Tinta Media: Nikah
Tampilkan postingan dengan label Nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nikah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

Rizqi Awal : Keterlibatan Menteri dalam Pernikahan Kaesang, Bukan Tupoksinya

Tinta Media - Pengamat Sosial dan Politik Rizqi Awal menyatakan, keterlibatan para menteri dalam pernikahan Putra Jokowi, Kaesang Pangarep, bukan tupoksinya. 

“Serba salah sebenarnya, ketika melakukan perkara seperti ini. Untuk apa para menteri itu menunjukkan diri dan terlibat? Karena memang bukan tupoksinya mengurusi pernikahan ini,” tutur Bung Rizky dalam Kabar Petang: Menteri Sibuk Urus Pernikahan Mewah Kaesang, Abaikan Tupoksi? pada Senin, (12/12/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
 
Bung Rizqi kemudian membeberkan kemungkinan alasan para menteri terlibat langsung dalam pernikahan tersebut. Sementara dalam urusan pernikahan anak tokoh-tokoh lain tidak diurusi. 

Pertama, menurutnya, karena Jokowi merupakan seorang presiden hingga akhirnya turut membantu. “Mungkin karena Pak Jokowi ini adalah seorang presiden sehingga mereka harus membantu dalam urusan tanda kutip,” katanya.

Kedua, tidak mungkin para menteri tidak tahu akan tupoksinya. Sebagai seorang politikus dan pejabat pemerintah, menurut Rizqi, seharusnya bisa memahami fungsi seorang menteri seperti apa. Selain itu, harus juga mampu memposisikan dirinya sebagai pribadi yang dekat dengan Pak Jokowi. Namun, intinya adalah keterlibatan para menteri dalam acara pernikahan tersebut melanggar etika sosial dan etika berpolitik. “Ini sungguh-sungguh dilanggar,” tandasnya.

Ketiga, ada upaya dari para menteri untuk menunjukkan eksistensi diri masing-masing, mengingat, sudah mendekati tahun-tahun politik 2023-2024. Diantara para menteri, tentu ada juga yang tidak memiliki kepentingan politik, tapi ternyata tetap memiliki peran dalam momen pernikahan tersebut. Menurut Bung Rizqi, hal ini turut menjadi pertanyaan publik. 
 
“Ini bukan acara resmi negara, tapi acara resmi yang dilakukan oleh individu Pak Jokowi selaku orang Indonesia, bukan salaku Presiden Indonesia,” tegas Bung Rizqi.

Rizqi menambahkan, jika acara tersebut merupakan bagian dari kesekretariatan, bagian dari kegiatan kenegaraan, maka perlu diperhatikan juga apakah ada hadiah, iuran atau uang yang masuk dalam kegiatan tersebut. 

“Nah, di sini KPK harus melihat juga, jika seseorang memberikan sumbangan atau memberikan hadiah kepada Kaesang, ini merupakan bagian dari gratifikasi dan tentu tidak boleh diterima oleh Pak Jokowi, sekecil apapun itu,” imbuhnya.

Dengan kata lain, dana yang terkait dengan acara pernikahan Kaesang tersebut harus murni berasal dari Kaesang atau Jokowi sendiri.

“Kalau ada dana-dana yang terlibat juga, ini perlu dipertanyakan terkait gratifikasi dan upacara mewah ini,” pungkas Rizqi. [] Ikhty

Sabtu, 02 April 2022

Ketua MK Nikahi Adik Jokowi, Sastrawan Politik: Bisa Dijadikan Strategi Pengamanan Tunda Pemilu

https://drive.google.com/uc?export=view&id=16ZS9N0TtbI9bvHFv7zIK6RgaL7DXJZf4

Tinta Media - Menanggapi kabar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman akan menikahi adik kandung Presiden Joko Widodo, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai hal ini bisa dijadikan strategi pengamanan tunda pemilu.

"Wajah publik khawatir, langkah ini bisa dijadikan strategi pengamanan tunda pemilu untuk menambah kekuasaan Jokowi," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (1/4/2022).

Menurutnya, sangat wajar publik khawatir, karena pertimbangan putusan MK kelak akan dibahas di kamar berdua Idayati. "Tidak lagi atas pertimbangan hukum dan keadilan, melainkan atas kepentingan kekuasaan," ungkapnya.

Ia mengingatkan, mengenai status Idayati yang merupakan adik Jokowi. Jokowi sebagai pucuk pimpinan lembaga eksekutif (Presiden), dan Anwar Usman selaku ketua lembaga yudikatif (MK). "Akan sangat berpengaruh pada independensi lembaga MK," terangnya.

Ia melanjutkan, MK memiliki posisi strategis sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution, penafsir konstitusi (the sole interpreter of the constitution), pengawal demokrasi (the guardian of the democracy), pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen's constitutional rights), serta pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).

“Karena itu, sekali lagi potensi konflik kepentingan yang menyebabkan MK kehilangan independensi dalam menjalankan fungsi dan perannya. "Terutama untuk menjaga kualitas putusan Mahkamah Konstitusi," paparnya.

Ia pun menyayangkan kritik masyarakat terhadap Anwar Usman tidak dijawab dengan perspektif seorang negarawan dalam menyampaikan pikiran yang berintegritas. "Dengan narasi wajah gantengnya, Anwar justru bernarasi tentang takdir cinta dan jodohnya," tukasnya.

Ia melihat bahwa disinilah letak kesalahan dan bias jawaban sekaligus penjelasan Anwar Usman. “Anwar tidak pernah menjawab dengan penegasan bahwa keputusannya untuk menikahi Idayati tidak akan mempengaruhi putusan yang dihasilkan MK. Anwar tidak memberikan komitmen dan garansi bahwa dirinya akan tetap independen, menjadi pengawal konstitusi dan tidak akan berubah menjadi garda penjaga kekuasaan Jokowi," bebernya.

Kalaupun Anwar menyatakan komitmen itu, menurutnya, tetap saja publik belum tentu percaya. "Mengingat, publik lebih mempercayai atas apa yang dilakukan ketimbang apa yang dijanjikan," tandasnya.[]Ajira

Kamis, 31 Maret 2022

Nikah Beda Agama, KH M. Shiddiq Al-Jawi: Wanita Muslimah Haram Menikah dengan Laki-Laki Kafir

https://drive.google.com/uc?export=view&id=14Mpj_SvqXV0w5IDfIxsBRZ5PChW5ICuw

Tinta Media - Menanggapi fakta beberapa waktu lalu adanya pernikahan seorang muslimah di sebuah gereja, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan keharaman wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir.

“Wanita muslimah haram hukumnya menikah dengan laki-laki kafir (non muslim), baik laki-laki kafir Ahli Kitab maupun laki-laki kafir musyrik,” tuturnya pada rubrik Fokus: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal YouTube UIY Official.

Dalil keharamannya ada dua dalil yakni QS Al-Baqarah: 221 dan QS Al-Mumtahanah: 10.

Pertama, QS Al-Baqarah: 221: “Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah : 221).
Imam Thabari menafsirkan ayat tersebut dengan berkata: “Dari Qatadah dan Al-Zuhri, mengenai tafsir firman Allah yang berbunyi (Ùˆَلاَ تُÙ†ْÙƒِØ­ُوا الْÙ…ُØ´ْرِÙƒِÙŠْÙ†َ), mereka berkata, ‘Tidak halal bagi kamu [wali nikah] untuk menikahkan laki-laki Yahudi atau laki-laki Nashrani atau laki-laki musyrik [dengan perempuan beriman], yaitu laki-laki itu dari kalangan penganut agama di luar agamamu [beragama bukan Islam]’.” (Tafsir Al-Thabari, 2/379). (Lihat https://islamqa.info/ar/answers/ حكم-زواج-المسلم-من-غير-المسلمة-والعكس  ).


Kedua, QS Al-Mumtahanah: 10 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (QS Al-Mumtahanah : 10).

Imam Taqiyuddin An-Nabhani menegaskan juga bahwa kata “al-kuffâr” (laki-laki kafir) pada ayat tersebut (QS Al-Mumtahanah : 10) bermakna umum, tidak hanya untuk laki-laki kafir Musyrik: “Allah mengungkapkan dengan kata ‘al-kuffâr’ (laki-laki kafir), tidak mengungkapkan dengan kata ‘al-musyrikîn’ (laki-laki musyrik), agar dapat berlaku secara umum bagi setiap laki-laki kafir, baik dia laki-laki Musyrik maupun laki-laki Ahli Kitab [beragama Yahudi atau Nashrani].” (Imam Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hlm. 106).

“Surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan surat Al Baqarah ayat 221 itu, ayat yang mengharamkan laki-laki kafir atau non muslim baik dia itu Yahudi atau Nasrani atau musyrik (bukan Yahudi bukan Nasrani) haram hukumnya menikahi perempuan muslimah,” pungkasnya. []Raras

Rabu, 30 Maret 2022

Pernikahan Muslimah dengan Non Muslim, Ustaz Fahmi Salim: Desain Kelompok Liberal Legalkan Perkawinan Beda Agama

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1t-Zl31zIQWTAyqA_67JKED40B2ifMqX2

Tinta Media - Pernikahan Muslimah dengan nonmuslim dinilai Wakil Sekjen MIUMI Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia Ustaz Fahmi Salim Zubair, Lc., M.A. sebagai desain kelompok liberal untuk melegalkan perkawinan beda agama.

“Pernikahan muslimah dengan laki-laki non muslim ini ada semacam desain untuk melegalkan perkawinan beda agama itu,” tuturnya dalam Program Fokus Live Streaming: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusyrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal Youtube UIY Official.

Menurutnya, kelompok liberal  itu sudah beberapa kali mengajukan judicial review ke MK untuk mengganti materi-materi yang ada di dalam UU No 1 Tentang Perkawinan Tahun 1974.

“Tahun 1973 saat itu rezim orde baru mengajukan draf rancangan undang-undang tentang perkawinan itu di pasal 10 atau 6 itu yang artinya menyatakan bahwa perbedaan agama, perbedaan keyakinan itu, ketika seseorang lakukan proses pernikahan itu sah, dianggap sah oleh negara ini, ini bertentangan dengan hukum Islam,“ paparnya.

Ia mengingatkan agar jangan membolak-balikkan konteks perkawinan beda agama. Karena hubungan seksual dalam keluarga yang beda agama itu kembali kepada hukum asalnya yaitu haram kecuali yang dihalalkan. Dalam konteks ini yang dihalalkan hanya satu yaitu QS Al Maidah ayat 5, laki-laki muslim diberikan izin, didispensasi untuk menikahi wanita ahlul kitab.

“Hanya itu saja yang diberi dispensasi halal selainnya tetap haram. Bicara konteks perkawinan beda agama, apakah laki-laki muslim dengan wanita musyrikah atau wanita musyrik atau perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non muslim baik itu ahlul kitab atau pun laki-laki musyrik, ini tetap haram jangan dibolak-balikkan,” ungkapnya.

Ia melanjutkan bagaimana orang-orang liberalisme menyesatkan dengan satu  dalil dari QS Al Maidah ayat 5 untuk menghalalkan semua bentuk perkawinan beda agama.

“ Orang-orang liberalisme dengan satu dalil Al Maidah ayat 5 yang membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab lalu dibawa untuk menghalalkan semua bentuk perkawinan beda agama, itu jelas keliru. Itu jelas sesat menyesatkan, tidak sesuai dengan kaidah Al-Qur’an, tidak sesuai dengan hadis-hadis Nabi SAW atau praktik para sahabat atau salafus soleh,” lanjutnya.

Ia mengatakan, mayoritas Indonesia adalah umat Islam dan undang-undang bukan sekedar muamalah, aksi sosial semata tapi harus sesuai dengan hukum Islam. Penolakan keras terhadap pernikahan beda agama berkaitan dengan akad pernikahan.
“Kenapa umat Islam, para ulama, ormas Islam saat itu keras menolak? Karena ini berkaitan dengan akad pernikahan,” katanya.

Ia pun menegaskan akad pernikahan itu tidak boleh terjadi kecuali dengan izin syar’i, ada nashnya dari Al-Qur’an dan Sunnah. Karena asal hubungan seksual itu adalah haram kecuali ada dalil yang membolehkannya atau menghalalkannya.

“Hukum asal hubungan seksual suami istri, laki-laki dan perempuan itu adalah haram, tidak boleh terjadi kecuali ada dalil yang membolehkannya. Maka dari itu, Al-Qur’an bicara pernikahan itu selalu diawali dengan perintah dari Allah SWT artinya menunjukkan kebolehan atau kehalalan,” tegasnya.

Menurutnya, Allah SWT telah memberi perintah di dalam Al-Qur’an itu bahwa kebolehan atau kehalalan pernikahan itu berlaku untuk yang seagama, seiman, dan seakidah yaitu Islam.

“Perintah-perintah itu yang ada dalam Al-Qur’an itu berlaku untuk yang seagama, yang seiman, seakidah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 29 Maret 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi Jelaskan Hukum Nikah Beda Agama

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1cVs1ScV0_6w3Fd7-Ls-74CG3qEXkg1ho

Tinta Media - Menanggapi pernikahan beda agama setelah beberapa waktu lalu ada pernikahan seorang muslimah di sebuah gereja, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan hukum menikah beda agama.

“Nikah beda agama itu ada tiga macam. Pertama, pernikahan seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab yaitu perempuan yang beragama Yahudi dan Nasrani. Kedua, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan yang kafir atau non muslim tapi musyrik. Artinya perempuan yang tidak menganut Yahudi atau Nasrani. Ketiga, pernikahan seorang wanita muslimah dengan laki-laki kafir atau non muslim. Non muslim secara umum, baik laki-laki non muslim itu orang Yahudi atau orang Kristen atau laki-laki musyrik atau tidak beragama, yang jelas dia kafir atau non muslim,” tutur Ustaz Shiddiq pada rubrik Fokus: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal YouTube UIY Official.

Pertama, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan kafir atau non Islam tetapi beragama Yahudi atau Nasrani yang disebut dengan ahli kitab atau kitabiyah. “Ini dibolehkan berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5. Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: ‘Telah dihalalkan bagi kamu menikahi al muhshonat’, menurut tafsir ath-thabari artinya adalah perempuan-perempuan yang merdeka. Pada ayat ini kata Imam Ath-Thabari ‘Allah telah menghalalkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan-perempuan yang diberi Al kitab adalah perempuan yang beragama Yahudi atau beragama Nasrani.’ Itu penjelasan dalam tafsir At Thabari yang ditulis oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari,” jelasnya.

Ustaz Shiddiq mengatakan bahwa pernikahan seperti ini, walaupun semua ulama sepakat (empat Mazhab sepakat itu boleh), tapi khusus untuk imam Syafi'i tetap melarangnya. “Ini mungkin kehati-hatian Imam Syafi'i, tetap melarang karena menurut beliau wanita ahli kitab itu adalah wanita, orang-orang dari keturunan Bani Israel,” bebernya.

“Jadi kalau orang Kristen Jawa itu menurut Mazhab Syafi'i tetap tidak boleh, karena menurut beliau orang Bani Israil itulah yang dulu ketika mendapat Injil atau Taurot masih asli. Jadi itu argumentasi Imam Syafi'i yang dikemukakan oleh Imam al-baihaqi dalam kitab ahkamul Quran,” lanjutnya.

Menurutnya, sebenarnya yang lebih kuat pendapat jumhur ulama yang tidak melihat ahli kitab itu harus orang keturunan dari Bani Israil. “Yang penting beragama Yahudi atau Nasrani meskipun kitab mereka yaitu Taurat dan Injil itu sudah mengalami penyimpangan,” tuturnya.

“Argumentasinya, karena pada zaman Nabi istilah Al kitab digunakan oleh Al-Qur’an untuk menyebut orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani yang itu sudah menyimpang akidah mereka, sudah mengalami tahrif dalam kitab suci mereka,” terangnya.

Tetapi menurutnya, secara pribadi, memberikan penjelasan hukum berikut. “Laki-laki muslim hukum asalnya memang boleh menikahi kitabiyah, yaitu perempuan non muslim beragama Yahudi dan Nasrani tetapi tetap ada syaratnya yaitu tidak boleh menimbulkan mudarat atau bahaya,” jelasnya.
Ia memberikan contoh bahaya tersebut. “Misalnya suaminya yang muslim itu kemudian ikut-ikutan murtad atau anak-anak mereka kemudian ikut-ikutan agama Kristen dari istrinya. Ini tidak boleh berdasarkan kaidah fiqih yang dirumuskan oleh Imam Taqiyuddin Aan-Nabhani. Beliau mengatakan ‘setiap kasus dari kasus-kasus perkara yang hukum asalnya itu mubah atau boleh tetapi untuk kasus tertentu itu dapat menimbulkan bahaya, maka untuk kasus itu hukumnya haram, tetapi pada dasarnya hukumnya itu tetap mubah Ya bagi mereka yang tidak mengalami mudarat’,” paparnya.

Dia menegaskan lagi hukum yang pertama. “Jadi kalau laki-lakinya itu muslim menikah dengan perempuan non muslim tapi menganut agama Yahudi atau Nasrani hukumnya boleh tapi ada syarat untuk supaya itu dibolehkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudarat. Kalau mudarat,  untuk kasus tertentu hukumnya haram tapi hukumnya secara umum tetap boleh,” tegasnya.

Kedua, laki-laki muslim menikah dengan perempuan non muslim tetapi bukan ahli kitab, bukan penganut Yahudi atau penganut Nasrani. “Ini hukumnya adalah haram. Dalilnya dalam surat Al Baqarah ayat 221. ‘Janganlah kamu hai laki-laki muslim menikahi perempuan-perempuan yang musyrik, sampai mereka itu beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik bagi kamu daripada perempuan musyrik walaupun kamu sangat kagum terhadap kecantikan mereka’,” terangnya.

Ketiga, ini yang mungkin relevan dengan fakta yang ada sekarang. “Jadi laki-lakinya yang non muslim perempuannya itu adalah muslimah. Nah ini semua ulama sepakat menghukumi haram. Dalilnya ada dua, pertama surat Al Baqarah 221 dan yang kedua surat Al-Mumtahanah ayat 10,” jelasnya.

“Jadi dalam surat Al Baqarah 221, ada kelanjutannya, ‘janganlah kamu menikahkan laki-laki musrik dengan perempuan yang beriman hingga laki-laki musrik itu beriman’,” lanjutnya.

Menurutnya, pembicaraan itu adalah wali-wali dari perempuan muslimah. “Jadi mukhotobnya bukan laki-laki muslim yang mau menikah, tapi wali-wali dari perempuan muslimah,” tuturnya.

“Wali-wali kan ayah-ayah mereka, ayah kandung itu ada firman Allah yang ditujukan kepada mereka ‘janganlah kamu wali-wali dari anak perempuan muslim, janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik dengan anak perempuan kamu hingga mereka beriman,’ artinya masuk Islam,” paparnya.

Selain itu, ia sampaikan dalil di dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10. “Dalam ayat ini menceritakan azbabun nuzul, adanya perempuan-perempuan muslim dari Mekah menuju Madinah hijrah. Padahal dalam perjanjian hudaybiyah itu kalau ada orang dari Mekah ke Madinah itu harus dikembalikan. Tapi ini khusus untuk wanita muslimah yang bersuami dengan laki-laki kafir di Mekah, nggak boleh dikembalikan dari Madinah ke Mekah. Pada ayat itu ada alasannya yang disebutkan oleh Allah kenapa tidak boleh mengembalikan wanita muslimah yang hijrah dari Mekah ke Madinah ‘tidaklah perempuan-perempuan yang beriman itu halal bagi mereka itu laki-laki kafir suami-suami mereka di Mekah dan tidak halal juga mereka itu.’ Maksudnya adalah orang-orang kafir yang menjadi suami mereka di Mekah jadi laki-laki kafir juga tidak halal bagi perempuan-perempuan yang beriman,” terangnya.

“Surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan surat Al Baqarah ayat 221 itu, ayat yang mengharamkan laki-laki kafir atau non muslim baik dia itu Yahudi atau Nasrani atau musyrik bukan Yahudi bukan Nasrani haram hukumnya menikahi perempuan muslimah,” pungkasnya. []Raras

Senin, 28 Maret 2022

Jadikan HAM Sebagai Argumen Bolehnya Nikah Beda Agama, UIY: Ini Harus Dilawan!

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1v80wckzOEp4B4QEsMSAtcdNHl6-8hbTY

Argumen yang membolehkan nikah beda agama dengan alasan HAM harus dilawan dengan keras. “Ini argumen harus dilawan dengan keras,” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam acara Fokus Live Streaming: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusyrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal Youtube UIY Official.

UIY mengatakan bahwa melawan argumen itu harus berdasar pada agama. “Karena  memang  ini enggak bisa dirujukkan. Satu  berangkat dari prinsip  agama, satu berangkat dari prinsip hak asasi manusia. Bagaimana bisa dirujukkan? Enggak bisa,” ujarnya.

Meskipun argumen ini  tampak rasional, tapi menurut UIY, sebenarnya itu sedang membawa kepada titik permainan yang  tanpa batas. “Sebagaimana yang terjadi di Barat yang mempertanyakan hal-hal konyol, semisal apakah pernikahan itu harus beda kelamin? Apakah pernikahan itu harus punya anak dan seterusnya?” ungkapnya.

UIY mengatakan, kebolehan nikah beda agama karena dilandasi Hak Asasi Manusia (HAM) ini memang argumen standar. “Mereka selalu berangkat dari prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sekali argumen itu diterima maka argumen itu akan selalu menjadi dasar untuk liberalisasi berikutnya,” ungkapnya.

“Sekarang mereka mempersoalkan beda agama.  Pernikahan beda agama harus boleh.  Nanti suatu ketika (dan itu sudah terjadi di Barat), mereka mempersoalkan juga pernikahan beda kelamin, dengan alasan yang sama,” tandasnya.

Absurd

Terkait anggapan bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam masalah pernikahan, UIY menegaskan bahwa itu argumen absurd.

“Saya kira argumennya juga absurd bahwa negara itu tidak boleh turut campur terhadap relasi  individual. Lah kalau relasi individual  itu pada akhirnya berpengaruh kepada masyarakat dan negara maka negara wajib turut  campur dari awal,” tegasnya.

Dalam konteks ini, kata UIY, Islam punya  kedudukan yang sangat kokoh  bahwa tidak ada urusan individu kecuali bahwa itu memang harus terkait dengan kebaikan. “Sebagaimana digambarkan oleh Baginda Rasul SAW bahwa perumpamaan  masyarakat itu seperti orang yang naik kapal. Ada yang di atas ada di bawah. Yang di bawah  kalau mau ngambil air harus naik ke atas. Lalu ada orang yang ambil jalan pintas. Dia lubangi tempat duduknya.

“Kalau pakai argumen tadi itu sah. Ini kan tempat duduk gue. Tapi Nabi mengingatkan bahwa kalau  orang itu tidak dicegah maka orang itu akan celaka dan orang lain juga celaka. Karena air yang masuk dari lubang yang dibuat di tempat duduknya itu, tidak hanya menggenangi tempat duduknya saja tapi juga menggenangi seluruh isi kapal,” jelasnya mencontohkan.

Menurut UIY, Itu terjadi sekarang. Penyakit AIDS itu kan penyakit yang berawal dari tindakan-tindakan menyimpang personal. Kemudian sekarang ini menjadi penyakit bukan hanya personal tapi mundial (mendunia). Siapa yang rugi?

“Jadi saya kira itu absurd kalau negara tidak boleh ikut campur,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Sabtu, 26 Maret 2022

Ustaz Taufik NT: Muslimah Haram Menikahi Orang Kafir

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1-0vuaUPuIvOvzY2T4C6LAXx6l3YsnoOb

Tinta Media - Menanggapi kasus nikah beda agama, Pengasuh MT Darul Hikmah Ustaz Muhammad Taufik Nusa Tajau menegaskan, Muslimah haram menikahi orang kafir. “Jika Muslimah menikahi orang itu hukumnya haram, ini tidak ada ikhtilaf, tidak ada perbedaan pendapat,” tuturnya dalam Live Kajian di Rubrik Kajian Fiqih: Nikah Beda Agama, Halal atau Haram? Jumat (18/3/2022) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Ia menjelaskan dalil haramnya Muslimah menikahi orang kafir menurut Syekh Wahbah di kitab Al Fiqh al Islami Wal Adillatuhu halaman 6652 Juz 9 menyatakan haram secara ijmak. “Muslimah menikahi orang kafir haram secara ijmak. Jadi secara konsesus bahasanya bukan sekedar kesepakatan, bukan sekedar mayoritas. Ini konsesus, haram Muslimah menikah dengan orang kafir,” ucapnya.

Ia pun menambahkan dalil dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah, ayat 221, Allah SWT berfirman: “...Janganlah kalian menikahkan wanita beriman dengan orang-orang musyrik sampai orang-orang musyrik itu beriman dulu,..” Dan dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10, Allah SWT berfirman: “Apabila wanita yang datang kepada Nabi itu beriman maka jangan dikembalikan kepada orang kafir, wanita itu tidak halal untuk mereka, mereka tidak halal juga untuk wanita itu”.

Ia mengatakan, menurut Syekh Wahbah atas dasar ini tidak boleh orang Ahlul kitab menikahi Muslimah sebagaimana juga menikahi penyembah berhala, majusi, orang-orang musyrik. “Tidak boleh seorang muslimah menikahi ahlul kitab atau musyrik. Muslimah menikah harus dengan muslim,” ujarnya.

Ia mengungkapkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib Imam ar Razi menyatakan tidak ada perbedaan ahli tafsir bahwasanya yang dimaksud ini adalah hal keseluruhan, yakni seluruh non muslim tidak halal wanita Muslimah menikahinya. “Orang wanita beriman itu sungguh tidak halal menikahinya orang-orang kafir secara pasti. Walaupun ada perbedaan jenis kekafirannya. Tetap tidak boleh. Artinya menurut Ust. Taufik, intinya sama bahwa Muslimah dengan Ahlul kitab dan non muslim itu tidak boleh, tidak ada ikhtilaf (perbedaan),” ungkapnya

Ia merujuk kitab Al Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu tentang bagaimana hukum wanita Muslimah menikahi non muslim khususnya jika wanita itu menghendaki keislaman si laki-laki non muslim tadi. Menurut Syekh Wahbah dinyatakan dilarang secara syar’i.

“Jadi ada manfaatnya ini, dia (wanita) ingin mengislamkan calon suami ini tapi nikah saat (laki-lakinya) sebelum masuk Islam, maka menurut Syekh Wahbah dinyatakan dilarang secara syar’i” ujarnya.

Dari Syekh Wahbah menjelaskan dalam kitab Al Fiqh al Islami Wa Adillatuhu, Muslimah menikah dengan non muslim itu dilarang secara syar’i dengan al kitab, as sunnah, dan ijmak. Dan tidak ada hukum lanjutannya.

“Jika terjadi pernikahan maka itu batil dan tidak berkonsekuensi terhadap bekas-bekas atau akibat-akibat syar’i yang terkait dengan nikah, tidak ada hukum lanjutannya, dianggap tidak ada sehingga anak-anaknya yang dilahirkan itu tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya, tidak dapat waris dari sisi agama,” katanya.

Menurutnya, mengharapkan keislaman si calon non muslim tadi tidak mengubah hukum ini sedikitpun.
“Ingin mengislamkannya tidak ada bedanya. Apalagi niatnya sekedar bentuk toleransi. Itu jauh sekali,” ucapnya.

Pendapatnya selain hukum nikah beda agama, perlu diperhatikan juga mengenai status anak jika nikah beda agama. Apabila hukum nikahnya haram (Muslimah menikahi Ahlul kitab) maka nasab ke ibunya.

“Status anak ini perlu kita perhatikan juga kalau nikah beda agama. Kalau yang haram tadi, prinsipnya haram, ini nasabnya ibunya, tidak ada hubungan nasab dengan bapak biologis itu walaupun sudah menikah karena nikahnya dianggap tidak ada,” katanya.

Tetapi ada pengecualian, menurutnya, jika kondisinya ketika menikah memang karena bodoh, jahil sehingga tidak mengerti tidak boleh menikah. Dan hukumnya sebagai Wath’Syubhat. Maka nasab ke bapaknya walaupun itu haram tapi harus segera tobat.

“Kecuali dalam suatu kondisi ketika menikah ini memang karena bodoh, karena jahil sehingga tidak mengerti tidak boleh menikah. Maka dihukuminya sebagai Wath’Syubhat sehingga bisa tetap diberikan nasab ke bapaknya walaupun itu (nikahnya) haram tapi segera tobat, diberi tahu,” ungkapnya.

Ia menyatakan apabila hukum haram itu dilanggar maka tidak diperoleh dalam mencari pijakan hukumnya.

“Jadi repot kalau yang haram itu dilanggar, dicari pijakan hukumnya tidak dapat, nasab anak juga kasihan,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab