Tinta Media: Nyawa
Tampilkan postingan dengan label Nyawa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nyawa. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Januari 2024

Gagal Ginjal, Bukti Gagalnya Negara Melindungi Nyawa Manusia




Tinta Media - Kementerian kesehatan mengumumkan dua kasus baru gagal ginjal akut anak atau Acute Kidney Injury (AKI) di Jakarta. Satu pasien sudah dikonfirmasi mengalami AKI dan meninggal dunia, sementara satu lagi dinyatakan sebagai suspek.

Kemenkes mengatakan bahwa penyebab kasus baru ini masih memerlukan pendalaman dalam pengkajian lebih lanjut. Menurut juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, belum dipastikan bahwa gagal ginjal akut kali ini adalah akibat dari obat sirup.

Pada tanggal 5 Februari 2023, sebanyak 326 kasus gagal ginjal akut terjadi pada anak dan 204 anak dari 27 provinsi meninggal dunia. Kematian mereka dikaitkan dengan obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada produksi obat sirup.

Sejumlah keluarga korban dari gagal ginjal akut mendesak Bareskrim Polri untuk segera menyeret pihak yang bertanggung jawab atas peredaran obat batuk sirup beracun ke pengadilan. Perusahan Badan Pengawasan Obat (BPOM) patut dianggap lalai dalam mengawasi bahan obat sirup hingga diberikan nomor izin edar.

Safitri, seorang ibu yang kehilangan anak laki-lakinya karena menderita gagal ginjal akut pada Oktober 2022 mengatakan, “Karena kesalahan sistem, jelas tidak perlu orang dengan keilmuan tinggi melihat bagaimana kasus ini terjadi. Ingat, kejadian ini akan terulang kalau sistem tidak diperbaiki.” (bbc.com, 21/12/2023)

Masalah gagal ginjal akut belum juga selesai. Masyarakat masih tidak percaya dengan negara dalam mengatasi kasus ini karena dianggap terlalu lamban. Lantas, bagaimana seharusnya negara bertindak untuk masalah ini? Bagaimana Islam mengatur dan melindungi nyawa mansuia?

Kelalaian Negara Mengatasi Gagal Ginjal Akut

Sering kali masalah kesehatan yang buruk terjadi di Indonesia. Ditambah penanganan negara yang terkesan lemah dalam mendeteksi masalah, sehingga semakin memperparah keadaan. Pendanaan yang lemah dalam kesehatan menjadi kewaspadaan suatu negara. 

Negara dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator, bukan pelayan rakyat, sehingga rakyat bukan menjadi proritas utama negara. 

Edukasi dan peran aktif negara dalam urusan kesehatan masyarakat juga masih sangat rendah. Sehingga, kesadaran masyarakat untuk menanggulangi kasus gagal ginjal akut pada anak pun akhirnya masih minim. Ini mengakibatkan tingginya angka kematian. 

Padahal, kondisi ini tidak sepenuhnya salah masyarakat. Sebab, ralitasnya layanan kesehatan disediakan pemerintah memang masih belum mencukupi dan sangat terbatas. Tidak heran, pada akhirnya terjadi keterlambatan pendeteksian penyakit tersebut, sehingga terlambat pula ditangani.
Tidak hanya itu, gagal ginjal akut juga banyak menimpa daerah-daerah yang layanan kesehatannya terbatas. Maka, jelaslah sudah, kondisi ini menunjukkan negara lalai, sekaligus memperlihatkan borok atau kelemahan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

Negara juga abai dalam mengawasi peredaran obat-obatan. Sudah banyak obat yang tidak ada surat izinnya tetapi masih beredar dan di konsumsi masyarakat. Harusnya pemerintah sudah lebih sigap menangani kasus gagal ginjal akut ini. Pemerintah juga seharusnya menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait langkah preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan). 

Sayangnya, dalam sistem kapitalisme ini, pengelolaan kesehatan menjadi bagian dari lahan bisnis sehingga rakyat tidak bisa menyediakan dana untuk pelayanan kesehatan. Apalagi, perusahan tidak melihat keamanan obat yang dia produksi, yang terpenting mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Peran Penting Negara Memelihara Nyawa Manusia

Kasus gagal ginjal akut pada anak tidak terlepas dari urusan nyawa manusia. Selain melakukan penanggulangan, pemerintah seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat. Sungguh tidak ada agama selain Islam yang mampu melindungi nyawa manusia. 

Dalam Islam, anak bukan sekadar aset masa depan saja, tetapi bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi kebutuhannya, sehingga negara akan berusaha untuk memenuhi semua penyediaan fasilitas yang memadai, termasuk pemenuhan gizi yang cukup. Tidak hanya itu, pemerataan untuk masyarakat yang kaya dan miskin hingga pemberian pendidikan dan kesehatan gratis juga dilakukan.

Seluruh pelayanan yang diberikan negara adalah murni untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi semata. Sebab, ini semua dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab, karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Dari sinilah kewajiban seorang khalifah dalam mewujudkan penerapan Islam di aspek kehidupan terbentuk, termasuk aspek kesehatan. 

Sebab, salah satu maqashid asy-syari’ah (tujuan syariah) adalah hifzh an-nafs, yakni menjaga jiwa. Terkait dengan nyawa, Rasulullah bersabda dalam riwayat an-Nasa’i dan Tirmidzi.

“Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.“

Maka dari itu, negara akan segera bertindak terhadap penanganan penyakit yang menular, bahkan penyakit yang belum diketahui penyebabnya oleh negara. Masyarakat pun tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakitnya. 

Negara akan memproduksi obat-obatan secara cuma-cuma untuk rakyat. Selanjutnya, negara sangat memperhatikan peredaran obat di tengah masyarakat. Obat-obat yang tidak melalui uji/riset justru tidak akan bisa lolos edar begitu saja, sehingga tidak akan merugikan kesehatan masyarakat, bahkan tidak akan berefek pada kematian di kemudian hari. 

Maka dari sini, bisa disimpulkan bahwa dari sistem yang rusak akan berakibat pada kehidupan yang rusak. Sehingga, hal yang harus dilakukan saat ini adalah mengganti sistem yang mengatur kehidupan manusia dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta, berupa sistem khilafah islamiyah agar membawa kebaikan bagi manusia di seluruh aspek kehidupan.
Wallahu`alam bisshawab.


Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Selasa, 14 Maret 2023

Merenggut Nyawa, Efek Konten tak Berfaedah bagi Pemuda

Tinta Media  - Baru saja masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita meninggalnya seorang pemudi di Kabupaten Bogor. Parahnya lagi, pemudi tersebut meninggal ketika membuat konten mencoba gantung diri. Hal ini di benarkan oleh Kompol Agus selaku Kapolres Leuwiliang, daerah tempat tinggal korban tersebut. Beliau memaparkan, hal ini terjadi saat korban mengatakan pada teman-temannya via Video Call akan membuat live dan melakukan konten, naasnya korban tersebut meninggal saat melakukan percobaan tersebut (cnnindonesia.com, 3/3/2023)

            Konten semacam ini bukan lah pertama kali muncul dan mencuat di jagat dunia maya, lekat diingatan bagaimana beberapa waktu lalu juga pernah dibuat konten melawan maut, dimana beberapa pemuda berusaha menabrakan dirinya ke arah truk yang sedang berjalan, dan sekali lagi berakhir dengan meninggal. Tak sedikit konten-konten yang ada di media sosial bukan lah sesuatu yang bermafaat, ada yang sifatnya menghibur, memamerkan harta yang entah dari mana sumbernya, dan bahkan lebih jauh lagi bisa membahayakan nyawa seseorang.

 

Adiksi Media Sosial

Pembuatan berbagai macam konten demi menaikkan viewer, follower sampai engagement di dunia maya mengantarkan kita pada pandangan bahwa salah satu efek negatif dari penggunaan media sosial adalah, seseorang tidak bisa membedakan realitas pada dunia maya dan dunia nyata. Sehingga kebanyakan pemuda saat ini lebih nyaman untuk melakukan aktivitas sosial pada dunia maya dan terjebak pada hal tersebut.

Dalam sebuah Jurnal Psikologi  tentang penggunaan media sosial, dikatakan bahwa ketergantungan akan media sosial berperan dalam memediasi hubungan antara harga diri dan kesejahteraan psikologis. Dalam artian, harga diri seseorang menjadi salah satu faktor dalam penggunaan media sosial. Semakin dalam dan semakin lama seseorang menggunakan media sosial, harga dirinya semakin bangkit, terlebih lagi dengan “branding” yang ia buat dalam media sosial, entah itu sebagai konten kreator, atau pun influencer. Kesejahteraan psikologis sendiri diartikan sebagai perasaan nyaman ketika didapatkan sesuatu yang positif dari menggunakan internet, salah satunya akses kemudahan dalam berinteraksi atau bekerja secara cepat hanya dengan mengirim tugas lewat e-mail.

Hal ini diperkuat lagi dengan keberadaan jenis pekerjaan baru yakni Influencer media social, mereka didefiniskan sebagai orang yang memiliki banyak pengikut dalam satu platform media sosial, yang aktivitasnya bisa mempengaruhi pengikutnya. Dengan keberadaan pekerjaan ini, orang kemudian berlomba-lomba untuk menghasilkan uang dengan menjadi influencer tersebut. Bisa terlihat dari bagaimana banyaknya berita viral kemudian influencer dadakan yang terjadi belakangan ini, memunculkan satu bukti bahwa begitu tertariknya orang di media sosial akan konten yang entah itu bermanfaat atau tidak, yang terpenting bisa menghasilkan sesuatu.

Pemuda Menjadi Alat Kapitalisme

Perasaan bahagia dari banyaknya orang yang mengikuti kita di media sosial, ataupun menyukai konten yang kita buat, memberikan efek tersendiri bagi  pemilik konten. Sehingga, mereka melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang produktif. Saking dianggap pentingnya, suatu platform media sosial membuat kebijakan berupa menghapus tombol dislike. CEO Youtube mengungkapkan bahwa, tombol tersebut bisa melukai konten creator kecil sehingga mereka tidak bisa berkembang nantinya

Hal ini makin memperkokoh pemahaman, bahwa produksi konten yang ada sejatinya hanya menguntungkan para pemilik perusahaan besar yang bergerak di media sosial, sedangkan para pemuda yang tidak paham akan penggunaan dan pemanfaatan media sosial semestinya hanya menjadi korban dari efek besar konten yang ada dan terkaburkan dengan pemahaman bisa menghasilkan sesuatu.

Terkaburkannya pemahaman tentang materi ditambah dengan kemudahan akses internet yang begitu cepat mengantarkan para pemuda pada kesibukan yang sifatnya sia-sia semata. Taraf berpikir yang rendah mengakibatkan mereka dengan mudahnya membuat konten tanpa memperhatikan keselamatan mereka, sekali lagi demi kepentingan “materi” semata. Bergesernya  nilai-nilai serta pandangan hidup tidak lepas dari sistem kapitalisme yang ada. Dimana sistem ini mendorong mereka yang hidup didalamnya untuk mengikuti algoritma yang tekah dibuat, yakni mengikuti kemauan pasar. Jika suatu konten sedang viral, maka mengikutlah seluruh orang untuk membuat konten serupa, termasuk gaya “flexing” atau memamerkan harta  yang memunculkan rasa iri kepada yang menonton. Tak sedikit pelaku flexing berakhir pada meja hukum, misalnya terjerat pinjaman online, pencurian bahkan penggelapan pajak dari hasil gaya hidup mewah yang mereka pamerkan.

          Sejatinya, pemuda adalah tonggak peradaban. Ketika pemuda disibukkan apda hal-hal yang tidak bermanfaat maka bisa dipastikan beradaban di masa depan akan hancur. Perlahan hal ini sudah terlihat didepan mata, bagaimana ketika para pemuda tidak punya pemahaman yang kokoh lahir lah strawberry generation yang begitu rapuh dari dalam, dan mudah terjangkit penyakit mental. Ditambah lagi arus pemikiran yang serba salah dari Barat, membuat pemuda dengan gampangnya berkiblat pada hal tersebut, semua yang berasal dari barat dianggap kemajuan peradaban, termasuk pola pikir bahwa penyimpangan perilaku seksual adalah sebuah kewajaran yang terjadi pada masyarakat.

 

 

Pemuda dalam pandangan Islam

Islam memandang pemuda adalah salah satu aset penting yang dimiliki sebuah peradaban. Saking pentingnya, tidak dibiarkannya mereka tersibukkan kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Keberhasilan besar bahkan kebanyaan dilakukan oleh pemuda.  Hal ini tidak terlepas dari keinginann para pemuda untuk melakukan kontribusi besar untuk kebermanfaatan banyak umat, termasuk umat Islam.

Teringat jelas bagaimana Muhammad Al Fatih di Usia awal 20 menaklukkan Konstatinopel. Di zaman Rasulullah tersebut nama Zaid bin Tsabit yang sejak berusia 13 tahun berperan besar dalam mengumpukan dan menuliskan wahyu, sehingganya sampai sekarang kita masih bisa menggunakan mushaf yang hari ini terkenal disebut dengan mushaf ustmani. Termasyhur juga sebuah nama di zaman tabiin, yakni Imam Al Bukhari, saat usia 10 ia buta, namun tidak menyurutkan semangatnya untuk mengkaji ilmu, hingga di usia 16 tahun beliau menjadi seorang alim ulama

Kegigihan dan semangat ini tentu tidak lahir dari teralihkannya pemikiran umat seperti yang terjadi saat ini. Diperlukan sebuah institusi yang menjaga agar fokus pemuda tidak teralihkan. Sistem pemerintahan islam yang diterapkan selama hampir 13 abad lamanya telah membuktikan begitu terjaganya pemuda saat itu penerapan Islam kafah dalam Khilafah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat. “Khilafah akan mengarahkan peran pemuda untuk mempersiapkan diir mereka menjadi ahli untuk kemaslahatan umat dan negara melalui penerapan sistem Pendidikan. Pembinaan tsaqafah Islam oleh Khilafah nantinya yang akan melejitkan potensi pemuda untuk mengemban amanah sebagai agent of change yakni penjaga penerapan syariat dan siap mendakwahkan Islam ke seluruh dunia.


Sumber

1.      https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230303165021-20-920487/coba-coba-konten-gantung-diri-perempuan-di-bogor-tewas-terlilit-kain

2.  Pertiwi, E.M., Suminar, D.R. & Ardi, R. (2022). Psychological well-being among Gen Z social media users: Exploring the role of self-esteem, social media dependency as mediator and social media usage motives as moderator. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 7 (3). 205-219. doi: https://doi.org/10.23917/indigenous.v7i2.19851


Oleh: dr. Sakinatul Qulub

Sahabat Tinta Media 

Selasa, 27 September 2022

Harga Nyawa Seorang Muslim

Tinta Media - Nyawa seorang muslim amatlah mahal. Bahkan jauh lebih mahal daripada dunia ini. Terbayang kan mahalnya. Makanya terbayang betapa besar dosa yang ditanggung para pembunuh. Manusia super zholim haus darah pasti akan menanggung akibatnya di dunia dan akhirat. 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Sangat disayangkan, nyawa seorang muslim dihilangkan begitu saja. Apalagi disertai fitnah keji yang mengiringinya. 

Semua bisa memberikan keterangan apapun mengenai kejadian yang sedang ramai di masyarakat, namun kita perlu menyadari, semua disaksikan oleh Allah. Kami tidak bisa memberikan nasehat apapun selain ingin kami sampaikan, “Allah tidak pernah melupakan tindakan orang dzalim.”

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

“Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah akan melupakan tindakan yang dilakukan orang dzalim. Sesungguhnya Allah menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42).

Begitulah tanpa khilafah nyawa muslim bahkan jutaaan muslim ditumpahkan dengan zholim. Tanpa pelindung maka semua itu terjadi dibawah tatapan manusia sedunia tanpa pembelaan sama sekali.[]

Ustaz Abu Zaid
Tabayyun Center 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab