Tinta Media: Opini Anda
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Juni 2024

Tapera Menambah Daftar Beban Rakyat


Tinta Media - Peraturan Pemerintah (PP) 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat masih ramai diperbincangkan. Pasalnya, pemotongan gaji 3% yang bersifat wajib bagi pekerja seperti PNS, karyawan swasta, dan pekerja lepas yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, berusia 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar sangat tidak masuk akal.

Faisal Basri, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance mengatakan bahwa program iuran Tapera sangat aneh karena sifatnya wajib bagi semua pekerja. Pekerja yg sudah memiliki rumah tidak mendapatkan manfaat dari program itu. 

Demo buruh menolak Tapera (6/6/2024) dilakukan  di depan istana negara oleh massa Konfederasi  Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan partai Buruh. Presiden KSPI, Said Iqbal menilai bahwa program Tapera menjadikan pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah bagi rakyat Indonesia.  

Kewajiban iuran Tapera dari negara semakin menambah beban hidup rakyat. Sebelum program Tapera ini diundangkan, rakyat sudah dibebani dengan iuran-iuran wajib lainnya, seperti iuran BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Pajak penghasilan, dan ditambah dengan beban iuran Tapera.

Tambahan pemotongan gaji semakin memberatkan rakyat di tengah kebutuhan harga bahan pokok yang selalu naik. Rakyat harus memeras pikiran untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Belum lagi biaya transportasi, pendidikan, dan cicilan lainnya. Tidak hanya itu, peserta yang sudah memiliki rumah juga harus membayar iuran program ini.

Memang, dalam sistem kapitalis sekuler, semua dinilai dari kacamata untung dan rugi, bukan halal dan haram. Hasil penerapan sistem kapitalisme menjadikan negara pelayan korporasi, bukan pelayan rakyat. Akibatnya, rakyat terpaksa bergotong-royong memenuhi kebutuhan hunian di tengah impitan ekonomi yang sulit, sehingga negara menjadi abai terhadap pemenuhan kebutuhan papan rakyat. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara menjadi pelayan rakyat. Negara memastikan kehidupan dan kesejahteraan rakyat dari sisi sandang, pangan, dan papan yang mudah didapatkan dan tidak membebani rakyat. Negara memudahkan akses kesehatan, pendidikan, serta hunian. 

Dalam sistem Islam, negara juga mengatur kepemilikan dan pengelolaan lahan. Individu yang memiliki lahan harus memanfaatkan lahannya, baik yang berjumlah sedikit ataupun banyak. 

Jika didapati individu lalai dalam mengelola lahan kepemilikannya, seperti tidak digunakan atau tidak untuk aktivitas produktif selama 3 tahun, maka negara berhak mencabut kepemilikan tersebut. Aturan syariat atas kepemilikan lahan meminimalkan terjadi aktivitas dominasi lahan oleh segelintir orang yang dapat berdampak pada monopoli lahan yang sering terjadi dalam sistem kapitalis.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR Bukhari)


Oleh: Rinta Rizkya
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 13 Juni 2024

Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Negara Ciptakan Kekisruhan



Tinta Media - Keinginan pemerintah untuk merangkul semua kalangan terus dilakukan. Yang terbaru melalui PP 25/2024 tentang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), pemerintah memberikan izin ormas keagamaan untuk mengelola tambang. (CNN Indonesia, 7/6/2024)

Ini jelas sangat tidak tepat dan negara ciptakan kekisruhan. Maka, layak kita mempertanyakan, apakah pemberian izin kepada ormas ini memang kebijakan yang tepat? Pertanyaan lain, apakah negara telah mempersiapkan solusi jika terjadi konflik horizontal? 

Seperti diketahui bahwa tambang yang diberikan kepada ormas tersebut merupakan tambang bekas PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy. Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung. 

Tentu banyak yang harus disiapkan dan dihadapi, misalnya sumber daya manusia yang mengelola tambang dan bagaimana ekologi tambang itu sebelum dikelola. Selain itu, disinyalir telah terjadi konflik antara penduduk tempatan dengan perusahaan tambang.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin. Ia menambahkan bahwa lagi langkah tersebut seperti upaya pemerintah untuk membenturkan antara masyarakat korban tambang dengan ormas keagamaan.(TribunMakassar.com).

Konflik lingkungan yang kerap mengorban petani, masyarakat adat, nelayan, dan perempuan yang berseteru dengan perusahaan, baik swasta maupun asing.

Selain itu, dengan pemberian izin ini, akan semakin besar kemungkinan bertambahnya  kasus korupsi di negeri ini karena panjangnya birokrasi yang dilewati dan adanya kepentingan. 

No Free Lunch

Mereka yang mendukung pemerintah dengan kebijakan yang ditetapkan selama ini akan mendapatkan reward seperti jabatan tertentu atau reward yang lainnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa "no free lunch" atas rewards yang diberikan. Mereka harus tetap mendukung pemerintah, dan pasti ini akan membuat lidah kelu untuk mengkritik atau pun melakukan amar makruf nahi mungkar.

Apalagi, saat ini begitu kentara, bagi yang berseberangan dengan pemerintah atau menjadi oposisi mereka akan dipersekusi dan dikriminalisasi.

Terkait pemberian pengelolaan tambang ini, jelas ini merupakan kompensasi atas dukungan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu, rezim telah menancapkan taringnya agar keberlangsungan kepemimpinan tetap terjaga.

Dengan merangkul ormas keagamaan, tiada lagi yang mempermasalahkan setiap kebijakannya.

Kepemilikan Tambang dalam Islam

Dalam konteks tambang ini, ketentuan dalam Islam sangat jelas dan terang. Ini bisa kita pahami sebagaimana sabda Rasulullah,

"Kaum muslimin berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara, padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Jadi, tambang apa pun, dengan jumlah yang berlimpah atau yang menguasai hajat hidup orang banyak merupakan harta milik rakyat secara umum (milkiyah 'ammah) dan harus dikelola oleh negara, tidak yang lain. 

Berdasarkan hadis Nabi saw. yang diucapkan oleh Abyadh bin Hammal ra., Rasulullah bersabda, 

"Sungguh Abyadh pernah menemui Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada Nabi saw. atas tambang garam. Nabi saw. memberikan tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang sahabat yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir.” Rasulullah saw lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Dari hadist di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah sebagai kepala negara menarik apa yang telah diberikan. Sebab, tambang garam yang diberikan sangat banyak. Tentunya tambang garam itu bisa memenuhi hajat orang banyak.

Ketika kita kaitkan dengan kebijakan pemerintah hari ini, tentu kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan hadis Nabi saw. di atas. Kebijakan yang bertentangan dengan syariat akan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Hal itu karena kebijakan tersebut tidak disandarkan kepada syariat Islam.

Untuk itu, penting kiranya umat Islam dan juga pemimpin negeri ini menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam akan membawa keberkahan kepada negeri. Namun, jika tetap memakai kapitalisme yang jelas berasal dari pemikiran manusia, pastinya kesulitan-kesulitan terus mendera kita.

Sebagaimana firman-Nya, 

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian." (QS al-Baqarah [2]: 208)


Oleh: Muhammad Nur
Jurnalis

Mustahil, dalam Sistem Kapitalis Pendidikan Gratis


Tinta Media - Pendidikan adalah salah satu aspek penting bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang wewenang harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang efektif dan merata. Negara harus bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas.

Terkait persoalan pendidikan, di Kabupaten Bandung ternyata masih banyak daerah yang belum memiliki sekolah SMA, terutama nb sekolah negeri. Kondisi ini mengakibatkan banyak calon siswa baru yang kesulitan mencari sekolah SMA, Pasalnya, dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) saat ini, mereka tidak bisa masuk  dalam zonasi atau kalah saing dengan calon siswa yang rumahnya terdekat dari sekolah.

Kebijakan zonasi yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua warga, faktanya malah mendapat kritikan. Beberapa murid malah diterima di sekolah yang berjarak lebih jauh daripada yang terdekat dengan tempat tinggalnya. 

Artinya, efisiensi sistem zonasi harus dipertanyakan, jangan-jangan kebijakan ini malah disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Misalnya, memperjualbelikan kursi sekolah atau menjadi ajang suap-menyuap.

Selain itu, kebijakan zonasi ini berdampak pada hilangnya kesempatan di sekolah negeri yang akhirnya menjadikan para orang tua harus memutar otak agar tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya untuk bersekolah di sekolah swasta, ada harga yang tidak sedikit untuk dibayarkan.

Persoalan ini harusnya menjadi fokus negara. Pendidikan yang berkualitas adalah hal terpenting yang bisa menjadikan anak-anak bangsa menjadi generasi emas. Namun sayangnya, pemerataan pendidikan ini masih belum menemui titik terang. Sebab, antara pemerintah pusat dan daerah masih saling lempar tanggung jawab, sehingga masih dilematis. 

Inilah bukti bahwa dalam sistem kapitalisme, urusan riayah seperti pada aspek pendidikan banyak pertimbangan untung ruginya. Karenanya, tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Pelayanan pendidikan yang mengadopsi prinsip-prinsip komersial  bertujuan mengambil keuntungan dari masyarakat. Sejatinya, hal ini semakin memberatkan masyarakat berekonomi rendah. 

Di tengah impitan ekonomi yang menimpa masyarakat kecil, persoalan kurangnya infrastruktur sekolah, kebijakan yang rumit, diperparah dengan mahalnya biaya sekolah swasta, menjadi penyebab meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, juga tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. 

Bukankah seharusnya pendidikan adalah kebutuhan asasi yang wajib dipenuhi oleh negara? Kalau begitu, sistem zonasi telah gagal menjadi solusi meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata.

Dalam sistem kapitalisme, negara malah lepas tangan, kemudian menjual aset negara (sebidang tanah) kepada para pemilik modal besar (kapitalis) atau pihak swasta. Alih-alih untuk memeratakan pendidikan, negara malah menyerahkan periayahan pendidikan kepada pihak swasta.

Alhasil sekolah swasta pun menjamur di negeri ini. Kendati demikian, hikmahnya adalah semakin banyak sekolah swasta Islam yang bonafide karena jumlah sekolah negeri terbatas.

Tren positif masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren telah memperjelas, betapa sekolah negeri harus introspeksi dan berbenah diri perihal kurikulum dan suasana kegiatan belajar-mengajarnya.

Berbeda halnya dengan Islam yang begitu sempurna mengatur persoalan kehidupan, termasuk pendidikan. Negara Islam (Khilafah) bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok masyarakat, yaitu sandang, pangan, papan, juga layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Dalam hal ini, negara wajib memberikan layanan pendidikan secara gratis pada semua jenjang pendidikan.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (kepala negara) itu penggembala yang bertanggung jawab atas gembalaannya." (HR.Bukhari dari Ibnu Umar).

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar yang bertujuan  untuk mengajarkan kepada rakyat sesuai apa yang mereka butuhkan agar mendapat maslahat dari ilmu tersebut dan menolak kemudaratan. 

Negara akan menyediakan infrastruktur sekolah dengan kualitas keilmuan dan penjagaan akidah Islam yang terjamin. Tidak akan ada kebijakan yang membuat siswa kesulitan dalam mendapatkan pendidikan, apalagi karena terjebak batas wilayah domisili.

Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan kepribadian Islam dan menciptakan keterampilan dan kemampuan warganya, sehingga mampu membawa negara menjadi terdepan dan paling maju secara teknis di dunia. 

Selain itu, pada semua jenjang pendidikan, tsaqafah Islam akan diajarkan. Siswa pun diperbolehkan mengikuti pendidikan informal, seperti di rumah, masjid, kelompok kajian, media masa, dan sebagiannya.

Negara juga akan membiayai seluruh jenjang pendidikan formal. Penerapan sistem ekonomi Islam berdampak pada melimpahnya penghasilan negara. Salah satunya melalui pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara. Kemudian hasilnya dikumpulkan di kas negara untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat.

Khalifah sadar betul bahwa thalabul Ilmi (menuntut ilmu) adalah kewajiban setiap muslim. Maka, hanya negara Islam yang mampu mewujudkan  pemerataan pendidikan yang berkualitas. Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit

Tinta Media - Mengenyam pendidikan tinggi adalah cita-cita setiap insan. Akan tetapi, sangat  disayangkan, meningkatnya biaya UKT mengubah segalanya. Bukan hanya pendidikan semata, tetapi kampus pun sekarang ini berubah menjadi lahan korporasi. Terbukanya jalan bisnis antara pendidikan tinggi dengan swasta membuat perguruan tinggi berorientasi profit.

Yang terjadi sekarang ini, dunia pendidikan mendapatkan guncangan. Bahkan, telah viral di sosial media terkait kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) lewat jalur mandiri. Ada pula yang daftar melalui jalur prestasi dengan harapan uang kuliah tidak mahal. Namun, yang terjadi mereka justru harus membayar dengan biaya cukup tinggi (Tribune News, 24-5-2024).

Kenaikan UKT mendapat tanggapan dari berbagai pihak dan juga demo dari mahasiswa. Pemerintah, melalui Kemendikbudristek memberikan tanggapan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun, yakni dari SD, SMP, hingga SMA.

Fakta ini sangat memberatkan mahasiswa dan orang tua. Di tengah sulitnya ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan melengkapi penderitaan rakyat. Padahal, intelektualitas akan tetap terjaga dan keunggulan peradaban suatu bangsa didapatkan dari pendidikan.

Komersialisasi kampus ini sejatinya merupakan konsekuensi dari penetapan tata kelola perguruan tinggi dengan prinsip-prinsip liberalisme dan kapitalisme. Ditambah lagi, terjadi disorientasi visi dan misi pendidikan tinggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Seharusnya, kampus menjadi tempat melahirkan para ilmuwan.

Secara empiris, Islam pernah menjadi negara adidaya. Dua pertiga dunia ada dalam naungan Daulah Islam. Saat itu, Islam menjadi mercusuar dunia. Para ilmuwan dan sejarawan sejati dari dunia Barat sangat mengetahui bahwa dahulu umat Islam pernah berjaya memimpin bangsa-bangsa di muka bumi, baik dalam hal pemerintahan maupun kemajuan peradaban dunia.

Tengoklah kejayaan Islam dalam bidang pendidikan. Islam bukan saja menghasilkan para ulama dalam ilmu agama, tetapi juga ilmuwan yang karyanya dikagumi dan menginspirasi dunia Barat. Seperti jasa Ibnu Sina (Avicenna), saintis Islam yang telah berhasil memosisikan dirinya sebagai pelopor lahirnya ilmu kedokteran modern, dan banyak ilmuwan-ilmuwan IsIam lainnya dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, baik sains maupun teknologi. Mereka telah berhasil mengukir dunia.

Pada masa kejayaannya, dunia Islam juga sarat dengan lembaga-lembaga pendidikan, unggul dalam perpustakaan umum yang penuh dengan karya para ulama dan ilmuwan IsIam. Sebagai contoh, perpustakaan Darul Hikam di Kairo. Di sana ada 2 juta judul buku. 

Pendidikan dalam IsIam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi umat. Pendidikan telah diwajibkan oleh syariat dan juga merupakan kebutuhan vital untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan kaum muslimin, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Oleh karena itu, pendidikan dalam IsIam bukanlah kebutuhan tersier atau kebutuhan orang kaya saja.

Dengan demikian, akan terwujud  kejayaan suatu bangsa bila umat dan negara menjalankan aturan Allah Swt., termasuk menyelenggarakan pendidikan sebagai pelayanan untuk umat seluas-luasnya hingga jenjang yang tinggi. 

IsIam akan menjadikan umat ini sebagai kekuatan adidaya yang tidak bergantung, apalagi ditekan oleh negara-negara asing seperti saat ini. Semuanya akan terwujud jika umat mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Wallahualam bissawab.

Oleh: Titien Khadijah, Muslimah Peduli Umat 

Rabu, 12 Juni 2024

Kepuasan Semu dalam Sistem Demokrasi


Tinta Media - Bupati Bandung, Dadang Supriatna sudah merealisasikan 13 program prioritas  dan mendapat apresiasi dari masyarakat Kabupaten Bandung. Hal ini diungkapkan oleh Jajang, guru mengaji, pada Selasa, (28/5/2024)  di acara rutin  Rembug Bedas ke-121 di Desa Langensari, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung. 

Dengan adanya program prioritas Bupati Bandung tersebut, Jajang merasa bangga. Menurut Jajang, program guru ngaji sangat berguna untuk meningkatkan akhlak dan moral  masa depan anak-anak. (iNewsBandungRaya.id)

Yeni Rahmawati, kader PKK Desa Langensari juga turut mengapresiasi 13 program prioritas tersebut, serta mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak Bupati karena sudah memperhatikan insentif PKK beserta BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan, sehingga langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 

Agus Kusumah sebagai kepala Desa Langensari juga sangat berterima kasih atas kontribusi Pemkot Bandung dalam meningkatkan infrastruktur pembangunan jalan. Menurut Agus, Desa Langensari sudah membangun infrastruktur jalan sepanjang 2,4  km dan perlu ada penanganan sedikit lagi.

Tidak dimungkiri bahwa adanya berbagai program dari Bupati Bandung cukup mendapat respons positif. Memang, terobosan-terobosan beberapa kebijakan bisa dirasakan oleh masyarakat saat ini. 
Dengan berbagai program bupati, masyarakat bisa sedikit terbantu dan mendapat manfaatnya.

Hanya saja, tingkat kepuasan masyarakat yang sahih tentunya harus diukur dengan parameter yang sahih juga, bukan dengan parameter kapitalis yang rusak dan merusak. 

Pada hakikatnya, kepuasan masyarakat  atas kinerja penguasa daerah hanyalah kepuasan yang semu. Kenapa? Karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme sekuler yang tidak sahih. Kebijakan-kebijakan ataupun program yang dijalankan seolah bagus, tetapi sebenarnya bukan solusi hakiki. Akan tetapi, hanya solusi pragmatis.  Kebijakan dalam sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat dan keuntungan tidak akan pernah pro-rakyat. 

Faktanya, banyak program-program solusi yang diusung dan ditawarkan oleh pemerintah, justru berujung pada masalah baru dan menambah ruwet. Di balik program tersebut, ternyata ada yang bermain secara struktural dan masif. 

Berbagai survei hanya sebatas hitungan angka yang kadang tidak sesuai dengan fakta. Program prioritas Bupati Kabupaten Bandung bukan berarti tidak ada manfaatnya, tetapi semua itu hanya keberhasilan semu, bukan hakiki.

Padahal, seharusnya peri'ayahan (pengaturan) seorang penguasa daerah (wali) sudah tentu harus berdasar kepada syariat yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Semua kebijakan maupun program yang dilakukan harus merujuk pada syari'at Islam. Selama masih tercengkeram sistem bhatil, maka semua peri'ayahan yang dilakukan oleh penguasa/ negara juga tidak akan memberi kemaslahatan pada masyarakat secara keseluruhan. 

Selama bingkainya masih sistem demokrasi kapitalisme, selama itu pula kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat hanya semu, bukan kepuasan yang hakiki dan sejati. Terlebih, Pak Bupati akan ikut berkontestasi kembali di pilbup tahun ini, sehingga unggahan-unggahan citra positif dikhawatirkan hanya sekadar polesan media sebagai bentuk "kampanye" dalam senyap. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Tapera Tak Ubahnya Pemalakan pada Rakyat


Tinta Media - Saya setuju dengan pernyataan Ono Surono, Ketua DPD Jabar yang mengatakan bahwa Tapera menambah beban  para pekerja, padahal mereka sudah mempunyai kewajiban lain, termasuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Dalam pernyataannya, Ono Surono juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pekerja membayar iuran Tapera sebesar 2.5% dari gaji yang diterima.  Ia meminta pemerintah untuk tidak memaksakan kebijakan tersebut karena gaji para pekerja yang sedikit akan makin berkurang. Lalu, iuran Tapera sebesar 0.5% yang dibebankan pada pengusaha juga bisa berdampak pada penurunan insentif bagi para pekerja (detikjabar, 30/5/2024 ).

Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) adalah program pemerintah untuk mengadakan kepemilikan rumah bagi pekerja dengan harga murah dan terjangkau, serta bunga yang rendah. Tabungan  akan dikembalikan setelah kepesertaan berakhir.  

Tapera pertama kali digulirkan tahun 2020 berdasarkan Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2020. Pada tahun 2024, Presiden Jokowi mengubah PP 25 /2020 menjadi PP no 21/2024 yang mewajibkan seluruh karyawan ikut penyelenggaraan Tapera (AYOBANDUNG.com, 30/5/2024).

Kriteria pekerja yang harus ikut Tapera adalah usia minimum 20 tahun, sudah menikah, dan memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum daerahnya. 

Golongan pekerja yang otomatis ikut Tapera adalah Pegawai Negeri Sipil, anggota Polri dan TNI, Karyawan BUMN, Karyawan BUMD dan BUMDES, pegawai mandiri, pekerja di sektor informal, dan WNA yang memegang VISA kerja di Indonesia. Dengan demikian, setiap pekerja yang menerima upah, wajib ikut Tapera.

Tapera tidak ubahnya pemalakan oleh pemerintah kepada rakyat karena adanya kewajiban pada setiap pekerja untuk menyetor uang 2.5% gaji. Rakyat tidak diberi pilihan, padahal selama ini sudah ada pemotongan gaji setiap bulannya, seperti BPJS Kesehatan 1%, BPJS ketenagakerjaan JHT  2%, BPJS Jaminan Pensiun 1%, BPJS Jaminan Kematian 0.3% dan BPJS ketenagakerjaan JKK  1.74%. Sekarang akan  ditambah lagi pemotongan untuk Tapera 2.5%. 

Gaji pekerja di Kab. Bandung sesuai UMR saat ini  Rp3.527.967. bila dipotong serentetan iuran itu, maka uang yang diterima pekerja tinggal Rp3.253.261.  Di tengah kondisi serba mahal seperti saat ini, beban para pekerja semakin berat.  Belum lagi biaya untuk makan sehari-hari, biaya pendidikan anak, transportasi, kesehatan, dan lainnya. Maka, pantas bila Tapera mengundang banyak kritikan dari berbagai kalangan. Para pekerja pun menolaknya.

Mirah Sumirat, Ketua Asosiasi Serikat Pekerja menyampaikan kritiknya, bahwa  seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab dan wajib menyediakan perumahan untuk rakyat, bukan main potong gaji pekerja. Tindakan itu sama saja dengan memiskinkan rakyat secara perlahan. 

Muslimah news.net (1/6/2024) menyoroti dana Tapera yang terkumpul dari seluruh pekerja di Indonesia pasti akan besar sekali jumlahnya, bahkan mencapai milyaran rupiah. Hal ini berpotensi menjadi lahan baru korupsi karena masa tabungan akan lama.  Rasanya kecurigaan itu beralasan karena faktanya, pada tahun 2021 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 124.960 pensiunan belum menerima pengembalian dana Tapera yang nilai totalnya mencapai Rp567.5 Miliar  (detikProperti, 3/6/24 ). Ke mana larinya uang nasabah?

Kegaduhan yang ditimbulkan Tapera menunjukkan kepedulian dan kepekaan penguasa sangat minim.  Penguasa telah berbuat zalim kepada rakyat. Angka 2.5% memang terlihat kecil, tetapi bagi pekerja yang gajinya di bawah UMK, gaji utuh saja tidak mencukupi, apalagi kalau dipotong 2.5%.  Seharusnya iuran yang sifatnya menabung tidak dipaksa untuk membayar, apalagi dengan memotong gaji pekerja tanpa izin. Sedangkan negara sendiri belum optimal memberikan pelayanan kepada rakyat. 

Pemaksaan ikut Tapera ini menunjukkan bahwa pemerintah dengan sistem kapitalisme hanya ingin mengumpulkan uang rakyat, sedang peruntukan dan pengelolaannya tidak jelas, kapan dapat rumahnya, di mana lokasinya, berapa jarak dari tempat kerja, dsb. 

Negara hanya sekadar regulator, tidak peduli dengan sulitnya hidup rakyat. Tapera adalah bentuk lepas tangan negara dalam membantu rakyat untuk memiliki tempat tinggal. Rakyat dipaksa saling menanggung beban, seperti BPJS. Rakyat yang tidak sakit membiayai yang sakit. Pemerintah hanya mengatur jalurnya saja.

Berlainan dengan Sistem Islam, pemimpin (khilafah ) akan hadir memberi layanan sebaik mungkin karena tugasnya adalah mengurus urusan rakyat (raa'in), bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Rasulullah saw. bersabda,

"Imam  adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari).

Dalam Islam, rumah adalah salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat. Maka, sudah seharusnya pengadaan perumahan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah (khilafah), tanpa adanya iuran wajib. Semua ditanggung negara. Khilafah bukan bertindak sebagai pengumpul dana rakyat, melainkan bertugas memenuhi kebutuhan rakyat.

Islam mewajibkan khilafah membantu rakyat untuk memiliki tempat tinggal dengan cara:

Pertama, menciptakan iklim ekonomi yang sehat sehingga setiap kepala keluarga mempunyai pekerjaan atau penghasilan.

Kedua, khilafah melarang praktik ribawi dalam kepemilikan rumah dan menghilangkan kepemilikan lahan yang luas oleh swasta/ korporasi, karena khilafah akan mengutamakan kepemilikan lahan untuk rakyat yang mampu mengelolanya. 

Ketiga, baitul maal akan membantu rakyat dengan subsidi bagi kepemilikan rumah.

Sungguh, hanya dengan sistem Islam hidup rakyat terjamin. Rakyat memiliki rumah tanpa memberatkan rakyat yang lain. Khilafah berperan sebagai raa'in yang adil dengan tujuan meraih rida Allah Swt. Wallahu alam bisshawab.


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media

Selasa, 11 Juni 2024

Bea Cukai dalam Sorotan, Sistem Islam Jadi Jawaban


Tinta Media - Tahun 2024 ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia menghadapi berbagai isu dan tantangan yang menjadi sorotan publik. Keluhan masyarakat terhadap layanan dan kebijakan Bea Cukai ditunjukkan oleh beberapa kasus yang viral di media sosial. Salah satu kasus yang mencuat adalah keluhan seorang pembeli sepatu bola seharga Rp10 juta yang dikenakan bea masuk sebesar Rp31 juta. Pihak Bea Cukai menjelaskan bahwa besaran ini termasuk denda administrasi akibat kesalahan penetapan nilai pabean oleh importir atau jasa kiriman.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang sejumlah masalah Bea Cukai yang menjadi perbincangan di media sosial, termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan importasi barang yang sangat diminati. Dalam upayanya memperbaiki situasi, Sri Mulyani menekankan pentingnya penyesuaian peraturan dan prosedur untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan Bea Cukai.

Dari segi kinerja keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menyumbang Rp22,9 triliun dari penerimaan negara hingga Februari 2024, meskipun terjadi penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada tantangan besar dalam mengatasi peningkatan jumlah pekerjaan dan perkembangan teknologi, kinerja ini menunjukkan tren positif dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Kompas.com, 27-02-2024)

Maraknya Kasus Suap di Lingkungan Bea Cukai

Ada beberapa kasus korupsi Bea Cukai di Indonesia pada tahun 2024. Salah satunya adalah kasus impor gula PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP). Mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Riau berinisial RR menjadi tersangka dalam kasus ini. RR diduga mencabut keputusan pembekuan izin kawasan berikat PT SNIP agar perusahaan tersebut dapat mengimpor gula dan menerima suap terkait kegiatan ini. 

Adapun kasus yang melibatkan Eko Darmanto selaku mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang ditahan oleh KPK adalah dugaan gratifikasi Rp18 miliar dari pengusaha impor dan jasa kepabeanan. (Kompas.com, 18-04-2024)

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan KPK sangat tidak efektif terhadap korupsi lembaga Bea Cukai, termasuk pengusutan dugaan gratifikasi dan manipulasi data importasi. Ada kasus baru dan hukuman yang tidak sesuai, bahkan banyak kasus yang belum selesai seolah-olah hilang begitu saja tanpa keputusan hukum yang adil untuk para koruptor. Belum lagi kebobrokan dalam perhitungan bea cukai, mekanisme, dan prosedur yang dianggap sangat merugikan bagi masyarakat, tetapi sangat menguntungkan bagi perusahaan asing. Ini terbukti dengan adanya pengecualian atau pembebasan bea cukai bagi negara asing. 

Memahami Usyur dalam Islam

Hak kaum muslimin yang berasal dari harta dan perdagangan ahlu dzimmah dan penduduk darul harbi yang melewati batas Negara Khilafah dikenal sebagai usyur. Orang yang bertugas memungutnya disebut 'Asyir. Namun demikian, beberapa hadis telah mengancam keras bea cukai. Seperti yang diriwayatkan Uqbah bin 'Amir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 

» لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ «

"Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai." (HR. Ahmad dan ad-Darami) 

Bea cukai adalah harta yang dipungut dari barang dagangan yang melintasi batas negara. Menurut Kariz bin Sulaiman, "Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada Abdullah bin Auf al-Qari agar ia mendatangi rumah yang berada di Rafhi; yang dimaksud adalah gedung bea cukai, dan supaya ia membongkar gedung tersebut, lalu membawanya ke laut dan ditenggelamkan." 

Umar bin Abdul Aziz juga pernah menulis surat kepada Uday bin Artha'ah untuk meminta masyarakat agar tidak membayar fidyah, ma'idah, dan cukai. 
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

"Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (TQS. Hud [11]: 85) 

Hadis dan atsar yang disebutkan di atas mencela bea cukai dan mengancam orang-orang yang memungutnya. Ini menunjukkan bahwa memungut bea cukai tidak dibolehkan. Menurut banyak hadis lain, usyur tidak pernah dipungut dari barang perdagangan antara kaum muslimin dan kafir zimi yang melintasi perbatasan negara. Usyur dipungut hanya dari perdagangan kafir harbi. 

Menurut riwayat Abdurrahman bin Ma'qal, Ziadah bin Hudair menjawab, "Kami tidak memungut usyur dari kaum muslimin maupun muahid." Kemudian aku bertanya lagi: "Dari siapa kalian memungut usyur?" Dia menjawab, "Dari perdagangan kafir harbi, karena mereka telah memungut usyur dari kami saat kami mendatangi mereka."

Menurut atsar lain, Umar bin Khaththab dan para Khalifah berikutnya, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, memungut usyur dari perdagangan di luar batas negara. Mereka memungut 1⁄4 usyur dari pedagang kaum muslim, 1⁄2 usyur dari pedagang kafir zimi, dan usyur dari pedagang kafir harbi. Jika atsar dan hadis yang berbicara tentang usyur diteliti secara mendalam, akan menjadi jelas bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. 

Sebenarnya, bea cukai yang dicela dan diancam keras bagi mereka yang memungutnya adalah harta yang diambil dari orang muslim tanpa hak, seperti mengambil usyur mereka atau lebih dari 1⁄4 usyur dari perdagangan mereka yang melintasi perbatasan negara. Ini karena seorang muslim tidak diwajibkan membayar usyur atau bea cukai atas barangnya kecuali membayar zakatnya 1⁄4 usyur. Ini tidak termasuk pajak atau usyur penuh. 

Komoditi yang Terkena Usyur dan Waktu Pungutannya 

Usyur dipungut atas seluruh jenis barang dagangan, seperti perhiasan, hewan, hasil pertanian atau buah-buahan. Usyur tidak diambil dari selain barang dagangan. Usyur tidak diambil dari pakaian, peralatan, atau kebutuhan sehari-hari seseorang, termasuk makanannya. 

Walaupun pedagang melewati perbatasan berkali-kali dengan barang dagangannya, usyur hanya dipungut satu kali setahun untuk satu jenis barang. Maka, 'asyir tidak boleh mengutip lebih dari satu kali. Jika mereka melewati perbatasan dan membawa barang dagangan baru yang berbeda dari barang dagangan sebelumnya, maka usyur diambil dari mereka setiap kali mereka melewati perbatasan.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan barang masuk dan keluar dari negara, yang berdampak pada stabilitas sosial dan politik serta ekonomi. Menurut perspektif Islam, keadilan, transparansi, dan kejujuran harus menjadi dasar pengelolaan usyur, yang sesuai dengan ajaran syariah. Semua hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam Kaffah melalui peran khalifah sebagai pengambil kebijakan negara. Wallahohu 'alam bisshawwab.

Oleh: Yeni Ariesa
Sahabat Tinta Media

Solusi Paripurna untuk Palestina



Tinta Media - Aksi bela Palestina dilakukan untuk menyeru penguasa agar bisa memberikan solusi paripurna, bukan setengah hati. Saat ini penguasa negeri muslim hanya bisa mengecam, mengutuk, dan menyebut Zionis Yahudi sebagai negara teroris, seperti yang disampaikan presiden Turki Erdogan. 

Akan tetapi, tidak ada tindakan nyata dari mereka dengan mengirim bala tentara untuk menghukum pasukan Zionis yang sudah menjajah negeri yang dulunya milik umat Islam saat khilafah berdiri tegak. Ini dilakukan seolah semua kecaman dan pembelaan terhadap Palestina hanyalah pencitraan agar mendapat simpati dan dukungan dari rakyat yang mayoritas Muslim.


Penguasa dunia yang diwakili PBB hanya bisa diam melihat genosida yang dilakukan oleh para Zionis terhadap penduduk Palestina. Mereka sengaja membiarkan kekejaman penjajah yang harusnya dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Palestina butuh solusi paripurna, bukan solusi damai ataupun kecaman belaka. Semua itu tidak bisa menghentikan genosida para Zionis terhadap Palestina. Kekuatan militer tidak bisa dilawan hanya dengan kekuatan diplomasi, tetapi harus  dengan mengirim bala tentara untuk menghentikannya. 

Sudah saatnya penguasa negeri muslim bersatu untuk menghancurkan mereka yang melindungi tindakan genosida oleh zionis Israel terhadap Palestina. Solusi paripurna hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya khilafah. Karena itu, umat Islam harus bersatu dan terus menyuarakannya. 

Kita tidak boleh lelah untuk membela Palestina sesuai dengan kemampuan. Aksi bela Palestina harus terus digelorakan baik dengan turun ke jalan maupun  digaungkan terus di sosial media. Jangan berhenti menyuarakan solusi paripurna untuk Palestina sampai tegaknya khilafah yang akan membebaskan negeri itu dan mengembalikannya dalam kekuasaan Islam yang akan menjamin kesejahteraan, rasa aman, dan keadilan bagi seluruh rakyat.


Oleh: Mochamad Efendi
(Sidoarjo)

Judi Online Menyasar Generasi


Tinta Media - Judi online semakin meresahkan. Tidak hanya menjerat orang dewasa, tetapi juga generasi belia. Sejauh ini, pencegahan yang dilakukan oleh penguasa terkait judi online masih belum membuahkan hasil. Padahal, kerugian yang ditimbulkan dari judi online tidak ringan.

Judi online sungguh merusak generasi dengan cara-cara instan dan membuat mereka berangan-angan. Ini berdampak pada pola pikir dan pola sikap mereka.

Menurut Kawiyan, Komisioner KPAI Sub Klaster Anak Korban Cybercrime, ada akibat yang cukup mengerikan jika anak-anak sudah terpapar judi online, apalagi sampai kecanduan. 

Kurangnya pengawasan keluarga menjadikan anak bebas mengakses aplikasi dan link apa pun sehingga anak terpapar, bahkan sampai kecanduan judi online. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan pihak keluarga. Ini karena pengaruh ekonomi yang menyibukkan mereka di luar sehingga pengawasan pun dilakukan seadanya.

Tidak adanya jaminan hidup yang memadai membuat masyarakat kelimpungan untuk memenuhi kebutuhannya di tengah melonjaknya harga-harga dan semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perekonomian yang diterapkan saat ini tidak mampu memberikan jaminan kebutuhan hidup.

Liberalisme yang digaungkan justru menjadikan sistem kehidupan berada dalam keambiguan dan saling berbenturan sehingga menimbulkan banyak persoalan akibat kebijakan yang ditetapkan. Maka, muncullah berbagai solusi praktis yang tak menyelesaikan masalah, tetapi justru membuat masyarakat tergiur dengan cara instan untuk menyelesaikan, seperti judi online.

Hal tersebut bagaikan angin segar bagi masyarakat yang amat membutuhkan sokongan dana, walaupun tempat-tempat dan aplikasi-aplikasi tersebut tidak memberikan jaminan secara real. Namun, masyarakat menganggap masih ada kemungkinan yang bisa diharapkan. Masalah ini juga menjadi salah satu problem negara. 

Adapun penanganan yang ditawarkan, yakni dengan melakukan pemblokiran 5000 situs judi online. Namun, itu saja tidak cukup karena pelaku atau penyedia permainan sangat banyak. Karena itu, negara membutuhkan komitmen kuat dan peralatan hebat.

Ketidakmampuan dalam menangani maslah judi online dengan cara pemblokiran menunjukkan bahwa negara kurang serius dalam menyelesaikan permasalahan yang menjerat rakyat secara tak kasat mata. Penyelesaian yang dilakukan hanya bersifat sementara. 

Dari sini, terbentuklah mindset yang gagal paham mengenai hak dan kewajiban. Selain itu, negara juga gagal dalam sistem pendidikan yang seharusnya mampu mencetak generasi berkepribadian Islam. 

Inilah hasil yang didapatkan dari liberalisasi karena kebebasan tidak dibendung dengan akidah menjadikan manusia bertindak semena-mena dan hanya mementingkan kepentingan pribadi asalkan hal tersebut mendatangkan untung dan manfaat baginya.
Halal dan haram bukan patokan untuk menuai hasil baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan masyarakatnya. Ini membuktikan bahwa semakin merosotnya standar hidup masyarakat tanpa takaran yang jelas sehingga tercipta darinya masyarakat yang mudah berputus asa dan menghalalkan segala cara. 

Berbeda dengan Islam yang mengharamkan jalan pintas seperti perjudian. Negara Islam tak mungkin menyediakan fasilitas yang mengandung unsur keharaman. Namun, pemerintah akan memberikan berbagai fasilitas berupa jaminan pemenuhan kebutuhan hidup, keamanan, kesehatan, pendidikan, serta berbagai bentuk bantuan lain tanpa memberatkan masyarakat. 

Hal itu dilakukan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mengelola segala sumber pemasukan melalui pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan harta zakat, fa'i, dan kharaj. Semua hasil pengelolaan tersebut akan didistribusikan demi kepentingan masyarakat.

Islam memiliki solusi tuntas untuk mencegah terjadinya judi online, melalaui peran negara dalam membatasi akses media yang menghantarkan pada keharaman, baik yang berkaitan dengan perjudian, penipuan, atau bahkan yang berkaitan dengan media yang mengandung unsur pornografi. Negara akan menggantinya dengan media-media yang mendidik, baik dari segi keimanan, sampai perkembangan sains dan teknologi yang membawa kemaslahatan bersama.

Inilah peran negara dalam menjaga kemurnian berpikir masyarakat. Negara akan melakukan penyaringan media secara ketat sehingga prospeknya bukan untuk mendapatkan untung belaka, melainkan dikembalikan pada pemenuhan peran dan tanggung jawab negara sebagai pelaksana aturan sesuai dengan standar Islam.
Ketaatan yang terbentuk akan tercipta bukan hanya kepada pihak yang berwawasan, melainkan juga kepada pihak yang dipimpin dan yang memimpin. Wallahualam.


Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd
(Aktivis Muslimah)

Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat atau Taktik Pencekik Rakyat?



Tinta Media - Jangan salahkan sebagian besar umat apabila memandang kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini bukan solusi untuk menyelesaikan akar masalah, tetapi justru membuat masalah semakin banyak cabangnya. 

Belum lama ini pemerintah membuat kebijakan atau keputusan terkait tabungan perumahan untuk rakyat yang disingkat dengan Tapera. Benarkah Tapera merupakan tabungan perumahan untuk rakyat, atau hanya taktik dari pemerintah zalim dalam menguras uang rakyat dengan dalih tabungan?

Tapera dimaksudkan untuk pengadaan rumah bagi masyarakat yang belum mempunyai rumah. Dana ini dikumpulkan dari pemotongan gaji para pegawai negeri atau PNS dan para pekerja buruh pabrik, PNS TNI/polri. Kisaran iuran Tapera yang dipotong sebesar 3% persen dari pendapatan setiap kepala keluarga. 

Secara hitungan matematis, mekanisme ini tidak masuk akal sehat. Seperti yang dilansir oleh Sindo news, Rabu (29-05-2024), Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyoroti hitungan iuran peserta Tapera tidak akan mampu mencukupi buruh untuk memiliki rumah saat pensiun atau di-PHK. 

Sebagian masyarakat atau umat menilai kebijakan ini bukanlah solusi tepat untuk mengatasi persoalan rumah layak huni bagi masyarakat. Adanya tabungan bersama ini justru menimbulkan masalah baru yang semakin mencekik perekonomian rakyat yang sudah morat-marit. 

Jauh sebelum Tapera, kita mengetahui bahwa pemerintah telah melahirkan kebijakan menggunakan uang masyarakat untuk bidang kesehatan yang disebut BPJS. Apakah iuran tersebut sudah berjalan sesuai harapan masyarakat? 
Tidak kalah pentingnya, apakah potongan dari upa buruh, PNS, TNI, dan lainnya untuk menabung ini sudah sesuai Syari'at Islam?

Umat Islam sudah semakin cerdas, pandai dalam berpikir, dan mengambil keputusan. Ini terbukti dengan adanya berbagai macam penolakan dari beberapa pihak. Meskipun mereka belum seratus persen memahami Islam secara kaffah, umat manusia khususnya umat Islam sejatinya mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Di sinilah perlunya pemahaman Islam yang secara menyeluruh. 

Umat perlu dipahamkan bahwa Islam tidak hanya mengatur soal ibadah salat, zakat, puasa, kurban, ataupun haji saja. Islam itu luas. Urusan WC saja diatur, apalagi soal kesehatan, kebersihan, pendidikan, perekonomian, kewarganegaraan, keamanan, dan lain sebagainya.

Kita sebagai umat Islam wajib menaati aturan hakiki yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Aturan ini terdapat dalam Al-Qur'an, hadis Nabi, ijma' sahabat, dan kias. Aturan atau kewajiban ini juga berlaku bagi para pemimpin negeri. 

Dalam kepengurusan negaranya, pemerintah juga wajib menaati aturan Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai konsekuensi keimanan yang diyakini. Sebagai masyarakat, kita wajib menaati pemerintah selama mereka juga taat akan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah , 

Sebagai seorang muslim, kita juga wajib untuk saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran. Baik dan benar di sini bukan berdasarkan pemikiran manusia yang memperturutkan hawa nafsu, melainkan berdasarkan syariat Islam yang bersumber dari kalamullah. 

Allah Swt. berfirman, yang artinya:

"Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang zalim." TQS Al-Maidah ayat 47.

Dalam surat An Nisa Allah Swt. juga berfirman, yang artinya: 

"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah pada Allah dan taatilah Rasulullah (Muhammad) serta Ulil Amri yang berkuasa di antara kalian." TQS an-Nisa' ayat ke 59. 

Ini sejalan dengan penjelasan imIman asy-Syaukani rahimakumullah yang berkata, 

"Ulil amri adalah para imam, para sultan, para qadhi (hakim), dan setiap orang yang memiliki kekuasaan syar'i, bukan kekuasaan bangsa thaghut." (asy-Syaukani Fath al-Qadiir, 1/556)

Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyiapan dan penyediaan rumah untuk rakyat dengan murah sebagaimana program kesehatan, dan ketersediaan pangan. 

Dalam ajaran Islam, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah kewajiban bagi negara untuk mewujudkannya. Pemimpin adalah pelayan, pelindung, dan perisai umat. 

Rasulullah saw. telah bersabda, yang artinya:

"Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggung atas rakyat yang diurusnya." HR Al-Buchori.

Islam telah terbukti nyata mampu menjaga, melindungi, dan mengurus semuanya selama seribu tiga ratus tahun lamanya. Dalam Islam, menjadi rahmat seluruh alam bukan hanya di negeri-negeri Arab saja. Akan tetapi, syariat Islam telah berhasil ditegakkan dan menjangkau dua pertiga bumi/dunia. Segala bentuk kezaliman dapat diantisipasi atau diminimalisir terjadinya, yaitu dengan sanksi yang juga mampu memberikan efek jera. Dengan pendidikan berbasiskan islamiah sesuai metode Rasulullah, umat terjaga, terlindungi dan terhindar dari pemikiran sekuler yang tidak melibatkan aturan Islam dalam kehidupan. Wallahu alam bissawab


Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media

Starlink Mengudara, Negara Harus Siaga


Tinta Media - Kabar terhangat pekan ini adalah terkait Starlink yang resmi mengudara di Indonesia. Sebuah layanan internet yang berasal dari perusahaan milik Elon Musk tersebut menawarkan layanan berbasis satelit. Menurut berita yang beredar, Starlink memiliki manfaat yang cukup besar untuk Indonesia. Pratama Persadha, yang merupakan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Cissrec menjelaskan bahwa layanan tersebut dapat berguna untuk melayani daerah 3T yang sulit dijangkau dengan teknologi fiber optik atau radio. (www.cnbcindonesia.com 28/05/2024)

Perlakuan pemerintah yang memberikan karpet merah kepada perusahaan teknologi informasi StarLink milik CEO Tesla & Space-X Elon Musk, sungguh membuat masyarakat terheran-heran karena dinilai berlebihan. Parahnya lagi, mereka sampai diberi panggung khusus pada event pelaksanaan pembukaan WWF/ World Water Forum minggu lalu di Bali. Padahal, lazimnya hanya diberikan kepada tokoh selevel kepala negara/ pemerintahan.

Internet Berbasis Satelit Bisa Jadi Solusi?

Kehadiran internet berbasis satelit tersebut menurut pemerintah digadang-gadang bisa menjadi solusi jangkauan sinyal ke pelosok negeri. Sebagai langkah awal, ribuan puskesmas di Indonesia rencananya akan dipasang perangkat Starlink demi mempercepat pengiriman data. Akan tetapi, di sisi lain Starlink yang berada di low earth orbit justru memiliki potensi berbahaya. 

Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa bersikap adil, bijak, dan konsisten. Sebab jika tidak, dikhawatirkan beberapa tahun ke depan perusahaan telekomunikasi dan internet di Indonesia berpotensi bangkrut. Bahayanya, negara kehilangan kontrol langsung atas infrastruktur komunikasi.

Masalah lainnya adalah terkait NOC atau Network Operating Center yang seharusnya berada di Indonesia. Kenyataannya, Starlink belum melakukan hal itu dan hanya menyediakan di luar negeri. Jika keberadaan NOC di dalam negeri, hal ini menjadi agak sulit karena butuh biaya yang lebih besar, terlebih untuk awal layanan yang sama sekali belum memiliki banyak pelanggan.

Lebih lanjut, Starlink sebaiknya tidak digunakan untuk sektor infrastruktur kritis. Akan tetapi, jika memang harus menggunakan layanan internet satelit, pemerintah sebijak mungkin hendaknya bisa memanfaatkan perusahaan lokal yang memberikan layanan serupa. 

Sejatinya, ada beberapa potensi ancaman yang dapat timbul dengan pemanfaatan layanan dari Starlink, yaitu ketergantungan yang signifikan pada layanan internet satelit yang dioperasikan oleh perusahaan asing. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan negara menjadi kurang memiliki kontrol langsung atas infrastruktur tersebut. Artinya, negara mungkin tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat atau konflik.

Ada hal penting dan mendesak yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah, yaitu agar Starlink menyediakan Network Access Provider (NAP) di Indonesia. Sebab, jika ke depannya diperlukan tindakan yang bisa meningkatkan pertahanan dan keamanan negara pada saat krisis seperti penyadapan atau sensor, maka bisa dilakukan melalui perusahaan NAP yang menjual layanan backbone internetnya ke Starlink.

Negara dalam Islam 

Dalam sistem Islam, negara berposisi sebagai junnah (perisai). Artinya, negara sebagai pelindung, pengayom, pelayan, dan akan melakukan apa pun untuk kesejahteraan rakyat. Apa pun yang dibutuhkan rakyat, negara akan hadir memenuhinya, tanpa terkecuali layanan internet.

Di era modern seperti sekarang, internet sangat dibutuhkan guna kelancaran pelaksanaan tugas-tugas bernegara, pekerjaan di kantoran, dan bersosial. Internet sangat dibutuhkan, baik oleh individu maupun kelompok. Untuk itu, negara berkewajiban menyediakan layanan internet dengan kualitas terbaik dan menyeluruh, bahkan murah.

Dalam proses penyediaan layanan internet, pemerintah akan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri yang bergerak dalam bidang teknologi, khususnya layanan internet. Pemerintah akan menggandeng mereka dan tidak akan melakukan kerja sama dengan sembarang perusahaan, apalagi jika perusahaan tersebut adalah milik asing. Hal ini sebagai upaya pemerintah berpartisipasi dalam mengembangkan perusahaan-perusahaan lokal, sebab dengan berkembangnya perusahaan lokal akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lainnya.

Negara tidak akan bergantung kepada asing, karena negara dalam Islam bersifat independen. Prinsip kerja penguasa adalah bagaimana bekerja keras guna menyejahterakan rakyat.

Seandainya keadaan mengharuskan adanya kerja sama dengan pihak asing, maka negara akan memastikan bahwa kerja sama hanya akan terjalin dengan negara-negara yang tidak memusuhi umat Islam. Sebab, bagi negara-negara yang secara terang-terangan memusuhi Islam, baginya tidak ada hubungan kerja sama kecuali perang.

Sungguh, semua itu hanya bisa terjadi saat sistem Islam diterapkan secara menyeluruh oleh manusia dalam bingkai negara Khilafah. Sebab, tolok ukur kehidupan di dalam Islam adalah halal dan haram. 

Masyarakat akan senantiasa terikat dengan hukum syara' dalam menjalani kehidupan. Karena sejatinya manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah yang lemah, maka hanya Allah-lah yang paling paham terkait makhluk ciptaan-Nya. Hanya aturan Allah-lah yang wajib diterapkan, bukan aturan legislatif yang menyesatkan. Wallahuallam.


Oleh: Rina Herlina
Sahabat Tinta Media

UKT Naik, Rakyat Tercekik


Tinta Media - Kabar tentang kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi polemik di negeri ini. Menurut pernyataan Muhammad Ravi, Presiden Mahasiswa UNRI (Universitas Riau) bahwa banyak Camaba (Calon Mahasiswa Baru) UNRI yang lolos SNBP (Seleksi  Nasional Berdasarkan Prestasi) undur diri karena tidak mampu membayar UKT.  Hal ini pun direspons oleh Prof. Abdul Haris, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), “Pada prinsipnya orang tua mahasiswa diberikan ruang untuk mengajukan keringanan.” Selain itu, beliau juga mengatakan, “Kami secara intens telah berkomunikasi dengan Rektor UNRI untuk memegang teguh asas keadilan dalam penetapan kelompok UKT serta penempatan Mahasiswa dalam kelompok UKT.” (Kompas.com, 20-5-2024)

Berangkat dari respons, Prof. Abdul Haris, muncul pertanyaan, apabila UKT bisa ditentukan di bawah nominal yang telah ditetapkan saat ini, mengapa UKT dinaikkan sedemikian rupa? Belum lagi, beliau juga menyatakan bahwa telah menjalin hubungan intens dengan pihak UNRI untuk memegang teguh asas berkeadilan dalam penetapan dan penempatan Mahasiswa dalam  kelompok UKT, apakah hal ini merupakan solusi untuk mengatasi ketidakmampuan rakyat dalam pembiayaan pendidikan?

Miris, pernyataan demi pernyataan ngawur keluar dari lisan seorang pelayan rakyat, jelas yang beliau sampaikan bukanlah solusi yang solutif untuk mengatasi problem rakyat terkait UKT, justru hanya berupa opsi-opsi yang bisa mengakibatkan timbulnya kesenjangan antar Mahasiswa terkait perbedaan pembiayaan pembelajaran di kampus dan membuat rakyat tetap dalam kesulitan meski ada pengajuan keringanan biaya pendidikan.

Setiap orang pasti mempunyai impian dan harapan dalam hidupnya, tak terkecuali terkait jenjang pendidikan. Tetapi, impian dan harapan tersebut akan lebih mudah diwujudkan apabila didukung adanya sarana dan prasarana yang benar-benar diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Faktanya, tidaklah demikian. Bukan hal yang tabu, apabila terjadi kenaikan harga pada semua bidang kehidupan, tak terkecuali mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal).

Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan untuk menunjang kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), apabila untuk mendapatkan pendidikan yang layak rakyat dipersulit, wajar jika kualitas SDM rendah. Seharusnya, negara menjamin hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di mulai dari meningkatkan kualitas SDM mereka, melalui pendidikan. Bukan malah memalak rakyat dengan berbagai program bahkan mewajibkannya. Faktanya memang demikian, dalam sistem kapitalisme tidak menyuguhkan kemudahan. Karena, mereka menstandarkan segala sesuatu pada asas kebermanfaatan dan materi. Mereka hanya ingin keuntungan pribadi, tidak memikirkan akibat yang ditimbulkannya.

Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan maka negara tidak memungut biaya karena untuk menyejahterakan rakyat caranya adalah meningkatkan kualitas SDM. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi negara menyelenggarakan atau memberi sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya hal tersebut. Biaya pendidikan dalam sistem Islam di peroleh dari pos pendapatan negara bukan pajak (jizyah, ghanimah, kharaj), kontribusi kaum muslim yang mampu atau berlebih harta (wakaf atau sedekah).

Dengan demikian apakah patut rakyat masih berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme? Berbagai fakta tidaklah membenarkan bahwa sistem kapitalisme mampu mewujudkan laju kehidupan yang lebih baik dan menjamin kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Lalu, mau sampai kapan dipimpin oleh sistem kufur? Sudah saatnya umat paham dan menegakkan sistem Islam untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik dan menjamin.

Allahua’lam.

Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.i., Sahabat Tinta Media 

Game Online Merebak, Ayo Campakkan Sistem yang Rusak!

Tinta Media - Sebagai seorang ibu yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan generasi, saya sangat kecewa dengan sikap Pak Menkominfo Budi Arie Setiadi terkait maraknya game online yang semakin meresahkan masyarakat. Memang, beliau menyatakan siap untuk memblokir gim-gim tersebut. Namun, hal itu dilakukan jika terbukti gim-gim tersebut mengandung konten kekerasan dan pornografi. Beliau juga meminta agar masyarakat melaporkan jika menemukan gim lainnya yang bermuatan kekerasan dan pornografi melalui kanal aduankonten.id.

Saya jadi bertanya-tanya, mengapa harus menunggu laporan dari masyarakat terlebih dahulu? Bukankah sangat mudah untuk melihat apakah di internet banyak situs-situs berbahaya, terasuk game online yang meresahkah? Tinggal pencet tombol di HP saja dan tidak akan membutuhkan waktu lama untuk menemukannya. 

Oleh: Ida Royanti, Tim Editor Tinta Media




Selengkapnya, bisa dibaca di Buku Straight Views: Serangan Pemikiran Langsung pada Sasaran.


Bagi yang mau order silakan isi data berikut ini dan wapri ke nomor +62 812-5243-596 🙏🏻


Order buku SV:

NAMA:

ALAMAT:

WA:

Jml order: .... eksemplar 

Kontributor/bukan:


Senin, 10 Juni 2024

Pendidikan Mudah Dijangkau dengan Penerapan Islam Kaffah



Tinta Media - Gelombang protes mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi terjadi. Mereka menuntut agar UKT tidak dinaikkan sehingga tidak memberatkan. Beberapa di antaranya UGM, lebih dari 70 persen menolak. Ratusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto melakukan hal yang sama. (tempo.co)

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto mengatakan bahwa kenaikan UKT untuk angkatan 2024 itu didasari aturan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (tempo.co)

Rektor Unsoed menyatakan bahwa sistem pembiayaan UKT di Unsoed masih mengacu pada aturan tahun. 
2012. (beritasatu.com)

Mahalnya biaya UKT ini merupakan dampak dari berlakunya PTN berbadan hukum (PTN BH), sehingga mengakibatkan terjadinya tren komersialisasi di perguruan tinggi.

Ketika kelembagaan BLU ditawarkan sebagai pengganti PTN BH, otonomi menjadikan kelembagaan PTN BH sebagai pengelola perguruan tinggi berbasis kemandirian di bidang akademik maupun non-akademik. Ini menjadikan perguruan tinggi mengalami masalah keuangan karena tidak mendapat biaya pendidikan dari pemerintah. 

Alhasil, PT harus mencari biaya mandiri untuk operasional kampus, tak lain akibatnya adalah adanya kenaikan biaya perguruan tinggi.

Kapitalisme Sekularisme Biang Mahalnya Dunia Pendidikan Perguruan Tinggi

UKT mahal disebabkan karena adanya komersialisasi ala kapitalisme sekularisme. Kapitalisme sekularisme di dunia pendidikan menghilangkan peran negara sebagai penjamin pendidikan. Negara bertindak hanya sebagai regulator sekaligus berpandangan materialisme. 

Negara menjadikan pendidikan sebagai ajang bisnis dan keuntungan materi semata. Kapitalisme sekularisme tidak berpihak pada peran dan kekayaan intelektual sebagai problem solver yang diperhitungkan dalam memberikan kontribusi kemanfaatan bagi negeri. Karena itu, kekayaan intelektual menjadi tersumbat, terhenti hanya pada pemenuhan target akreditasi semata, sehingga tidak mampu melahirkan generasi emas pembangun peradaban.

Penerapan Islam Kaffah Solusi Mahalnya Dunia Pendidikan

Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Negara berkewajiban memenuhi dan menjamin segala kebutuhan rakyatnya.

Dalam Islam, peran negara adalah sebagai raa'in (pengurus) rakyat. Sabda Rasulullah saw.

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus) rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). 

Jaminan pendidikan yang didapatkan masyarakat harus merata, tidak membeda-bedakan strata atau golongan ekonomi rakyat. Pemerintah memfasilitasi secara gratis tanpa mengeluarkan biaya.

Oleh karena itu, dibutuhkan kekuatan dan pengelolaan ekonomi yang tepat dan benar.
Dalam konsep ekonomi Islam, aspek pemasukan dan pengeluaran diatur sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Pemasukan pembiayaan untuk pendidikan diperoleh dari kas negara dan harta orang-orang kaya, antara lain:

Kas Negara

Sumber pemasukan dan pengeluaran kas negara dikumpulkan di baitul mal untuk mencukupi kebutuhan umat.

Pertama, harta fa'i dan kharaj. Digunakan untuk mengatur kepentingan dan kemaslahatan rakyat, terdiri dari jenis ghanimah, kharaj, jizyah, fa'i, pajak (dalam kondisi khusus).

Kedua, kepemilikan umum terdiri dari minyak dan gas, listrik, pertambangan, kelautan (perairan sungai dan mata air), hutan dan padang rumput, tempat khusus yang dilindungi oleh negara 

Ketiga, shadaqah terdiri dari zakat mal, zakat pertanian, zakat ternak yang didistribusikan sesuai pemenuhan syarat penerimaan zakat yang di tetapkan dalam syariat (delapan asnaf)

Jenis pemasukan tersebut sebagian akan dikelola untuk fasilitas pendidikan, seperti pembangunan gedung-gedung universitas, dan sarana pendidikan lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dan lain-lain, bahkan alat belajar yang diperlukan, seperti pena, tinta, dan kertas secara gratis. 

Contohnya, di Baghdad dibangun universitas Al Mustanshiriyyah. Khalifah Hakam bin Abdurrahman an-Nashir mendirikan Universitas Cordoba yang menampung mahasiswa dengan gratis.

Contoh lain, Sultan Nuruddin Muhammad Zanky (abad XI hijriyah) mendirikan Madrasah an Nuriyah di Damaskus. Di sekolah ini, terdapat fasilitas seperti asrama siswa, perumahan, staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruang besar untuk ceramah dan diskusi.

Selain itu, terdapat fasilitas pembangunan eksperimen/praktikum/laboratorium. Contohnya pembangunan perkebunan untuk melakukan eksperimen para intelektual muslim di Baghdad, Cairo, Cordoba, dan lain-lainnya.

Seluruh fasilitas tersebut gratis, tidak dipungut biaya. Para intelektual terjamin fasilitas belajarnya, baik berupa sarana prasarana gedung belajar, tempat tinggal, laboratorium, bahkan alat belajar. 

Dengan demikian, pendidikan menghasilkan produktivitas tinggi berupa kekayaan berpikir dan para intelektual, serta terwujud kemandirian dan peradaban negara yang gemilang, tercapai kemaslahatan dengan ilmu yang bermanfaat untuk menyelesaikan problem negara.

Harta Orang-Orang Kaya

Orang-orang kaya di era khilafah berlomba-lomba mewakafkan hartanya untuk menyediakan fasilitas pendidikan. Banyak orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, Asfahan, dan lain-lain terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berasal dari wakaf yang bersifat khusus, seperti wakaf untuk ilmuwan hadis, wakaf khusus untuk dokter, wakaf khusus untuk riset obat-obatan, wakaf khusus guru anak-anak, wakaf khusus untuk pendalaman fiqih dan ilmu-ilmu Al-Qur'an. 

Selain itu, wakaf juga diberikan dalam bentuk asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan, termasuk beasiswa dan biaya pendidikan. (Qahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif (Al-Waqf Al-Islami Tathawwuruhu Idaratuhu Tanmiyatuhu)

Perwujudan pendidikan gratis akan terealisasi dengan penerapan Islam kaffah melalui peran serta pemerintah, berasaskan akidah Islam, dan ketakwaan individu masyarakat dan khalifah sebagai raa'in dan pelaksanaan kekuatan sistem ekonomi/keuangan Islam.

Oleh: Juhaini, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Produksi Konten Porno demi Cuan

Tinta Media - Ibuku malaikat tak bersayap. Mempertaruhkan antara hidup dan mati untuk melahirkanku. Namun, entah sebutan apa yang cocok untuk ibu dari anak berbaju biru.

Dunia jagad maya lagi ramai memperbincangkan tindak asusila orang tua terhadap anak kandung. Biadab! Pencabulan ini melibatkan ibu kandung pelaku utama terhadap anak laki-lakinya berkisar usia 5 tahun, dan ayah kandung yang mengambil video adegan tersebut dan memposting di platform tiktok hingga viral sampai membuat geram warganet. Ironisnya, rumor yang beredar bahwa orang tua menjual video pornografi di platform tertentu. (Serambinews.com, 03/06/24)

Ke mana anak bersandar jika orang tua sudah tidak memberikan rasa aman dan nyaman? Orang tua seharusnya berperan dan bertanggungjawab penuh dalam membersamai tumbuh kembang dan mendidik. Realitasnya, kasus ini menjadi satu bukti dari ribuan fakta yang tidak tersorot kamera.

Berdasarkan riset dari artikel Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, banyak faktor penyebab hilangnya kesadaran orang tua terhadap perannya.

Faktor penunjang kehidupan sehat diera sekarang adalah kestabilan ekonomi. Dianalogikan ketika sebuah rumah tangga, perekonomiannya carut-marut akan memicu berbagai macam problema. Dari hilangnya keharmonisan suami istri sampai lalainya peran orang tua dalam mendidik anak.

Disisi lain, ditopangnya beban hidup yang mahal dan tidak dijamin oleh negara, banyak seorang ibu harus mengorbankan waktu untuk bekerja part time bahkan full time untuk membantu perekonomian keluarga. Misalnya pada kasus ini, orang tua menjual konten pornografi dan anak kandung di bawah umur sebagai obyek.

Seperti kita ketahui bersama bahwa negara tidak memberi jaminan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan lainnya yang menyangkut hajat orang banyak. Sehingga setiap orang dipaksa untuk mandiri untuk berdikari. Bahkan kebanyakan orang hari ini tidak memperhatikan standar ataupun aturan melakukan amal perbuatan. Tentunya barometer mereka adalah profit. Mau mencabuli anak sendiri pun kalo menguntungkan, kenapa tidak?

Perihal ini menyebabkan seseorang bahkan orang tua mengadopsi paradigma berpikir sekuler liberal. Fenomena yang sering kita temui hari ini, dari urusin hidup masing-masing, agama dipisahkan perannya dalam mengatur kehidupan ini, barometer kebahagiaan dalam materi duniawi, bahkan bebas melakukan apa pun terhadap diri sendiri dan keluarganya karena beranggapan tubuhku milikku, anakku milikku, suamiku milikku, dsb.

Sejatinya seorang ibu berperan penuh dalam mendidik seorang anak. Karena barometer keseimbangan sebuah negara adalah lahirnya generasi-generasi emas dan cemerlang. Bagaimana tonggak peradaban akan dimulai dari generasi cemerlang yang lahir dari rahim seorang ibu.

Sebaik-baiknya sistem kontrol dalam berbagai bentuk problema di muka bumi ini adalah sistem sanksi yang diterapkan oleh sebuah negara. Bagaimana negara memberi hukuman yang memberi efek jera dan memutus rantai tindak kriminal serta dengan mekanisme yang sempurna dan paripurna.

Apabila kestabilisasi negara akan terealisasi dalam segala kancah kehidupan, wajib hukumnya sebuah negara menerapkan segala bentuk aturan yang menyejahterakan rakyat dan melibatkan agama dalam segala kehidupan.

Wallahu'alam Bisowab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., Sahabat Tinta Media 

Pengangguran Gen Z, Apa Kabar Negeri?

Tinta Media - Sungguh menyedihkan, anak bangsa penerus peradaban kini harus menjalani pengangguran parah.

 Generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997-2012. Ini merupakan ancaman serius bagi negara merealisasikan bonus demografi menuju Indonesia emas 2045. Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, hampir 10 juta penduduk Indonesia gen z usia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan menurut laporan BPS (Badan Pusat Statistik).

Menurut analisis Ida yang merupakan menteri ketenagakerjaan (Menaker), faktor utama banyaknya pengangguran ini disebabkan kurang sinkronnya pendidikan dan permintaan tenaga kerja. “Pengangguran kita ini terbanyak di sumbangkan dari lulusan SMK anak-anak lulusan SMA ini karena memang terjadi mismatch (tidak cocok) yang terus didorong oleh pemerintah adalah membangun pendidikan dan pelatihan vokasi yaitu nyambung dengan pasar kerja terjadi link and match pendidikan dan pasar kerja,”ungkap Ida.

Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta dari sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Jumlah Ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada 2014-2019 dan merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja (24/05/2024). Ida menuturkan salah satu upaya pemerintah mengurangi jumlah pengangguran yaitu dengan menerbitkan Perpres nomor 68 tahun 2022.

Apa kabar gen z hari ini? sungguh menyesakkan dada apabila kita mengetahui fakta di atas. Demikian mirisnya. Itulah dampak dari sistem Sekuler Kapitalisme yang tidak bertujuan menjaga umat.

 Pengangguran ekstrem membuktikan adanya keterbatasan lapangan kerja dan gagalnya negara menciptakan lapangan. Umat dipaksa mandiri untuk mencari pekerjaan yang layak. Tak jarang pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan maupun pelatihan yang telah dia dapatkan. Belum lagi tingkat pendidikan rendah yang didominasi oleh lulusan SD, menghasilkan pekerja yang tidak mumpuni. Negara saat ini bahkan berpihak pada asing untuk mengeruk kekayaan dalam negeri.

Pemerintah bersedia tanpa sadar menjadi boneka budak para kapitalis yang mencengkeram aset-aset negara. Pemerintah kurang memperhatikan potensi sumber daya manusia dalam negeri yang melimpah.

 Sebaliknya, kebijakan negara memudahkan investor asing dan pekerjanya menguasai SDA Indonesia. Sepatutnya negara lebih memprioritaskan anak dalam negeri yang berharga. Menyediakan fasilitas pendidikan sesuai bidang masing-masing individu serta mengelola SDA secara mandiri untuk kebutuhan rakyat. Dengan pengelolaan SDA yang independen, akan menarik para pekerja serta dapat menggaji dengan layak. Dengan ini tentu akan mengurangi pengangguran bahkan tak tersisa sekalipun.

Namun pada hakikatnya bukanlah sistem Kapitalisme yang efektif menyelamatkan rakyat dari masalah pengangguran. Karena sistem ini didesain memang bukan untuk mengatur urusan umat, tetapi sekedar mencari keuntungan dengan berbagai cara dengan modal serendah-rendahnya untuk kepentingan para kapitalis. Islam memiliki aturan yang sempurna dari sang pencipta yang Maha tau terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. Islam menjadikan SDA sebagai kategori milkiyyah ammah (kepemilikan umum) yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara.

Pengelolaan SDA oleh negara akan menciptakan lapangan pekerjaan yang besar. Pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja serta mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangkit peradaban yang mulia. Adapun pendidikan, Islam menetapkan dua tujuan.

 Pertama, mendidik setiap muslim agar menguasai ilmu agama yang hukumnya fardhu ain atau wajib bagi dirinya. Kedua, mencetak pakar dalam bidang tsaqofah/ilmu agama seperti ahli fiqih, ahli tafsir, ahli hadist, dan sebagainya. Hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah, alias wajib bagi sebagian kaum muslim yang dapat menggugurkan kewajiban umat keseluruhan.

Termasuk fardhu kifayah juga mencetak pakar sains dan teknologi yang penting bagi umat hari ini. ahli di bidang kedokteran, farmasi, kimia, nuklir, teknologi komunikasi sangat vital bagi umat. Dengan adanya ahli dalam ilmu agama dan sains akan menyelesaikan persoalan umat, termasuk menghasilkan pekerja serta generasi berilmu yang bertakwa. Islamlah satu-satunya solusi tunggal dalam mengatasi seluruh persoalan termasuk pengangguran.

#itstimetobeoneummah

Oleh: Novia Roesti, Muslimah Ideologis

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab