Tinta Media: Opini Anda
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 November 2024

Peternak Sapiku Sayang, Peternak Sapiku yang Malang



Tinta Media - Peternakan sapi, khususnya yang berfokus pada produksi susu, memainkan peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Namun, belakangan ini peternak sapi mengalami kesulitan besar dalam menyalurkan susu mereka ke industri pengolahan susu. Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesulitan ini adalah kebijakan impor susu yang semakin meningkat. Kebijakan yang terkesan lebih mendukung impor daripada pengembangan sektor peternakan lokal ini membuat banyak peternak sapi kesulitan untuk bertahan.

Kebijakan Impor yang Merugikan Peternak Sapi

Peningkatan impor susu ke Indonesia telah memberikan dampak negatif terhadap peternak sapi lokal. Impor susu dalam bentuk produk olahan, seperti susu bubuk dan susu cair, mengalir deras ke pasar Indonesia. Pada akhirnya, hal itu menyebabkan penurunan permintaan terhadap susu sapi lokal. Dalam banyak kasus, susu yang diproduksi oleh peternak sapi lokal tidak dapat diserap oleh industri pengolahan susu karena harga susu impor lebih murah dan kualitas produknya lebih terjamin oleh industri besar.

Kondisi ini tentu saja merugikan peternak sapi. Mereka harus dihadapkan pada harga jual susu yang rendah dan ketidakpastian dalam menyalurkan hasil susu. Beberapa peternak bahkan terpaksa membuang susu yang tidak terjual atau menjualnya dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi yang mereka keluarkan.

Kebijakan ini tampaknya lebih menguntungkan para importir dan pengusaha besar di sektor industri pengolahan susu. Mereka mendapatkan keuntungan dari impor susu yang lebih murah, sementara peternak sapi lokal harus bersaing dengan harga yang lebih rendah dan kesulitan menyalurkan hasil produksi mereka. Ini adalah contoh nyata bagaimana kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, tetapi justru berpihak pada kepentingan segelintir orang, yaitu para pemodal. 

Selain kebijakan impor, ada sejumlah faktor lain yang menyebabkan turunnya penerimaan susu dari peternak oleh industri pengolahan. Salah satunya adalah kualitas susu yang sering kali tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh industri pengolahan. Meskipun demikian, masalah ini tidak sepenuhnya kesalahan para peternak. Banyak faktor yang memengaruhi kualitas susu, seperti pengelolaan pakan, perawatan sapi, serta akses peternak terhadap teknologi yang dapat meningkatkan kualitas susu. 

Industri pengolahan susu yang seharusnya memberikan dukungan kepada peternak, justru hanya menjadi pihak yang menuntut terpenuhinya standar kualitas. Padahal, seharusnya mereka memberikan kemudahan akses pasar dan pelatihan teknis. Tanpa adanya dukungan ini, peternak akan kesulitan untuk berkembang. Kondisi ini akan semakin memperburuk ketergantungan terhadap impor.

Negara Seharusnya Melindungi Nasib Peternak

Sebagai negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, Indonesia seharusnya melindungi nasib peternak sapi dengan kebijakan yang berpihak pada mereka. Kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha peternakan sapi bisa mencakup berbagai aspek. Misalnya, pemberian insentif bagi peternak untuk meningkatkan kualitas susu, subsidi pakan, serta pengembangan pasar domestik untuk hasil susu lokal.

Selain itu, negara juga perlu lebih selektif dalam mengeluarkan izin impor susu. Alih-alih membuka pintu lebar-lebar bagi impor, seharusnya negara mengutamakan keberlanjutan industri susu lokal dengan mendorong pengolahan susu yang berbasis pada sumber daya dalam negeri. Dengan demikian, peternak sapi lokal dapat lebih dihargai dan lebih mudah menyalurkan hasil susu mereka ke pasar yang lebih luas.

Namun, kebijakan-kebijakan ini tampaknya tidak sepenuhnya diimplementasikan dengan baik. Di balik kebijakan impor yang terus meningkat, ada dugaan keterlibatan kelompok-kelompok yang mencari keuntungan melalui perdagangan susu impor, yang sering kali disebut sebagai "pemburu rente." Mereka memanfaatkan kebijakan impor untuk meraih keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkan pada peternak sapi lokal. Ini adalah contoh bagaimana sistem ekonomi kapitalisme sering kali lebih menguntungkan para pengusaha besar daripada rakyat kecil, yang dalam hal ini adalah peternak sapi.

Solusi dalam Sistem Islam

Di tengah ketidakpastian dan ketidakadilan yang terjadi, mungkin kita perlu melihat alternatif lain untuk menyelesaikan masalah tersebut. Negara yang menerapkan prinsip-prinsip syariat Islam, seperti negara khilafah, dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan ini. Negara khilafah, sebagai sistem pemerintahan yang berorientasi pada kemaslahatan umat, akan berusaha mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dengan cara yang adil dan merata.

Dalam kerangka negara khilafah, penguasa akan bertindak sebagai pelindung bagi para peternak sapi dengan menyediakan kebijakan yang berpihak pada peternakan lokal. Negara akan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan peternak, termasuk dalam hal impor barang. Negara khilafah juga akan berusaha mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang ada untuk menciptakan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan, termasuk produk susu.

Dengan demikian, Negara khilafah dapat menghindari munculnya pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi di tengah penderitaan rakyat. Dalam sistem ini, kepentingan rakyat akan selalu didahulukan, dan kesejahteraan peternak akan menjadi prioritas utama.

Kesimpulan 

Kebijakan impor susu yang semakin meningkat dan tidak adanya kebijakan yang memadai untuk melindungi peternak sapi lokal jelas merugikan para peternak. Hal ini memperburuk kondisi mereka yang sudah kesulitan dalam menyalurkan hasil susu. Negara harus segera mengambil langkah konkret untuk melindungi para peternak, baik melalui kebijakan yang mendukung industri peternakan lokal, menjaga mutu produk, serta memastikan penampungan hasil susu sapi.

Dalam kerangka negara yang berpihak pada rakyat, seperti dalam sistem pemerintahan khilafah, solusi nyata dapat diwujudkan untuk memastikan kesejahteraan peternak sapi dan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Negara harus mampu mewujudkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus mengandalkan impor, serta memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil berfokus pada kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir pengusaha besar atau pemburu rente.


Oleh: Asrofah
Sahabat Tinta Media

Buruh Sejahtera dalam Sistem Islam



Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Keamanan dan Politik Budi Gunawan mengimbau pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah pekerja di kabupaten/kota (UMK). Beliau juga mengatakan bahwa penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah. (tirto.id, 7/11/2024)

Pertumbuhan ekonomi  akan terganggu jika UMP tidak rasional atau terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan, kata Budi di Sentul, Bogor, Kamis 7 Nopember 2024. Budi menghimbau agar pemerintah daerah berhati-hati dalam pembuatan Peraturan Daerah terkait upah minimun yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Memang benar, masalah upah minimun pekerja sudah menjadi polemik berkepanjangan. Tuntutan kenaikan upah terjadi hampir setiap tahun. Apalagi dalam tahun 2025, ternyata upah buruh itu tidak seimbang/ sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Walaupun ada kenaikan upah minimun tapi harga-harga berbagai kebutuhan dasar rakyat juga naik. Lagi-lagi rakyat dibuat tercekik dan menderita. 

Bagaimana tidak? Pada dasarnya, upah buruh saat ini memang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena standar upah minimun hanya untuk satu individu saja. Padahal, pada umumnya seorang kepala keluarga dituntut untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini dengan harga-harga yang serba naik, tentu tidak akan cukup. Ini sungguh mengiris hati.

Tidak dimungkiri, dalam pandangan negara kapitalis, buruh/pekerja hanya dianggap sebagai faktor produksi atau alat untuk mendapatkan keuntungan. Pengusaha berusaha agar mendapatkan untung besar, tetapi dengan biaya atau pengeluaran sedikit mungkin. Standar upah diatur sesuai dengan kebutuhan hidup di tempat mereka tinggal. Maka dari itu, upah minimun buruh itu berbeda-beda di setiap wilayah. 

Jika sudah demikian, buruh selalu dibuat tidak berkutik dengan berbagai peraturan pemerintah daerah yang selalu berpihak pada pengusaha. Begitulah sejatinya konsep negara kapitalis dalam memosisikan buruh/pekerja, mustahil akan membela kepentingan rakyat. Yang ada, rakyat justru dijadikan objek bisnis demi meraih cuan. 

Buruh pun selalu menjadi korban kapitalis yang harus tunduk pada peraturan pengusaha dan penguasa. Tidak ada ruang bagi buruh untuk tawar-menawar, sehingga bukan hal aneh jika buruh selalu protes tiap tahunnya menuntut kenaikan. Mirisnya, tuntutan-tuntutan selalu tidak didengar. Demo buruh bagaikan tradisi tahunan tanpa ada solusi hakiki.

Perlakuan seperti itu tidak akan dirasakan oleh rakyat ketika berada dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Islam datang membawa aturan yang menyeluruh. Salah satunya adalah pengaturan tentang upah pekerja/ buruh. Di dalam sistem Islam, setiap warga negara terutama buruh akan mendapatkan haknya dengan baik. Nasib buruh justru akan sangat sejahtera dan dihargai dalam sistem Islam. 

Tidak ada aturan upah minimun, tetapi konsep upah adalah akad dan kesepakatan saling rida antara buruh dan pengusaha. Sehingga, tidak ada keterpaksaan dan tidak ada yang dirugikan.  Upah akan disesuaikan dengan bidang pekerjaan, misalnya ringan atau berat hingga masalah waktu/jam kerja. Keadilan untuk buruh bisa dilihat dari pemberian upah yang tepat waktu, tidak diundur atau digeser waktu pemberian upahnya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ï·º bersabda, 

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Khalifah sebagai kepala negara akan selalu memantau kondisi rakyat, terutama dalam masalah upah buruh, agar jangan sampai ada rakyat yang terzalimi dan tidak mendapatkan haknya, termasuk para buruh.

Negara memperhatikan akad pekerja dengan pemberian pekerjaan agar tidak ada yang dilanggar. Hal ini karena Islam memandang bahwa setiap manusia, buruh, atau pengusaha adalah sama-sama memiliki hak untuk hidup layak, tercukupi semua kebutuhan dasar hidupnya. Indahnya konsep pemberian upah kepada buruh iu hanya akan terwujud dengan sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah.

Jadi, selama masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler, maka polemik upah buruh akan terus terjadi. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan buruh hanya ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.




Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Aparat Jadi Tersangka kepada Siapa Lagi, Rakyat Menggantung Asa?



Tinta Media - Berharap judi online (judol) dapat diberantas hingga tuntas dalam sistem kapitalis hanyalah sebuah mimpi yang semakin mustahil menjadi kenyataan. Bagaimana tidak? Aparat negara yang bertugas menjadi eksekutor dalam pemberantasan judol justru menjadi pelindung bagi pelaku judol itu sendiri dengan imbalan pundi-pundi rupiah. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya penerapan hukum dalam sistem kapitalisme. 

Sebagaimana dilansir dari Viva.co.id, (01/11/24) bahwasanya Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judol yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) RI. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa dari 11 orang tersangka, ada beberapa staf ahli di Kemkomdigi yang ikut menjadi tersangka.

Peristiwa tersebut jelas mencoreng wajah hukum di negeri ini. Masyarakat pasti kecewa dan menjadi apatis terhadap penerapan hukum di negaranya sendiri. Aparatur negara yang seharusnya memberantas, justru memanfaatkan wewenangnya demi memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya. Lalu, kepada siapa lagi rakyat akan menggantungkan asa akan pemberantasan judol jika aparatnya saja telah menjadi tersangka?

Beginilah gambaran kehidupan kapitalisme sekuler. Dalam sistem kufur tersebut, keuntungan materi menjadi prioritas. Tak heran, berbagai cara pun dilakukan demi keuntungan pribadi maupun kelompok tanpa peduli halal haram. Sebab, sekularisme memang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga aturan dibuat oleh manusia, bukan dari Sang Pencipta (Al-Khaliq) dan Sang Pengatur (Al-Mudabbir).

Hal tersebut jelas bertentangan dengan Islam yang menjadi pedoman dalam seluruh bidang kehidupan. Dalam hal judi, Islam dengan tegas mengharamkannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
(QS. Al-Ma'idah 5: ayat 90)

Islam mempunyai mekanisme dalam menutup berbagai celah agar tidak terjadi perjudian, yakni dengan menegakkan tiga pilar:

Pertama, membentuk ketakwaan individu. 
Islam memiliki sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang mampu mencetak generasi berkepribadian Islam dan menguasai ilmu pengetahuan maupun teknologi. Kepribadian Islam akan menjadikan generasi menjadi pribadi-pribadi yang amanah, bertanggung jawab dan taat terhadap syariat Islam.

Kedua, mewujudkan kontrol masyarakat. Setelah ketakwaan individu terwujud, maka masyarakat akan memahami kewajiban amar makruf nahi mungkar. Masyarakat tidak akan membiarkan perjudian terjadi di tengah-tengah mereka. 

Ketiga, peran negara optimal sebagai pelaksana hukum syara' (syariat).
Ketika ketakwaan individu dan kontrol masyarakat telah terwujud, maka para aparatur negara adalah orang-orang yang amanah dan taat syariat. Mereka akan melaksanakan hukum sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sistem sanksi dalam Islam bersifat tegas dan menjerakan, sehingga akan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan kesalahan serupa. 

Begitulah paradigma kehidupan Islam yang mampu mewujudkan suasana keimanan di tengah masyarakat. Setiap individu memahami bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Orientasi kehidupan Islam adalah mendapatkan rida Allah, sehingga ukuran perbuatan dalam masyarakat adalah halal haram. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya kehidupan Islam yang pernah diterapkan selama sekitar 14 abad lalu segera kembali dilanjutkan agar syariat Islam dapat ditegakkan seluruhnya. Wallahu a'lam!





Oleh: Wida Nusaibah
Pemerhati Masalah Sosial

Di Manakah Kaum Muslimin?



Tinta Media - Hampir setiap hari, berita tentang serangan brutal, pengusiran, dan blokade ekonomi terus menghantui dunia. Lebih dari 45.000 korban jiwa, terutama perempuan dan anak-anak terjadi di Palestina.

Apa yang terjadi di negeri Kinanah tersebut bukan sekadar krisis kemanusiaan, melainkan ladang  genosida atau pemusnahan manusia.  Hal tersebut telah berlangsung selama beberapa dekade, menempatkan kaum muslimin  Palestina dalam  penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan.


Namun, di balik penderitaan tersebut, viral di media sosial seruan dari hati nurani umat Islam di seluruh dunia, "Aynal Muslimun?" atau "Di mana kaum muslimin?"

Membangkitkan Kesadaran Umat

Tagar  #AynalMuslimun  hakikatnya bukan hanya seruan di media sosial, tetapi sebuah panggilan mendalam untuk membangkitkan kesadaran umat Islam agar tidak tinggal diam menghadapi penderitaan saudara-saudara mereka di Palestina. 

Berikut adalah dua alasan mengapa tagar ini menjadi sangat penting dan relevan sebagai seruan kaum muslim untuk melakukan tindakan nyata terhadap permasalahan Palestina.

Pertama, sebagaimana diketahui, di Palestina terdapat Masjid Al Aqsa sebagai kiblat pertama kaum muslim dunia. Tentunya, hal ini menjadikan persoalan Palestina bukan hanya urusan rakyat Palestina atau negara-negara Arab. 

Masjid Al Aqsa adalah tempat suci ketiga dalam Islam, yang menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam untuk menjaganya. Ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina adalah pengingat bahwa persatuan umat Islam sangat diperlukan untuk melawan penjajahan dan penindasan di sana.

Adanya tagar #AynalMuslimun mengingatkan bahwa setiap muslim memiliki kewajiban moral, spiritual, dan sosial untuk berkontribusi, baik melalui doa, edukasi, maupun aksi nyata untuk membebaskan Palestina dari belenggu penjajahan.

Kedua, permasalahan utama yang menghambat solusi tuntas terhadap krisis Palestina adalah lemahnya persatuan umat Islam. Dunia muslim saat ini terpecah dalam sekat-sekat nasionalisme, politik, dan kepentingan individu. Sebagian besar negara-negara muslim bahkan menjalin hubungan diplomatik dengan pihak-pihak yang jelas-jelas mendukung penjajahan atas Palestina.

Oleh karena itu, solusi tuntas atas permasalahan Palestina hanya akan tercapai jika umat Islam bersatu di bawah satu tujuan yang jelas, yakni menegakkan keadilan dan kebebasan bagi Palestina. Persatuan ini memerlukan kesadaran kolektif yang kuat, seperti yang diserukan melalui #AynalMuslimun.

Tidak Cukup dengan Diplomasi

Dalam hal ini, sejarah telah membuktikan bahwa penjajahan tidak akan berakhir hanya dengan diplomasi atau negosiasi tanpa tekanan nyata. Umat Islam membutuhkan lebih dari sekadar solidaritas simbolis. Negara-negara muslim, dengan kekuatan militer dan sumber daya yang melimpah, memiliki tanggung jawab besar untuk bertindak.

Seruan #AynalMuslimun menggarisbawahi urgensi dikirimnya pasukan dari negara-negara muslim untuk melindungi rakyat Palestina dan membebaskan tanah mereka dari penjajahan. Ini bukan sekadar cita-cita utopis, melainkan kewajiban syar’i yang telah diajarkan dalam sejarah Islam ketika menghadapi penindasan.

Namun,  salah satu tantangan besar dalam perjuangan Palestina adalah adanya upaya sistematis untuk mengalihkan perhatian umat Islam dari permasalahan ini. Media arus utama sering kali bias atau bahkan tidak menyoroti penderitaan rakyat Palestina secara adil.

Di sinilah pentingnya #AynalMuslimun sebagai kampanye global untuk terus mengedukasi umat Islam dan masyarakat dunia tentang pentingnya pembelaan terhadap Palestina. Kampanye ini juga menjadi alat untuk melawan narasi-narasi yang mencoba meminggirkan perjuangan Palestina.

Solidaritas Kolektif

Melalui tagar #AynalMuslimun, umat Islam di seluruh dunia dapat menyuarakan solidaritas mereka secara kolektif. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan Palestina adalah perjuangan bersama, dan setiap muslim memiliki peran yang dapat dimainkan, baik besar maupun kecil. Ingatlah apa yang disampaikan Rasulullah saw., 

"Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari, no. 6011; Muslim, no. 2586)

Solidaritas ini juga harus diwujudkan dalam bentuk dukungan politik, bantuan kemanusiaan, hingga tekanan internasional terhadap pihak-pihak yang terus mendukung penjajahan. Semangat perjuangan ini harus terus dijaga dan ditingkatkan, sehingga penderitaan rakyat Palestina tidak lagi menjadi luka abadi, melainkan awal dari kebebasan dan keadilan yang hakiki. Maka dari itu, Aynal Muslimun? adalah panggilan untuk kita semua.

Selain itu, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahwa umat Islam adalah satu kesatuan. Penderitaan satu bagian umat harus dirasakan oleh yang lain, sehingga kaum muslim wajib peduli terhadap urusan saudara-saudaranya. 

Rasulullah saw. bersabda: 

"Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka dia bukan termasuk golongan mereka." (HR. Thabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Awsath, no. 7699, sanad hasan)

Wallahu'alam bish Shawwab.





Oleh: Maman El Hakiem
Sahabat Tinta Media


Berantas Judol di Sistem Kapitalis, Hanya Mimpi?


Tinta Media - Judol, hingga kini keberadaannya makin meresahkan. Seperti diketahui, pelaku judol tak memandang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tak memandang miskin atau kaya. Pun tak memandang jabatan. Semua ikut bermain di dalamnya tak terkecuali para aparatur pemerintah. 

Subdit Jatanras Ditreskrimun Polda Metro Jaya kembali menangkap 3 tersangka baru situs judi online yang melibatkan pegawai kementrian komunikasi dan digital (Komdigi). Sebelumnya, telah tertangkap 11 tersangka, kini menjadi 14 tersangka (detik.com, 2/11/2024).

Parahnya, sebanyak 14 tersangka mempekerjakan 8 operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka "bina" agar tidak diblokir. Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang belum diketahui identitasnya saat penggeledahan ruko di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024) siang (kompas.com, 1/10/2024).

Miris, aparatur pemerintah yang harusnya ikut memberantas judol ternyata justru terlibat. Untuk memberantasnya apakah sebuah mimpi?

Hanya Mimpi

Sungguh ironi, judol telah menggurita bahkan di tubuh pemberantasnya sendiri. Bagaimana tidak, aparatur negara telah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Ditambah dengan sistem hukum sanksi yang lemah, pemberantasan judi makin jauh dari harapan. Maka, ini menjadi sesuatu yang mustahil alias hanya mimpi untuk memberantasnya. 

Pemerintah gembar-gembor berantas judi, tetapi praktiknya justru menjadi bandar. Benar apa yang dikatakan oleh pengamat kepolisian dari Institute For Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto. Menurutnya, satgas judi daring saat ini hanya seperti 'penabuh' genderang. Meski suara tabuhannya terdengar kencang, tetapi praktiknya tidak nampak signifikan (kompas.id, 26/9/2024).

Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem sekuler kapitalis (memisahkan agama dari kehidupan) tak lagi memandang halal dan haram.  Untuk mendapatkan sesuatu, masyarakat bisa menghalalkan segala cara, apalagi untuk meraih keuntungan. Halal dan haram tidak menjadi tolok ukur perbuatan. Maka, tak heran jika perbuatan maksiat terjadi di dalam tubuh pemberantasnya sendiri. Bahkan, hal itu bukan menjadi hal yang tabu.

Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seharusnya malu melakukan perbuatan haram tersebut. Tak sedikit muslim yang terjerat kasus judol, bahkan dari berbagai usia. Ini membuktikan betapa rusaknya sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Hal ini berdampak pada rusaknya tatanan hidup bermasyarakat. 

Lebih dari itu, judol telah merusak masa depan generasi muda. Judol menjerat masyarakat ke dalam kubangan setan. Semua ini akibat dari sekularisme yang telah menjauhkan muslim dari ketaatan pada syariat. Karenanya, judol harus diberantas hingga ke akar-akarnya. 

Berantas dengan Islam

Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT. Maka, Allah SWT mengerti betul apa yang dapat merugikan manusia. Maka, Allah SWT telah mengharamkan judi. 

Dalam QS. Al Maidah ayat 90-91 Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu menghalangi kami dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."

Maka, yang dapat memberantas perbuatan haram ini adalah negara atau penguasa. Untuk memberantasnya, negara tidak sekadar memberi sanksi jera, tetapi harus menutup berbagai celah yang memberi peluang terjadinya judi. Negara harus menerapkan tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan. 

Tanpa tiga pilar tersebut, mustahil judol bisa diberantas. Selain itu, melalui sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara, niscaya akan terbentuk kepribadian Islam. Tentu akan terwujud SDM (sumber daya manusia) yang amanah dan taat pada syariat Allah, termasuk di dalamnya akan terbentuk masyarakat yang saling amar makruf nahi munkar. Maka, mewujudkannya dengan sistem Islam bukanlah sebuah mimpi. Wallahu a'lam bhisshawab.

Oleh: Punky Purboyowati, S. S
Komunitas Pena

Rohingya, Deritamu Tak Kunjung Sirna


Tinta Media - Masih ingat dengan Rohingya? Belakangan ini perhatian umat Islam tertuju pada genosida yang terjadi di Palestina, serta perjuangan para mujahidin yang berusaha membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis Yahudi. Selain itu, kondisi politik dalam negeri sedang sibuk bagi-bagi kursi kekuasaan yang tentunya membuat masyarakat penasaran. Lantas, apakah keberadaan muslim Rohingya sudah terlupakan dari benak umat Islam?

Nasib muslim Rohingya masih terlunta-lunta tak bisa menetap di wilayah mana pun. Mereka masih hidup terapung-apung di lautan tanpa memiliki arah dan tujuan. Setiap kali tiba di sebuah wilayah, mereka pun harus bersiap untuk pergi lagi karena status mereka yang tidak jelas. 

Mereka sudah terusir dari tanah airnya di Myanmar akibat konflik yang terjadi di sana. Baru-baru ini, 96 pengungsi Rohingya mendarat di Pantai Meunasah Asan, Madat, Aceh Timur, Kamis (31/10/2024). Enam orang di antaranya telah meninggal dunia. Diduga, mereka meninggal saat masih berada di kapal.

Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Aceh Timur Inspektur Satu Adi Wahyu Nurhidayat, jenazah yang ditemukan tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan berusia 14 hingga 17 tahun dan dimakamkan di TPU Gampong Meunusah Asan. Sementara itu, masih ada 90 orang yang selamat. Tujuh di antaranya adalah anak-anak. (acehkini.ID, Jumat, 1/11/2024).

Sedangkan menurut Kepala bidang Politik Pemerintahan dan Keamanan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Aceh Timur Syamsul Bahri di Aceh Timur, pihaknya belum menerima laporan terkait pengungsi Rohingya yang meninggal dunia. Saat ini, timnya sedang melakukan pendataan terhadap mereka. Puluhan imigran tersebut diturunkan dari kapal dan berenang ke pantai. Untuk penanganan tindak lanjut, keberadaan mereka masih menunggu hasil koordinasi dengan pihak UNHCR, lembaga internasional yang mengurusi pengungsi lintas negara (Antaranews.com, 31/10/2024).

Kedatangan muslim Rohingya di berbagai negara sebagai pengungsi disebabkan karena konflik di negaranya yang tak kunjung selesai. Seperti diketahui, mereka berasal dari Rakhine, negara bagian barat Myanmar. Mereka telah bermukim di sana secara turun-temurun hingga ratusan tahun. 

Namun, dalam beberapa dekade ini, militer Myanmar melancarkan operasi militer di wilayah Rakhine dan mereka pun dipaksa meninggalkan Myanmar. Jika tidak, mereka akan mengalami genosida, pembakaran, penyiksaan dan pemerkosaan. Hak kewarganegaraan mereka pun telah dicabut. Hingga hari ini, status muslim Rohingya seperti orang buangan yang tidak dimanusiakan.

Sejatinya, nasib muslim Rohingya adalah tanggung jawab seluruh umat Islam di dunia, sebab antara muslim dengan muslim lainnya adalah saudara dalam ikatan akidah. Namun, banyaknya framing di media sosial maupun berita yang menyudutkan para pengungsi tersebut dengan hal-hal negatif tanpa dipastikan kebenarannya. Banyak umat Islam yang justru menolak kedatangan mereka. 

Mereka dianggap sebagai pengganggu yang bisa membuat keonaran di negeri yang disinggahi. Banyak influencer yang menghasut netizen untuk membenci dan anti terhadap Rohingya hingga lupa bahwasanya mereka bersaudara. 

Padahal, jika sebagai umat tidak mampu membantu dengan tangan, setidaknya cukup berempati, mendoakan dan menjaga lisan ataupun tulisan dari mencela dan menyakiti hati saudaranya.

Persoalan yang dialami muslim Rohingya memang sangat pelik dan hanya bisa diselesaikan lewat jalur politik. Masyarakat hanya bisa membantu dengan bantuan sekadarnya, seperti makanan, pakaian, dan dukungan moral. 

Menurut sistem dunia, saat ini yang bertanggung jawab atas persoalan Rohingya adalah UNHCR dan IOM, badan dunia yang bertugas menganani masalah pengungsi. Selain itu, negara-negara dunia harus turun tangan untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya, mendorong pemerintah di sana untuk segera menyudahi konflik yang terjadi.

Namun faktanya, upaya-upaya tersebut tidak mampu menolong muslim Rohingya secara nyata. Bahkan, beberapa negara dengan tega mengusir dan mengantisipasi kedatangan mereka. Ada pula pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi mereka yang tak punya negara dan menjadikan orang Rohingya sebagai obyek perdagangan manusia. 

Lantas, bagaimana rasa kemanusiaan yang konon diagung-agungkan oleh sistem kapitalis-sekuler hari ini? 

Jelas tidak mungkin, mengharap solusi hakiki untuk umat Islam pada sistem bernegara yang telah memecah belah kesatuan umat. Saat ini umat tengah terjerembab dalam kubangan lumpur demokrasi yang diciptakan Barat. Mereka tak lagi menjadikan akidah sebagai ikatan umat. Justru ikatan kebangsaan dan nasionalisme yang lebih diutamakan. Semangat patriotisme senantiasa dikobarkan dalam jiwa umat sehingga mereka lupa, bahwa ini bukanlah rumah yang sesungguhnya. 

Tempat bernaung bagi seluruh umat sehingga terikat dalam satu kesatuan perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama adalah Islam. Sementara, nasionalisme telah menghalangi negeri-negeri muslim untuk membantu muslim lainnya yang teraniaya. Sebab, setiap negara dibatasi oleh peraturan dan batas teritorial sehingga tidak bisa mencampuri urusan negara lain, meskipun negara tersebut telah menzalimi saudara muslimnya. 

Selain itu, umat yang sudah tertanam rasa nasionalis dalam dirinya menganggap urusan negerinya lebih penting daripada mengurusi masalah saudara seiman di negara lain. Nasionalisme melahirkan kecintaan yang berlebihan terhadap tanah dan kebangsaan, melebihi kecintaan pada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Karena itu, umat Islam perlu diingatkan akan pentingnya kesatuan sebagaimana dahulu dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bahwasanya, tatkala umat Islam berada dalam naungan sistem Islam, tidak ada sekat-sekat yang membatasi mereka, baik wilayah maupun ras, bahasa, dan suku. Di dalamnya diterapkan syariat Islam secara kaffah sehingga umat terjaga akidah, kehormatan, harta, serta hak-haknya sebagai warga Daulah. 

Umat beragama lain pun diperlakukan sama dalam pengurusan dan jaminan kesejahteraan, sehingga antara muslim dan nonmuslim bisa hidup berdampingan. Saat itulah umat terlindungi, diayomi, dan dilayani dengan penuh amanah oleh pemimpinnya. 

Setelah sekian lama, sistem tersebut dirobohkan oleh musuh Islam. Umat seharusnya sadar tengah dipermainkan. Kini, saatnya untuk bangkit berjuang mewujudkan kembali rumah sejati bagi seluruh umat, yakni Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dini Azra
Sahabat Tinta Media


Pengelolaan Keuangan dalam Sistem Kapitalis vs Sistem Islam



Tinta Media - Dalam sistem kapitalis, mengatur dan mengatasi masalah finansial atau keuangan akan menjadi sulit. Sebagaimana yang digambarkan dalam, Film Home Sweet Loan yang dirilis pada 26 September 2024 dan disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie, yang diadaptasi dari novel populer karya Almira Bastari. Film Indonesia terbaru ini menarik perhatian karena mengangkat tema generasi sandwich, mewakili perjuangan finansial generasi muda yang harus mendukung keluarganya sambil merintis kehidupan mandiri. Ceritanya berfokus pada karakter Kaluna (diperankan oleh Yunita Siregar), yang harus mengatasi tuntutan finansial dari keluarganya sembari mewujudkan impiannya untuk memiliki rumah sendiri.

Memang, mengatur keuangan dalam sistem kapitalisme sering kali sulit karena beberapa faktor struktural dan perilaku. Berikut analisis mendalam mengenai tantangan utama yang dihadapi individu dalam sistem kapitalis.

Pertama, ketimpangan pendapatan dan distribusi kekayaan. Dalam kapitalisme, distribusi kekayaan sering kali sangat tidak merata. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau perusahaan besar. Hal ini membuat mayoritas masyarakat bekerja dengan upah yang tidak cukup tinggi untuk membangun kekayaan atau menabung secara signifikan. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat, banyak orang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, sehingga sulit untuk mengelola keuangan jangka panjang.

Kedua, dorongan untuk konsumsi berlebihan, karena sistem kapitalisme didukung oleh siklus konsumsi yang konstan. Iklan, media sosial, dan budaya konsumtif membuat masyarakat terdorong untuk terus membeli produk baru atau mengikuti tren konsumsi. Kondisi ini mengarah pada gaya hidup berlebihan dan keinginan untuk memiliki barang-barang yang mungkin tidak dibutuhkan, yang pada akhirnya membebani keuangan pribadi.

Ketiga, utang konsumtif yang tinggi. Penyebabnya, sistem kredit dalam kapitalisme mempermudah akses ke utang, yang memungkinkan individu membeli barang atau layanan di luar kemampuan finansial mereka. Kredit konsumtif, seperti kartu kredit dan pinjaman berbunga tinggi, cenderung menambah beban keuangan jika tidak dikelola dengan baik. Individu sering kali terjebak dalam siklus utang yang sebagian besar pendapatan digunakan untuk membayar bunga dan cicilan daripada untuk menabung atau investasi produktif.

Keempat, fluktuasi ekonomi yang tidak stabil. Kapitalisme sering kali mengalami fluktuasi ekonomi yang bisa memengaruhi kestabilan keuangan individu, seperti resesi atau krisis keuangan yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah. Dalam kondisi seperti ini, orang yang sebelumnya memiliki stabilitas ekonomi bisa dengan cepat kehilangan pendapatan, yang pada gilirannya mengganggu perencanaan keuangan mereka.

Kelima, kurangnya pendidikan keuangan. Meskipun mengelola uang adalah keterampilan penting dalam sistem kapitalisme, pendidikan keuangan masih kurang diberikan sejak usia dini. Kebanyakan orang belajar tentang pengelolaan keuangan secara otodidak atau dari pengalaman pribadi yang penuh risiko, tanpa dasar pendidikan yang memadai dalam hal investasi, tabungan, dan perencanaan keuangan jangka panjang.

Keenam, tekanan sosial dan standar hidup. Dalam sistem kapitalisme, ada tekanan sosial untuk mempertahankan standar hidup tertentu yang sering kali tidak realistis dan mengakibatkan pengeluaran yang berlebihan. Media sosial memperkuat tekanan ini, mendorong orang untuk menghabiskan lebih banyak agar dapat menampilkan gaya hidup yang tampak ‘sukses’ atau mengikuti standar masyarakat. Hal ini sering kali berujung pada pengeluaran yang tidak proporsional dengan pendapatan dan membatasi kemampuan untuk menabung.

Ketujuh, prioritas jangka pendek terhadap keuntungan. Kapitalisme menekankan pada pencapaian keuntungan jangka pendek, baik di level perusahaan maupun individu. Hal ini membuat banyak orang fokus pada hasil cepat atau kesuksesan finansial instan daripada membangun keuangan yang berkelanjutan. Kesulitan ini diperburuk oleh iklim investasi berisiko tinggi, karena keuntungan jangka pendek lebih diutamakan daripada keamanan dan stabilitas keuangan jangka panjang.

Secara keseluruhan, tantangan pengelolaan keuangan dalam kapitalisme merupakan kombinasi dari faktor struktural, perilaku, dan sosial yang memengaruhi kemampuan individu dalam membangun stabilitas finansial.

Berbeda dengan sistem Islam, pengelolaan keuangan diatur dengan prinsip-prinsip yang menekankan keseimbangan antara hak pribadi dan tanggung jawab sosial, serta penggunaan harta secara etis dan produktif. 

Berikut adalah beberapa prinsip utama dalam pengelolaan keuangan menurut Islam. 

Pertama, konsep kepemilikan dan titipan. Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki seseorang sejatinya adalah titipan dari Allah. Individu bertindak sebagai pengelola  atas harta tersebut, yang berarti pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk kebaikan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Kedua, larangan riba (bunga). Riba atau bunga dianggap sebagai praktik yang tidak adil dan merugikan, sehingga dilarang dalam Islam. Sistem riba dinilai dapat merugikan ekonomi masyarakat dengan memberikan beban finansial berlebihan kepada pihak yang lemah. Sebagai gantinya, Islam mendorong pembiayaan melalui akad-akad yang adil, seperti mudharabah (kemitraan bisnis) dan musyarakah (pembagian keuntungan) untuk mendorong usaha produktif yang saling menguntungkan.

Ketiga, zakat dan sedekah. Zakat merupakan kewajiban keuangan bagi umat Islam yang berfungsi untuk redistribusi kekayaan. Zakat sebanyak 2,5% dari harta yang mencapai nisab (batas minimum kekayaan yang dikenai zakat) ditujukan untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Selain zakat, sedekah (pemberian sukarela) juga dianjurkan sebagai bentuk kepedulian sosial.

Keempat, membatasi konsumsi dan menghindari israf (pemborosan). Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan menghindari konsumsi yang berlebihan atau pemborosan. Konsep israf atau pemborosan dianggap tidak sesuai dengan prinsip Islam karena menghamburkan harta tanpa manfaat. Sebaliknya, Islam mendorong untuk memenuhi kebutuhan secara moderat dan menyisihkan harta untuk kebutuhan masa depan serta untuk tujuan-tujuan kebaikan.

Secara keseluruhan, Islam mengatur pengelolaan keuangan dengan menekankan nilai keadilan, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membantu individu mengelola keuangan secara sehat, tetapi juga mengurangi ketimpangan ekonomi dalam masyarakat.

Oleh: Hana Sheila
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Nasib Peternak Susu Sapi di Tengah Gempuran Impor Susu



Tinta Media - Ratusan peternak, peloper, dan pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menggelar aksi membuang susu di Tugu Patung Susu Tumpah Boyolali (Kumparan, 9-11-2024). Mereka memprotes impor susu dengan aksi membuang 50 ton susu sapi hingga mandi susu di jalan. 

Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi. Kondisi ini jelas merugikan para peternak sapi perah. Mereka protes pada kebijakan impor pemerintah karena berdampak pada penyerapan susu lokal. Saat ini susu dari peternak lokal hanya menyuplai 20 persen dari total pasokan nasional, sedangkan pasokan dari impor susu mencapai 80 persen.

Negara seharusnya melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak. Seharusnya, pemerintah membuat kebijakan yang membantu peternak dalam hal menjaga mutu susu maupun menampung hasil produksi susu. 

Kondisi ini menggambarkan betapa menderitanya peternak sapi perah. Pemerintah seharusnya membantu peternak di daerah serta bekerja sama dengan industri susu dalam negeri. Peternak lokal mestinya diperhatikan dan diprioritaskan karena susu merupakan kebutuhan masyarakat. Apalagi, saat ini pemerintah sedang menggulirkan program makan bergizi gratis (MBG) dengan susu sebagai salah satu komponennya. 

Pada kebijakan impor, diduga ada keterlibatan para pemburu renten untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme karena berpihak pada para pengusaha dan merugikan peternak. 

Kebijakan pemerintah lebih mendukung impor daripada peternak lokal. Menteri pertanian mengatakan bahwa mafia impor pangan itu ada. Jika sudah tahu ada mafia impor pangan, negara bertugas untuk memberantas hingga ke akarnya. Negara tidak boleh membiarkan mafia ini tetap ada dan merugikan peternak lokal. 

Tampak bahwa kebijakan impor pemerintah berdampak buruk kepada peternak susu yang berakibat tidak adanya kemandirian pangan dalam kebutuhan susu. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerawanan pangan. Negara wajib membantu peternak dan industri pengolah susu dalam negeri sehingga bisa menghasilkan susu berkualitas bagus dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan nasional. 

Persoalan mendasar polemik impor susu ini adalah tidak adanya tata kelola kebijakan pemerintah yang berdasarkan sudut pandang Islam untuk menuju ketahanan pangan. 

Di dalam Islam, megara khilafah berdiri di tengah umat untuk menyolusi masalah kebutuhan susu dengan syariat Islam demi terwujudnya kemaslahatan umat. Negara akan memenuhi kebutuhan susu rakyat secara mandiri dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada di dalam negeri sehingga tidak tergantung pada impor. Hal ini akan mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat. Wallahualam bissawab.



Oleh: Denik Ummu Faiz
Sahabat Tinta Media

Kamis, 21 November 2024

Hujan Membawa Berkah, Bukan Bencana



Tinta Media - Allah SWT  berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41, yang artinya: 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena perbuatan manusia ...."

Tamu di musim hujan datang lagi. Setiap penghujung tahun, hujan kerap turun mengguyur negeri ini. BMKG memprediksi akan turun hujan dalam beberapa hari ke depan dengan intensitas tinggi dan mengeluarkan imbauan bagi masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati.

Tidak bisa dimungkiri, daerah yang sering terkena banjir pasti siap siaga karena luapan air dari sungai Citarum sering meluap menggenangi rumah warga, seperti kampung Dayeuhkolot, kampung Andir, kampung Bojong Asih dan daerah sekitarnya.

Kali ini yang terkena banjir adalah Desa Banjaran Wetan.
Nampak lumpur masih mengendap mengotori pemukiman warga yang berdekatan dengan sungai Cigalugutug, Banjaran. Sejumlah warga juga terlihat masih melakukan evakuasi perabotan dan membersihkannya dari lumpur.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir belum tepat sasaran. Hal ini butuh solusi yang langsung pada akar permasalahan, mengapa banjir bisa menjadi tamu setiap tahunnya?

Bencana banjir memang bukan perkara baru. Masalahnya, setiap musim hujan pasti terjadi langganan banjir. Kerugian materi maupun moril pun sudah tak terhitung lagi. Mau tidak mau, masyarakat harus legowo dengan keadaan ini. 

Banyak faktor penyebab terjadinya banjir selain faktor alam. Ada andil tangan manusia di dalamnya, mulai dari hutan yang banyak ditebang sehingga penyerapan air berkurang, lahan-lahan produktif dibangun untuk perumahan-perumahan ataupun pabrik-pabrik. Belum lagi tempat-tempat pariwisata dan infrastruktur lainnya. Semua itu tidak lain adalah ulah tangan manusia sendiri.

Di sistem yang diemban saat ini, kebijakan pembangunan kapitalistik sangat ekploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. Sejatinya hujan mendatangkan rahmat, bukan bencana. Curah hujan yang tinggi pun tidak akan jadi masalah jika lingkungan terjaga.

Maka dari itu, butuh solusi yang mampu menuntaskan masalah banjir ini hingga tuntas sampai ke akar-akarnya. Kalau hanya setengah-setengah, banjir akan terus menggenangi rumah warga setiap musim hujan tiba.

Hanya Islamlah yang mampu menuntaskan permasalahan yang terjadi saat ini, termasuk bencana banjir. Allah SWT telah menciptakan alam semesta beserta dengan kegunaannya. Adanya keseimbangan yang harmoni antara manusia dengan alam tanpa merusak atau mengubahnya akan mengantarkan pada kesejahteraan dan ketenteraman hidup. Wallahu 'alam bish shawwab.




Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media

Lagi-Lagi Penguasa Tak Berpihak kepada Rakyat


Tinta Media - Hampir semua media sosial maupun cetak akhir-akhir ini memberitakan tentang nasib para peternak di Boyolali, Jawa Tengah. Dikutip dari tempo.com  Boyolali, Jum'at, 8-11-2024, Puluhan peternak sapi dan pengepul susu dalam beberapa waktu terakhir membagikan kepada masyarakat dan membuang susu hasil panen mereka lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu.

Hal senada juga dikutip dari kumparan.news.com, Sabtu (09/11/2024), bahwa ratusan peternak sapi, peloper, hingga pengepul susu menggelar aksi mandi di Tugu Patung Susu Tumpah di kota Boyolali. Aksi yang mereka lakukan tidak lain mewakilkan kekecewaan yang amat mendalam dan bentuk protes karena susu di tolak IPS (industri pengelolaan susu) dengan dalih sudah membatasi penerimaan dari sejak bulan September, maintenance mesin, dan lain-lain. 

Penguasa hanya mencari kesalahan peternak kecil serta mencari celah untuk mempersulit usahanya, dari segi izin usaha, pajak, dan lain-lain.
Padahal, alih alih bela rakyat, ternyata adanya kebijakan Impor susu yang diambil oleh penguasa untuk memenuhi gizi. 

Tidak tanggung-tanggung, susu yang terbuang pun berasal dari 20 ribu peternak. Bahkan, mereka menyanggupi suplay susu ke IPS. Namun, penguasa bersikap tuli dan buta. Padahal, kebutuhan nasional baru saja terpenuhi hanya 20 % dari keseluruhan peternak.

Alih-alih menyesejahterakan rakyat, ini malah membatasi penerimaan dari peternak lokal dan impor yang tiada batas.
Penguasa terlalu banyak dalih, seperti susu lokal kurang segarlah, inilah, itulah. Bukannya memfasilitasi peternak dengan berbagai alat yang mumpuni, menyediakan sarana dan prasarana, penghasilan rakyat yang transparan pun di cut. Kebijakan impor yang dilakukan penguasa menyulitkan para peternak menyalurkan susu, dan ini tidak lain adalah hasil dari penerapan sistem demokrasi. Seharusnya pemerintah mengambil solusi yang revolusioner dengan memberikan perlindungan penuh terhadap rakyat.

Hanya dengan penerapan Islam oleh negara Islamlah kemaslahatan umat akan terwujud. Karena negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan optimal dengan memaksimalkan potensi yang ada. Khilafah akan menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, sehingga tidak akan merebak para oligarki yang mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat.
Semoga sistem Islam segera tegak di tengah-tengah umat, agar semua permasalahan umat terselesaikan. Wallahu a'lam bish shawwab.





Oleh: Ummu Aisha
Sahabat Tinta Media

Lagi-Lagi Banjir, Islam Solusinya

Tinta Media - Banjir merendam rumah warga di Kampung Muara, Desa Banjaran Wetan, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat setinggi dua meter. Terdapat enam RW yang terdampak banjir akibat luapan Sungai Citarum. Hal ini diungkapkan oleh Ujang Kusnadi selaku Kepala Desa Banjaran Wetan.

Banjir disebabkan karena adanya pertemuan arus Sungai Citaluktug dan anak Sungai Banjaran. Warga yang terdampak banjir memilih bertahan di rumahnya dan mengungsi ke tetangga.

Saat ini warga tengah membutuhkan pasokan air bersih untuk melakukan pembersihan. Sisa lumpur sudah hampir bersih, tinggal di beberapa daerah saja.

Warga berharap agar bantuan segera datang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, pakaian, dan perlengkapan lainnya untuk pemulihan pascabanjir.

Masyarakat Jawa Barat, khususnya Bandung dan sekitarnya menantikan upaya penanganan banjir. Masalahnya, bencana banjir ini bukan perkara baru. Nyaris, setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya banjir, antara lain

Hutan yang semakin gundul, lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan berubah menjadi obyek wisata, sungai yang semakin dangkal, drainase tak memadai, dan sungai yang penuh sampah. Realitas yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa tata kelola alam di Jawa Barat, khususnya Bandung sangat rusak. 

Intensitas curah hujan sebenarnya merupakan faktor pemicu saja. Kondisi alam, saluran air, dan kerusakan lahan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap banjir. Kondisi seperti ini adalah efek langsung dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya mengutamakan keuntungan, sehingga pembangunan yang dilakukan bersifat eksploitatif.

Di samping itu, kapitalisme hanya melahirkan penguasa yang tidak serius mengurusi rakyat, khususnya dalam mitigasi bencana. Padahal, upaya tersebut bisa dan mampu dilakukan oleh penguasa.

Untuk itu, umat membutuhkan kepemimpinan yang mau mengurus kebutuhan rakyat. Pemimpin seperti ini hanya akan hadir dalam sistem Islam yang disebut khilafah. Mindset pemimpin dalam khilafah adalah pengurus atau periayah. Dari mindset ini, khilafah akan bersungguh-sungguh mengurus rakyat karena tanggung jawab mereka bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah khilafah akan optimal mencegah penyebab banjir sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir.

Adapun upaya khilafah dalam menangani banjir dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu apabila banjir disebabkan oleh faktor alam, semisal pengaruh musim dan curah hujan, maka khilafah akan memaksimalkan peran BMKG untuk memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi bencana. Kemudian, di wilayah itu akan dipersiapkan sebagai wilayah siaga bencana. Tindakan ini untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda.

Namun, jika banjir disebabkan oleh faktor yang bisa dilakukan upaya pencegahan, seperti keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air akibat hujan, maka khilafah akan membangun bendungan.

Khilafah juga akan melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai, danau, dan kanal agar tidak terjadi pendangkalan.

Upaya yang lain adalah memetakan daerah rendah yang rawan genangan air dan membuat kebijakan agar masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah tersebut. Kemudian, apabila ditemui kasus sebuah wilayah yang pada awalnya aman dari banjir, kemudian wilayah itu mengalami penurunan tanah sehingga terkena banjir, khilafah akan membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan volume air ke daerah lain yang lebih aman.

Jika tidak memungkinkan, khilafah akan mengevakuasi penduduk wilayah tersebut dan mengganti dengan kompensasi tempat tinggal mereka. Khilafah juga akan membuat regulasi tata ruang wilayah.

Pembangunan harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Kebijakan ini mencegah kemungkinan terjadinya banjir.

Jika semua upaya yang bisa dikendalikan oleh manusia sudah dilakukan seoptimal, tetapi tetap terjadi banjir, khilafah tidak akan berlepas tangan. Khilafah akan menurunkan divisi at Thawari Kemaslahatan Umat untuk menolong wilayah terdampak banjir. Mereka sudah dilengkapi dengan peralatan canggih, pengetahuan tentang SAR, serta keterampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.

Khilafah akan menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, khilafah juga akan mengarahkan para alim ulama untuk menguatkan keimanan mereka agar mereka tetap tabah, sabar dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt. Dan mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa.

Demikian upaya khilafah dalam mengatasi banjir. Kebijakan yang diambil khilafah tidak hanya diambil dari pertimbangan rasional, tetapi juga didasari oleh nash syariat. Wallahu a’lam Bissawab. 

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Impor Susu, Bisakah Jadi Solusi?

Tinta Media - Bermacam permasalahan terus melanda negeri ini, mulai dari kriminalitas, kesehatan, moral, ekonomi, dan lain sebagainya. Hingga kini belum ada solusi yang dapat menuntaskan semua permasalahan, tidak terkecuali masalah yang dihadapi peternak sapi di Boyolali Jawa Tengah. Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu terpaksa membuang hasil panen mereka. Hal ini dikarenakan pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) menetapkan batasan kuota penerimaan pasokan susu dari para petani dan pengepul susu. (tempo.com Jumat, 08/11/2024)

Alhasil, sejumlah peternak dan pengepul susu membagi-bagikan hasil panen mereka secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Sebanyak 500 liter susu ludes habis diberikan kepada warga setempat. Sekitar pukul 09.00 WIB, 30 peternak dan pengepul susu dari berbagi kecamatan mendatangi kantor Dinas Peternakan wilayah itu untuk mengadukan permasalahan tersebut. Mereka meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak bisa dikirim ke pabrik atau IPS.

Salah seorang peternak dan Pengepul Susu Merapi (KSPM) Seruni, Boyolali, Sugiono, mengemukakan bahwa apa yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah itu sama dengan yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Sugiono mengungkapkan bahwa pembatasan kuota sebetulnya sudah dilakukan sejak September 2024 lalu. Pembatasan penerimaan pasokan susu dari kalangan peternak lokal itu dikarenakan alasan pemeliharaan mesin. Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu oleh pabrik atau IPS itu dikarenakan ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.

Sugiono dan seluruh peternak sapi perah, juga pengepul susu lokal tentunya berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib mereka ketimbang melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan susu nasional karena pemenuhan kebutuhan susu nasional sebetulnya dapat dipasok oleh para peternak lokal.

Para peternak menanggung kerugian tersebut bisa mencapai ratusan juta rupiah. Mereka berharap pemerintah segera memberikan solusi, mengingat permasalahan tersebut menyangkut nasib para peternak sehingga tidak menimbulkan permasalahan.

Impor susu justru akan menimbulkan ancaman baru bagi para peternak lokal. Untuk itu, diperlukan keseriusan dalam penanganan masalah ini. Jika tidak, maka akan terjadi impor susu yang lebih besar lagi yang akan berdampak buruk pada nasib peternak susu sapi, baik dalam sektor kecil maupun besar.

Penanganan dalam sistem kapitalis yang saat ini mendominasi, terbukti gagal memberikan solusi tuntas. Seharusnya, pemerintah memberdayakan potensi yang dimiliki. Namun, kenyataannya pemerintah justru melakukan impor demi memenuhi kebutuhan industri. Kebijakan ini sangat menguntungkan para korporasi dan menyengsarakan rakyat.

Lain halnya dengan Islam. Sistem Islam memberi solusi ideologis yang akan menyelesaikan problematika tanpa menimbulkan permasalahan lain. Namun, solusi ini tentu hanya akan terlaksana dalam sebuah sistem kepemimpinan Islam yang akan menerapkan hukum Allah secara kaffah di seluruh lini kehidupan. Dalam sistem Islam, kesejahteraan dan pemenuhan berbagai kebutuhan asasi rakyat menjadi prioritas utama. Mereka memimpin bukan karena gila jabatan dan harta, melainkan karena katakwaan dan tanggung jawab terhadap amanah yang dipikulkan rakyat. Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Ummu Putri

Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab