IJM: Isu Normalisasi HT1 dan FP1 Menjadi Warning bagi Pemerintah
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menanggapi isu normalisasi status organisasi masyarakat atau ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HT1) maupun Front Pembela 1slam (FP1) sebagai warning bagi pemerintah untuk bersikap adil.
“Ini harus menjadi warning bagi pemerintah agar berhati-hati dan bersikap adil dalam memperlakukan ormas Islam, karena bisa menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat bahwa ini upaya memberangus kelompok Islam yang berbeda dan kritis terhadap pemerintah,” tuturnya pada unggahan Normalisasi HT1 dan FP1? di kanal YouTube Justice Monitor, Rabu (31/01/2024).
Ia mengingatkan bahwa sebagai negara hukum pemerintah tidak dapat melarang warganya untuk berserikat, berkumpul, dan juga berkegiatan dakwah.
“Jika kita cermati, langkah pemerintah membubarkan kedua atau mencabut badan hukum dan tidak memperpanjang SKT dari kedua ormas itu yang sebelumnya menimbulkan polemik di dalam masyarakat, ada yang mendukung upaya pembubaran atau pencabutan BHP dan SKT, ada pula yang menolak dengan argumen kebebasan berserikat, termasuk rasa was-was kembalinya politik represi,” jelasnya.
Menurutnya, bagi pihak yang kontra, langkah pemerintah menjadi tambahan alasan untuk makin waspada setelah melihat fenomena menyempitnya ruang kebebasan bersuara kritis belakangan ini. “Jangan lupa pemerintah juga punya tanggung jawab melakukan pembinaan, pengayoman, dan memberikan edukasi kepada seluruh ormas,” tuturnya mengingatkan.
“Sehingga atas langkah pembubaran tersebut pemerintah dinilai sebagian pihak tidak benar-benar melakukan kajian yang komprehensif dan disinyalir memiliki sentimen tertentu dan bernuansa politik,” sambungnya menegaskan.
Menurutnya topik HT1 dan FP1 merupakan ujian bagi negara ini. “Sebab banyak pihak yang menilai pembubaran kedua atau pencabutan badan hukum BHP HTI dan tidak dilanjutkannya SKT FPI ini indikasi dan benih-benih lahirnya otoritarianisme,” terangnya.
Hal ini dinilai Agung sekaligus bisa menjadi ujian dalam bernegara. “Penting pemerintah hendaknya memberikan keadilan bagi setiap masyarakat untuk berdakwah dan bersuara kritis,” pungkasnya.[] Raras