Tinta Media: Oligarki
Tampilkan postingan dengan label Oligarki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Oligarki. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Juli 2023

IJM: Perpanjangan Masa Jabatan Kades Berpotensi Suburkan Oligarki dan Politisasi di Desa

Tinta Media - Terkait keputusan perpanjangan masa jabatan kepala desa yabg didukung mayoritas fraksi DPR, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai bisa berpotensi menyuburkan oligarki di desa dan politisisasi desa.

"Selain dianggap bernuansa politis dan berpotensi terjadi tukar guling dukungan menuju kontestasi pemilu 2024, usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa. Sebaliknya akomodasi atas usulan tersebut berpotensi akan menyuburkan oligarki di desa dan politisisasi desa," ujarnya dalam acara Aspirasi dengan tema Sah 9 Tahun! Kades Jadi Tirani? dikanal youtube Justice Monitor Senin (26/06/23).

Dia menilai desa hari ini masih dilingkupi sejumlah masalah. Mulai dari tata kelola keuangan yang masih eksklusif, partisipasi bermakna mining full participation masyarakat hingga korupsi. "Akibatnya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal seharusnya ini menjadi yang menjadi fokuslah untuk membenahi regulasi dan sistem yang efektif," ungkapnya.

"Termasuk di dalamnya mereduksi potensi korupsi bukan malah kemudian membuat kebijakan yang justru berpotensi memperburuk masalah di desa," lanjutnya.

Dia menambahkan belum lagi munculnya fenomena dinasti yang juga muncul dalam pemilihan kepala desa. "Akibatnya potensi sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama setahun semakin terbuka lebar," tambahnya
 
Dia membeberkan salah satu masalah mendasar di desa hari ini adalah minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan yang berkaitan dengan pembangunan

Dia juga membeberkan selain transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan oleh pemerintah desa disinyalir kerap melatarbelakangi praktek korupsi.

Dia mengungkapkan bahwa alasan bahwa 6 tahun dinilai belum cukup membangun desa. "Karena adanya menimbulkan ketegangan dan polarisasi masyarakat pasca Pilkades bukan alasan tepat untuk dijadikan sebagai justifikasi memperpanjang masa jabatan kepala desa," katanya.

Dia mengatakan solusi atas persoalan ini adalah pembenahan pada sistem di sektor Pilkades yang diketahui transaksional atau rentan jual beli suara serta konflik. 

"Walhasil tidak aneh kalau banyak yang menolak agar kebijakan janggal perpanjangan masa jabatan kepala desa, harusnya sistemnya yang diganti dulu baru kita mencari pemimpin-pemimpin yang berkualitas," pungkasnya. [] Setiawan Dwi 

Sabtu, 10 Juni 2023

Paska Kekalahan Ahok 2017, Analis Senior: Oligarki Tidak Ingin Kecolongan Lagi Di Pilpres 2024

Tinta Media - Analis Senior PKAD Fajar Kurniawan menyebutkan, setelah kekalahan Ahok pada pilgub DKI 2017, Oligarki tak ingin kecolongan lagi pada pilpres 2024.

"Para oligarki yang sesungguhnya berada di balik kontestasi pilpres 2024 kemudian tidak menghendaki dan tidak ingin kecolongan lagi sebagaimana kekalahan pasangan Ahok pada Pilgub DKI jakarta pada tahun 2017," tuturnya dalam Kabar Petang: Anies Dijegal? Jumat (3/6/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Fajar mensinyalir ada traumatik sindrom dari pihak-pihak yang pernah kalah pada kontestasi 2017 ketika kontestasi pemilihan Gubernur DKI pada waktu itu.

"Gegap gempitanya koalisi yang pada saat itu mengusung Ahok merasa yakin sudah di atas angin bisa memenangkan Pilgub, karena hampir seluruh hasil survei yang dirilis ke publik saat itu pasangan kontestasi Ahok lah yang menjadi pemenang," ujarnya. 

"Tidak pernah mereka bayangkan sehingga semua dijungkir balikan pada hari H, sehingga sama - sama kita ketahui justru pak Anies yang kemudian memenangkan pemilihan Pilgub pada tahun 2017 yang lalu itu," ungkapnya.

Fajar Kurniawan menyebutkan, pihak - pihak oligarki kemudian berusaha agar nama Anies Baswedan tidak masuk dalam kontestasi pencalonan presiden sejak dari awal, karena jika sudah masuk maka akan membuat effort lebih lagi bagi mereka.

"Oleh karenanya mereka menginginkan nama Bung Anies Baswedan ini tidak masuk di dalam kontestasi pemilihan presiden nanti.
Meskipun masuk, maka akan butuh usaha lebih besar bagi mereka," bebernya. 

Silent operation dilakukan untuk menjegal agar nama Anies, menurut Fajar, betul-betul tidak masuk dalam kontestasi ini, segala macam cara sudah dilakukan mulai dari menghembuskan isu primordial, menghembuskan isu politik identitas, mengajak bergabung partai partai yang ada agar bergabung dalam koalisi partai Indonesia Raya, atau KIB.

Jika ditarik benang merahnya, katanya, agar terjadi perpecahan di antara koalisi partai Perubahan yang telah terbentuk sebelumnya. 

"Berupaya memecah belah diantara partai pendukung Anies sehingga ini mengancam tiket yang sebelumnya sudah diamankan oleh pak Anies sebagai bakal calon presiden, sehingga ini menjadi akan tidak terwujud," pungkasnya.[] Pakas Abu Raghib

Sabtu, 20 Mei 2023

UIY: Masalah KKB Tak Lepas dari Kekuatan Oligarki yang Ingin Menguasai SDA Papua

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan bahwa masalah KKB yang menimbulkan instabilitas di Papua tidak lepas dari konteks dalam negeri yakni ada kekuatan oligarki yang ingin masuk untuk mendapatkan bagian dari sumber daya alam di sana. 

"Dalam konteks dalam negeri, ada kekuatan oligarki yang juga menginginkan mendapatkan bagian dari sumber daya alam yang kaya di sana," tuturnya dalam program Fokus to The Point: KKB, Ada Apa di Papua?" dalam kanal Youtube UIY Official, Jumat (12/5/2023).

Ia menjelaskan bagaimana cara sesekelompok oligarki ingin masuk untuk menguasai kekayaan di Papua.
"Bagaimana mereka masuk? Di sinilah kita bisa membaca bahwa ada usaha untuk semacam memberikan suasana sedemikian rupa sehingga segala operasi atau langkah-langkah ekonomi, langkah-langkah bisnis itu tercover oleh instabilitas yang ditimbulkan oleh KKB," terangnya.

Menurutnya, saat ini sedang berlangsung proses divestasi, mulai divestasi Freeport kemudian Freeport melepaskan blok Wabu.  Blok Wabu sampai hari ini belum dieksploitasi tetapi sudah dilakukan eksplorasi. "Eksplorasi sudah, terbukti potensinya jauh lebih besar daripada yang dikuasai Freeport," paparnya.

Terkait masalah KKB di Papua ini, ia menjelaskan bahwa terdapat skema dalam negeri di mana ada semacam hostile take over, kalau tidak bisa semuanya maka sebagian dari semua itu untuk kepentingan swasta oligarki yang bermain di situ.

"Kita tahu Blok Wabu ini jauh lebih besar dari Freeport baik dari area luasannya maupun potensinya," tandasnya.

UIY menyatakan bahwa yang disampaikan oleh pengamat beberapa waktu yang lalu yang sekarang menjadi kasus adalah sesuatu yang memantik perhatian publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di Blok Wabu. 

"Yang sebenarnya terjadi di Blok Wabu itu secara teritori masuk Intan Jaya di mana KKB berada," pungkasnya.[] Hanafi


Rabu, 17 Mei 2023

Pilpres 2024, Pamong Institute: Calon yang Muncul Sudah Direstui Oligarki

Tinta Media - Terkait penentuan calon presiden 2024, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky M.Si., mengatakan bahwa calon-calon yang muncul adalah yang sudah direstui dan diinginkan oligarki.

"Jadi calon-calon yang muncul itu tidak lain adalah calon-claon yang sudah direstui atau sudah diinginkan oleh segelintir orang, baik dari segelintir politisi maupun segelintir pengusaha, itu yang kemudian disebut oligarki,” ujarnya dalam Diskusi Online Fokus UIY: Pemimpin Tidak Harus Shaleh? Ahad (14/5 2023) di kanal YouTube UIY Official. 

Ia mengatakan calon dari ketua umum partai yang memiliki suara besarpun kemudian tidak bisa menentukan calonnya sendiri. Bahkan yang ingin mencalonkan anaknya pun tidak bisa. Akhirnya hanya bisa mencalonkan sesuai pesanan yang diintervensi atau yang dimintakan oleh kaum oligarki. 

"Sehingga itulah yang terjadi sekarang. Masyarakat bahkan ketua partai pun tidak punya naluri kekuatan, kekuasaan, kewenangan untuk menentukan calonnya sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan para calon presiden yang sudah ditunjuk itu pun juga tidak bisa menentukan sendiri wakilnya dengan siapa. 

"Jadi, ini menunjukkan bahwa baik rakyat maupun calon presiden yang sudah dicalonkan, itu pun tidak punya daya untuk bisa memilih siapa calon pendamping sebagai wakilnya," ujarnya 

Dia menjelaskan bahwa memang seperti itulah fenomena dalam sistem pemerintahan demokrasi. Akhirnya yang muncul adalah orang yang dikehendaki oleh kaum oligarki dengan catatan track record yang sudah diketahui publik. 

"Kemudian calon yang sudah dipilihkan oligarki itu harus diterima publik. Disuruh memilih yang ada dan menjelaskan bahwa mereka itulah yang terbaik. Jika ada masalah yang dulu, itu sudah diperbaiki," tuturnya. 

"Bahkan untuk meyakinkan publik, calon tersebut menggunakan legalitas dari ulama, agamawan maupun mungkin ada sebagian aktifis juga yang diminta jadi tim sukses. Mereka disuruh menjelaskan bahwa inilah orang terbaik saat ini," tambahnya.

Ujung-ujungnya, kata Wahyudi, pemimpin banyak cacat dan tidak berkualitas pun bisa terpilih kembali. "Ini yang disayangkan, dengan pesta politik yang begitu mahal, energi yang besar dan hasilnya, ya orang-orang yang sudah dipilihkan oleh kaum oligarki," pungkasnya.[] Hamdan Dahyar Simabua

Rabu, 29 Maret 2023

Pindah IKN demi Oligarki, Banjir Hanya Alibi

Tinta Media - Salah satu alasan Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) adalah karena Jakarta kerap kali dilanda banjir. Faktanya, IKN baru ternyata langganan banjir juga. Setidaknya, ada tujuh kawasan di IKN baru masuk daftar langganan banjir. Di antaranya Desa Karang Jinawi, Kelurahan Sepaku, Desa Suka, Desa Bukit Raya, Desa Tengin Baru, Desa Bumi Harapan dan Kelurahan Pemaluan. 

Terbaru, pada Jum’at 17 Maret 2023, sejumlah kawasan di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, sedang dilanda banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara pun melaporkan, sejak pukul 03.00 Wita, banjir di Kecamatan Sepaku di Kelurahan Pemaluan melanda empat RT dan di Desa Binuang. Ada satu RT yang terdampak air bah. 

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa salah satu alasan kepindahan IKN ke Kalimantan Timur karena banjir hanyalah alibi (alasan yang dicari-cari). Faktanya, IKN baru malah langganan banjir. Apalagi, menurut data BNPB, Paser Penajam Utara memang memiliki potensi kerawanan terjadinya bencana banjir sesuai sifat dan kondisi masing-masing kecamatan. Sampai saat ini, sda 30 kejadian banjir yang terjadi dari 2010 sampai 2019. 

Kalau memang salah satu alasan pindah IKN itu karena banjir, harusnya pemerintah sedari awal mencari wilayah atau kawasan yang memang bebas banjir. Bagaimana bisa, wilayah Kalimantan Timur yang langganan banjir malah dijadikan IKN baru? Apalagi, pemindahannya juga terkesan mendadak dan tanpa persiapan. 

Pertanyaan itulah yang ada di benak saya. Bagaimana dengan pembaca? Bisa jadi, apa yang kita rasakan sama. Banyak yang menduga bahwa ada yang tidak beres dengan kepindahan IKN, apakah pindahnya IKN baru ini untuk kepentingan rakyat banyak ataukah ada kepentingan yang lainnya? 

Jika dilihat faktanya, pemindahan IKN ini sarat dengan kepentingan para konglomerat/pengusaha yang memiliki kekuasaan di pemerintahan atau lebih tepatnya mereka itu disebut para oligarki. Pasalnya, pindahnya IKN tidak ada hubungannya dengan penyelesaian masalah, salah satunya banjir. 

Bahkan, pindahnya IKN dilakukan saat utang negara kian hari kian menggunung, ditambah bunga utang tahun 2023 sudah tembus Rp441,4 triliun. Itu dihitung untuk bunganya saja, belum termasuk cicilan utangnya, seram. Coba bayangkan, jika bunga utang tiap tahunnya dialihkan untuk membangun daerah, maka setiap tahun akan bertambah satu daerah yang infrastrukturnya sebaik IKN. 

Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dalam Final Report IKN yang terbit pada 2019 silam dengan judul Ibukota Untuk Siapa?, menyatakan bahwa megaproyek ini disinyalir akan menguntungkan segelintir korporasi lahan. Tatkala pemindahan IKN terealisasi, para oligarkilah yang akan menikmati hasilnya. 

Adapun oligarki yang meraup untung dalam proyek IKN, di antaranya Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan) beserta pengusaha besar lainnya yang berhubungan dengan 158 konsesi tambang, sawit, serta hutan. 

Hashim Djojohadikusumo tercatat sebagai Komisaris Utama PT. International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT. ITCI KU) yang diberikan izin usaha memanfaatkan hasil hutan kayu dan hutan alam dengan luas 173.395 hektar. Sementara itu, Sukanto Tanoto, pemilik PT. International Timber Corporation Indonesia Hutani Manunggal (PT. ITCI HM), dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman dengan luas l61.127 hektar, dan seluruh kawasan inti IKN baru seluas 5.644 hektar. 

Tak hanya itu, aset-aset yang ada di Jakarta, seperti tanah dan gedung-gedung akan dijual atau dikontrakkan untuk pembiayaan gedung kontrakan yang dibangun swasta atau asing di IKN. Meskipun sedari awal Presiden Jokowi mengatakan bahwa biaya pemindahan IKN tidak diambil dari APBN, tetapi nyatanya 53 persen biaya pemindahan diambil dari APBN. Itu artinya, separuh lebih uang itu adalah milik rakyat. Jika seperti itu, siapa coba yang diuntungkan, rakyat atau para oligarki?

Inilah yang terjadi di sistem kapitalis. Pindahnya IKN hanya demi kepentingan oligarki, bukan untuk kepentingan rakyat. Rakyat hanya dibuat menderita. Adapun alasan bahwa Jakarta tidak layak sebagai IKN karena banjir, semua itu hanya alibi saja.[]

Oleh: Siti Aisyah, S.Sos.
Koordinator Kepenulisan Komunitas Muslimah Menulis Depok

Minggu, 12 Maret 2023

FAKKTA: Tata Kelola Ekonomi Dikuasai Oligarki

Tinta Media - Analis Senior Forum Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Hatta, S.E., M.E. menyatakan bahwa tata kelola ekonomi dikuasai oligarki.

"Jadi, ini bukan persoalan IKN tetapi tata kelola ekonomi yang dikuasai oleh segelintir pihak oligarki," tuturnya dalam Kabar Petang: APBN Jebol? Di Kanal YouTube Khilafah News, Rabu (8/3/2023).

Menurutnya, infrastruktur memang ada yang kurang, misalnya belum ada teknologi mengolah tambang. Teknologi itu bisa dibeli tetapi jangan serahkan kepada swasta. Kenapa kepada IKN ngotot keluarkan dana sekitar 400 triliun. Secara totalitas 54% kerjasama pemerintah, badan usaha 19,2% menggunakan APBN. "Kenapa kita ngotot untuk itu, tetapi tidak ngotot untuk menguasai tambang kita," ujarnya.

Ia menekankan bahwa ini adalah tata kelola ekonomi yang kapitalistik. Memang nanti ada persoalan logika-logika utang produktif yang sebenarnya hanya cocok untuk institusi atau entitas bisnis karena perusahaan-perusahaan itu memang bicara profit, beda dengan pemerintah ke pemerintah yang logikanya adalah protect and service, melindungi dan melayani. "Sehingga logika utang produktif itu agak kurang nyambung sampai kesana," bebernya.

Ia menjelaskan bahwa dalam perspektif ekonomi syariah, utang itu sebenarnya masuk dalam akad yang sifatnya non komersil, akad ta'awaun (tolong menolong), hutang piutang, bukan akad yang sifatnya komersil untuk mencari keuntungan. "Ini yang keliru," ungkapnya.

"Jadi, kalau logika-logika paradigma yang berpikir yang seperti ini masih kita pakai nampaknya pemerintah akan terus terjebak seperti itu," tandasnya.[] Ajira

Rabu, 08 Maret 2023

Salamuddin Daeng: Kebijakan di Indonesia Mengabdi pada Kepentingan Oligarki

Tinta Media - Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyatakan bahwa oligarki menduduki posisi teratas dalam struktur politik Indonesia, oleh karenanya sistem dan aturan di Indonesia dibentuk sesuai kepentingan oligarki.

“Sebetulnya urut sudah, oligarki itu berada pada bagian paling atas dalam struktur politik Indonesia. Mereka punya suruh-pesuruh lah, yakni aparatur negara kita sekarang, aparat negara kita. Sehingga dibikinlah aturan dan sistem yang mengabdi kepada kepentingan oligarki,” ungkapnya dalam Live Diskusi Media Umat: Rakyat Dipajakin, Duitnya Dikorupsiin di laman You Tube Media Umat, Ahad (5/3/2023).

Oligarki nasional ini, ujarnya, merupakan bagian dari oligarki internasional yang terhubung dengan keuangan, ekonomi, dan lain sebagainya. Oigarki nasional ini, ungkapnya memang dari dulu sebagai penyangga dari sistem politik Indonesia untuk menopang kepentingan internasional yang ada di sini.

“Kita bicara juga konstelasi internasional yang bergeser dan berubah. Sampai kapan oligarki Indonesia tetap berposisi demikian? Sebetulnya di tengah perubahan konstelasi sekarang, kalau kita bisa merasakan, sebetulnya sudah terjadi perubahan secara signifikan,” bebernya.

Ia menyebutkan ada pergeseran dari konstelasi internasional yang merubah formasi atau mengubah haluan oligarki Internasional dan menggeser posisi oligarki-oligarki di Indonesia.

Sebetulnya, ringkasnya, sejak pemerintah internasional mengumumkan tentang adanya mekanisme penyitaan aset keuangan, hasil kejahatan keuangan, yang dilakukan melalui peradilan kasus kejahatan keuangan, sebetulnya itu menandakan bahwa telah terjadi pergeseran.

“Artinya, oligarki-oligarki Indonesia yang menjadi pelaku utama kejahatan keuangan, yang menyimpan kekayaan dan uang mereka di luar negeri ini telah di apa istilahnya telah di purna tugas kan. jadi mereka sudah tidak ditugaskan lagi untuk urusan Indonesia,” pungkasnya.[] Wafi

Rabu, 08 Februari 2023

Manuver Nasdem Terkait HT1 dan FP1 karena Kuatnya Tekanan Oligarki

Tinta Media - Pernyataan dari salah satu kader Partai Nasdem tentang manuver soal HTI dan FPI dibenci oleh Anies Baswedan dan Nasdem, menurut Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan, karena kuatnya tekanan oligarki.

“Saya menduga demikian, jadi pernyataan yang disampaikan itu menggambarkan betapa kuatnya tekanan dari orang-orang kafir termasuk para oligarki, baik oligarki politik maupun oligarki ekonomi terhadap proses politik yang terjadi di negeri ini,” tuturnya dalam Kabar Petang: Nasdem dan Anies Benci HTI dan FPI? Sabtu (28/1/2023), di kanal Youtube Khilafah News.

Ia menyatakan Nasdem telah terjebak dalam wacana politik identitas yang justru telah digulirkan jauh hari dan wacana ini merupakan skenario yang dibuat oleh para negara kafir termasuk oligarki di dalamnya.
“Hal ini untuk meminggirkan peran umat Islam terutama umat Islam yang memiliki kesadaran politik agar tidak mengambil peran yang signifikan di dalam kontestasi tahun 2024,” ujarnya.

Para oligarki dan kapital global inilah yang mendesain siapa saja yang muncul di dalam kontestasi  2024. Dan mereka menyadari bahwa kunci dari berjalannya skenario tersebut ada di tangan umat Islam. Mereka membutuhkan suara umat Islam namun ia menilai di sisi lain justru mereka terus menerus memojokkan umat Islam.
“Ini kan aneh? Memojokkan umat Islam, memojokkan ajaran Islam bahkan melecehkan simbol-simbol Islam tapi mereka berharap di satu sisi terhadap suara umat Islam agar terlibat dalam kontestasi itu,” ucapnya.

Di sisi lain mereka (para oligarki dan kapital global) ini menyadari apabila umat Islam memiliki kesadaran politik yang benar akan menjadi lonceng kematian bagi mereka. Mereka akan menggunakan sejumlah instrumen, wacana-wacana politik untuk memastikan pemenang dalam kontestasi adalah orang yang sudah dalam genggaman mereka.

“Mereka sadar bahwa Islam politik adalah ancaman bagi mereka di masa depan sehingga berupaya betul agar Islam politik tidak bisa bangkit,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 20 Januari 2023

Begini Cara Mengakhiri Dominasi Oligarki

Tinta Media - Koordinator Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana mengungkap cara mengakhiri dominasi oligarki.

"Mengakhiri dominasi oligarki, yakni dengan merancang power dalam tatanan sebuah peradaban," tuturnya dalam Kajian Ekonomi Politik Islam: Mengakhiri Dominasi Oligarki, melalui Youtube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (14/1/2023).

Menurutnya, penguasaan oligarki pada ranah pemegang kebijakan (elite power) bisa dikalahkan oleh people power dari masyarakat yang ideologis.

"Power yang paling powerful itu adalah kekuatan ideologi, inilah yang mengendalikan,  mengarahkan ilmu pengetahuan dan masyarakat, yang pada akhirnya mengendalikan political power," jelasnya.

Lahirnya oligarki, menurutnya, karena  penerapan kapitalisme yang menimbulkan ketimpangan ekonomi. Sehingga harus diganti dengan ideologi yang shahih yakni ideologi Islam.

"Realitas penerapan sistem Islam atau penerapan ekonomi Islam dalam masyarakat meliputi sistem pembagian kepemilikan dan menjaga penerapan aturan ekonomi Islam di masyarakat. 

Islam membagi tiga bentuk kepemilikan.
"Yaitu kepemilikan individu, umum dan negara," tuturnya.

Untuk bisa melaksanakan sistem ekonomi Islam, ada tiga pilar penegakan syariat. "Terdiri dari individu Islam, masyarakat yang bertakwa dan terbiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar serta penegakan hukum oleh negara secara adil," katanya.

Ia mengatakan, sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang merata. "Ketika mereka menjalankan sistem ekonomi Islam apapun agamanya, maka pemerataan ekonomi akan lahir dan akan meningkatkan kesejahteraan semua masyarakat," pungkasnya. [] Evi

Kamis, 12 Januari 2023

Refleksi 2022, Prof. Suteki: Indonesia Dikendalikan Oligarki

Tinta Media - Pakar Hukum dan filsafat pancasila, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai Indonesia saat ini bukanlah negara hukum, tapi merupakan negara kekuasaan di bawah bayang-bayang lembaga eksekutif yang dikendalikan oligarki.

“Kalau kita mau cermati, kita bukan sebagai negara hukum tetapi sebagai negara kekuasaan dengan memposisikan eksekutif itu, saya katakan sebagai ekstraktif institution, jadi lembaga pengayak, penyaring tunggal terhadap praktek penyelenggaraan negara. Meskipun kita tahu di situ ada lembaga legislatif dan yudikatif, tapi dua lembaga ini (legislatif dan yudikatif) itu berada di bawah bayang-bayang dan cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki,” sebutnya dalam Diskusi Media Umat: Indonesia Makin Dicengkeram Oligarki dan Semakin Sekuler Radikal yang ditayangkan secara live di channel YouTube Media Umat, Ahad (8/1/2023)

Prof. Suteki juga mengira, di tingkat pemilihan daerah atau pilkada sudah terbukti bahwa 82-84% pilkada terdapat cukong di belakangnya dan hal itu juga tidak mustahil terjadi juga pada pemilu presiden dan seterusnya.

Menurutnya, ketika misalnya cengkraman eksekutif yang dikendalikan oleh oligarki itu menguat, maka baik norma maupun pembentukan norma, atau dalam hal ini adalah proses hukum, itu dilakukan tidak baik. “Artinya di situ tidak ada, tidak ada good process,” jelasnya.

Ia pun menduga bahwa pembentukan dan penegakan hukum itu dikendalikan oleh oligarki. “Pembentukan Perppu Cipta Kerja, Undang-undang Minerba itu bisa diduga itu sarat dengan kepentingan oligarki,” duganya.

Ia pun juga ingin menekankan bahwa ketika oligarki itu sudah menguat, maka mestinya hukum itu disupremasikan atau menjadi panglima. “Maka yang menjadi panglima bukan hukum, tetapi justru politik. Ini yang terjadi di tahun 2022 itu saya kira lebih cenderung ke sana,” pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 04 Desember 2022

FDMPB: Revisi UU IKN Hanya untuk Kepentingan Oligarki

Tinta Media - Menyikapi kontroversi yang terjadi terkait usulan revisi Undang-undang Ibukota Negara (IKN), Ketua FDMPB (Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa) Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa Revisi UU IKN ini hanya berorientasi pada oligarki semata.

