Tinta Media: Opini Anda
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini Anda. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Juni 2024

Saat Hukum Dipermainkan Aparat dan Pejabat

Tinta Media - Polisi atau syurthah adalah aparat penegak hukum yang melindungi masyarakat dari berbagai bentuk kejahatan. Memberikan rasa aman dan keadilan di depan hukum tanpa memandang status sosial adalah tugas dari polisi. Mereka yang kaya maupun miskin, rakyat biasa maupun pejabat diperlakukan sama di depan hukum yang adil dan beradab. 

Namun fakta menunjukkan berbeda, mereka yang paham hukum dan harusnya menjadi penegak hukum malah mempermainkannya. Penyidikan perkara tidak didasarkan fakta, tapi pesanan dan skenario aparat dan pejabat adalah bentuk kejahatan yang sangat jahat.

Sungguh miris penanganan kasus Vina dan Eki  Cirebon yang carut-marut telah menghilangkan kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum. Sebuah kasus hukum yang tidak didasarkan oleh fakta, tapi  skenario yang sudah dipersiapkan berdasarkan saksi kunci yang mengaku dipaksa untuk bersaksi sesuai dengan permintaan oknum polisi, meskipun dia tidak menyaksikan kejadian secara langsung. Salah tangkap dan menghukum orang yang tidak bersalah adalah tindakan keji.

Berdasarkan pengakuan Saka Tatal yang terpaksa harus mengakui satu tuduhan kejahatan yang tidak dia lakukan karena tidak kuat dengan ancaman dan siksaan yang dilakukan oleh aparat yang harusnya melindungi masyarakat. Tidak hanya satu bahkan ada delapan yang masih diduga bersalah tapi harus mengalami hukuman meskipun tidak ada bukti dan saksi yang meyakinkan. Dan yang terakhir yang sedang viral adalah penangkapan Pegi Setiawan yang bahkan berani bersumpah demi Allah dan Rasulullah, tidak melakukan perbuatan keji yang dituduhkan.

Apakah seperti ini aparat dalam menangani kasus dengan paksaan, intimidasi dan siksaan agar orang yang masih diduga sebagai pelaku terpaksa harus mengaku bersalah. Masyarakat merasa geram  menyaksikan hukum yang dipermainkan aparat dengan menangkap dan menghukum orang yang tidak bersalah, menjadi kambing hitam untuk melindungi pelaku yang sebenarnya.

Harusnya asas praduga tidak bersalah atas tuduhan pada pelaku kejahatan diberlakukan pada semua orang termasuk pada kuli bangunan maupun anak pejabat. Tidak boleh menangkap tanpa bukti dan saksi yang meyakinkan. Dan dilarang melakukan intimidasi, ancaman ataupun siksaan agar mendapatkan pengakuan dari seseorang yang masih diduga sebagai pelaku.

Sungguh dalam sistem Islam, tidak boleh ada paksaan bagi seseorang untuk mengakui kesalahannya, apalagi dengan ancaman dan siksaan, sehingga dia terpaksa mengakui kesalahan yang dia tidak lakukan. Seperti dalam sebuah kisah seorang pezina bertobat dan menemui Rasulullah SAW. Ma'iz bin Malik Al Islami datang menghampiri Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah menzalimi diri saya sendiri karena saya telah berbuat zina. Oleh karena itu, saya ingin agar engkau berkenan membersihkan diri saya." Seorang muslim yakin bahwa hukuman di dunia dalam sistem Islam bisa menghapus hukuman di akhirat nanti karena syariat Islam diterapkan dalam kehidupan secara kaffah.  Seorang muslim yang bertobat minta dibersihkan dirinya, dengan dihukum sesuai dengan syariat Islam.

Namun Rasulullah tidak serta merta percaya dengan pengakuannya dan tidak langsung menghukumnya. Bisa jadi seseorang mengaku bersalah karena dalam tekanan atau ada gangguan pada kejiwaannya. Sangat bertolak belakang dengan  apa yang terjadi dalam kasus pembunuhan Vina, pelaku malah diintimidasi, diancam bahkan disiksa agar mau mengaku bersalah. Sungguh ini bertentangan dengan prinsip praduga tidak bersalah dan juga tidak sesuai dengan syariat Islam.

Sistem kapitalis telah menciptakan banyak oknum aparat yang dibutakan oleh uang dan jabatan. Hati mereka mati dan tidak peduli dengan mereka yang terzalimi oleh tangan mereka yang harusnya melindungi dan memberi rasa aman. Sungguh kita merindukan keadilan dalam sistem hukum Islam bahkan seorang Khalifah bisa dikalahkan oleh rakyat biasa dalam keputusan hakim yang adil. Mungkinkah itu terjadi dalam sistem kapitalis demokrasi?

Oleh: Mochamad Efendi, Sahabat Tinta Media 

Duka Gaza dan Potret Khianat Para Penguasa Muslim

Tinta Media - Hanya di Gaza, pesawat dari Arab menjatuhkan ‘bantuan’ bersamaan dengan pesawat tempur Israel menjatuhkan bom. ‘Bantuan’ apa? Itu terlihat tak lebih dari sekadar simbol untuk menunjukkan pada dunia bahwa Arab peduli Palestina. Mengapa? Karena genosida masih berlangsung. Menjatuhkan bantuan itu seakan mengatakan ‘ambil dan makanlah, supaya esok kalian bisa bertahan menghadapi pembantaian’.

Padahal, Israel tidak akan bisa melakukan genosida di Gaza dan setiap jengkal tanah Palestina tanpa dukungan Amerika, Eropa, dan negara-negara Arab. Juga dukungan negara-negara Arab berupa pangkalan udara terbesar di Qatar, serta pangkalan udara milik AS dan sekutunya (Israel) di Yaman, Kuwait, Oman, Arab Saudi, Turki, dan Uni Emirat Arab. Sesungguhnya, tidak akan bisa pesawat tempur Israel dengan bebas beterbangan di atas bumi Palestina tanpa izin terbang dari negeri-negeri sekitar Palestina.

Walau Israel memiliki cadangan minyak dalam negeri, tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya yang besar sehingga masih bergantung pada impor minyak. Negara manakah pemasok minyak terbesar untuk Israel? Sebanyak 60 persen minyak Israel diimpor dari Kazakhstan dan Azerbaijan yang notabene adalah negeri muslim. Bila Kazakhstan dan Azerbaijan menghentikan mengirim minyak, tak akan berkutik Israel di Timur Tengah. Namun, minyak masih diekspor, sebagaimana genosida masih terus berlanjut.

Impor minyak Israel sampai hari ini masih didapatkan juga dari negeri muslim Turki. Melalui pemberitaan, terlihat hubungan Turki-Israel hampir runtuh akibat penyiksaan di Gaza. Presiden Recep Tayyip Erdogan beberapa kali mengutuk keras aksi Israel ini.

Namun, retorika tak sejalan realitas. Turki masih menyuplai minyak ke Israel. Langkah Erdogan mengeluarkan kata-kata kasar dan meneriakkan kemarahan cukup berhasil menenangkan kemarahan dunia atas keheningan global akibat kekejian Israel di Palestina. Namun, kondisi ini tak mengubah apa pun di Gaza.

Belum lagi blokade yang dilakukan Mesir, tetangga terdekat Palestina. Mesir telah membangun dan meninggikan tembok berduri sepanjang 12 kilometer di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Warga Gaza di perbatasan akhir ini benar-benar terimpit, terpenjara di ruang besar sambil terus dihujani bom tanpa ada pertolongan dari saudara seiman di Mesir.

Wahai dunia, seburuk-buruknya tetangga adalah mereka yang tahu tetangganya sedang dibantai, tetapi tak mau menolong, justru membangun tembok tinggi yang memagari tetangganya sehingga tak bisa berbuat apa-apa. Begitu sakit rasanya dikhianati dunia dan saudara sendiri.

Kekuasaan yang dimiliki para pemimpin di negeri-negeri muslim itu sungguh akan diminta pertanggungjawaban dari Yang Maha Kuasa. Maka, takutlah kalian wahai para penguasa muslim, kekuasaan yang kalian miliki sudah seharusnya digunakan untuk menolong umat Islam, melindungi setiap tetes darah kaum muslimin, menghancurkan kekuatan jahat global yang menjajah negeri-negeri muslim. Jadilah kalian sebagai penolong umat, bukan penjahat kriminal global. Wallahu’alam.

Oleh: Fatmah Ramadhani Ginting, S.K.M., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Jadikan Palestina Candaan, Remaja Krisis Empati

Tinta Media - Lebih dari 34 ribu warga sipil Palestina yang dilaporkan tewas sejak 7 Oktober 2023. Perempuan dan anak-anak menjadi korban terbanyak dari serangan Israel. Apa yang terjadi saat ini di Rafah, Palestina, merupakan genosida yang dilakukan oleh Israel. Masyarakat dunia kembali bereaksi menyuarakan protes dan penolakan terhadap genosida tersebut.

Gerakan mahasiswa pro-Palestina di berbagai universitas terkenal di Amerika telah menyebar ke seluruh dunia. Gelombang solidaritas yang dibangun atas dasar dorongan kemanusiaan menuntut untuk mengakhiri tragedi ini. Namun, di saat protes mahasiswa terhadap genosida sebagai bentuk kejahatan manusia paling keji. Sebaliknya, ada beberapa pelajar menganggap hal itu biasa. Dengan sengaja atau tidak, mereka mengolok-olok korban genosida Palestina yang diunggah di media sosial.

Tindakan mereka menuai kecaman dan protes serta menyesalkan perbuatan tersebut. Akibat perbuatan sekumpulan siswi itu, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta segera bertindak dan memproses kejadian ini. Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI, Budi Awaludin, mengatakan bahwa mereka mengecam perilaku dalam video dan memanggil yang bersangkutan beserta keluarganya untuk minta maaf. (detiknews.com 12/6/24)

Dari kejadian ini, perilaku yang ditunjukkan para remaja akibat dari pemahaman yang rusak. Hilangnya empati membuat mereka tidak merasakan penderitaan korban peperangan. Inilah hasil dari sistem sekularisme yang melahirkan paham liberal yang diadopsi oleh generasi dan mengakibatkan berbagai kerusakan.

Keberhasilan sekularisme dalam merusak generasi dapat terlihat dari perilaku mereka. Tidak beradab, gaya hidup kebarat-baratan, hilangnya simpati dan empati bahkan tidak takut kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Selain itu, pendidikan yang menerapkan nilai-nilai sekuler menghasilkan generasi rapuh dan minim adab.

Sistem sekuler juga melahirkan paham liberal yang mengagungkan nilai kebebasan. Sehingga, mereka bebas berbuat, bebas memiliki, bebas beragama dan bebas berpendapat. Terbukti, sekuler adalah akar masalah kerusakan generasi saat ini. Jika terus dibiarkan, kondisi generasi semakin rusak dan kehancuran bangsa semakin dekat. Untuk itu, sekuler layak dibuang dan diganti sistem sahih yang melahirkan generasi terbaik dan bertakwa.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, hanya peradaban Islam yang mampu melahirkan generasi emas dan menjaganya dari kerusakan moral. Islam yang diturunkan Allah SWT memiliki peraturan hidup yang komprehensif. Sistem terbaik yang bisa mencegah dan menghentikan berbagai kerusakan serta mampu menyelesaikan permasalahan hingga tuntas.

Generasi emas menjadikan Islam sebagai dasar pembentuk karakter dan kepribadian. Pendidikan dengan kurikulum berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi berakhlak mulia, cerdas dan kokoh imannya. Pendidikan juga kewajiban orang tua untuk memahamkan anaknya ajaran Islam sejak usia dini. Sebab, ayah dan ibu bertanggung jawab bersama atas pendidikan dan pengasuhan anak. Kerja sama yang baik akan menghasilkan pendidikan yang terbaik.

Tentu masyarakat juga berperan mengawasi dan mencegah tindakan yang melanggar aturan sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Negara hadir bukan hanya melaksanakan sanksi tegas tetapi membentengi umatnya dari pemahaman sesat seperti sekularisme dan komunisme.

Kerja sama antara keluarga, masyarakat dan negara akan mewujudkan generasi gemilang yang mempunyai karakter dan kepribadian Islam. Di sisi lain, terbentuk pemikiran khas yaitu pemikiran Islam yang membangun kesadaran akan pentingnya persatuan umat. Maka melihat penderitaan Palestina, sikap kita menunjukkan pembelaan. Tidak takut menyuarakan kebebasan Palestina di garda terdepan. Ini adalah sikap generasi gemilang.

Negara akan mampu menjalankan perannya secara maksimal seperti di atas jika menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah terbukti menjaga peran keluarga dan masyarakat yang melahirkan generasi gemilang dan beradab.  Oleh karenanya, mengganti sistem rusak dan beralih pada sistem sahih merupakan agenda wajib umat Islam. Waallahu a'lam bis sahwwab.

Oleh : Eri, Pemerhati Masyarakat

Bansos Korban Judol, Bukti Menancapkan Hegemoni Kapitalisme

Tinta Media - Semakin ke sini semakin ke sana, menang judi kecanduan, kalah malah penasaran. Menang kaya instan, melarat menang bantuan.

Aneh tapi nyata, bukan hanya tindak kriminalnya yang semakin berkembang. Namun berbagai macam kebijakan yang ambigu dan menyesatkan terus terulang.

Kebijakan aneh kembali di buat oleh Menko PMK, bahwasanya korban judi online (judol) berhak menerima bansos. Kebijakan ini tentunya menimbulkan kontroversial di semua elemen masyarakat.

Terminologinya di ubah menjadi korban judol. Menganggap bahwa korban judol masuk dalam klaster masyarakat miskin kelas baru. Padahal mereka melakukannya dengan kesadaran penuh. Seperti argumen MUI bahwasanya tidak ada istilah korban judol ataupun kemiskinan struktural karena para pelaku menjadikan judol sebagai pilihan hidup mereka. (CNBC.Indonesia, 15/06/24)

Kebijakan ini perlu dikaji ulang, bagaimana mungkin mampu memutus problem namun kebijakannya menyambung rantai. Sangat mudah dianalogikan oleh orang awam sekalipun, apabila korban mendapat bansos bukan tidak mungkin dana tersebut dialokasikan untuk top up ulang, Seperti berputar dalam lingkaran setan.

Memang betul, negara sudah melakukan upaya dalam pemutusan rantai judol ini, dengan adanya Keppres nomor 21 tahun 2024 tentang Satgas Pemberantasan Judol. Pemblokiran rekening serta e-wallet yang terafiliasi dengan judol berhasil dilakukan. Sebanyak 5.364 rekening apabila di akumulasi nilainya setara Rp. 600 triliun perputaran dengan sekitar 3,2 juta orang Indonesia terjerumus judol.

Menurut riset, telah terdata 20.241 kata kunci mengenai judol di Meta. Kemudian mampu memberantas 2.637 kata kunci judol di tingkat hulu. Selain itu sepanjang 17 Juli 2023 sampai 21 Mei 2024 mampu memberantas konten judol sebanyak 1.904.246. Realitas judol hari ini masih menggurita di tengah-tengah masyarakat dengan skema menggiurkan seakan menjadi sebuah solusi kemiskinan.

Nyata di depan mata, kebijakan ini alih-alih memberi solusi malah menjadikan rangkaian judol ini semakin memanjang dan susah diuraikan. Seharusnya negara lebih serius dan fokus pada pemblokiran judol dari negeri ini, dengan memberantas sampai ke akar-akarnya. Misalnya lebih mengoptimalkan lagi tugas Satgas Pemberantas Judol, karena berdasarkan riset dari konten dan rekening yang sudah diblokir masih banyak yang belum terjamah. Diimbangi dengan edukasi kepada semua elemen dengan cara dan bahasa yang mudah dipahami tetapi tidak mengurangi esensi dari bahaya judol secara konsisten.

Disisi lain, mengembalikan fungsi agama sebagai pengontrol seluruh perbuatan. Di semua agama, khususnya di dalam Islam judi merupakan perbuatan maksiat yang wajib di tinggalkan. Apabila agama dijadikan pegangan kehidupan sudah pasti mampu mengonter berbagai bentuk tindak kriminal yang beragam.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa seluruh kerusakan di muka bumi ini baik disebabkan oleh pelaku kejahatan atau tindak kriminal yang semakin beragam dan berkembang bersumber dari hilangnya peran agama di dalam kehidupan. Artinya agama dipisahkan dari semua elemen kehidupan ini, baik dari aturan bergaul, bertingkah laku, bernegara, dan seluruhnya.

Kalau di telisik secara mendalam, akar permasalahannya adalah melakukan judi. Mau menggunakan medium apa pun judi ya haram. Seperti firman Allah di dalam QS. Al Maidah ayat 90, " wahai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamar, judi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah merupakan perbuatan setan, maka jauhilah agar kamu termasuk orang yang beruntung."

Langkah awal yang seharusnya negara lakukan adalah mencabut akar masalah, memberikan pemahaman atau mafhum Di tengah-tengah masyarakat bahwa judi bagian dari perbuatan maksiat. Apabila masih ada pelaku kriminal dalam hal judi, maka peran negara memberi sanksi tegas dalam upaya menyadarkan pelaku dan memberikan efek jera. Dari sini bisa diambil ibrah atau pembelajaran untuk semua elemen masyarakat bahwa judi dilarang keras.

Untuk memudahkan proses penyadaran masyarakat terkhusus pelaku judi, tentunya mengubah paradigma berpikir kapitalisme. Satu kerusakan kapitalisme yang jelas dan nyata adalah menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti judol ini, sudah jelas maksiat masih dikerjakan. Entah faktor tekanan biaya hidup yang semakin tidak terjangkau, faktor ekonomi, atau mungkin memang beberapa orang memiliki tipikal ingin kaya jalur instan tanpa melakukan double effort untuk berusaha dan mengupayakan.

Paradigma kapitalisme merupakan pandangan terkait menilai sesuatu berdasarkan asas materi. Artinya barometer sebuah pencapaian ya sekedar materi tanpa memperhatikan aturan-aturan Sang Pencipta (Al Khaliq) dalam melakukan prosesnya. Tentu paradigma ini tidak idealis untuk di terapkan di muka bumi ini karena menyalahi fitrah manusia. Manusia bebas melakukan apa saja demi mencapai tujuan, tentu ini tidak sesuai fitrah manusia untuk nyaman melakukan tindak kriminal ataupun bermaksiat kepada Sang Khaliq.

Dan hanya Islam satu-satunya agama yang sempurna dan paripurna.(QS. Al Maidah:3). Islam bukan hanya memuat agama tetapi juga mabda atau ideologi. Allah berfirman, "Janganlah kamu mencari agama selain Islam, sungguh kamu termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali. Imran:85)

Seluruh perbuatan manusia standarnya hukum syara, yaitu rangkaian aturan yang mengatur manusia satu dengan manusia yang lain. Apabila melanggar hukum syara tentu mendatangkan murka Allah yang akan mendapatkan ganjaran berupa dosa dan dijatuhi sanksi. Untuk menerapkan sebuah hukum syara, negara membutuhkan ideologi untuk mengikat masyarakat dengan aturan yang ditetapkan atau sebuah kebijakan. Berhubung Islam agama sekaligus mabda maka Islam tidak membutuhkan Ideologi lain sebagai solusi, seperti Ideologi Sekularisme dan Komunisme.

Misalnya, ketika negara menerapkan Sistem Islam, maka seorang qadhi (hakim) berhak menjatuhi sanksi sesuai dengan kadar maksiat (kejahatan) yang di kerjakan. Dalam problem ini, judi terklasifikasi ke dalam uqubat (sanksi) ta'zir.

Kasus ta‘zîr secara umum terbagi menjadi: (1) pelanggaran terhadap kehormatan; (2) pelanggaran terhadap kemuliaan; (3) perbuatan yang merusak akal; (4) pelanggaran terhadap harta; (5) gangguan keamanan; (6) subversi; (7) pelanggaran yang berhubungan dengan agama.

Uqubat ta‘zîr meliputi: hukuman mati, cambuk yang tidak boleh lebih dari 10 kali,  penjara, pengasingan,  pemboikotan, salib, ganti rugi,  penyitaan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata,  nasihat dan peringatan,  pencabutan sebagian hak kekayaan,  pencelaan, dan pewartaan.

Sungguh Islam adalah agama dan mabda yang tidak menjamur oleh perkembangan zaman. Kapan pun dan di mana pun Islam tidak akan berkurang, berkembang, dan berubah sedikit pun setiap aturan dan solusi yang di tawarkan. Realitasnya hari ini memang Islam belum diterapkan secara kaffah di seluruh penjuru dunia.

Namun bukan Islam yang tidak idealis lagi untuk seluruh problem kehidupan yang ada, namun begitu rusaknya aqidah umat hari ini. Umat terpecah belah karena sibuk dengan pemikiran masing-masing, standar ganda, aturan rancu, dan sekat nasionalisme. Mulailah dari diri kita sendiri untuk menerapkan Islam Kaffah, kemudian sebarkan, hingga seluruhnya sadar terkait urgensi penegakan Khilafah di muka bumi ini.

Wallahu'alam Bisowab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., Penulis Ideologis

Akibat Sistem Kapitalisme, Rakyat Sulit Mendapatkan Pendidikan Terbaik

Tinta Media - Kondisi Indonesia yang jumlah penduduknya besar, ditambah banyaknya wilayah dengan topografi pegunungan, termasuk  beberapa wilayah di Kabupaten Bandung, menjadikan keberadaan sekolah menengah atas (SMA), terutama SMA negeri belum dimiliki secara merata. Hal ini menyebabkan sulitnya mencari SMA bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikannya, terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah pelosok.

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menggunakan sistem zonasi membuat mereka tidak dapat masuk ke SMA karena berada di luar zonasi. Akhirnya, mereka kalah saing dengan yang  rumahnya lebih dekat dengan sekolah.

Dengan keadaan seperti ini,  ketua DPRD Kabupaten Bandung Sugianto mengatakan bahwa Pemkab Bandung bisa saja mengajukan sekolah baru kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk memfasilitasi siswa yang rumahnya ada di luar zonasi. Salah satunya yang jauh dari titik terluar Kabupaten Bandung. Bila pengajuan ini tidak juga disetujui, maka bisa memberi intervensi dalam bentuk lain, seperti mengajukan sekolah satu atap, yaitu SMA dan SMP terdekat, atau intervensi anggaran.

Akan tetapi, biasanya pemerintah provinsi tidak mengabulkan permohonan tersebut karena ada beberapa persyaratan, seperti ketersediaan lahan dan lainnya. Padahal, bisa saja dilakukan dengan memberikan hibah lahan milik pemerintah daerah, sehingga Pemkab Bandung bisa memberi intervensi lebih agar anak yang di luar zona tetap  bisa melanjutkan pendidikan.

Sarana pendidikan di Kabupaten Bandung memang belum tersedia secara merata, sehingga banyak anak didik yang ingin melanjutkan sekolahnya belum bisa terpenuhi. Padahal, pendidikan adalah kebutuhan asasi rakyat yang harus dipenuhi oleh negara, karena sangat penting. Di sisi lain, peserta didik usia SMP dan SMA merupakan generasi muda,  generasi penerus bangsa. Di tangan merekalah  keberlangsungan bangsa ini akan ditentukan.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan indikator yang dapat menentukan maju-tidaknya bangsa ini. Akan tetapi sayang, sistem zonasi yang katanya ingin memperbaiki penyebaran siswa agar lebih merata, nyatanya tidak terwujud, karena akhirnya banyak siswa yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri. Ini karena mereka berada di luar wilayah (zona) sekolahnya.

Banyaknya siswa yang berharap bisa masuk sekolah negeri, terutama yang kurang mampu, tidak sebanding dengan ketersediaan sekolah. Untuk membatasinya, akhirnya pemerintah memberlakukan empat jalur PPDB bagi SD, SMP, SMA, yaitu  jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi.

Melalui empat jalur ini, para peserta didik berpeluang untuk dapat masuk ke sekolah yang dituju, mulai dari jalur prestasi yang di tahun ini berdasarkan prestasi ekstrakurikuler, yaitu prestasi di bidang olahraga  seperti bola, renang, silat dan lain sebagainya. Sedangkan jalur afirmasi bagi yang kurang mampu dengan syarat-syarat yang rumit, yang kadang tidak tepat sasaran.

Dalam pelaksanaannya, sistem zonasi ini banyak menuai kekecewaan pada para peserta didik, karena tidak masuk kategori atau jarak sekolah yang jauh. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ingin mendapatkan keuntungan di tengah kebingungan masyarakat  yang membutuhkan sekolah yang gratis atau murah dengan kualitas yang baik. Akhirnya, mereka menawarkan jalur belakang agar bisa masuk sekolah negeri, dengan syarat harus mengeluarkan sejumlah uang yang cukup besar.

Kejadian ini terus berulang setiap tahun tanpa ada sanksi hukum untuk para oknum yang melakukan kecurangan, sehingga masyarakat sudah tidak takut atau malu ketika mereka mengambil jalan belakang (kecurangan) supaya anaknya bisa masuk sekolah negeri. 

Situasi seperti ini bisa saja dapat merugikan peserta didik lain,  karena dengan kuota yang terbatas, akhirnya dapat menggeser posisi siswa yang masuk  kategori  empat jalur PPDB, dengan uang 'pelicin' tersebut.

Pada akhirnya, bagi yang tidak lolos masuk ke sekolah negeri, mereka  terpaksa ke swasta walaupun berbiaya mahal. Bagi yang tidak mempunyai biaya untuk pendidikan, mereka terpaksa putus sekolah.

Sungguh miris, di saat negara tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan, pada saat yang sama ada oknum-oknum yang memanfaatkan hal tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, dan rakyatlah yang selalu dirugikan.

Inilah realitas pendidikan di negeri ini yang berwajah kelam dari berbagai sisi, akibat penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Pendidikan dijadikan sebagai lahan bisnis untuk meraih keuntungan, tidak lagi menjadi kewajiban (tanggung jawab) negara yang wajib dipenuhi.

Negara memberikan peluang seluas-luasnya kepada swasta untuk mendirikan lembaga pendidikan dan memanfaatkan peluang ini untuk menjadi lahan bisnis yang menguntungkan. Sehingga, sering kita dapati bahwa di sekolah swasta yang biayanya mahallah rakyat bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dibandingkan di sekolah negeri yang menjadikan sekolah terpinggirkan.

Di sisi yang lain, yang dapat mengenyam sekolah mahal dan berkualitas hanyalah orang kaya. Sementara, rakyat kebanyakan berebut kursi sekolah negeri dengan sistem zonasi yang belum tentu berkualitas baik. Itu pun berpotensi timbul kecurangan.

Padahal, kebutuhan akan pendidikan adalah kewajiban negara untuk memenuhinya dan merupakan hak rakyat. Penyelenggaraan pendidikan semestinya dilakukan secara maksimal, mulai dari pengadaan sarana prasarana berupa gedung dengan berbagai fasilitasnya, tenaga pengajar beserta perangkatnya, kurikulum yang dapat memajukan peserta didik. Jadi, bukan hanya cerdas, tetapi juga memiliki ketakwaan yang kuat, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan tsaqafah demi kehidupan masyarakat.

Penyelenggaraan pendidikan ini tersebar hingga ke pelosok wilayah pedesaan, baik di gunung ataupun di tepi pantai. Dengan akses jalan dan transportasi yang memadai untuk memudahkan rakyat di mana pun mereka berada, mampu menjangkaunya, sehingga hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tapi gratis, bisa mereka peroleh, tanpa menjadi beban atau bahkan menjadi celah kecurangan bagi oknum-oknum manusia yang serakah.

Gambaran tersebut hanya dapat terwujud dalam penerapan sistem hidup yang sahih, yang diterapkan oleh penguasa yang hanya ingin memelihara kehidupan rakyat secara benar, sebagai wujud tanggung jawabnya kepada Sang Khalik. Inilah sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah. Keberadaan khalifah sebagai pemimpin ibarat penggembala, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (khalifah) adalah penanggung jawab, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang diurusnya."

Melalui konsep kepemimpinan tersebut, pendidikan sebagai kebutuhan asasi rakyat akan dipenuhi oleh negara secara gratis dan berkualitas. Negara akan membiayai penyelenggaraan pendidikan tersebut dari kas di Baitul Mal, di salah satu pos pemasukan harta kepemilikan umum. Salah satunya dari hasil pengelolaan SDA milik umum, yang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.

Negara hadir sebagai pengurus  dan pelayan rakyat. Negara tidak akan menyerahkannya kepada swasta untuk diambil keuntungan sehingga menyebabkan rakyat kesulitan untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Untuk mencegah terjadinya kemungkinan terjadi kecurangan, negara akan membuat mekanisme yang rapi dalam penyelenggaraan pendidikan ini, mulai dari pengadaan sarana prasarana, SDM pendidik, kurikulum, mekanisme penerimaan siswa didik, dan sebagainya yang jauh dari unsur-unsur manipulasi atau celah kecurangan karena dilandaskan kepada kekuatan akidah aparatur negara, termasuk SDM pendidik.

Jikapun terjadi kecurangan oleh pihak tertentu yang memanfaatkan situasi demi keuntungan mereka, negara akan  menindak tegas dengan sanksi yang bersifat zawajir dan jawabir, efek jera dan penebus dosa, sehingga menutup celah munculnya orang yang berbuat kecurangan.

Selain itu, ketakwaan pada masyarakat akan menghidupkan amar makruf nahi mungkar,  sehingga mereka akan terhindar dari perbuatan curang, baik yang mungkin dilakukan oleh oknum rakyat maupun oknum aparat atau pegawai negara.

Maka, negara akan fokus dalam mencapai tujuan pendidikan, yaitu mencetak generasi berkepribadian Islam yang unggul sebagai penerus dan pengisi peradaban Islam yang mulia. Sejarah telah membuktikan bahwa sistem Islamlah yang pernah melahirkan peradaban mulia pada masa penerapannya selama lebih dari 13 abad.

Di masa kejayaannya, peradaban Islam telah melahirkan banyak ilmuwan dan cendekiawan, sekaligus ahli fikih dan calon-calon pemimpin umat. Cahaya ilmu dari peradaban Islam bukan hanya menerangi kehidupan kaum muslimin, tetapi juga kehidupan umat manusia di dunia, hingga mereka bangkit bersama-sama, memajukan peradaban manusia. Betapa kita merindukan peradaban Islam kembali yang akan memberikan keberkahan bagi manusia dan alam semesta. Wallahu alam bi shawab.

Oleh: Dela, Sahabat Tinta Media

Generasi Makin Rusak, Pembullyan Disiarkan Live

Tinta Media - Kasus bullying di kalangan remaja kembali terjadi. Bahkan mereka berani melakukan aksi bullying secara live di akun media sosial. Seperti yang viral baru-baru ini di Bandung, perundungan disiarkan secara live di media sosial TikTok. Pelaku melakukan aksi bullying terhadap anak di bawah umur dengan cara memukul kepala korban dengan botol kaca hingga terluka dan menangis. Setelah menyiarkan video tersebut, pelaku membuat video lain yang dalam videonya itu menyatakan ia tidak takut dibui dan mengaku mempunyai saudara seorang jenderal (kompas.com 28/04/24).

Hal ini menggambarkan para pelaku bullying tidak menganggap kejahatan sebagai sesuatu yang buruk, bahkan menurut mereka tindakan itu adalah hal yang wajar dan keren. Sikap seperti ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan dan mengindikasikan adanya gangguan mental. Seperti kita tahu, bullying dapat berdampak buruk bagi korban, bukan hanya secara fisik tetapi juga mental, seperti mengalami trauma bahkan gangguan kejiwaan. Namun ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa pelaku bullying memiliki tiga kali lipat kemungkinan untuk mengalami gangguan kejiwaan.

Mengapa kasus bullying semakin marak terjadi? Sebenarnya ini merupakan buah buruk dari banyak hal. Di antaranya, karena sistem sekularisme di mana standar kehidupan dijauhkan dari aturan Islam. Dalam pendidikan, generasi hanya dijejali ilmu-ilmu dunia, sedangkan pembelajaran agama sangat minim, bahkan hanya formalitas belaka. Alhasil, sistem pendidikan seperti ini membentuk generasi yang rusak, seperti para pembully ini.

Masyarakat cenderung individualis dan tidak peduli terhadap orang lain sehingga peran mereka yang harusnya sebagai pengontrol aktivitas masyarakat tidak dilakukan. Demikian pula negara yang seharusnya menerapkan aturan, malah abai terhadap kerusakan generasi, dan membiarkan generasinya menerapkan gaya hidup bebas ala Barat.

Selain itu, media massa dan media sosial sangat bebas menyajikan konten-konten yang dapat memicu remaja dalam melakukan perilaku bullying. Termasuk lemahnya sistem sanksi terhadap pelaku bullying, terutama para pelaku yang dianggap masih di bawah umur (18 tahun) yang diancam dengan hukuman yang lebih ringan sehingga tidak membuat mereka jera, dan kasus bullying semakin menjamur di mana-mana.

Hanya negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni Khilafah, yang bisa membangun generasi mulia yang jauh dari pelaku bullying. Kepribadian yang terbentuk dalam sistem pendidikan Khilafah menjauhkan generasi dari perilaku bullying, sebab syariat Islam menjadi standar perbuatannya, sementara di dalam Islam bullying termasuk perbuatan yang zalim. Generasi berkepribadian Islam akan sibuk mengejar kebaikan di dunia dan bekal di akhirat. Mereka akan fokus mempelajari Islam sebagai ilmu kehidupan dan menciptakan karya-karya yang bermanfaat untuk umat, sekaligus berdakwah dan berjihad di jalan Allah.

Khilafah juga mengatur media massa ataupun media sosial untuk menyajikan konten-konten yang edukatif dan meningkatkan ketakwaan generasi, serta melarang konten-konten yang tidak bermanfaat apalagi yang berpotensi merusak umat.

Dalam sistem Islam, pelaku bullying tidak lepas dari sanksi yang tegas dan membuat jera, sehingga mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Generasi terbaik dan tangguh hanya dapat terwujud dalam sistem Islam kaffah, Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bishshawab.

Oleh: Irawati Utami, Aktivis Remaja Muslimah

LSL, Penyimpangan Seksual Buah Sekularisme

Tinta Media - Dunia ini sedang sakit parah. Ungkapan ini sangat sesuai dengan realitas kehidupan manusia saat ini. Betapa tidak, kita selalu dibuat syok dan terperangah dengan berbagai berita yang ada. Hampir tidak ada kabar baik ataupun menyenangkan untuk didengar.

Masalah kemiskinan, kriminalitas, hingga kerusakan moral semakin merajalela, tidak peduli lagi batasan dosa. Haram atau halal pun dibuat samar. Atas nama HAM, tindakan amoral pun bisa dilegalkan. Tidak aneh jika kasus perzinaan dan penyimpangan seksual, semisal L6BT semakin meningkat dari hari ke hari. Dampaknya, penyakit yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku ini pun semakin menyebar luas ke seantero negeri.

Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian mengatakan kepada Tribun Jabar dalam wawancaranya, bahwa belakangan ini angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki), jika dibandingkan dengan penggunaan narkoba, jarum suntik, atau lainnya. Bahkan, para pegiat kesehatan di Yayasan Grapiks yang berada di Kompleks Binakarya, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, berupaya untuk menekan, mengurangi, hingga memutus penularan HIV /AIDS ini yang terus meningkat setiap tahunnya.

Vika memaparkan bahwa tahun 2023 terdapat 346 kasus dan tahun ini (hingga Mei) terdapat 135 kasus. Dari 346 kasus yang ditemukan pada 2023, sebanyak 328 akibat SLS, sedangkan temuan di tahun 2024 sebanyak 130 akibat LSL, tiga waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. 

LSL sendiri merupakan konsep penamaan baru terhadap komunitas laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual) atau gay juga biseksual. LSL merupakan orientasi seksual menyimpang yang terjadi akibat adanya kebebasan berperilaku yang diusung oleh sistem demokrasi sekuler liberal saat ini.

Sistem yang memisahkan agama dalam mengatur kehidupan manusia ini menganggap bahwa LSL merupakan hak asasi manusia (HAM). Siapa pun berhak menentukan dirinya mau menjadi apa dan mau berbuat apa. Selama tidak mengganggu orang lain, tidak boleh ada seorang pun yang ikut-campur, karena ini dinilai telah melanggar HAM.

Toleransi pun sering dijadikan alasan terhadap realitas apa pun, termasuk perilaku seksual menyimpang. Bahkan, LSL yang notabene termasuk tindakan L6BT, dianggap merupakan keberagaman orientasi seksual seperti halnya perbedaan suku, agama, ras, dan budaya dalam masyarakat. Sehingga, perilaku ini dianggap manusiawi selama tidak merugikan orang lain. Yang penting perilaku seksual yang dilakukan itu aman, nyaman, dan bertanggung jawab.

Padahal, nyatanya perilaku menyimpang ini terbukti membawa petaka yang sangat luar biasa bagi umat manusia. Berbagai penyakit muncul seperti halnya AIDS/HIV yang hingga kini belum ada obatnya, dan menyebar secara masif di tengah masyarakat.

Mirisnya, penguasa di negeri ini dibuat tidak berdaya dengan petaka penyebaran HIV/AIDS, walaupun mereka mengetahui dan menyadari bahwa salah satu penyebabnya adalah perilaku seks bebas, termasuk perilaku seksual menyimpang, semisal L6BT.

Namun demikian, berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut belum berhasil, malah justru melahirkan masalah baru. Semisal, seruan memperbolehkan hubungan seks aman. Ini dapat dipersepsikan sebagai hubungan seksual yang tidak dibatasi atau tidak bersyarat, artinya tetap dalam konteks kebebasan, yang mengakomodir kebebasan untuk melakukan seks dengan siapa pun. Hubungan dengan lawan jenis ataupun sesama jenis tidak dibatasi, selama dipandang 'aman'.

Definisi aman pun sangat multitafsir. Selama dalam koridor kebebasan, maka hakikatnya adalah pembolehan dalam perilaku seks bebas, suka sama suka, dan tidak dalam kondisi memaksa.

Inilah aturan buatan manusia yang memberikan kebebasan berperilaku pada manusia, sehingga banyak rakyat yang kini terjangkiti penyakit AIDS/HIV dan penyakit kelamin lainnya akibat perzinaan dan perilaku L6BT yang dibolehkan secara undang-undang atas nama HAM dan menghormati kebebasan. Mereka dijunjung tinggi oleh sistem sekularisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini.

Maka, selama masih menerapkan sistem rusak tersebut, negeri ini tidak akan pernah mampu menyelesaikan berbagai masalah kehidupan secara tuntas, termasuk masalah penyebaran HIV/AIDS. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimin kembali kepada sistem yang sahih, yaitu sistem Islam dalam mengatur kehidupan.

Syariat Islam telah menetapkan secara tegas keharaman L6BT. Selain secara realistis berbahaya, L6BT secara kodrati dapat mengancam kelestarian umat manusia.

Islam menetapkan  L6BT sebagai bentuk penyimpangan fitrah yang harus diluruskan, penyakit yang harus disembuhkan, dan keburukan yang harus dicegah, karena hukumnya adalah haram. Semua bentuk perbuatan haram merupakan tindak kejahatan/kriminal (al-jariimah), yang pelakunya harus dihukum.

Terkhusus bagi pelaku L6BT, salah satunya LSL (homoseksual), pelakunya harus dihukum mati. Dalilnya adalah sabda Nabi saw. yang artinya:

“Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.  Allah telah mengutuk siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).

Negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, di dalamnya juga akan menerapkan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Sistem yang dapat menjaga kebersihan dan kesucian masyarakat, sehingga tercegah dari segala bentuk keburukan yang dapat menimpa generasi yang hidup dan generasi penerusnya, dalam kemuliaan Islam.

Sistem pergaulan tersebut di antaranya mengatur tentang kewajiban bagi laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat,  menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan (kehormatan)-nya, larangan berkhalwat (bersepi-sepi) antara laki-laki dan perempuan kecuali ada mahram perempuan tersebut, hukum safar bagi muslimah jika lebih dari sehari semalam harus ditemani mahram, juga kewajiban memakai jilbab bagi muslimah, larangan mendekati zina dan sanksi bagi pelakunya baik laki-laki maupun perempuan, dan seperangkat syariat lainnya yang bersifat preventif (pencegahan). 

Jikapun masih tetap ada yang melakukan pelanggaran syariat, semisal liwat (homoseksual atau LSL), maka negara akan memberikan sanksi kepada pelaku berdasarkan syariat Islam, yaitu berupa hukuman mati. Salah satunya dengan cara dijatuhkan dari ketinggian, semisal tebing hingga mati, yang disaksikan oleh khalayak. Hukum sanksi ini bersifat sebagai penggugur dosa bagi pelaku dan juga dapat menimbulkan efek jera bagi masyarakat.

Seperangkat aturan ini diterapkan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga umat. Salah satunya menjaga nasab (generasi), menjaga kehormatan, menjaga akal, dan penjagaan lainnya. Ini diterapkan semata untuk menyelamatkan umat dan generasi dari berbagai pelanggaran syariat, termasuk penyimpangan seksual yang dapat merusak masyarakat.

Dalam penjagaan tersebut negara bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, maupun organisasi atau jamaah dakwah Islam yang ada di tengah-tengah umat dalam menghidupkan aktivitas amar makruf nahi munkar.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, kurikulum yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik akan turut berperan aktif dalam membentuk karakter generasi. Negara juga akan mengarahkan, mengawasi bahkan melarang media informasi dari segala bentuk konten yang melanggar syariat, serta menghukumi semua pihak yang melanggar kebijakan tersebut. Semua itu hanya bisa diterapkan jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam institusi pemerintahan. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom., Sahabat Tinta Media 

Kriminalitas Makin Kronis, Butuh Solusi Komprehensif

Tinta Media - Pemberitaan akan kasus kriminalitas masih selalu ada setiap harinya, mulai dari kasus pencurian, pelecehan seksual, bullying sampai dengan pembunuhan yang terjadi secara sadis. Seperti yang belum lama terjadi di Ciamis, Jawa Barat seorang suami dengan tega membunuh istrinya bahkan bukan hanya membunuh namun juga pelaku memutilasi mayat sang istri yang kemudian menawarkan potongan bagian tubuh istrinya kepada para tetangga. Kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah pun semakin memprihatinkan bahkan tak jarang kasus bullying juga menyebabkan korbannya trauma sampai meninggal dunia. Kasus korupsi dilingkungan pemerintah pun tak ketinggalan seperti yang dilakukan oleh mantan Kementan berinisial SYL yang tak tanggung-tanggung membiayai segala kebutuhan pribadi sampai keluarganya menggunakan keuangan negara, para staf pun mengaku takut sehingga menuruti segala kemauan SYL. Dan masih banyak lagi kasus kriminalitas yang terus saja terjadi setiap harinya. 

Kasus kriminalitas yang terjadi tentunya menjadi kekhawatiran ditengah-tengah masyarakat, para pelaku kejahatan pun nyatanya bukan hanya ancaman dari pihak luar namun juga berpeluang dari orang terdekat. Motif kriminalitas pun beragam, cemburu buta, ekonomi yang semakin sulit, tuntunan gaya hidup yang tinggi serta masih banyak alasan lainnya. Dalam sistem kapitalis saat ini yang memisahkan kehidupan dengan aturan agama tentunya akan berpeluang terus berulang. Kehidupan masyarakat yang semakin jauh dari aturan agama, menjadikan setiap individu merasa bebas dalam melakukan segala tindakan tanpa ada batasan. Selain itu hukuman yang diberikan kepada para pelaku sebelumnya nyatanya tidak memberikan efek jera ditengah-tengah masyarakat. Bahkan mirisnya sebagian juga ditemukan para narapidana kasus besar dapat berkeliling bebas keluar rutan, ataupun mendapatkan remisi tahanan sehingga masa tahanan lebih cepat dari yang seharusnya. Sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan ditengah-tengah masyarakat semakin merajalela. 

Kepuasan jasmani dan materi menjadi prioritas dalam masyarakat sekuler saat ini, yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Hal ini tentunya juga berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Disisi lain sistem pendidikan juga sangat memiliki peran dalam mencetak dan membentuk pola pikir ataupun tindakan di tengah masyarakat, sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada materi tanpa diimbangi dengan pendidikan agama sehingga menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi, sehingga tamak, memaksakan kehendak dan memenuhi nalurinya.  Hal ini memudahkan seseorang melakukan tindak kriminal atau kejahatan.

Negara berkewajiban segala aturan bersinergi dengan aturan agama, sehingga masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama muslim memahami Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat aturannya. Dengan sistem Pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan terbentuk pribadi mulia yang beriman Allah dan pada hari akhir sehingga menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. 

Oleh: Putri YD, Sahabat Tinta Media

Dunia Pendidikan Tidak Baik-Baik Saja

Tinta Media - Dari tahun ke tahun, sejumlah masalah berulang kali muncul dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Hal ini menjadi kekhawatiran bagi orang tua siswa yang akan mendaftar anaknya dalam pelaksanaan PPDB 2024.

Jajaran pemerintah hingga aparat kepolisian mengultimatum agar tidak ada proses transaksional dalam pelaksanaan PPDB 2024. Bupati Bandung, Dadang Supriatna menegaskan bahwa selama PPDB, di Kabupaten Bandung tidak ada transaksi uang. Semua harus sesuai mekanisme. Apa yang menjadi afirmasi, ataupun prestasi, zonasi, ini harus betul-betul dihilangkan. (Detik.com, 10/6/2024)

Kendati demikian, imbauan ini dari tahun ke tahun tidak diindahkan oleh sejumlah pihak pelaksana PPDB. Dalam pelaksanaannya, terjadi beberapa masalah seperti pungutan liar, kesulitan dalam pendaftaran, kurangnya daya tampung, numpang KK, pemalsuan dokumen, hingga jual beli kursi.

Sungguh miris melihat kondisi dunia pendidikan saat ini, melakukan segala cara demi tercapainya tujuan pribadi. Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalis-sekuler. Selama memiliki modal atau uang, semua bisa dilakukan tanpa melihat halal dan haramnya. Meski sudah ada aturan dan hukum yang sudah dilaksanakan, nyatanya tidak membuat pelakunya jera.

Dalam Islam, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban dan hak setiap masyarakat. Dalam pelaksanaannya, sistem pendidikan harus senantiasa diatur dan dijaga sesuai syariat agar menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan peserta didik yang mumpuni. 

Selain itu, masyarakat dan negara berperan penting dalam pelaksanaan dan pengawasan sistem pendidikan. Negara akan menindak tegas semua pelanggaran sesuai syariat, bukan sesuai keinginan manusia.

Maka, sudah saatnya kita kembali pada penerapan syariat Islam yang datang dari Allah Swt. dan meninggalkan penerapan peraturan sekularisme yang menjadikan manusia berjalan sesuai keinginannya saja. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Yumna Nur Fahiimah, Muslimah Peduli Generasi

Pemilihan Kepala Daerah dalam Islam

Tinta Media - Dalam waktu tiga hari gugatan Partai Garuda terkait dengan batas usia kepala daerah baik calon gubernur dan wakil gubernur dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Ini berarti untuk bisa mendaftar calon gubernur dan wakil gubernur tidak harus berusia 30 tahun.

Dalam putusan MA tersebut, menyatakan bahwa pasal 4 ayat (1) huruf d dalam Peraturan KPU RI Nomor 9 tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau Walikota dan wakil Walikota, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 10 tahun 2016. Dengan adanya putusan tersebut, maka aturan KPU pun diubah.

Pada pasal 4 ayat (1) huruf d sebelumnya berbunyi: berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan calon.

Jika mengacu pada aturan tersebut, mereka yang sudah berusia 30 tahun baru bisa mendaftar gubernur atau wakil gubernur pada saat ditetapkan menjadi pasangan calon. Lalu berusia 25 tahun pada saat penetapan pasangan calon untuk bupati atau wakil bupati dan setingkatnya. Namun, aturan tersebut diubah oleh MA menjadi berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih.

Perubahan UU demi kepentingan segelintir orang sudah biasa terjadi. Bahkan niscaya terjadi di dalam sistem politik Demokrasi hari ini. Hal tersebut sangat mudah dipahami lantaran kedaulatan hukum sistem demokrasi berada di tangan manusia. Prinsip politik ini sudah menegasikan keberadaan Allah, bahkan membuang Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak membuat hukum.

Sehingga wajar dari konsep politik yang batil melahirkan mekanisme politik yang fasad (rusak). Kekuasaan digunakan sebagai legitimasi mengalahkan supremasi hukum. Maka tak salah jika ICW menduga putusan MA terkait perubahan batas usia calon pejabat digunakan untuk memuluskan jalan Kaisang Pangarep putra bungsu Presiden Joko Widodo maju di Pilkada 2024. Jika sudah seperti ini rakyat yang kembali harus menelan pil pahit keculasan para pejabat negeri. Harapan memiliki pemimpin pro rakyat sudah pupus.

Sesungguhnya umat akan terus menghadapi dan merasakan kekuasaan fasad para pejabat selama sistem demokrasi masih digunakan sebagai sistem politik. Sebenarnya kekuasaan bukanlah hal kotor seperti saat ini. Dan harapan menjadi pemimpin adil juga bukan hal yang sulit diwujudkan. Hal itu akan terwujud jika sistem politik yang diterapkan adalah sistem politik yang shahih (benar). Hanya dengan sistem Islam sistem politik yang shahih akan terwujud. Sebab, dalam sistem Islam kekuasaan dikaitkan dengan akidah Islam. Dalam Islam kekuasaan adalah suatu amanah besar yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Rasulullah sangat mewanti-wanti terkait amanah kekuasaan ini. Karena jabatan dan kekuasaan bisa menghinakan atau memuliakan pemikulnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan, dan ketiga azab dari Allah pada hari kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil.” (HR. ath-Thabrani)

Mindset kekuasaan seperti ini membuat Khalifah Umar Bin Khattab menangis karena dibai’at oleh para sahabat lainnya untuk memimpin negara Khilafah. Mindset kekuasaan seperti ini pula yang membuat para penguasa negara Khilafah berusaha seoptimal mungkin mengerahkan kemampuan mereka dalam mengurus atau meri’ayah rakyatnya.

Terkait pemilihan kepala daerah, Islam sudah memiliki mekanismenya. Dalam kitab Ajhizah fi Daulah Khilafah, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan kepala daerah Khilafah disebut dengan wali. Dalam kitab tersebut menjelaskan, bahwa wali adalah wakil khalifah (naib al-khalifah) dalam memerintah dan mengurus suatu daerah atau negeri. Wali diangkat langsung oleh khalifah. Dia bertanggung jawab di terhadap khalifah dan majelis syura. Seorang wali bisa diberhentikan oleh khalifah bila diadukan oleh majelis syura. Majelis Syura adalah perwakilan umat di sebuah wilayah (setingkat provinsi).

Satu wilayah dalam Islam dibagi ke dalam beberapa imalah (setingkat kabupaten). Penanggung jawab imalah disebut Amil. Amil memiliki wewenang sebagaimana wali. Dan syarat-syarat amil juga sama sebagaimana syarat-syarat seorang wali. Mekanisme ini akan membuat pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah sangat efektif dan efisien, berbiaya sangat murah bahkan nyaris tanpa biaya. Tak hanya itu, akuntabilitas pejabat juga terjamin karena bisa diberhentikan segera jika mereka melakukan kezaliman. Dan kontrol masyarakat akan berjalan karena mereka bisa memberikan masukan terkait sosok pemimpin daerah yang mereka inginkan.

Untuk menjalankan amanah besar ini, tentu bukan sembarang orang mampu melakukannya. Ada syarat-syarat tertentu dalam Islam agar seseorang layak menjadi kepala daerah. Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Asy Syakhsiyah Al-Islamiyah juz 2 halaman 95, memberi tiga indikator kriteria penting yang harus dimiliki seorang pejabat, yakni al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaan) dan al-rifq bi ar-ra’iyyah, yakni lembut terhadap rakyat dan tidak menyakitkan hati. Kriteria ini akan menjadikan kepala daerah terpilih mampu melayani umat dengan baik.

Inilah komparasi makna kekuasaan, pemilihan, serta kriteria pejabat dalam sistem demokrasi dan sistem Khilafah. Lantas alasan apa yang membuat umat masih tetap mempertahankan sistem Demokrasi?

Oleh: Gusti Nurhizaziah, Aktivis Muslimah

Jumat, 21 Juni 2024

Kasus Narkoba Terus Terjadi, Butuh Solusi Hakiki

Tinta Media - Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jawa Timur, selama bulan April 2024 telah berhasil meringkus dan mengungkap puluhan tersangka pengedar, pengguna dan pemakai narkotika jenis sabu dan pil dobel (L) di wilayah Jawa Timur.

Hal itu seperti disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabidhumas) Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto di Balai Wartawan Bidhumas Polda Jatim, Sabtu (4/5).

“Benar, ada 28 kasus peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba yang berhasil diungkap Ditresnarkoba Polda Jatim dan saat ini sedang diproses tindak lanjutnya, ”ujar Kombes Dirmanto.

Kombes Pol Dirmanto mengatakan, ungkap kasus tersebut terjadi di wilayah Malang, Pasuruan, Banyuwangi, Probolinggo, Surabaya, Bangkalan, Sidoarjo, Mojokerto dan Gresik.

Sungguh kasus narkoba hingga kini belum kunjung usai bahkan semakin marak. Negeri ini menjadi pangsa besar narkoba dan bertambah jumlah produsen, bandar, dan pengguna barang haram ini. Penjara makin banyak penghuninya, namun sayangnya tidak menimbulkan efek jera kepada pelaku peredaran dan pemakai narkoba, sebagaimana kasis Ammar Zoni yang beberapa kali ditangkap karena kasus yang sama. Dalam sistem kapitalisme sekuler, negara menyelesaikan masalah tanpa mengaitkan dengan agama sehingga celah-celah kemaksiatan terbuka lebar.

Satu dari sekian banyaknya kasus peredaran narkoba adalah membutuhkan penyelesaian secara sistemik dan praktis. Di antaranya, pada skala individu, wajib menguatkan bekal akidah agar tidak mudah terjerumus ke arah kemaksiatan yang menimbulkan banyak kerugian. Dalam skala masyarakat, wajib menimbulkan adanya sikap saling mengingatkan dan amar ma'ruf nahi munkar. Menciptakan suasana budaya saling membantu dan tidak bersikap individualis. Kemudian berikutnya adalah skala negara. Negara adalah yang punya kuasa besar dan mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari hal-hal yang bertentangan dengan akidah Islam. Memberikan edukasi dengan sistem pendidikan berbasis Islam dengan melarang pemikiran-pemikiran asing masuk wilayah Daulah Islam. Memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan dan memberikan keamanan yang maksimal terhadap rakyat. Melarang perdagangan bebas dengan menjual barang haram dan memabukkan. Memberlakukan sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat di mana memaksimalkan kekayaan sumber daya alam dengan cara memberikan hasilnya kepada rakyat berupa pendidikan gratis dan berkualitas serta memberikan fasilitas kesehatan dan sarana publik dengan biaya murah tanpa intervensi dari pihak asing.

Narkoba adalah barang haram yang membuat pemuda dan masyarakat negeri ini semakin kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu sudah selayaknya sistem hari ini yang terbukti tidak mampu memberikan keamanan kepada rakyat beralih kepada sistem yang diridhai Allah subhanahu wa ta'ala yang telah dibuktikan oleh pakar sejarah yang mampu menyejahterakan rakyatnya secara totalitas selama kurang lebih 13 abad. Maka sudah seharusnya beralih kepada tatanan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin yang patut untuk dijadikan pijakan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kedamaian yang hakiki.

Oleh : Gayuh Rahayu Utami, Sahabat Tinta Media 

Izin Kelola Tambang bagi Ormas, Gak Bahaya, Ta?

Tinta Media - Penguasa negeri ini sering kali membuat kebijakan baru yang kontroversial. Salah satu kebijakan tersebut adalah pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

PP No.25 tahun 2024 tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan, juga 30 Mei 2024.

Adapun WIUPK yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). (CNBC Indonesia, 31/05/24)

Kebijakan Tidak Tepat akan Merugikan Rakyat

Kebijakan pemberian izin pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan merupakan kebijakan yang tidak tepat. Bahkan, hal tersebut cukup berbahaya. Sebab, ormas memiliki tugas pokok dan fungsi yang tidak sama dengan perusahaan tambang. Hal ini jelas akan mengakibatkan terjadi disorientasi dan disfungsi kelembagaan.

Jika dilihat dari UU ormas, salah satu fungsinya adalah berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial, dan mewujudkan tujuan negara, walaupun tujuan lainnya adalah menyalurkan aspirasi anggotanya untuk kesejahteraan anggota-anggotanya.

Sebagian ormas atau mungkin seluruhnya tidaklah punya kemampuan dan pengalaman dalam mengelola tambang. Hal ini berpotensi bagi ormas untuk meminta bantuan pihak lain dalam pengelolaan tambang tersebut. Entah pihak lain tersebut sebagai investor ataukah sebagai pengelola. Keberadaan pihak lain tersebut jelas membuka peluang baginya untuk menguasai tambang baik langsung maupun tidak langsung. Sebab, pihak lain tersebut pasti mengajukan syarat yang kemungkinan besar akan merugikan ormas dan rakyat demi kepentingan mereka sendiri.

Selain itu perlu diingat, bahwa tidak seluruh rakyat bernaung di bawah satu ormas yang sama, maka bisa dipastikan keuntungan dari pengelolaan tambang hanya akan dinikmati oleh segelintir orang yang menjadi anggota atau pendukung ormas tersebut. Padahal, tambang merupakan Sumber Daya Alam (SDA) milik umum dan menguasai hajat hidup orang banyak. Seharusnya, keuntungan pengelolaan tambang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat agar kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

Tak hanya itu, bahaya lain jika ormas mengelola tambang yakni akan mengubah arah perjuangan ormas yang seharusnya melakukan aktivitas pemberian edukasi, pembinaan, pencerdasan umat, dan koreksi pada penguasa kepada aktivitas lain. Sebab, ormas akan tersibukkan untuk mengurusi pengelolaan tambang yang diberikan padanya.

Pengelolaan Tambang dan Peran Ormas Sesuai  Islam

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan umum dalam bernegara. Salah satu aturan tersebut adalah terkait pengelolaan tambang. Dalam Islam, tambang merupakan harta milik umum yang wajib dikelola oleh negara semata-mata demi memenuhi kebutuhan agar terwujud kesejahteraan rakyat sampai tataran individu. Oleh karena itu, Islam mengharamkan tambang dikuasai dan dikelola oleh individu, perusahaan swasta, ormas, apalagi asing.

Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, bahwa  kaum muslimin berserikat (dalam hal kepemilikan) pada tiga hal: yaitu air, tanah, dan api.

Selain itu, ormas sudah memiliki tugas tersendiri. Dalam Islam, ormas merupakan representasi dari jamaah dakwah. Tugasnya ada tiga, yakni:

1. Mengajak pada kebaikan, yakni Islam.

2. Menyuruh pada yang makruf dan mencegah kemungkaran.

3. Muhasabah pada penguasa jika melanggar syariat Islam dan berhukum pada hukum kufur, mencegah penguasa menzalimi rakyat, menasihati jika penguasa mengabaikan urusan dan hak-hak rakyat.

Tak hanya itu, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga bersabda yang menyatakan bahwa jika sesuatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka akan datang kehancuran seperti kiamat. Dari sini seharusnya pemimpin muslim memahami, bahwa setiap urusan baik itu kepemimpinan maupun pengelolaan harta umum, haruslah diserahkan kepada yang berkompeten jika tidak ingin datang kehancuran. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah, Pemerhati Kebijakan Publik

Kelaparan Parah Tingkat Tinggi, Dunia Butuh Solusi

Tinta Media - Kekacauan terjadi menggerogoti stabilitas pangan dunia. Bukan hanya satu wilayah, krisis pangan merembet hingga ke belahan dunia lainnya. Kelaparan global pun tak terelakkan. Jutaan manusia mengalami kelaparan parah, hingga kekurangan gizi melanda berbagai wilayah di belahan dunia. Lantas, apa penyebab utama terjadinya kelaparan akut ini, dan solusi apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk memutus rantai permasalahan?

Dikutip dari cnbcindonesia , Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan masih banyak kelaparan akut yang di alami oleh sedikitnya 59 negara atau wilayah, dengan jumlah 1 dari 5 orang di negara itu, mengalami kelaparan akibat krisis pangan akut. Jumlah orang kelaparan pada 2023 meningkat sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya.

Upaya mendesak pimpinan negara-negara dunia untuk mengambil langkah pendekatan transformatif yang menyatukan tindakan perdamaian dunia, pencegahan perang, dan pembangunan ketahanan pangan yang dilakukan oleh Global Network Against Food Crises, untuk mengatasi masalah ini menjadi opsi awal dan dianggap menjadi solusi komprehensif, namun mungkinkah akan terlaksana sesuai dengan yang diharapkan?

Menelisik dari penerapan sistem tata kelola ekonomi ala kapitalisme yang saat ini masih eksis digunakan oleh hampir keseluruhan negara di dunia, solusi demikian tidak akan mencapai puncak penyelesaian dari masalah yang dihadapi saat ini. bukan tanpa sebab, melainkan semenjak munculnya sistem kapitalis sebagai dasar tata kelola negara, mekanisme yang dijalankan tidak menjamin kesejahteraan bagi masyarakatnya. Melainkan hanya memberikan keuntungan pada kalangan tertentu.

Sebaliknya,  penerapan sistem kapitalis menjadi akar munculnya permasalahan cabang yang menjadi faktor terjadinya krisis pangan dan juga kelaparan akut. Akibat tata kelola sistem ini, permasalahan cabang seperti kelangkaan lapangan pekerjaan, akibat berbagai lapangan pekerjaan lebih memprioritaskan para pekerja asing, atau para penguasa yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemilik perusahaan. Selain itu, rendahnya jumlah upah yang diberikan kepada para pekerja menjadi faktor kemiskinan, yang berujung pada ketidakmampuan rakyat memenuhi kebutuhan pokoknya. Sistem ekonomi kapitalis hanya akan memberikan keuntungan terbesar kepada para oligarki, dan berlaku zalim terhadap rakyat.

Dari beberapa permasalahan tersebut, rakyat seolah diminta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, berjuang untuk bertahan hidup sementara hak haknya direbut paksa oleh para oligarki. Masyarakat kehilangan pelindung utama, negara yang harusnya menjadi perisai seakan berbalik menjajah lewat penguasaan atas hak dan kewajiban yang seharusnya didapatkan oleh rakyat.

Hal ini salah dalam pandangan Islam. Islam memosisikan negara benar-benar sebagai pelindung utama dan tempat pengaduan atas kesusahan yang dialami oleh masyarakat, sistem ekonomi yang berjalan sesai dengan syariat Islam menjaga hak dan kewajiban masyarakat. Memastikan kesejahteraan dirasakan oleh seluruh warga negaranya.

Kesejahteraan masyarakat diraih melalui pelayanan pemerintah dengan memberikan lapangan pekerjaan yang terjamin bagi setiap warga negara. Membiayai hidup orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, memotivasi untuk mampu produktif dengan memfasilitasi kebutuhannya.  Hak dan kewajiban pekerja, berkedudukan sama tanpa ada pembeda, perihal upah, disesuaikan dengan standar kebiasaan masyarakat, serta tetap berpatokan pada hukum syara’. Ini untuk memastikan setiap pekerja mendapatkan upah sesuai dengan apa yang memang menjadi haknya secara utuh. Sehingga, setiap masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidup, tetap produktif, dan terfasilitasi segala yang dibutuhkan.

Penerapan sistem ekonomi Islam menjadi solusi konkret atas permasalahan yang saat ini dilanda dunia. Namun, tidak mungkin sistem Islam hadir di tengah-tengah sistem kufur seperti kapitalisme. Sistem ekonomi Islam hanya mampu dijalankan secara total oleh negara yang di dalamnya diterapkan hukum Islam. Masyarakat dunia saat ini menderita dan kehilangan perisai untuk dijadikan tumpuan. Membiarkan umat berjuang sendiri di tengah kesengsaraan  adalah bentuk yang nyata.  Memutuskan rantai kesengsaraan ini hanya mampu dilakukan oleh daulah khilafah yang di dalamnya berlaku penerapan hukum Allah, pencipta sekaligus pengatur terbaik seluruh ciptaannya.

Wallahualam bishowaab.

Oleh : Olga Febrina, Mahasiswi, Pegiat Literasi dan Aktivis Dakwah

.

Korban Judi Online Diberi Bansos, Kebijakan Nyeleneh

Tinta Media - Kejadian seorang polwan yang membakar suaminya, yang juga anggota kepolisian, gegara judi online, bikin publik geleng kepala. Kini beredar kabar tentang kasus serupa yang melibatkan anggota TNI. Tak main-main, yang bersangkutan menggelapkan dana satuan sebesar Rp 876 juta (asumsi.co, 14/6/2024). Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengungkapkan kasus tersebut masih dalam penyidikan.

Beragam kasus judi online semakin merebak. Akibat yang ditimbulkan pun tidak main-main. Mulai dari tindakan kekerasan, perselingkuhan, perceraian, hingga beragam kasus yang menghilangkan nyawa. Kasus yang terlaporkan ternyata hanya sebagian kecil yang tertangkap media. Faktanya, kasus di lapang jauh lebih marak dan mengerikan.

Paradigma Keliru ala Sekularisme

Menanggapi judi online yang kian menyedot perhatian publik, dan menilik beragam kerusakan serta kehancuran yang ditimbulkan, justru pemerintah menetapkan kebijakan tidak logis. Melalui kebijakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, pemerintah akan memberikan bantuan bagi para korban judi online (cnnIndonesia.com, 14/6/2024). Pemerintah membuka kesempatan untuk para korban judi online dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan kata lain, para korban judi online akan terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) dari negara. Alasannya, orang miskin yang terkategori baru miskin karena judol adalah tanggung jawab negara.

Kebijakan yang ditetapkan negara kali ini benar-benar di luar nalar. Solusi berupa dana bansos untuk para korban judol adalah solusi yang keliru. Solusi yang ditawarkan sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. Justru dengan ditetapkannya bansos, secara tidak langsung akan membuat judol makin brutal. Masyarakat tidak takut kehilangan banyak harta akibat judol. Toh, kalau kalah judi akan mendapatkan pasokan bansos dari negara. Inilah solusi parsial yang ditetapkan negara sekuler. Konsep yang sama sekali tidak menempatkan aturan agama dalam menerapkan kebijakan pengaturan rakyat.

Alhasil, masyarakat makin rapuh karena tidak ada bekal iman dan takwa. Edukasi negara terkait norma agama, sama sekali tidak terwujud dalam sistem batil ini. Padahal secara nyata, judi baik online maupun offline, jelas merusak sendi kehidupan.

Akar masalah judi adalah kemiskinan sistemik. Setiap individu mencoba bertahan hidup dari segala bentuk kesulitan ekonomi. Inilah bentuk kegagalan negara dalam melayani kebutuhan setiap rakyatnya. Rakyat terus ditekan tanpa henti. Alhasil, masyarakat pun kian buta akan standar benar salah dan halal haram. Fakta ini pun diperparah dengan konsep hedonisme yang kian kental dan merusak pemahaman.

Buruknya potret pengaturan ala sistem batil. Segala aspek pengaturan diorientasikan pada kepentingan segelintir orang tanpa memandang akibat buruk yang menimpa masyarakat.

Di sisi lain, negara pun lalai dalam penerapan sistem sanksi. Sanksi yang kini diterapkan sama sekali tidak mampu melahirkan efek jera. Wajar saja, fenomena judi kian menjamur.

Judi dalam Pandangan Islam

Islam menetapkan bahwa judi dan segala jenis bentuknya hukumnya haram. Dan hanya institusi negara-lah yang mampu membekukan masalah ini secara tegas dan tuntas.

Judi adalah masalah sistemik yang membutuhkan solusi sistemik pula. Menyeluruh menyentuh seluruh akar masalahnya. Mulai dari ekonomi, kesejahteraan, ketegasan negara perihal sistem sanksi, hingga edukasi iman takwa yang dibutuhkan rakyat secara utuh.

Tidak ada pilihan lain, pemberantasan judi online hanya mampu ditetapkan dalam institusi Khilafah. Yaitu satu-satunya institusi yang menetapkan syariat Islam secara menyeluruh. Semua jalan judi akan dihentikan secara tegas oleh khalifah. Setiap kebijakan senantiasa ditujukan untuk melindungi akidah rakyat. Karena dalam Islam, negara adalah institusi pelindung yang wajib menjaga kemuliaan dan kesejahteraan umat.

Rasulullah SAW. bersabda,

"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhori).

Khilafah akan senantiasa menjaga iman seluruh umat melalui edukasi iman dan akidah secara berkesinambungan. Agar pemahaman umat terkait hukum Islam yang mampu terbentuk dan terjaga utuh.  Dengan iman yang kuat, umat menyadari standar halal haram yang mampu menghantarkannya pada posisi mulia. Kesenangan materi atau jasmani tidak akan mampu menipunya. Akhirnya umat pun mampu terhindar dari berbagai perbuatan dosa, seperti judi atau perbuatan haram lainnya yang dilaramg syara'.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

(QS. Al-Ma'idah: 90)

Dalam institusi Khilafah, kontrol sosial pun mampu dioptimalkan fungsinya. Ikatan akidah Islam yang kuat akan menciptakan konsep amar maruf sehingga umat mampu saling menjaga.

Di sisi lain, sistem Islam pun memiliki mekanisme yang apik dalam memenuhi segala kebutuhan umatnya. Karena pelayanan negara terhadap rakyat adalah prioritas utama. Pelayanan optimal melalui mekanisme pengaturan Baitul Maal menjadikan kepentingan umat mampu tercukupi sempurna. Lapangan pekerjaan yang layak tersedia merata di setiap wilayah. Umat pun terjaga dari maksiat, apalagi melakukan perbuatan yang dilaknat, seperti judi. Kesejahteraan dan ketenangan niscaya terwujud bagi seluruh umat.

Negara pun mampu tegas memberikan sanksi dan menetapkan kebijakan yang bersifat zawajir dan jawabir. Kebijakan tersebut mampu menjaga umat dari perbuatan maksiat sekaligus menetapkan sanksi yang mampu berfungsi sebagai penebus dosa. Inilah cara sistem Islam memutus mata rantai kasus perjudian, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Islam-lah satu-satunya sistem yang menyajikan solusi yang sempurna. Umat mulia, kehidupan pun terjaga.

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Menyelamatkan Pendidikan dari Ancaman Kapitalisme: Urgensi Implementasi Sistem Pendidikan Islam

Tinta Media - Universitas Muhammadiyah Pontianak kembali mendapatkan hibah Erasmus Plus untuk program pertukaran staf ke Eropa, yang berlangsung dari 15-19 April 2024 di Granada dan 22-26 April di Huelva, Spanyol. Hibah Erasmus KA171 ini diberikan kepada dosen atau karyawan, dan Ufi Ruhama’, dosen serta Kepala Kantor Urusan Internasional, menjadi penerima hibah fully funded tersebut di Universidad de Granada dan Universidad de Huelva. Universidad de Granada, sebagai kampus terbesar di Kota Granada, mengadakan Staff Training Week (STW) yang diikuti oleh 62 peserta dari 30 negara, di mana Ufi merupakan satu-satunya peserta dari Indonesia. Selama lima hari, STW menghadirkan workshop, pengenalan budaya, internasionalisasi, pengenalan bahasa Spanyol, dan tur studi, serta beberapa peserta mempresentasikan kampus dan budaya negara mereka. Dalam pertemuan dengan berbagai fakultas dan Kantor Urusan Internasional di Granada, Ufi berusaha membuka dan mencari peluang kerja sama yang bermanfaat bagi kedua pihak (tribunnews.com).

Kerja sama antara perguruan tinggi di Indonesia dengan lembaga pendidikan internasional telah menjadi tren, terutama dalam hal pertukaran mahasiswa atau staf akademik. Meskipun terlihat menguntungkan, namun pada kenyataannya, kebijakan ini menimbulkan ancaman yang patut diperhatikan. Perguruan tinggi luar negeri memiliki kurikulum yang tentunya mencerminkan visi dan misi pendidikan yang didasarkan pada prinsip sekularisme kapitalisme, sebuah konsep yang berseberangan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini memberikan masalah tersendiri bagi negara Muslim yang mengedepankan pendidikan berlandaskan ajaran Islam.

Masalah semakin rumit ketika pemikiran Barat dengan mudahnya masuk ke dalam sistem pendidikan di Indonesia, bahkan keberadaannya telah merasuk secara masif di perguruan tinggi dalam negeri. Kehadiran kampus-kampus asing semakin menegaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia semakin terkapitalisasi, di mana pendidikan lebih cenderung diarahkan pada pencapaian materi atau aspek ekonomi daripada kepentingan ilmu itu sendiri. Tujuan pendidikan pun terlihat lebih mementingkan reputasi dan jumlah lulusan yang siap terjun ke dunia kerja, daripada membangun SDM yang unggul secara intelektual dan karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.

Seharusnya, pembangunan pendidikan sejalan dengan konsep penting dari fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu sebagai alat untuk menghasilkan SDM yang unggul dalam segala aspek. SDM tersebut tidak hanya berkualifikasi dalam bidang keilmuan, tetapi juga memiliki karakter Islami yang kuat serta kemampuan untuk menjadi pemimpin yang mampu memecahkan berbagai masalah di masyarakat. Namun, pendidikan tinggi yang didominasi oleh nilai-nilai kapitalisme akan menghasilkan lulusan yang lebih cenderung mengikuti ideologi kapitalis, yang pada akhirnya akan memperkuat sistem kapitalisme itu sendiri.

Jadi, secara implisit, kebijakan ini seolah membajak potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalisme. Kampus-kampus asing yang berbasis kapitalisme bukanlah tempat yang sesuai untuk mengembangkan karakter dan moralitas yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang sejati. Oleh karena itu, diperlukan reformasi mendalam dalam tata kelola pendidikan, dimulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, dengan landasan nilai-nilai ajaran Islam yang murni. Perguruan tinggi negeri haruslah dikelola secara langsung oleh negara dengan kurikulum yang mencerminkan nilai-nilai Islam, untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter Islami dan dedikasi tinggi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, bukan semata berorientasi pada aspek ekonomi dalam kerangka sistem kapitalisme. Dengan demikian, pendidikan Islam menjadi jaminan bagi pembangunan SDM yang akan membawa negara ini menuju kemajuan sejati, sesuai dengan ridha Allah. Itulah mengapa pentingnya penerapan sistem Khilafah Islam yang akan menegakkan sistem pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang autentik.

Oleh : Syifa, Sahabat Tinta Media 

Kamis, 20 Juni 2024

Islam Menjaga Fitrah Keibuan

Tinta Media - Beberapa pekan lalu masyarakat dibuat gempar dengan kemunculan video vulgar yang sengaja direkam dan dilakukan oleh ibu kandung kepada anaknya. Sejauh ini, total ada dua ibu yang ditetapkan sebagai tersangka dengan lokasi dan video berbeda karena kasus tersebut. mereka berinisial AK(26 tahun) yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa barat. Dan R(22 tahun) di Tangerang Selatan, Banten, yang dilaporkan karena melakukan pelecehan terhadap anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kepada polisi mereka mengaku nekat melakukan hal itu karena terperdaya oleh iming- iming diberikan uang dalam jumlah besar.

 

Deputi bidang perlindungan hak perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, menyampaikan pihaknya turut prihatin atas apa yang terjadi. Ia menyampaikan sejatinya seorang ibu adalah pihak yang berperan sebagai pelindung dan dapat memberi rasa aman kepada anaknya. Namun melihat fenomena ini, ternyata ibu tidak dapat melindungi anaknya bahkan menjadi sosok yang dapat menimbulkan trauma pada anak karena perilakunya. (detiknews Minggu9/6/2924)

 

Peristiwa ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan yang diusung negara kapitalis dalam mencetak individu yang berkepribadian Islam dan siap mengemban tugas sebagai seorang ibu. Disisi lain, negara dalam sistem kapitalisme juga telah nyata gagal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kini banyak orang dengan mudah berbuat maksiat hanya untuk meraih pundi-pundi materi. Bahkan rusaknya sistem ini mampu membuat seorang ibu kehilangan kehormatannya dan tergoda melakukan maksiat demi sejumlah uang. Pendidikan keluarga yang berbasis kapitalisme dengan sekularisme sebagai landasan, membuat ibu tercerabut dari fitrahnya. Akibat tidak adanya iman dan takwa, akhirnya uang menjadi pilihan menggiurkan tidak peduli walau harus bertindak bejat.

Lain halnya dengan negara dalam sistem Islam, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga tujuan utama dari pendidikan itu adalah tercetaknya individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan mampu bermanfaat bagi sesama. Salah satu output dari pendidikan Islam adalah lahirnya para orang tua yang  siap dan sanggup menjalankan amanahnya dalam merawat dan mendidik anak-anak serta menjaga mereka hingga dewasa.

Negara dalam sistem Islam akan mampu menjamin kesejahteraan masyarakat karena implementasi hukum Islam dalam sistem ekonominya. Selain itu, masyarakat akan mampu mencukupi kebutuhan asasiahnya karena negara memberikan penjaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat baik dengan mekanisme langsung berupa jalur penafkahan ataupun tidak langsung berupa santunan yang diberikan oleh negara. Dengan jaminan ini, para ibu akan lebih fokus dalam menjalankan tugasnya mendidik serta mengasuh anak- anak mereka karena tidak disibukkan mencari nafkah. Negara juga akan mengatur media massa sedemikian rupa sehingga konten dan berita yang tersedia di tengah masyarakat adalah sesuatu yang dapat menumbuhkan serta menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah bukan sebaliknya.

Dalam segi sanksi dan peradilan, negara dalam Islam akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan syariat Islam terhadap para pelaku yang melakukan kemaksiatan dan kejahatan. Hukum syarak yang diberlakukan negara akan menimbulkan efek jawabir yaitu menebus dosa bagi pelaku dan jawazir pencegahan bagi individu yang lain melakukan kemaksiatan serupa. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah para ibu terjaga dalam fitrahnya.

Wallahu'alam bishawab.

Oleh : Ai Ummu Putri, Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab