Kamis, 21 November 2024
Lagi-Lagi Penguasa Tak Berpihak kepada Rakyat
Lagi-Lagi Banjir, Islam Solusinya
Tinta Media - Banjir merendam rumah warga di Kampung Muara, Desa Banjaran Wetan, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat setinggi dua meter. Terdapat enam RW yang terdampak banjir akibat luapan Sungai Citarum. Hal ini diungkapkan oleh Ujang Kusnadi selaku Kepala Desa Banjaran Wetan.
Banjir disebabkan karena adanya pertemuan arus Sungai Citaluktug dan anak Sungai Banjaran. Warga yang terdampak banjir memilih bertahan di rumahnya dan mengungsi ke tetangga.
Saat ini warga tengah membutuhkan pasokan air bersih untuk melakukan pembersihan. Sisa lumpur sudah hampir bersih, tinggal di beberapa daerah saja.
Warga berharap agar bantuan segera datang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, pakaian, dan perlengkapan lainnya untuk pemulihan pascabanjir.
Masyarakat Jawa Barat, khususnya Bandung dan sekitarnya menantikan upaya penanganan banjir. Masalahnya, bencana banjir ini bukan perkara baru. Nyaris, setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya banjir, antara lain
Hutan yang semakin gundul, lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan berubah menjadi obyek wisata, sungai yang semakin dangkal, drainase tak memadai, dan sungai yang penuh sampah. Realitas yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa tata kelola alam di Jawa Barat, khususnya Bandung sangat rusak.
Intensitas curah hujan sebenarnya merupakan faktor pemicu saja. Kondisi alam, saluran air, dan kerusakan lahan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap banjir. Kondisi seperti ini adalah efek langsung dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya mengutamakan keuntungan, sehingga pembangunan yang dilakukan bersifat eksploitatif.
Di samping itu, kapitalisme hanya melahirkan penguasa yang tidak serius mengurusi rakyat, khususnya dalam mitigasi bencana. Padahal, upaya tersebut bisa dan mampu dilakukan oleh penguasa.
Untuk itu, umat membutuhkan kepemimpinan yang mau mengurus kebutuhan rakyat. Pemimpin seperti ini hanya akan hadir dalam sistem Islam yang disebut khilafah. Mindset pemimpin dalam khilafah adalah pengurus atau periayah. Dari mindset ini, khilafah akan bersungguh-sungguh mengurus rakyat karena tanggung jawab mereka bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah khilafah akan optimal mencegah penyebab banjir sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir.
Adapun upaya khilafah dalam menangani banjir dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu apabila banjir disebabkan oleh faktor alam, semisal pengaruh musim dan curah hujan, maka khilafah akan memaksimalkan peran BMKG untuk memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi bencana. Kemudian, di wilayah itu akan dipersiapkan sebagai wilayah siaga bencana. Tindakan ini untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda.
Namun, jika banjir disebabkan oleh faktor yang bisa dilakukan upaya pencegahan, seperti keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air akibat hujan, maka khilafah akan membangun bendungan.
Khilafah juga akan melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai, danau, dan kanal agar tidak terjadi pendangkalan.
Upaya yang lain adalah memetakan daerah rendah yang rawan genangan air dan membuat kebijakan agar masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah tersebut. Kemudian, apabila ditemui kasus sebuah wilayah yang pada awalnya aman dari banjir, kemudian wilayah itu mengalami penurunan tanah sehingga terkena banjir, khilafah akan membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan volume air ke daerah lain yang lebih aman.
Jika tidak memungkinkan, khilafah akan mengevakuasi penduduk wilayah tersebut dan mengganti dengan kompensasi tempat tinggal mereka. Khilafah juga akan membuat regulasi tata ruang wilayah.
Pembangunan harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Kebijakan ini mencegah kemungkinan terjadinya banjir.
Jika semua upaya yang bisa dikendalikan oleh manusia sudah dilakukan seoptimal, tetapi tetap terjadi banjir, khilafah tidak akan berlepas tangan. Khilafah akan menurunkan divisi at Thawari Kemaslahatan Umat untuk menolong wilayah terdampak banjir. Mereka sudah dilengkapi dengan peralatan canggih, pengetahuan tentang SAR, serta keterampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.
Khilafah akan menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, khilafah juga akan mengarahkan para alim ulama untuk menguatkan keimanan mereka agar mereka tetap tabah, sabar dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt. Dan mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa.
Demikian upaya khilafah dalam mengatasi banjir. Kebijakan yang diambil khilafah tidak hanya diambil dari pertimbangan rasional, tetapi juga didasari oleh nash syariat. Wallahu a’lam Bissawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media
Impor Susu, Bisakah Jadi Solusi?
Tinta Media - Bermacam permasalahan terus melanda negeri ini, mulai dari kriminalitas, kesehatan, moral, ekonomi, dan lain sebagainya. Hingga kini belum ada solusi yang dapat menuntaskan semua permasalahan, tidak terkecuali masalah yang dihadapi peternak sapi di Boyolali Jawa Tengah. Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu terpaksa membuang hasil panen mereka. Hal ini dikarenakan pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) menetapkan batasan kuota penerimaan pasokan susu dari para petani dan pengepul susu. (tempo.com Jumat, 08/11/2024)
Alhasil, sejumlah peternak dan pengepul susu membagi-bagikan hasil panen mereka secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Sebanyak 500 liter susu ludes habis diberikan kepada warga setempat. Sekitar pukul 09.00 WIB, 30 peternak dan pengepul susu dari berbagi kecamatan mendatangi kantor Dinas Peternakan wilayah itu untuk mengadukan permasalahan tersebut. Mereka meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak bisa dikirim ke pabrik atau IPS.
Salah seorang peternak dan Pengepul Susu Merapi (KSPM) Seruni, Boyolali, Sugiono, mengemukakan bahwa apa yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah itu sama dengan yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Sugiono mengungkapkan bahwa pembatasan kuota sebetulnya sudah dilakukan sejak September 2024 lalu. Pembatasan penerimaan pasokan susu dari kalangan peternak lokal itu dikarenakan alasan pemeliharaan mesin. Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu oleh pabrik atau IPS itu dikarenakan ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
Sugiono dan seluruh peternak sapi perah, juga pengepul susu lokal tentunya berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib mereka ketimbang melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan susu nasional karena pemenuhan kebutuhan susu nasional sebetulnya dapat dipasok oleh para peternak lokal.
Para peternak menanggung kerugian tersebut bisa mencapai ratusan juta rupiah. Mereka berharap pemerintah segera memberikan solusi, mengingat permasalahan tersebut menyangkut nasib para peternak sehingga tidak menimbulkan permasalahan.
Impor susu justru akan menimbulkan ancaman baru bagi para peternak lokal. Untuk itu, diperlukan keseriusan dalam penanganan masalah ini. Jika tidak, maka akan terjadi impor susu yang lebih besar lagi yang akan berdampak buruk pada nasib peternak susu sapi, baik dalam sektor kecil maupun besar.
Penanganan dalam sistem kapitalis yang saat ini mendominasi, terbukti gagal memberikan solusi tuntas. Seharusnya, pemerintah memberdayakan potensi yang dimiliki. Namun, kenyataannya pemerintah justru melakukan impor demi memenuhi kebutuhan industri. Kebijakan ini sangat menguntungkan para korporasi dan menyengsarakan rakyat.
Lain halnya dengan Islam. Sistem Islam memberi solusi ideologis yang akan menyelesaikan problematika tanpa menimbulkan permasalahan lain. Namun, solusi ini tentu hanya akan terlaksana dalam sebuah sistem kepemimpinan Islam yang akan menerapkan hukum Allah secara kaffah di seluruh lini kehidupan. Dalam sistem Islam, kesejahteraan dan pemenuhan berbagai kebutuhan asasi rakyat menjadi prioritas utama. Mereka memimpin bukan karena gila jabatan dan harta, melainkan karena katakwaan dan tanggung jawab terhadap amanah yang dipikulkan rakyat. Wallahu a'lam bish shawwab.
Oleh: Ummu Putri
Sahabat Tinta Media