Jadilah Orang yang Terasing
Tinta Media - Saat ini Islam mulai terasa asing dari umatnya sendiri. Berbagai upaya dilakukan oleh penjajah kafir untuk mendistorsi kan ajaran Islam di kalangan Islam sendiri. Melalui para intelektual bahkan 'ulama' anak anak asuh penjajah maka upaya ini banyak memperoleh keberhasilan. Umat minimal menjadi bingung sebab yang menyerang Islam justru orang yang disebut ulama. Salah satunya adalah penolakan mereka terhadap ajaran Islam khususnya khilafah.
Islam awalnya terasing dan akan kembali terasing. Beruntung lah orang yang terasing. Maka sekarang para pejuang Islam yang lurus yang berdakwah untuk kembali kepada Islam kaffah seolah terasing di tengah mayoritas umat.
Hal ini sesuai dengan hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan makna hadits di atas sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi,
أَنَّ الإِسْلام بَدَأَ فِي آحَاد مِنْ النَّاس وَقِلَّة ، ثُمَّ اِنْتَشَرَ وَظَهَرَ ، ثُمَّ سَيَلْحَقُهُ النَّقْص وَالإِخْلال ، حَتَّى لا يَبْقَى إِلا فِي آحَاد وَقِلَّة أَيْضًا كَمَا بَدَأَ
“Islam dimulai dari segelintir orang dari sedikitnya manusia. Lalu Islam menyebar dan menampakkan kebesarannya. Kemudian keadaannya akan surut. Sampai Islam berada di tengah keterasingan kembali, berada pada segelintir orang dari sedikitnya manusia pula sebagaimana awalnya. ” (Syarh Shahih Muslim, 2: 143)
Sebagaimana kata As Sindi dalam Hasyiyah-nya terhadap kitab Sunan Ibnu Majah,
غَرِيبًا أَيْ لِقِلَّةِ أَهْله وَأَصْل الْغَرِيب الْبَعِيد مِنْ الْوَطَن
Disebut ‘gharib’ jika pengikutnya sedikit dan maksud asal dari kata ‘gharib’ adalah jauh dari negeri.
( وَسَيَعُودُ غَرِيبًا ) بِقِلَّةِ مَنْ يَقُوم بِهِ وَيُعِين عَلَيْهِ وَإِنْ كَانَ أَهْله كَثِيرً
Kembali dalam keadaan asing karena sedikitnya yang mau menjalankan dan saling menyokong dalam menjalankan syari’at Islam padahal umatnya banyak.
(فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ) الْقَائِمِينَ بِأَمْرِهِ
Beruntunglah orang yang asing, yaitu yang menjalankan ajaran Islam tersebut.
و”طُوبَى” تُفَسَّر بِالْجَنَّةِ وَبِشَجَرَةٍ عَظِيمَة فِيهَا
Thuba sendiri ditafsirkan dengan surga dan pohon besar yang berada di surga.
وَفِيهِ تَنْبِيه عَلَى أَنَّ نُصْرَة الإِسْلام وَالْقِيَام بِأَمْرِهِ يَصِير مُحْتَاجًا إِلَى التَّغَرُّب عَنْ الأَوْطَان وَالصَّبْر عَلَى مَشَاقّ الْغُرْبَة كَمَا كَانَ فِي أَوَّل الأَمْر
Ini menunjukkan bahwa memperjuangkan dan menjalankan ajaran Islam memang butuh akan keterasingan dari negeri. Ketika itu butuh ada kesabaran ekstra dalam menghadapi keterasingan sebagaimana keadaan Islam di awal-awal. Demikian penjelasan As Sindi.
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan berbagai makna dari kata ‘thuba’ sehingga makna ‘thuba lil ghuroba’ adalah "Kegembiraan dan penyejuk mata, yaitu mereka adalah yang paling bergembira dan jadi penyejuk mata, sebagaimana riwayat dari Ibnu ‘Abbas." [Syarah Shohih Muslim 2:153].
Meski demikian tidak ada sikap yang paling baik bagi seorang pejuang kecuali berupaya Istiqomah. Sedikit orang tak masalah. Tak didukung tak masalah. Bahkan andaipun tinggal seorang diri maka harus terus berupaya maju tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. Meski kita juga yakin bahwa kemenangan pasti datang. Bahwa Islam pasti akan berkuasa kembali di muka bumi sebelum kiamat datang.
Sesungguhnya makna firman Allah Ta’ala,
{وَلَيَنصُرَنَّ الله مَن يَنصُرُهُ إِنَّ الله لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ}
“Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (QS Al Hajj:40).
Selamat berjuang Sobat.[]
Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center