Tinta Media: Oligarki
Tampilkan postingan dengan label Oligarki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Oligarki. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Maret 2023

Pindah IKN demi Oligarki, Banjir Hanya Alibi

Tinta Media - Salah satu alasan Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) adalah karena Jakarta kerap kali dilanda banjir. Faktanya, IKN baru ternyata langganan banjir juga. Setidaknya, ada tujuh kawasan di IKN baru masuk daftar langganan banjir. Di antaranya Desa Karang Jinawi, Kelurahan Sepaku, Desa Suka, Desa Bukit Raya, Desa Tengin Baru, Desa Bumi Harapan dan Kelurahan Pemaluan. 

Terbaru, pada Jum’at 17 Maret 2023, sejumlah kawasan di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, sedang dilanda banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara pun melaporkan, sejak pukul 03.00 Wita, banjir di Kecamatan Sepaku di Kelurahan Pemaluan melanda empat RT dan di Desa Binuang. Ada satu RT yang terdampak air bah. 

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa salah satu alasan kepindahan IKN ke Kalimantan Timur karena banjir hanyalah alibi (alasan yang dicari-cari). Faktanya, IKN baru malah langganan banjir. Apalagi, menurut data BNPB, Paser Penajam Utara memang memiliki potensi kerawanan terjadinya bencana banjir sesuai sifat dan kondisi masing-masing kecamatan. Sampai saat ini, sda 30 kejadian banjir yang terjadi dari 2010 sampai 2019. 

Kalau memang salah satu alasan pindah IKN itu karena banjir, harusnya pemerintah sedari awal mencari wilayah atau kawasan yang memang bebas banjir. Bagaimana bisa, wilayah Kalimantan Timur yang langganan banjir malah dijadikan IKN baru? Apalagi, pemindahannya juga terkesan mendadak dan tanpa persiapan. 

Pertanyaan itulah yang ada di benak saya. Bagaimana dengan pembaca? Bisa jadi, apa yang kita rasakan sama. Banyak yang menduga bahwa ada yang tidak beres dengan kepindahan IKN, apakah pindahnya IKN baru ini untuk kepentingan rakyat banyak ataukah ada kepentingan yang lainnya? 

Jika dilihat faktanya, pemindahan IKN ini sarat dengan kepentingan para konglomerat/pengusaha yang memiliki kekuasaan di pemerintahan atau lebih tepatnya mereka itu disebut para oligarki. Pasalnya, pindahnya IKN tidak ada hubungannya dengan penyelesaian masalah, salah satunya banjir. 

Bahkan, pindahnya IKN dilakukan saat utang negara kian hari kian menggunung, ditambah bunga utang tahun 2023 sudah tembus Rp441,4 triliun. Itu dihitung untuk bunganya saja, belum termasuk cicilan utangnya, seram. Coba bayangkan, jika bunga utang tiap tahunnya dialihkan untuk membangun daerah, maka setiap tahun akan bertambah satu daerah yang infrastrukturnya sebaik IKN. 

Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dalam Final Report IKN yang terbit pada 2019 silam dengan judul Ibukota Untuk Siapa?, menyatakan bahwa megaproyek ini disinyalir akan menguntungkan segelintir korporasi lahan. Tatkala pemindahan IKN terealisasi, para oligarkilah yang akan menikmati hasilnya. 

Adapun oligarki yang meraup untung dalam proyek IKN, di antaranya Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan) beserta pengusaha besar lainnya yang berhubungan dengan 158 konsesi tambang, sawit, serta hutan. 

Hashim Djojohadikusumo tercatat sebagai Komisaris Utama PT. International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT. ITCI KU) yang diberikan izin usaha memanfaatkan hasil hutan kayu dan hutan alam dengan luas 173.395 hektar. Sementara itu, Sukanto Tanoto, pemilik PT. International Timber Corporation Indonesia Hutani Manunggal (PT. ITCI HM), dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman dengan luas l61.127 hektar, dan seluruh kawasan inti IKN baru seluas 5.644 hektar. 

Tak hanya itu, aset-aset yang ada di Jakarta, seperti tanah dan gedung-gedung akan dijual atau dikontrakkan untuk pembiayaan gedung kontrakan yang dibangun swasta atau asing di IKN. Meskipun sedari awal Presiden Jokowi mengatakan bahwa biaya pemindahan IKN tidak diambil dari APBN, tetapi nyatanya 53 persen biaya pemindahan diambil dari APBN. Itu artinya, separuh lebih uang itu adalah milik rakyat. Jika seperti itu, siapa coba yang diuntungkan, rakyat atau para oligarki?

Inilah yang terjadi di sistem kapitalis. Pindahnya IKN hanya demi kepentingan oligarki, bukan untuk kepentingan rakyat. Rakyat hanya dibuat menderita. Adapun alasan bahwa Jakarta tidak layak sebagai IKN karena banjir, semua itu hanya alibi saja.[]

Oleh: Siti Aisyah, S.Sos.
Koordinator Kepenulisan Komunitas Muslimah Menulis Depok

Minggu, 12 Maret 2023

FAKKTA: Tata Kelola Ekonomi Dikuasai Oligarki

Tinta Media - Analis Senior Forum Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Hatta, S.E., M.E. menyatakan bahwa tata kelola ekonomi dikuasai oligarki.

"Jadi, ini bukan persoalan IKN tetapi tata kelola ekonomi yang dikuasai oleh segelintir pihak oligarki," tuturnya dalam Kabar Petang: APBN Jebol? Di Kanal YouTube Khilafah News, Rabu (8/3/2023).

Menurutnya, infrastruktur memang ada yang kurang, misalnya belum ada teknologi mengolah tambang. Teknologi itu bisa dibeli tetapi jangan serahkan kepada swasta. Kenapa kepada IKN ngotot keluarkan dana sekitar 400 triliun. Secara totalitas 54% kerjasama pemerintah, badan usaha 19,2% menggunakan APBN. "Kenapa kita ngotot untuk itu, tetapi tidak ngotot untuk menguasai tambang kita," ujarnya.

Ia menekankan bahwa ini adalah tata kelola ekonomi yang kapitalistik. Memang nanti ada persoalan logika-logika utang produktif yang sebenarnya hanya cocok untuk institusi atau entitas bisnis karena perusahaan-perusahaan itu memang bicara profit, beda dengan pemerintah ke pemerintah yang logikanya adalah protect and service, melindungi dan melayani. "Sehingga logika utang produktif itu agak kurang nyambung sampai kesana," bebernya.

Ia menjelaskan bahwa dalam perspektif ekonomi syariah, utang itu sebenarnya masuk dalam akad yang sifatnya non komersil, akad ta'awaun (tolong menolong), hutang piutang, bukan akad yang sifatnya komersil untuk mencari keuntungan. "Ini yang keliru," ungkapnya.

"Jadi, kalau logika-logika paradigma yang berpikir yang seperti ini masih kita pakai nampaknya pemerintah akan terus terjebak seperti itu," tandasnya.[] Ajira

Rabu, 08 Maret 2023

Salamuddin Daeng: Kebijakan di Indonesia Mengabdi pada Kepentingan Oligarki

Tinta Media - Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyatakan bahwa oligarki menduduki posisi teratas dalam struktur politik Indonesia, oleh karenanya sistem dan aturan di Indonesia dibentuk sesuai kepentingan oligarki.

“Sebetulnya urut sudah, oligarki itu berada pada bagian paling atas dalam struktur politik Indonesia. Mereka punya suruh-pesuruh lah, yakni aparatur negara kita sekarang, aparat negara kita. Sehingga dibikinlah aturan dan sistem yang mengabdi kepada kepentingan oligarki,” ungkapnya dalam Live Diskusi Media Umat: Rakyat Dipajakin, Duitnya Dikorupsiin di laman You Tube Media Umat, Ahad (5/3/2023).

Oligarki nasional ini, ujarnya, merupakan bagian dari oligarki internasional yang terhubung dengan keuangan, ekonomi, dan lain sebagainya. Oigarki nasional ini, ungkapnya memang dari dulu sebagai penyangga dari sistem politik Indonesia untuk menopang kepentingan internasional yang ada di sini.

“Kita bicara juga konstelasi internasional yang bergeser dan berubah. Sampai kapan oligarki Indonesia tetap berposisi demikian? Sebetulnya di tengah perubahan konstelasi sekarang, kalau kita bisa merasakan, sebetulnya sudah terjadi perubahan secara signifikan,” bebernya.

Ia menyebutkan ada pergeseran dari konstelasi internasional yang merubah formasi atau mengubah haluan oligarki Internasional dan menggeser posisi oligarki-oligarki di Indonesia.

Sebetulnya, ringkasnya, sejak pemerintah internasional mengumumkan tentang adanya mekanisme penyitaan aset keuangan, hasil kejahatan keuangan, yang dilakukan melalui peradilan kasus kejahatan keuangan, sebetulnya itu menandakan bahwa telah terjadi pergeseran.

“Artinya, oligarki-oligarki Indonesia yang menjadi pelaku utama kejahatan keuangan, yang menyimpan kekayaan dan uang mereka di luar negeri ini telah di apa istilahnya telah di purna tugas kan. jadi mereka sudah tidak ditugaskan lagi untuk urusan Indonesia,” pungkasnya.[] Wafi

Rabu, 08 Februari 2023

Manuver Nasdem Terkait HT1 dan FP1 karena Kuatnya Tekanan Oligarki

Tinta Media - Pernyataan dari salah satu kader Partai Nasdem tentang manuver soal HTI dan FPI dibenci oleh Anies Baswedan dan Nasdem, menurut Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan, karena kuatnya tekanan oligarki.

“Saya menduga demikian, jadi pernyataan yang disampaikan itu menggambarkan betapa kuatnya tekanan dari orang-orang kafir termasuk para oligarki, baik oligarki politik maupun oligarki ekonomi terhadap proses politik yang terjadi di negeri ini,” tuturnya dalam Kabar Petang: Nasdem dan Anies Benci HTI dan FPI? Sabtu (28/1/2023), di kanal Youtube Khilafah News.

Ia menyatakan Nasdem telah terjebak dalam wacana politik identitas yang justru telah digulirkan jauh hari dan wacana ini merupakan skenario yang dibuat oleh para negara kafir termasuk oligarki di dalamnya.
“Hal ini untuk meminggirkan peran umat Islam terutama umat Islam yang memiliki kesadaran politik agar tidak mengambil peran yang signifikan di dalam kontestasi tahun 2024,” ujarnya.

Para oligarki dan kapital global inilah yang mendesain siapa saja yang muncul di dalam kontestasi  2024. Dan mereka menyadari bahwa kunci dari berjalannya skenario tersebut ada di tangan umat Islam. Mereka membutuhkan suara umat Islam namun ia menilai di sisi lain justru mereka terus menerus memojokkan umat Islam.
“Ini kan aneh? Memojokkan umat Islam, memojokkan ajaran Islam bahkan melecehkan simbol-simbol Islam tapi mereka berharap di satu sisi terhadap suara umat Islam agar terlibat dalam kontestasi itu,” ucapnya.

Di sisi lain mereka (para oligarki dan kapital global) ini menyadari apabila umat Islam memiliki kesadaran politik yang benar akan menjadi lonceng kematian bagi mereka. Mereka akan menggunakan sejumlah instrumen, wacana-wacana politik untuk memastikan pemenang dalam kontestasi adalah orang yang sudah dalam genggaman mereka.

“Mereka sadar bahwa Islam politik adalah ancaman bagi mereka di masa depan sehingga berupaya betul agar Islam politik tidak bisa bangkit,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 20 Januari 2023

Begini Cara Mengakhiri Dominasi Oligarki

Tinta Media - Koordinator Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana mengungkap cara mengakhiri dominasi oligarki.

"Mengakhiri dominasi oligarki, yakni dengan merancang power dalam tatanan sebuah peradaban," tuturnya dalam Kajian Ekonomi Politik Islam: Mengakhiri Dominasi Oligarki, melalui Youtube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (14/1/2023).

Menurutnya, penguasaan oligarki pada ranah pemegang kebijakan (elite power) bisa dikalahkan oleh people power dari masyarakat yang ideologis.

"Power yang paling powerful itu adalah kekuatan ideologi, inilah yang mengendalikan,  mengarahkan ilmu pengetahuan dan masyarakat, yang pada akhirnya mengendalikan political power," jelasnya.

Lahirnya oligarki, menurutnya, karena  penerapan kapitalisme yang menimbulkan ketimpangan ekonomi. Sehingga harus diganti dengan ideologi yang shahih yakni ideologi Islam.

"Realitas penerapan sistem Islam atau penerapan ekonomi Islam dalam masyarakat meliputi sistem pembagian kepemilikan dan menjaga penerapan aturan ekonomi Islam di masyarakat. 

Islam membagi tiga bentuk kepemilikan.
"Yaitu kepemilikan individu, umum dan negara," tuturnya.

Untuk bisa melaksanakan sistem ekonomi Islam, ada tiga pilar penegakan syariat. "Terdiri dari individu Islam, masyarakat yang bertakwa dan terbiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar serta penegakan hukum oleh negara secara adil," katanya.

Ia mengatakan, sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang merata. "Ketika mereka menjalankan sistem ekonomi Islam apapun agamanya, maka pemerataan ekonomi akan lahir dan akan meningkatkan kesejahteraan semua masyarakat," pungkasnya. [] Evi

Kamis, 12 Januari 2023

Refleksi 2022, Prof. Suteki: Indonesia Dikendalikan Oligarki

Tinta Media - Pakar Hukum dan filsafat pancasila, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai Indonesia saat ini bukanlah negara hukum, tapi merupakan negara kekuasaan di bawah bayang-bayang lembaga eksekutif yang dikendalikan oligarki.

“Kalau kita mau cermati, kita bukan sebagai negara hukum tetapi sebagai negara kekuasaan dengan memposisikan eksekutif itu, saya katakan sebagai ekstraktif institution, jadi lembaga pengayak, penyaring tunggal terhadap praktek penyelenggaraan negara. Meskipun kita tahu di situ ada lembaga legislatif dan yudikatif, tapi dua lembaga ini (legislatif dan yudikatif) itu berada di bawah bayang-bayang dan cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki,” sebutnya dalam Diskusi Media Umat: Indonesia Makin Dicengkeram Oligarki dan Semakin Sekuler Radikal yang ditayangkan secara live di channel YouTube Media Umat, Ahad (8/1/2023)

Prof. Suteki juga mengira, di tingkat pemilihan daerah atau pilkada sudah terbukti bahwa 82-84% pilkada terdapat cukong di belakangnya dan hal itu juga tidak mustahil terjadi juga pada pemilu presiden dan seterusnya.

Menurutnya, ketika misalnya cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki itu menguat, maka baik norma maupun pembentukan norma, atau dalam hal ini adalah proses hukum, itu dilakukan tidak baik. “Artinya di situ tidak ada, tidak ada good process,” jelasnya.

Ia pun menduga bahwa pembentukan dan penegakan hukum itu dikendalikan oleh oligarki. “Pembentukan Perppu Cipta Kerja, Undang-undang Minerba itu bisa diduga itu sarat dengan kepentingan oligarki,” duganya.

Ia pun juga ingin menekankan bahwa ketika oligarki itu sudah menguat, maka mestinya hukum itu disupremasikan atau menjadi panglima. “Maka yang menjadi panglima bukan hukum, tetapi justru politik. Ini yang terjadi di tahun 2022 itu saya kira lebih cenderung ke sana,” pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 04 Desember 2022

FDMPB: Revisi UU IKN Hanya untuk Kepentingan Oligarki

Tinta Media - Menyikapi kontroversi yang terjadi terkait usulan revisi Undang-undang Ibukota Negara (IKN), Ketua FDMPB (Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa) Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa Revisi UU IKN ini hanya berorientasi pada oligarki semata.

"Revisi UU IKN ini nampak jelas berorientasi kepada keuntungan oligarki semata, tidak langsung berhubungan dengan kepentingan ekonomi masyarakat," tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (1/12/2022).

Berdasarkan pernyataan Yasonna, ujar Ahmad, bahwa perubahan UU IKN ditujukan untuk mempercepat proses pemindahan ibu kota negara.

Selanjutnya ia mempertanyakan perubahan UU IKN yang terkesan terburu-buru. "Pertanyaannya adalah untuk apa terkesan buru-buru, seolah tidak ada masalah yang lebih penting di negeri ini," kesalnya.

Sementara di sisi lain, imbuhnya, negeri ini tengah menghadapi ancaman serius soal kegagalan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dampak kenaikan harga BBM, korupsi dan masih banyak persoalan krusial negeri ini.

Ia juga menyampaikan terkait sikap Fraksi PKS terhadap rencana revisi UU IKN ini. "Penolakan fraksi PKS atas rencana revisi UU IKN, bahkan PKS menolak disahkannya UU IKN ini. Fraksi PKS punya alasan bahwa sejak awal UU IKN ini belum dibahas secara hati-hati, cermat dan komprehensif serta mendengar masukan dari banyak pihak. Adalah preseden buruk disaat belum apa-apa, tapi sudah mau direvisi," paparnya.

Karakter demokrasi pragmatis transaksional memang demikian, kata Ahmad, Undang-undang yang disusun, bisa kapanpun diubah dan direvisi sesuai dengan kepentingan politik jangka pendek.

Menurutnya, sulit ditemukan dalam negara demokrasi rumusan UU yang pro terhadap kepentingan rakyat.

"Sulit ditemukan di negera demokrasi, sebuah rumusan UU memberikan porsi besar bagi kepentingan rakyat banyak," katanya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa demokrasi kapitalisme meniscayakan pembuatan UU demi oligarki.

"Demokrasi kapitalisme meniscayakan pembuatan UU demi kepentingan oligarki. Politik transaksional antara penguasa dan pengusaha akan terus mewarnai UU dan revisinya sejalan dengan dinamika kepentingan yang ada," pungkasnya.[] Nur Salamah

Kamis, 10 November 2022

PEMILU UNTUK RAKYAT ATAU OLIGARKI?

Tinta Media - Tidak ada negara demokrasi di dunia yang tidak berkaitan dengan oligarki, kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu mengendalikan oligarki bukan yang jadi alatnya oligarki (Eep Saefullah Fatah). Oligarki menjadikan demokrasi sebagai alat legitimasi (Ismail Yusanto).

Ulasan yang disampaikan Founder sekaligus CEO Polmark Indonesia ini sebenarnya mengkonfirmasi bahwa demokrasi dan pemilu demokrasi tak mungkin dilepaskan dari peran oligarki. Artinya pemilu pada dasarnya adalah dalam kendali oligarki. Eep tidak menyinggung satupun pemimpin atau presiden yang berhasil lepas dari hegemoni oligarki, kecuali dia berharap bahwa Anies jika jadi presiden punya kemampuan akan bisa mengendalikan oligarki. Ini hanya analisa politik, sebab faktanya Anies belum menjadi presiden, baru calon presiden yang diusung oleh partai nasdem.


Eep juga memberikan bocoran agar Anies dapat berhasil pada pengendalian oligarki ini, salah satunya adalah Anies dapat menjadi pioneer atau orang pertama. “Kalau Anies mau berhasil maka Anies bisa menjadi pioneer, orang pertama di Indonesia yang pertama kalinya di Indonesia ada UU pendanaan politik.


Ucapan Eep ini menandaskan bahwa selama ini pemilu dalam kendali oligarki, jika Anies mampu keluar dari jeratan itu, maka dia orang pertama di Indonesia. Wah ngeri juga ya, berarti benar bahwa pemilu demokrasi itu dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki, bukan untuk rakyat.

 

Robert Mitchel dalam bukunya “Political Parties, a Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy” menyebutkan kemunculan oligarki merupakan konsekuensi dari proses yang terjadi dalam suatu organisasi, termasuk partai politik. Makin besar organisasi atau partai politik tersebut, kecendrungan mengarah kepada oligarki tidak dapat dihindarkan. Kecendrungan ini disebut Michel sebagai oligarki demokrasi.

Yang pada akhirnya, perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa ini akan melahirkan hukum besi oligarki, dimana kepentingan sekelompok orang (minoritas), tidak mewakili kepentingan orang banyak (mayoritas). Seperti lingkaran setan, relasi antara demokrasi dan oligarki yang senyatanya telah menjadi malapetakan peradaban modern tanpa pernah ada ujungnya.


Istilah lingkaran setan adalah keadaan atau masalah yang seolah-olah tidak berujung pangkal, sulit dicari penyelesaiannya; proses atau lingkaran tidak berujung pangkal. Kapitalis sekuler sebagai metode operasional demokrasi telah menyebabkan kerusakan dan kehancuran ekonomi dunia bahkan Indonesia. Akibatnya, krisis globalpun terjadi dan berbarengan dengan pandemi yang telah menyengsarakan umat manusia di dunia abad ini. Penerapan demokrasi liberal tidak pernah memberikan harapan, kecuali kehancuran yang tak berujung.


Krisis fiskal negara dunia ketiga yang tersandera bayang-bayang gagal bayar akibat “debt trap” sistem rusak ini. John Perkins membuka mata dunia lewat buku yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Bagaimana dia menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins, untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) agar mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya. Sampai negara tersebut tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.


Efek rusaknya pun menjalar ke realitas politik ala demokrasi, saat ini panggung layaknya pasar kotor, dimana jual-beli kepentingan dan saling sikut demi keuntungan bisnis pribadi dan kelompok dilakukan. Sehingga perwujudan demokrasi yang terjadi, bukan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, namun dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Wajah demokrasipun terlihat di dominasi oleh birokrasi oligarki yang menjadikan partai hanya sekedar mesin pendulang suara pemilih dan konstituennya, tidak lebih.


Analisa Eep bisa benar, bisa juga salah. Sebab, calon presiden diusung oleh partai, sementara dalam demokrasi, partai adalah bagian dari oligarki itu. Bingung kan ?. Dengan demikian, pertanyaannya adalah, siapa yang bisa menjamin bahwa Anies tidak dikendalikan oligarki ?. Pertanyaan ini harus dijawab oleh Anies sendiri. Jika jawabannya iya, maka apakah partai Nasdem bisa memahami dan meneruskan dukungannya, atau malah sebaliknya, mencabut dukungan. Lingkaran setan demokrasi oligarki tidaklah sesederhana apa yang disampaikan Eep. Bahkan bisa dikatakan bahwa pemilu demokrasi adalah ajang perjudian para oligarki.


Paham antroposentrisme dan antropomorpisme menjadikan demokrasi menjadikan manusia sebagai otoritas pembuat hukum dan perundang-undangan dan membuang kitab suci sebagai sumber konstitusi. Demokrasi adalah semacam ‘bid’ah politik’ yang menjadikan akal dan nafsu serta kepentingan manusia sumber kebenaran. Karena itu secara genealogis dan genetik, demokrasi itu anti agama (baca : Islam). Dari kesalahan konsep kepemilikan menjadikan oligarki semakin subur dalam sistem demokrasi.

 

Karena itu tidaklah mengherankan jika para pemuja demokrasi menjadikan hawa nafsu dan kepentingan pragmatisnya sebagai acuan. Tidak mengherankan pula jika di alam demokrasi justru makin subur para penjilat kekuasaan, penista agama dan berbagai bentuk perilaku amoralitas. Islam akan menjadi sasaran serangan oleh demokrasi melalui mulut para pemujanya. Biaya politik demokrasi sangat tinggi yang menyebabkan perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Lebih ironis lagi jika yang menjadi penguasa adalah para pengusaha, sempurna kehancurannya.

 

Karena itu jargon demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat adalah jargon bualan, pepesan kosong. Buktinya, pasca pemilu, kondisi rakyat tidak semakin baik, malah sebaliknya, utang negara semakin menggunung dan rakyat yang harus menanggungnya. Usai pemilu, rezim kerjanya justru menyengsarakan rakyat dengan menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga. Rakyat mestinya cerdas, bahwa selama demokrasi diterapkan, maka pemilu hanya akan menambah sengsara dan carut marut negeri ini.


(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 01/11/22 : 15.04 WIB)

 Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Minggu, 04 September 2022

BBM Naik di Hari Libur, AK: Pemimpin Bela Oligarki dan Pindahkan Beban ke Pundak Rakyat

Tinta Media - Mengenai pengumuman kenaikan harga BBM di hari libur, Sabtu (3/9/2022), Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai, pemimpin membela oligarki dan memindahkan beban oligarki ke pundak rakyat.

"Pemimpin yang terbiasa bohong untuk membela oligarki dan memindahkan beban oligarki ke pundak rakyat," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (3/9/2022).

Ia mempertanyakan, kenapa bukan Proyek Kereta Cepat yang dibatalkan? Kenapa bukan proyek IKN yang dibatalkan? Jawabnya, karena itu proyek oligarki. "Pemimpinmu tak berani melawan oligarki," ujarnya. 

"Wahai rakyat Indonesia, betapa malang nasibmu mendapatkan pemimpin seperti ini. Yang tidak berempati pada duka dan kesulitan hidupmu. Yang begitu gagah mengumumkan pemberlakuan kezaliman atasmu. Pemimpin yang siap hadir di depan untuk berbuat zalim kepadamu," sindirnya.

Hari libur, lanjutnya, adalah hari bercengkrama dengan keluarga, melepaskan penat dan sementara bisa melupakan beban dan tekanan hidup. Hari libur adalah hari bahagia, karena segala beban kerja dan rutinitas yang menguras energi, bisa sementara dilepaskan.

"Namun rupanya rezim Jokowi tak ridha rakyatnya bahagia, meski hanya di hari libur Sabtu dan Minggu. Hari ini, hari libur bahagia, mendadak menjadi sesak dan penuh tekanan, saat Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM," ungkapnya.

Ia pun menambahkan, kalau biasanya mengumumkan di waktu malam, sehingga pergantian tanggal efektif diberlakukan kezaliman, sekarang modusnya memanfaatkan hari libur. Dan tidak menunggu berganti hari dan tanggal, sesaat dan hanya butuh waktu satu jam saja kenaikan itu efektif diberlakukan.

"Harga Pertalite dinaikan dari Rp7.650 jadi Rp 10.000 per liter. Solar dari Rp5.150 pe liter naik jadi Rp6.800 per liter. Untuk Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.000 jadi Rp14.500 per liter," paparnya.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden dan Menteri Terkait, di akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022). Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, "Kenaikan ini efektif berlaku 1 jam sejak diumumkan, pada pukul 14.30 WIB, hari ini (3/9)."

"Luar biasa! Kalau untuk menzalimi rakyat, terobosan cara yang ditempuh untuk diumumkan kenaikan BBM kreatif. Dulu modusnya menunggu rakyat terlelap, sekarang mengambil momentum libur," bebernya.

Ia mempertanyakan, lalu kenapa tetap nekat menaikkan BBM meskipun sudah banyak protes? "Karena pemimpinmu tidak peduli padamu. Kalian rakyat telah direndahkan, demo paling hanya seuprit dan dapat dikendalikan seperti demo-demo sebelumnya," kesalnya.

"Terserah kalian wahai rakyat, saat ini bukan lagi soal benar atau salah. Karena seluruh data dan argumentasi diabaikan. Seluruh penderitaan kalian telah dikesampingkan," tandasnya.

"Sekarang ini hanya perlu pembuktian siapa yang lebih Ksatria. Mereka yang berbuat zalim, atau rakyat yang berada pada posisi ditindas dan dimarjinalkan," pungkasnya.[] Willy Waliah

Senin, 29 Agustus 2022

Pemulihan Ekonomi Fokusnya untuk Oligarki Bukan untuk Kepentingan Rakyat

Tinta Media - Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim, SE., M.SI., AK., CA. melihat bahwa pemulihan ekonomi fokusnya untuk oligarki bukan untuk kepentingan rakyat.

"Kalau saya lihat, struktur APBN kalau kita bicara dalam konteks pemulihan ekonomi, itu pemulihan ekonomi untuk oligarki bukan pemulihan ekonomi untuk rakyat," tuturnya dalam Kabar Petang: RAPBN 2023 Halu? Selasa (23/8/2022) di kanal YouTube Khilafah News.

Menurutnya, semua anggaran infrastruktur itu, yang banyak menikmati adalah rakyat para kapitalis bukan rakyat kecil pada umum. Sementara untuk rakyat kecil subsidi dikurangi misalnya subsidi pupuk dikurangi, pupuk mahal rakyat menjerit sementara harga jual beras murah karena dibanjiri produk impor.

"Saya melihat dalam konteks ekonomi, masyarakat kecil masih tetap kemudian tidak menjadi perhatian oleh pemerintah. Justru anggaran-anggaran infrastruktur lebih banyak terserap untuk kepentingan kapitalis," ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa adapun jika bicara tentang corak APBN, itu akan mengikuti sistem ekonomi yang diterapkan yakni sistem ekonomi kapitalis. "Karena itu APBN nya, bahkan bahasa saya, sering saya sampaikan, lebih liberal dibandingkan negara kapitalis sekalipun," bebernya.

"Ini bisa kita lihat dari struktur penerimaan maupun struktur pengeluaran. Struktur penerimaan artinya pendapatan dan untuk belanja. Dari struktur penerimaan atau pendapat itu sangat kental corak kapitalisnya, dimana 85% pendapatan negara kemudian dari pajak, baik yang pajak langsung maupun dari hutang yang nanti dibayar oleh masyarakat melalui pajak tadi," paparnya.

Ia kemudian menjelaskan juga corak APBN kapitalis dilihat dari sisi belanja, pengeluaran pemerintah pusat yang paling besar itu untuk membayar bunga utang. "Ini menunjukkan bahwa dari sisi pengeluarannya pun, terbesar itu untuk kepentingan para kapitalis," tukasnya.

"Termasuk tadi juga infrastruktur, ternyata infrastruktur juga itu sebagian besar melanjutkan proyek-proyek untuk mengbackup kepentingan para kapitalis, oligarki. Seperti Ibukota baru, kereta api cepat, termasuk juga bandara," ungkapnya.

Ia menilai bahwa sebuah kezaliman jika sebagian besar pendapatan yang didapatkan dari pajak, ketika mengalokasikan  tidak kembali pada rakyat. "Sebagian besar itu dinikmati oleh para kapitalis, yang paling menonjol, saya katakan tadi itu adalah pembayaran utang," jelasnya.

"Ini saya kira corak yang sangat kapitalistik dan sangat kemudian merugikan rakyat dan hanya menguntungkan oligarki," pungkasnya.[]Ajira

Senin, 06 Juni 2022

Kuatnya Politik Oligarki yang Semakin Menggurita


Tinta Media - Wacana pembangunan tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan (Socipa) menuai protes dari berbagai kalangan. Yanto Setianto sebagai Ketua Komisi C DPRD kabupaten Bandung dari Fraksi  Golkar mengatakan bahwa proyek pembangunan tol Socipa tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung. Beliau berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah lebih memprioritaskan angkutan masal, semisal kereta api dan bus (kompas.com).

Menanggapi hal itu, Bupati Bandung Dadang Supriatna berpendapat bahwa sah-sah saja membangun jalan tol. Hanya saja, RPJMD tidak mencantumkan jalan tol. Terlebih, menurutnya RPJMD dijalankan sesuai rambu-rambunya. Keuntungan besar akan diraih oleh Pemkab, serta akan menguntungkan banyak pihak. 

Nah, kita bisa menelisik lebih dalam, pihak mana yang diuntungkan di sini. Jelas, ini mengindikasikan kuat dan mengguritanya politik oligarki. Jauh dari harapan jika dikatakan bahwa ini semua demi kepentingan rakyat.

Inilah sistem kapitalis demokrasi yang mementingkan pembangunan hanya untuk segala hal yang bersentuhan dengan kepentingan penguasa dan oligarki saja, sementara rakyatnya termarginalkan.Terbukti, saat ini penguasa sibuk mencari celah agar  anggaran daerah yang diklaim untuk kepentingan rakyat bisa keluar, padahal kenyataannya hak rakyat terabaikan, jauh dari kata diuntungkan.

Perlu kita ketahui bahwa negara saat ini menjadi negara korporasi. Dengan kata lain, negara sedang berbisnis dengan rakyatnya sendiri. Mengapa demikian? Tentu karena ketika mengeluarkan keputusan, mereka berpihak pada pemilik modal. 

Kesalahan fatal dari negeri ini adalah memilih sistem politik demokrasi dengan ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis menjadikan dana negara tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat. Ini karena pemasukan negara lebih mengandalkan pajak, bukan dari kekayaan alam. 

Padahal, sistem politik yang bukan berdasarkan syari'at Allah, jauh dari keberkahan. Sebagaimana firman Allah di Surat Al-A'raf ayat 96 yang artinya: 

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami) maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Karena itu, secepatnya kita beralih pada sistem Islam dalam naungan daulah Islam. Negara berwenang penuh dan bertanggung jawab langsung untuk memenuhi hajat publik. Negara tidak boleh menjadi regulator kepentingan korporasi, melainkan wajib menjadi pihak yang mengurusi urusan umat. 

Terlepas dari itu semua, para penguasa dalam perspektif Islam menjadikan amanah sebagai bentuk dari ibadah serta ketaatan kepada Allah Swt. semata. Tentu saja hal ini menjadi wasilah untuk beramal saleh dengan penuh tanggung jawab. 

Penguasa dalam Islam tidak akan menjadikan oligarki dan membuat semacam korporatokrasi untuk memperkaya diri sendiri. Pastinya, para penguasa tersebut justru memiliki peran penting untuk merealisasikan pelayanan untuk umat. Seluruh kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh daulah, tidak akan meniscayakan lahirnya oligarki kapitalisme, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini. Bertumpu pada peran aktif negara sebagai pelayan bagi seluruh umat, maka paradigma segala kebijakan yang lahir dari daulah bertujuan untuk kemaslahatan, kesejahteraan seluruh umat. Insyaallah.

Wallahu alam bi shawab.

Oleh: Erlyn Lisnawati
Sahabat Tinta Media

Jumat, 27 Mei 2022

Sastrawan Politik: Pemerintah Wajib Layani Rakyat Bukan Oligarki


Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menyatakan pemerintah memiliki kewajiban melayani rakyat bukan melayani kepentingan oligarki.

“Kewajiban pemerintah melayani rakyat, bukan melayani oligarki,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (27/5/2022).

Menurutnya, pemerintah selalu membebankan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke pundak rakyat dengan pengurangan subsidi dan kenaikan pajak. "Sementara gaji pejabat, gaji presiden, menteri, DPR, hingga direksi dan komisaris BUMN (termasuk Pertamina) tetap besar dan dengan fasilitas wah,” ucapnya.

Ia mengatakan bahwa selama ini tekanan terhadap APBN tidak pernah diselesaikan dengan memotong gaji pejabat, membatalkan proyek tidak prioritas (seperti pindah IKN), optimalisasi Silpa (sisa lebih penganggaran), atau sejumlah upaya efesiensi, dan cutting off pengeluaran yang tidak penting.

Ia mengkritisi bahwa subsidi adalah hak rakyat. Ketika terjadi kegagalan dalam mengelola pemerintahan semestinya disikapi dengan pengunduran diri, bukan membuat kebijakan yang tambah zalim dan membebani rakyat.

“BBM murah adalah hak rakyat. Listrik murah adalah hak rakyat. Gas LPG murah adalah hak rakyat. Jangan sampai penguasa mencurinya dengan dalih membebani APBN,” ujarnya.

“Sebenarnya rakyat mau saja menanggung beban APBN asalkan fair, yakni telah ada upaya pemerintah untuk berhemat. Ini pemerintah foya-foya kok rakyatnya diminta puasa?” kritiknya.

Ia mengingatkan rakyat untuk tidak terpedaya dengan sihir kata-kata yang disampaikan pejabat. Karena karakter pejabat mudah berjanji dan mudah mengingkari.

“Rakyat tidak boleh terpedaya dengan sihir kata-kata yang berjanji tidak akan menaikkan harga BBM. Rakyat wajib memahami karakter pejabat yang mudah berjanji dan mudah mengingkari,” sarannya.

Kembali ia menyarankan rakyat untuk tetap waspada dan menyiapkan berbagai skenario untuk berbagai kemungkinan. “Termasuk jika nanti tiba-tiba kenaikan harga BBM diumumkan di malam hari,” ucapnya.

Hal ini sesuai pernyataan Sri Mulyani atau Jokowi yang tidak akan menaikkan pertalite. Ia menuturkan selama ini kenaikan harga BBM dilakukan secara mendadak dan diumumkan malam haru ketika rakyat terlelap tidur.

“Jika dibaca narasinya, apa yang disampaikan oleh pemerintah soal tekanan APBN akibat kebaikan minyak mentah dunia, perang Rusia-Ukraina, harga BBM di Jerman, Amerika, Singapura hingga Thailand, justru merupakan pra kondisi untuk memberikan rasionalisasi kenaikan harga BBM,” tuturnya.

Maka, ia melanjutkan, rakyat harus waspada memasang mata dan telinga, mengawasi kekuasaan yang akan mencuri hak rakyat.

“Jika kedapatan penguasa mencuri hak rakyat, maka rakyat harus mengadilinya ramai-ramai, dan mengaraknya keliling Nusantara,” katanya.

Kembali ia mengingatkan pengawasan dari rakyat.

“Kalau tidak kita yang mengawasi, siapa lagi? DPR telah buta dan tuli terhadap jeritan rakyat. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Jangan bergerak, setelah harga BBM benar-benar telah dinaikkan,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Kamis, 12 Mei 2022

INI BUKAN SOAL MENCARI PRIBADI YANG SEMPURNA, TAPI SOAL SISTEM DEMOKRASI. SIAPAPUN PEMIMPINNYA, OLIGARKI YANG PUNYA KUASA


Tinta Media  - Saya hanya ingin mengingatkan, betapa dahulu Ustadz Abdul Shomad (UAS) dan Ustadz Adi Hidayat (UAH) sempat 'kecele' memberikan restu kepada Prabowo Subianto. Menjelang hari 'H' pencoblosan, ada momen prosesi khusus keduanya, yang memberikan restu untuk pencapresan Prabowo Subianto.

Juga soal kaum emak, yang begitu 'terpedaya' dengan kegantengan Sandiaga Uno. Entah, berapa kocek yang telah dikorbankan oleh banyak pendukung Prabowo, yang menginginkan Prabowo menjadi pemimpin di negeri ini.

Faktanya, bukanlah soal Prabowo Subianto akhirnya keok. Bukan. Karena semua juga punya perspektif tersendiri tentang siapa sesungguhnya yang menang Pilpres 2019.

Soalnya, adalah ketika akhirnya Prabowo Subianto berkoalisi, menjadi menteri Jokowi, dan akhirnya juga dikendalikan oleh oligarki. Muncullah istilah 'Macane Dadi Kucing'.

Semua itu bukan menggambarkan adagium 'No Body is Perfect', sama sekali bukan. Tapi substansinya adalah siapapun pemimpinnya, kalau sistemnya masih demokrasi, maka yang berkuasa tetaplah oligarki.

Hari ini, ketika ada kritik terhadap Saudara Anies Baswedan, soal komitmennya yang dipertanyakan untuk tidak nyapres selama Prabowo nyapres, bukanlah soal setiap orang memiliki cacat. Tentu catatan politik Anies Baswedan ketika mendukung Jokowi juga tak mungkin dapat hilang dari ingatan, bahwa Anies Baswedan pernah menjadi pendukung 'Die Hard' dan bahkan menjadi menteri Jokowi.

Konteksnya juga bukan sekedar menjelaskan Anies Baswedan juga punya cacat. Bukan. Tapi saya ingin menjelaskan hakikat sistem politik demokrasi yang bisa membuat siapapun berubah-ubah menjadi apapun sesuai kepentingan politik dan orientasi politiknya.

Namun, lagi-lagi kata kuncinya adalah : *siapapun yang pemimpinnya, tetap saja yang berkuasa adalah oligarki.* Sehingga, saya mengingatkan agar Anda tidak menghabiskan energi atau bahkan habis-habisan mendukung sosok tertentu menjadi capres, apalagi sampai berkorban harta benda dan nyawa.

Saya ingin mengajak Anda pada visi perubahan yang sesungguhnya. Perubahan yang benar-benar menyelamatkan Anda, saya, kita dan bangsa Indonesia dari cengkeraman oligarki, cengkeraman ideologi kapitalisme yang menggunakan sistem demokrasi untuk menjalankan misi penjajahan, memeras rakyat dengan jampi sirik 'kedaulatan rakyat'.

Saya mengajak Anda untuk memperjuangkan sistem Islam, sistem Khilafah, yang akan mengeluarkan anda, saya, kita, dan bangsa Indonesia dari cengkeraman oligarki, penjajahan ideologi kapitalisme. Selanjutnya, dengan Islam dan khilafah, saya, Anda, kita dan segenap anak bangsa Indonesia dapat merealisasikan visi negeri yang baldatun, Thoyyibatun, Warobbun Ghafur.

Dengan menerapkan Islam, maka barakah akan berlimpah, langit dan bumi akan mengeluarkan kebajikan bagi kesejahteraan seluruh umat manusia. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

[QS : Al A'raf : 96].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 

Selasa, 12 April 2022

ANCAMAN OLIGARKI: Suara Takbir adalah Alasan Indonesia Ada!

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1dCKJrLOme7ATlFObeq8HMfRjJI7Ue6Vc

Tinta Media - Indonesia sedang mengalami ancaman luar yang dahsyat menyangkut nasib kedaulatan negeri. Ambisi perluasan kekuasaan Tiongkok yang diwujudkan dalam bentuk kekuasaan oligarki. Tentu ini bukan lagi rahasia, semua sudah tahu dan merasakannya. Dan ini sudah lama diprediksi oleh Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization (1993).

Ancaman riil dari luar, tapi oleh kekuatan mereka, berhasil dikonstruk bahwa bahaya ancaman itu adalah dari dalam. Tertuduh dan terdakwanya adalah Islam, kelompok umat yang paling berjasa bagi negeri dan pendirian republik.

Andalan kekuatan utama dan terakhir Indonesia memang hanya ada pada mereka yang komitmennya paling terbukti dan heroismenya terbentang menghiasi sepanjang sejarah, sejak dari Nusantara hingga menjadi Indonesia.

Seperti dulu disadari betul oleh Snouck Hurgronje era kolonial, kini juga disadari betul oleh kekuatan ekstra negara. Tak ada yang bisa melemahkan Islam kecuali satu: devide et impra alias adu domba, dan ini sedang terjadi, sedang kita nikmati bersama.

Bila bangsa Indonesia, alih-alih sadar, malah terjebak terus dalam ketidaksadaran ego kelompok dan ketaksadaran sedang dikuasai, sebentar lagi, nama Indonesia hanya tinggal cerita, kejayaan tanah air dan kehebatan sejarah Indonesia hanya fantasi, NKRI harga mati hanya tinggal slogan dan cita-cita Pancasila tidak pernah terwujud.

Hanya gelora teriakan "Allāhu Akbar!" para ulamalah, yang akan mampu mengembalikan marwah, harga diri dan harkat derajat Indonesia itu.

Sebagaimana telah disuarakan oleh Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien hingga Bung Tomo di Surabaya, teriakan suara takbir yang membahana di seluruh penjuru negeri adalah alasan Indonesia ini ada!***

Oleh: Moeflich H. Hart
Intelektual Muslim

Jumat, 01 April 2022

IJM: Pemindahan Ibukota Sangat Kental Aroma Kepentingan Bisnis

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1jpCHZ_BwY6tQQLrbHXpbc0q4BIcJiwDa

Tinta Media - Terkait gagasan pemerintah menghimpun dana dari publik, Peneliti Indonesia Justice Monitor (IJM) Luthfi Affandi menyatakan, pemindahan ibukota sangat kental aroma kepentingan bisnis.

"Pemindahan ibukota ini sangat kental aroma kepentingan bisnis," tuturnya dalam acara Kabar Petang: Patungan Dana IKN, Kegagalan Kalkulasi Pemerintah? Rabu (30/3/2022) di kanal YouTube Khilafah News.

Ia menduga pembangunan perpindahan ibukota negara sangat kuat dengan aroma oligarki. “Tidak ada kepentingannya, tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. Bahkan disinyalir sama sekali tidak mendongkrak ekonomi masyarakat. Terutama masyarakat lokal,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan keuntungannya pindah ibukota untuk rakyat. "Apa urgensinya dan keuntungannya buat rakyat sampai-sampai mengeluarkan dana APBN yang sangat besar. Sementara tidak ada manfaatnya untuk publik. Kita juga tahu bahwa APBN kita selalu defisit," terangnya.

Menurutnya, untuk menutupi defisit tersebut dengan utang luar negeri. “Jadi, IKN ini merupakan proyek luar biasa, yang sedari awal terkesan dipaksakan, tidak mendesak, tidak perlu dan tidak penting, kemudian memaksakan dieksekusi segera,” ungkapnya.

Luthfi mengatakan, jika pemindahan ibukota ini melibatkan swasta dan asing maka negara ini akan berada di bawah bayang-bayang swasta.

Ia mengkhawatirkan ibukota negara ini berada di bawah bayang-bayang swasta dan yang lebih berbahaya lagi berada di bawah kendali asingv.

Ia menjelaskan bahwa terkait pembiayaan yang melibatkan publik ini problematik. "Rakyat ini sudah sangat susah hidupnya. Kalau ditambah lagi harus iuran untuk pembiayaan IKN ini menjadi ironi," paparnya.

Terakhir, Luthfi menegaskan seharusnya negara yang nyumbang masyarakat, bukan sebaliknya. "Mestinya kan negara yang nyumbang rakyatnya, bukan masyarakat yang nyumbang negara," pungkasnya. [] Nur Salamah

Kamis, 31 Maret 2022

Dikuasai Oligarki, Intelektual Muslim: Nama Indonesia Tinggal Cerita?

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1iYavhBfJG3h7LMUz0imeEkJDpJjvoP31

Tinta Media - Soroti ancaman oligarki, Intelektual Muslim Moeflich H. Hart menyampaikan, bila tak sadar sedang dikuasai oligarki, nama Indonesia hanya tinggal cerita.

"Bila bangsa Indonesia, alih-alih sadar, malah terjebak terus dalam ketidaksadaran ego kelompok dan ketaksadaran sedang dikuasai, sebentar lagi, nama Indonesia hanya tinggal cerita," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (29/3/2022).

Menurutnya, Indonesia sedang mengalami ancaman luar yang dahsyat, menyangkut nasib kedaulatan negeri. Ambisi perluasan kekuasaan Tiongkok yang diwujudkan dalam bentuk kekuasaan oligarki. "Tentu ini bukan lagi rahasia, semua sudah tahu dan merasakannya. Dan ini sudah diprediksi oleh Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization (1993)," ujarnya.

Namun, Moeflich memandang ancaman riil yang datang dari luar itu, justru malah dikonstruk oleh kekuatan oligarki, bahwa bahaya ancaman itu datang dari dalam, dan yang menjadi tertuduhnya adalah islam, kelompok umat yang paling berjasa bagi negeri ini.

Ia mengingatkan tentang strategi devide et impera yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje di era kolonial.

"Seperti dulu disadari betul oleh Snouck Hurgronje era kolonial, kini juga disadari betul oleh kekuatan ekstra negara. Tak ada yang bisa melemahkan islam, kecuali satu: devide et impera alias adu domba, dan ini sedang terjadi, sedang kita nikmati bersama," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab