Sabtu, 15 Juni 2024
Kamis, 13 Juni 2024
Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Negara Ciptakan Kekisruhan
Mustahil, dalam Sistem Kapitalis Pendidikan Gratis
UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit
Rabu, 12 Juni 2024
Kepuasan Semu dalam Sistem Demokrasi
Tapera Tak Ubahnya Pemalakan pada Rakyat
Selasa, 11 Juni 2024
Bea Cukai dalam Sorotan, Sistem Islam Jadi Jawaban
Solusi Paripurna untuk Palestina
Judi Online Menyasar Generasi
Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat atau Taktik Pencekik Rakyat?
Starlink Mengudara, Negara Harus Siaga
UKT Naik, Rakyat Tercekik
Tinta Media - Kabar tentang kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi polemik di negeri ini. Menurut pernyataan Muhammad Ravi, Presiden Mahasiswa UNRI (Universitas Riau) bahwa banyak Camaba (Calon Mahasiswa Baru) UNRI yang lolos SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) undur diri karena tidak mampu membayar UKT. Hal ini pun direspons oleh Prof. Abdul Haris, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), “Pada prinsipnya orang tua mahasiswa diberikan ruang untuk mengajukan keringanan.” Selain itu, beliau juga mengatakan, “Kami secara intens telah berkomunikasi dengan Rektor UNRI untuk memegang teguh asas keadilan dalam penetapan kelompok UKT serta penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT.” (Kompas.com, 20-5-2024)
Berangkat dari respons, Prof. Abdul Haris, muncul pertanyaan, apabila UKT bisa ditentukan di bawah nominal yang telah ditetapkan saat ini, mengapa UKT dinaikkan sedemikian rupa? Belum lagi, beliau juga menyatakan bahwa telah menjalin hubungan intens dengan pihak UNRI untuk memegang teguh asas berkeadilan dalam penetapan dan penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT, apakah hal ini merupakan solusi untuk mengatasi ketidakmampuan rakyat dalam pembiayaan pendidikan?
Miris, pernyataan demi pernyataan ngawur keluar dari lisan seorang pelayan rakyat, jelas yang beliau sampaikan bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi problem rakyat terkait UKT, justru hanya berupa opsi-opsi yang bisa mengakibatkan timbulnya kesenjangan antar Mahasiswa terkait perbedaan pembiayaan pembelajaran di kampus dan membuat rakyat tetap dalam kesulitan meski ada pengajuan keringanan biaya pendidikan.
Setiap orang pasti mempunyai impian dan harapan dalam hidupnya, tak terkecuali terkait jenjang pendidikan. Tetapi, impian dan harapan tersebut akan lebih mudah diwujudkan apabila didukung adanya sarana dan prasarana yang benar-benar diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Faktanya, tidaklah demikian. Bukan hal yang tabu, apabila terjadi kenaikan harga pada semua bidang kehidupan, tak terkecuali mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal).
Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan untuk menunjang kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), apabila untuk mendapatkan pendidikan yang layak rakyat dipersulit, wajar jika kualitas SDM rendah. Seharusnya, negara menjamin hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mulai dari meningkatkan kualitas SDM mereka, melalui pendidikan. Bukan malah memalak rakyat dengan berbagai program bahkan mewajibkannya. Faktanya memang demikian, dalam sistem kapitalisme tidak menyuguhkan kemudahan. Karena, mereka menstandarkan segala sesuatu pada asas kebermanfaatan dan materi. Mereka hanya ingin keuntungan pribadi, tidak memikirkan akibat yang ditimbulkannya.
Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan maka negara tidak memungut biaya karena untuk menyejahterakan rakyat caranya adalah meningkatkan kualitas SDM. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi negara menyelenggarakan atau memberi sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya hal tersebut. Biaya pendidikan dalam sistem Islam di peroleh dari pos pendapatan negara bukan pajak (jizyah, ghanimah, kharaj), kontribusi kaum muslim yang mampu atau berlebih harta (wakaf atau sedekah).
Dengan demikian apakah patut rakyat masih berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme? Berbagai fakta tidaklah membenarkan bahwa sistem kapitalisme mampu mewujudkan laju kehidupan yang lebih baik dan menjamin kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Lalu, mau sampai kapan dipimpin oleh sistem kufur? Sudah saatnya umat paham dan menegakkan sistem Islam untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik dan menjamin.
Allahua’lam.
Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media
Game Online Merebak, Ayo Campakkan Sistem yang Rusak!
Senin, 10 Juni 2024
Pendidikan Mudah Dijangkau dengan Penerapan Islam Kaffah
Produksi Konten Porno demi Cuan
Tinta Media - Ibuku malaikat tak bersayap. Mempertaruhkan antara hidup dan mati untuk melahirkanku. Namun, entah sebutan apa yang cocok untuk ibu dari anak berbaju biru.
Dunia jagad maya lagi ramai memperbincangkan tindak asusila orang tua terhadap anak kandung. Biadab! Pencabulan ini melibatkan ibu kandung pelaku utama terhadap anak laki-lakinya berkisar usia 5 tahun, dan ayah kandung yang mengambil video adegan tersebut dan memposting di platform tiktok hingga viral sampai membuat geram warganet. Ironisnya, rumor yang beredar bahwa orang tua menjual video pornografi di platform tertentu. (Serambinews.com, 03/06/24)
Ke mana anak bersandar jika orang tua sudah tidak memberikan rasa aman dan nyaman? Orang tua seharusnya berperan dan bertanggungjawab penuh dalam membersamai tumbuh kembang dan mendidik. Realitasnya, kasus ini menjadi satu bukti dari ribuan fakta yang tidak tersorot kamera.
Berdasarkan riset dari artikel Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, banyak faktor penyebab hilangnya kesadaran orang tua terhadap perannya.
Faktor penunjang kehidupan sehat diera sekarang adalah kestabilan ekonomi. Dianalogikan ketika sebuah rumah tangga, perekonomiannya carut-marut akan memicu berbagai macam problema. Dari hilangnya keharmonisan suami istri sampai lalainya peran orang tua dalam mendidik anak.
Disisi lain, ditopangnya beban hidup yang mahal dan tidak dijamin oleh negara, banyak seorang ibu harus mengorbankan waktu untuk bekerja part time bahkan full time untuk membantu perekonomian keluarga. Misalnya pada kasus ini, orang tua menjual konten pornografi dan anak kandung di bawah umur sebagai obyek.
Seperti kita ketahui bersama bahwa negara tidak memberi jaminan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan lainnya yang menyangkut hajat orang banyak. Sehingga setiap orang dipaksa untuk mandiri untuk berdikari. Bahkan kebanyakan orang hari ini tidak memperhatikan standar ataupun aturan melakukan amal perbuatan. Tentunya barometer mereka adalah profit. Mau mencabuli anak sendiri pun kalo menguntungkan, kenapa tidak?
Perihal ini menyebabkan seseorang bahkan orang tua mengadopsi paradigma berpikir sekuler liberal. Fenomena yang sering kita temui hari ini, dari urusin hidup masing-masing, agama dipisahkan perannya dalam mengatur kehidupan ini, barometer kebahagiaan dalam materi duniawi, bahkan bebas melakukan apa pun terhadap diri sendiri dan keluarganya karena beranggapan tubuhku milikku, anakku milikku, suamiku milikku, dsb.
Sejatinya seorang ibu berperan penuh dalam mendidik seorang anak. Karena barometer keseimbangan sebuah negara adalah lahirnya generasi-generasi emas dan cemerlang. Bagaimana tonggak peradaban akan dimulai dari generasi cemerlang yang lahir dari rahim seorang ibu.
Sebaik-baiknya sistem kontrol dalam berbagai bentuk problema di muka bumi ini adalah sistem sanksi yang diterapkan oleh sebuah negara. Bagaimana negara memberi hukuman yang memberi efek jera dan memutus rantai tindak kriminal serta dengan mekanisme yang sempurna dan paripurna.
Apabila kestabilisasi negara akan terealisasi dalam segala kancah kehidupan, wajib hukumnya sebuah negara menerapkan segala bentuk aturan yang menyejahterakan rakyat dan melibatkan agama dalam segala kehidupan.
Wallahu'alam Bisowab.
Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., Sahabat Tinta Media
Pengangguran Gen Z, Apa Kabar Negeri?
Tinta Media - Sungguh menyedihkan, anak bangsa penerus peradaban kini harus menjalani pengangguran parah.
Generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997-2012. Ini merupakan ancaman serius bagi negara merealisasikan bonus demografi menuju Indonesia emas 2045. Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, hampir 10 juta penduduk Indonesia gen z usia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan menurut laporan BPS (Badan Pusat Statistik).
Menurut analisis Ida yang merupakan menteri ketenagakerjaan (Menaker), faktor utama banyaknya pengangguran ini disebabkan kurang sinkronnya pendidikan dan permintaan tenaga kerja. “Pengangguran kita ini terbanyak di sumbangkan dari lulusan SMK anak-anak lulusan SMA ini karena memang terjadi mismatch (tidak cocok) yang terus didorong oleh pemerintah adalah membangun pendidikan dan pelatihan vokasi yaitu nyambung dengan pasar kerja terjadi link and match pendidikan dan pasar kerja,”ungkap Ida.
Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta dari sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Jumlah Ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada 2014-2019 dan merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja (24/05/2024). Ida menuturkan salah satu upaya pemerintah mengurangi jumlah pengangguran yaitu dengan menerbitkan Perpres nomor 68 tahun 2022.
Apa kabar gen z hari ini? sungguh menyesakkan dada apabila kita mengetahui fakta di atas. Demikian mirisnya. Itulah dampak dari sistem Sekuler Kapitalisme yang tidak bertujuan menjaga umat.
Pengangguran ekstrem membuktikan adanya keterbatasan lapangan kerja dan gagalnya negara menciptakan lapangan. Umat dipaksa mandiri untuk mencari pekerjaan yang layak. Tak jarang pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan maupun pelatihan yang telah dia dapatkan. Belum lagi tingkat pendidikan rendah yang didominasi oleh lulusan SD, menghasilkan pekerja yang tidak mumpuni. Negara saat ini bahkan berpihak pada asing untuk mengeruk kekayaan dalam negeri.
Pemerintah bersedia tanpa sadar menjadi boneka budak para kapitalis yang mencengkeram aset-aset negara. Pemerintah kurang memperhatikan potensi sumber daya manusia dalam negeri yang melimpah.
Sebaliknya, kebijakan negara memudahkan investor asing dan pekerjanya menguasai SDA Indonesia. Sepatutnya negara lebih memprioritaskan anak dalam negeri yang berharga. Menyediakan fasilitas pendidikan sesuai bidang masing-masing individu serta mengelola SDA secara mandiri untuk kebutuhan rakyat. Dengan pengelolaan SDA yang independen, akan menarik para pekerja serta dapat menggaji dengan layak. Dengan ini tentu akan mengurangi pengangguran bahkan tak tersisa sekalipun.
Namun pada hakikatnya bukanlah sistem Kapitalisme yang efektif menyelamatkan rakyat dari masalah pengangguran. Karena sistem ini didesain memang bukan untuk mengatur urusan umat, tetapi sekedar mencari keuntungan dengan berbagai cara dengan modal serendah-rendahnya untuk kepentingan para kapitalis. Islam memiliki aturan yang sempurna dari sang pencipta yang Maha tau terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. Islam menjadikan SDA sebagai kategori milkiyyah ammah (kepemilikan umum) yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara.
Pengelolaan SDA oleh negara akan menciptakan lapangan pekerjaan yang besar. Pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja serta mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangkit peradaban yang mulia. Adapun pendidikan, Islam menetapkan dua tujuan.
Pertama, mendidik setiap muslim agar menguasai ilmu agama yang hukumnya fardhu ain atau wajib bagi dirinya. Kedua, mencetak pakar dalam bidang tsaqofah/ilmu agama seperti ahli fiqih, ahli tafsir, ahli hadist, dan sebagainya. Hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah, alias wajib bagi sebagian kaum muslim yang dapat menggugurkan kewajiban umat keseluruhan.
Termasuk fardhu kifayah juga mencetak pakar sains dan teknologi yang penting bagi umat hari ini. ahli di bidang kedokteran, farmasi, kimia, nuklir, teknologi komunikasi sangat vital bagi umat. Dengan adanya ahli dalam ilmu agama dan sains akan menyelesaikan persoalan umat, termasuk menghasilkan pekerja serta generasi berilmu yang bertakwa. Islamlah satu-satunya solusi tunggal dalam mengatasi seluruh persoalan termasuk pengangguran.
#itstimetobeoneummah
Oleh: Novia Roesti, Muslimah Ideologis