"Revisi UU IKN ini nampak jelas berorientasi kepada keuntungan oligarki semata, tidak langsung berhubungan dengan kepentingan ekonomi masyarakat," tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Kamis (1/12/2022).

Berdasarkan pernyataan Yasonna, ujar Ahmad, bahwa perubahan UU IKN ditujukan untuk mempercepat proses pemindahan ibu kota negara.

Selanjutnya ia mempertanyakan perubahan UU IKN yang terkesan terburu-buru. "Pertanyaannya adalah untuk apa terkesan buru-buru, seolah tidak ada masalah yang lebih penting di negeri ini," kesalnya.

Sementara di sisi lain, imbuhnya, negeri ini tengah menghadapi ancaman serius soal kegagalan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dampak kenaikan harga BBM, korupsi dan masih banyak persoalan krusial negeri ini.

Ia juga menyampaikan terkait sikap Fraksi PKS terhadap rencana revisi UU IKN ini. "Penolakan fraksi PKS atas rencana revisi UU IKN, bahkan PKS menolak disahkannya UU IKN ini. Fraksi PKS punya alasan bahwa sejak awal UU IKN ini belum dibahas secara hati-hati, cermat dan komprehensif serta mendengar masukan dari banyak pihak. Adalah preseden buruk disaat belum apa-apa, tapi sudah mau direvisi," paparnya.

Karakter demokrasi pragmatis transaksional memang demikian, kata Ahmad, Undang-undang yang disusun, bisa kapanpun diubah dan direvisi sesuai dengan kepentingan politik jangka pendek.

Menurutnya, sulit ditemukan dalam negara demokrasi rumusan UU yang pro terhadap kepentingan rakyat.

"Sulit ditemukan di negera demokrasi, sebuah rumusan UU memberikan porsi besar bagi kepentingan rakyat banyak," katanya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa demokrasi kapitalisme meniscayakan pembuatan UU demi oligarki.

"Demokrasi kapitalisme meniscayakan pembuatan UU demi kepentingan oligarki. Politik transaksional antara penguasa dan pengusaha akan terus mewarnai UU dan revisinya sejalan dengan dinamika kepentingan yang ada," pungkasnya.[] Nur Salamah

Kamis, 10 November 2022

PEMILU UNTUK RAKYAT ATAU OLIGARKI?

Tinta Media - Tidak ada negara demokrasi di dunia yang tidak berkaitan dengan oligarki, kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu mengendalikan oligarki bukan yang jadi alatnya oligarki (Eep Saefullah Fatah). Oligarki menjadikan demokrasi sebagai alat legitimasi (Ismail Yusanto).

Ulasan yang disampaikan Founder sekaligus CEO Polmark Indonesia ini sebenarnya mengkonfirmasi bahwa demokrasi dan pemilu demokrasi tak mungkin dilepaskan dari peran oligarki. Artinya pemilu pada dasarnya adalah dalam kendali oligarki. Eep tidak menyinggung satupun pemimpin atau presiden yang berhasil lepas dari hegemoni oligarki, kecuali dia berharap bahwa Anies jika jadi presiden punya kemampuan akan bisa mengendalikan oligarki. Ini hanya analisa politik, sebab faktanya Anies belum menjadi presiden, baru calon presiden yang diusung oleh partai nasdem.


Eep juga memberikan bocoran agar Anies dapat berhasil pada pengendalian oligarki ini, salah satunya adalah Anies dapat menjadi pioneer atau orang pertama. “Kalau Anies mau berhasil maka Anies bisa menjadi pioneer, orang pertama di Indonesia yang pertama kalinya di Indonesia ada UU pendanaan politik.


Ucapan Eep ini menandaskan bahwa selama ini pemilu dalam kendali oligarki, jika Anies mampu keluar dari jeratan itu, maka dia orang pertama di Indonesia. Wah ngeri juga ya, berarti benar bahwa pemilu demokrasi itu dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki, bukan untuk rakyat.

 

Robert Mitchel dalam bukunya “Political Parties, a Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy” menyebutkan kemunculan oligarki merupakan konsekuensi dari proses yang terjadi dalam suatu organisasi, termasuk partai politik. Makin besar organisasi atau partai politik tersebut, kecendrungan mengarah kepada oligarki tidak dapat dihindarkan. Kecendrungan ini disebut Michel sebagai oligarki demokrasi.

Yang pada akhirnya, perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa ini akan melahirkan hukum besi oligarki, dimana kepentingan sekelompok orang (minoritas), tidak mewakili kepentingan orang banyak (mayoritas). Seperti lingkaran setan, relasi antara demokrasi dan oligarki yang senyatanya telah menjadi malapetakan peradaban modern tanpa pernah ada ujungnya.


Istilah lingkaran setan adalah keadaan atau masalah yang seolah-olah tidak berujung pangkal, sulit dicari penyelesaiannya; proses atau lingkaran tidak berujung pangkal. Kapitalis sekuler sebagai metode operasional demokrasi telah menyebabkan kerusakan dan kehancuran ekonomi dunia bahkan Indonesia. Akibatnya, krisis globalpun terjadi dan berbarengan dengan pandemi yang telah menyengsarakan umat manusia di dunia abad ini. Penerapan demokrasi liberal tidak pernah memberikan harapan, kecuali kehancuran yang tak berujung.


Krisis fiskal negara dunia ketiga yang tersandera bayang-bayang gagal bayar akibat “debt trap” sistem rusak ini. John Perkins membuka mata dunia lewat buku yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Bagaimana dia menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins, untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) agar mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya. Sampai negara tersebut tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.


Efek rusaknya pun menjalar ke realitas politik ala demokrasi, saat ini panggung layaknya pasar kotor, dimana jual-beli kepentingan dan saling sikut demi keuntungan bisnis pribadi dan kelompok dilakukan. Sehingga perwujudan demokrasi yang terjadi, bukan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, namun dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Wajah demokrasipun terlihat di dominasi oleh birokrasi oligarki yang menjadikan partai hanya sekedar mesin pendulang suara pemilih dan konstituennya, tidak lebih.


Analisa Eep bisa benar, bisa juga salah. Sebab, calon presiden diusung oleh partai, sementara dalam demokrasi, partai adalah bagian dari oligarki itu. Bingung kan ?. Dengan demikian, pertanyaannya adalah, siapa yang bisa menjamin bahwa Anies tidak dikendalikan oligarki ?. Pertanyaan ini harus dijawab oleh Anies sendiri. Jika jawabannya iya, maka apakah partai Nasdem bisa memahami dan meneruskan dukungannya, atau malah sebaliknya, mencabut dukungan. Lingkaran setan demokrasi oligarki tidaklah sesederhana apa yang disampaikan Eep. Bahkan bisa dikatakan bahwa pemilu demokrasi adalah ajang perjudian para oligarki.


Paham antroposentrisme dan antropomorpisme menjadikan demokrasi menjadikan manusia sebagai otoritas pembuat hukum dan perundang-undangan dan membuang kitab suci sebagai sumber konstitusi. Demokrasi adalah semacam ‘bid’ah politik’ yang menjadikan akal dan nafsu serta kepentingan manusia sumber kebenaran. Karena itu secara genealogis dan genetik, demokrasi itu anti agama (baca : Islam). Dari kesalahan konsep kepemilikan menjadikan oligarki semakin subur dalam sistem demokrasi.

 

Karena itu tidaklah mengherankan jika para pemuja demokrasi menjadikan hawa nafsu dan kepentingan pragmatisnya sebagai acuan. Tidak mengherankan pula jika di alam demokrasi justru makin subur para penjilat kekuasaan, penista agama dan berbagai bentuk perilaku amoralitas. Islam akan menjadi sasaran serangan oleh demokrasi melalui mulut para pemujanya. Biaya politik demokrasi sangat tinggi yang menyebabkan perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Lebih ironis lagi jika yang menjadi penguasa adalah para pengusaha, sempurna kehancurannya.

 

Karena itu jargon demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat adalah jargon bualan, pepesan kosong. Buktinya, pasca pemilu, kondisi rakyat tidak semakin baik, malah sebaliknya, utang negara semakin menggunung dan rakyat yang harus menanggungnya. Usai pemilu, rezim kerjanya justru menyengsarakan rakyat dengan menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga. Rakyat mestinya cerdas, bahwa selama demokrasi diterapkan, maka pemilu hanya akan menambah sengsara dan carut marut negeri ini.


(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 01/11/22 : 15.04 WIB)

 Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab