai aspek yang dibutuhkan. Yang paling penting anak tetap ngaji dan berjuang dalam dakwah Islam kaffah 

2. Melarang anak pergi menuntut ilmu keluar tempat tinggalnya karena rasa kuatir yang tidak semestinya. Mungkin kuatir kesepian, kesejahteraan anak dll. Khususnya untuk anak laki laki 

Padahal selama kita percayakan kepada lembaga pendidikan yang benar baik secara aqidah dan syariah juga dari sisi kurikulum pendidikan dll maka insyaallah anak akan berproses menjadi manusia yang matang dan tangguh. Pengalaman berpisah dari orang tua itu penting. Insyaallah akan membuat mereka mandiri dan mampu menghadapi tantangan hidupnya kelak.

3. Memaksa anak mengikuti profesi orang tua. Karenanya orang tua pun sudah menyiapkan segala sesuatunya. Ada yang sudah menyiapkan tempat praktek dokter berikut apotoknya. Ada yang sudah menyiapkan yayasan pendidikan beserta sekolah hingga kampusnya. Dll. Padahal anak tidak mau berkiprah dalam profesi tersebut. Maka sebaiknya meskipun bisa saja anak kyai pun jadi kyai namun lebih bijaksana jika yayasan pendidikan tsb sudah diwakafkan dan pengurus dibentuk bukan hanya dari putra putri kyai saja. Tapi dari ulama lain juga bisa.

4. Dll

Demikianlah beberapa contoh saja. Yang pasti orang tua wajib punya target anak anak selamat dunia akhirat. Namun. Dalam perkara yang bisa dipilih mestinya kita kasih pilihan untuk anak kita. Kalaupun dipaksakan malah biasanya akan membawa dampak negatif yang sudah sering terjadi. Wallaahu a'lam. [].

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Rabu, 29 Juni 2022

DOA ORANG TUA DAN KESHALIHAN ANAK

Tinta Media  - Apa yang menjadi rahasia keshalihan generasi dulu? Salah satunya adalah doa-doa yang dilangitkan oleh kedua orang tuanya. 

'Abdullah bin Mas'ud setiap malam bangun untuk shalat dan berdoa. Di sebelahnya, putranya yang masih kecil terbaring tidur. Sambil menatap putranya beliau sampaikan

من أجلك يا بني

"Ini demi kamu, putraku."

Hal yang sama dilakukan oleh seorang tabiin senior, Sa'id bin al-Musayyab kepada putranya

لأزيدن في صلاتي رجاء أن أحفظ فيك

"Aku benar-benar menambah shalatku dengan harapan aku bisa menjagamu."

Mereka kemudian membaca ayat

وكان أبوهما صلحا

"Kedua orang tuanya adalah orang shalih." [Q.s. Al-Kahfi: 82]

Ibn Mas'ud menangis ketika membaca ayat ini. Karena Allah menjaga anak-anak kita, karena keshalihan kedua orang tuanya. Orang tuanya telah tiada, tetapi Allah jaga anak anaknya

Itulah mengapa ketika kita ingin agar anak anak kita menjadi shalih, mau atau tidak, kita harus shalih. Bangun malam, wirid dan doa, mendoakan anak-anak kita. Itulah rahasianya.

========================

Rabbi habli minashsholihiin...
Jadikan kami dan keturunan kami termasuk orang-orang yang sholih.
Aamiin... yaa mujiibassaailiin 🤲🤲🤲

KH Hafidz Abdurrahman, MA
Khadim Ma'had Syaraful Haramain 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab