Tinta Media: Ngaji
Tampilkan postingan dengan label Ngaji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ngaji. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 November 2023

KEUTAMAAN NGONTAK MENGAJAK NGAJI


(Renungan Bagi Pengemban Dakwah Bagian 2)

Tinta Media - Umat Islam adalah umat dakwah. Sebab bukan hanya Baginda Nabi Muhammad Saw saja yang wajib berdakwah. Namun semua muslim wajib berdakwah. Baik dakwah mengajak orang kafir masuk Islam maupun mengajak muslim agar selalu menjaga dan meningkatkan iman dan amal Sholih.

Hal ini ditunjukkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar [Ali Imrân/3:110]

Para Ulama terdahulu mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa predikat terbaik bisa diraih oleh umat ini, karena mereka adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Ini terwujud dengan menunjukkan manusia pada perbuatan baik dan memperingatkan mereka dari perbuatan buruk.[Tafsir Ibnu Katsir, 2/77].

Ngontak orang lain untuk ngaji merupakan salah satu mercusuar dakwah. Sebab tanpa kita menemui orang lain dan mengajak dia untuk ngaji agar memahami Islam maka dakwah takkan terbangun.

Dalam hal ini amat banyak keutamaan ngajak kepada kebaikan dalam Islam. Terlebih lagi ngajak ngaji. Sebab ngajak ngaji berarti ngajak belajar Islam. Ngajak menuntut ilmu. Sementara menuntut ilmu itu sangat banyak keutamaannya. Bahkan jalan menuntut ilmu adalah jalan ke surga.

Dalam hal ini keutamaan ngontak ngajak ngaji sebagaimana dalam banyak hadits antara lain:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم : مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ

"Siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan"

Kata khair pada potongan hadits di atas adalah bentuk nakirah dalam redaksi kalimat bersyarat (kalimat majmuk bertingkat). Dalam tata bahasa arab, kata khair dalam kalimat seperti di atas bermakna umum, sehingga mencakup semua bentuk kebaikan, tentu saja termasuk ngaji. Sehingga masuk dalam cakupan kata khair di atas yaitu ketika seseorang menunjukkan orang lain suatu perbuatan baik, termasuk pula memberi nasihat, wejangan, peringatan, menyusun buku tentang ilmu-ilmu yang bermanfaat. Pastinya juga ngontak ngajak ngaji.

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang melakukannya"

Artinya orang yang menunjukkan kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu sendiri. Semakin banyak orang yang melakukannya, maka semakin banyak pahala yang didapatkannya. Semakin banyak kita ngontak maka semakin banyak pahala kita.

Selama kontakan kita itu ngaji maka kebaikan kita bertambah terus. Apalagi jika mengajak juga orang lain untuk ngaji maka bertambah pula kebaikan kita. Begitu seterusnya menjadi multilevel pahala. 

Pengertian ini ada juga pada hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

"Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya; tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka."[HR. Muslim, no. 1017]

Mestinya kita sangat bersemangat melakukan kontak untuk ngajak ngaji. Kebaikannya terlalu besar dan agung untuk dibicarakan. 

Hendaknya ia mengajak kepada mereka sesuai kadar ilmu yang dimiliki. Sedangkan hidayah taufiq, itu ada di tangan-Nya Azza wa Jalla . Sehingga dengan itu ia bisa meraih pahala besar. Tugas ini menjadi semakin ditekankan pada diri seorang guru, imam masjid dan yang semacamnya yang mengemban amanah untuk menyampaikan risalah Allâh Azza wa Jalla kepada umat secara umum, terutama para pemuda dan remaja. 

Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:


فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

Demi Allâh, bila Allâh memberi petunjuk kepada satu orang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu daripada engkau mempunyai unta merah. [HR. al-Bukhâri, no. 3009, dan Muslim, no. 2406]

Oleh karena itu sobat, mari kita ngontak keluarga kita khususnya anak dan istri kita atau kakak adik dan kedua orang tua kita. Ngontak juga kawan kerja kita. Ngontak juga kawan bisnis kita. Ngontak juga kawan sehobi kita. Ngontak juga kawan sekolah atau kuliah kita. Insyaallah diantara mereka ada yang akan. Allah berikan hidayah untuk sangat ngaji dan dakwah.

Masihkah setelah semua ini kita belum semangat ngontak ngajak ngaji?

Ngaji yuk![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Senin, 13 November 2023

Masihkah Kita Ga Semangat Datang Ngaji?


(Renungan bagi Pengemban Dakwah Bagian 1)

Tinta Media - Kadang kadang kita ini lupa bersyukur. Khususnya mensyukuri kesempatan punya majelis ilmu yang rutin pekanan. Majelis ngaji mingguan. Yang diasuh seorang guru yang luar biasa nampak ikhlas dan tidak punya pamrih kecuali kemenangan dakwah dan ridho Allah. Tak pernah minta imbalan apapun meski sekedar uang bensin. Tidak ada pamrih kecuali kebaikan untuk kita para muridnya hingga selamat dunia akhirat. 

Betapa besar nikmat Allah untuk kita. Namun kadang kita lupa dengan kekayaan luar biasa itu. Kekayaan yang tak bisa dibandingkan dengan harta seluruh dunia ini. Sehingga kadang kita malas malasan ngaji. Dengan berbagai alasan kita ga hadir. Hanya dikit flu kita ga hadir. Hanya karena nyari tambahan uang kita ga hadir ngaji. Ini merupakan sikap sembrono dan kerugian yang besar. Rugi dunia akhirat. Mengapa? Karena beberapa kemuliaan berikut:

1. Memenuhi perintah kewajiban menuntut ilmu.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani)

Kita tentu saja bahagia dan gembira hadir ngaji karena sedang memenuhi perintah Allah SWT.

2. Belajar dalam majelis ilmu apalagi ngaji pekanan untuk berjuang menegakkan Islam merupakan jalan ke surga.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن سلَك طريقًا يطلُبُ فيه عِلْمًا، سلَك اللهُ به طريقًا مِن طُرُقِ الجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya untuk menuju surga” (HR. At Tirmidzi no. 2682, Abu Daud no. 3641, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

3. Tanda bahwasanya malaikat ridha dan suka pada orang-orang yang berada dalam majelis ilmu.

وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ

“Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.” (HR. Abu Daud, no. 3641; Ibnu Majah, no. 223; At-Tirmidzi, no. 2682. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Sedangkan Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini). Maksudnya, para malaikat benar-benar menghormati para penuntut ilmu. Atau maksudnya pula malaikat turun dan ikut dalam majelis ilmu. (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 493)

4. Mendapatkan perlindungan Allah.

وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ الحَارِثِ بْنِ عَوْفٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ في المَسْجِدِ ، والنَّاسُ مَعَهُ ، إذْ أقْبَلَ ثَلاثَةُ نَفَرٍ ، فأقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رسُولِ اللهِ- صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، وَذَهَبَ واحِدٌ ؛ فَوَقَفَا عَلَى رسولِ الله – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – . فأمَّا أحَدُهُما فَرَأَى فُرْجةً في الحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا ، وَأمَّا الآخرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ ، وأمَّا الثَّالثُ فأدْبَرَ ذاهِباً . فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( ألاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ : أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأوَى إِلَى اللهِ فآوَاهُ اللهُ إِلَيْهِ . وَأمَّا الآخَرُ فاسْتَحْيَى فَاسْتَحْيَى اللهُ مِنْهُ ، وأمّا الآخَرُ ، فَأعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ )) . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Waqid Al-Harits bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhubahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang duduk di masjid dan orang-orang sedang bersamanya, tiba-tiba datanglah tiga orang. Maka dua orang menghampiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan yang satu pergi. Lalu kedua orang tua itu berdiri di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya melihat tempat yang kosong di perkumpulan tersebut, maka ia duduk di sana. Sedangkan yang satu lagi, duduk di belakang mereka. Adapun orang yang ketiga pergi. Maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai, beliau berkata, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang tiga orang? Yang pertama, ia berlindung kepada Allah, maka Allah pun melindunginya. Yang kedua, ia malu, maka Allah pun malu terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia berpaling maka Allah pun berpaling darinya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no.66 dan Muslim, no. 2176)

5. Abdullah bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,

عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة

“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan.”? [Siyar A’lam AN-Nubala 8/398]

6.  Berjumpa dengan Guru dan Kawan kawan seperjuangan adalah nikmat yang sangat besar. Berjumpa dengan para pejuang yang Mukhlis adalah keberkahan hidup kita. 

7. Dengan istiqomah dalam ngaji pekanan insyaallah kita akan terjaga dan istiqomah dalam perjuangan. Maka nikmat apa lagi yang lebih besar dari istiqomah dijalan Allah?

Maka dari itu sobat, masih adakah diantara kita yang rela melewatkan nikmat hadir pada ngaji ilmu pekanan? Sungguh kerugian lahir batin dunia akhirat sedang kita derita jika kita sampai melupakan nikmat ini. Apalagi yang dikaji bukan sekedar ilmu untuk kebutuhan pribadi namun ilmu untuk berjuang menyelamatkan umat dengan islam kaffah. Baarakallahu Fikum. Ngaji yuk![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Selasa, 17 Oktober 2023

Ngaji Yuk!


Tinta Media - Ngaji itu solusi. Solusi menerangi jalan hidup. Solusi bagi kegelapan kebodohan. Hanya dengan ngaji kita akan faham siapa Rabb kita. Akan faham siapa kita. Akan faham siapa Nabi kita. Dan akan faham apa hak dan kewajiban kita kepada Rabb dan Nabi kita.

Tanpa ngaji pasti bodoh. Meski usia bertambah tapi ilmu tak ada. Hanya tua umurnya. Tua badannya. Tapi tak ada ilmunya. Akhirnya menjalani hidup dalam kebodohan. Bagaikan orang buta berjalan di tebing jurang dalam keadaan gelap tanpa tongkat. Hampir tak ada peluang selamat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Makna Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga, ada empat makna sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali:

Pertama: Dengan menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkannya masuk surga.

Kedua: Menuntut ilmu adalah sebab seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang mengantarkan seseorang pada surga.

Ketiga: Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang dengan ilmu tersebut akan mengantarkan pada surga.

Sebagaimana kata sebagian ulama kala suatu ilmu diamalkan,

مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ أَوْرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Siapa yang mengamalkan suatu ilmu yang telah ia ilmui, maka Allah akan mewarisinya ilmu yang tidak ia ketahui.”

Sebagaimana kata ulama lainnya,

ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا

“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.”

Begitu juga dalam ayat disebutkan,

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)

Juga pada firman Allah,

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad: 17)

Keempat: Dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan yang nyata menuju surga yaitu saat melewati shirath (sesuatu yang terbentang di atas neraka menuju surga.

Sampai-sampai Ibnu Rajab simpulkan, menuntut ilmu adalah jalan paling ringkas menuju surga. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 297-298)

Semoga dengan ilmu agama, kita dimudahkan untuk masuk surga.

Masih kurang semangat ngaji kah?
Coba bagaimana kita ini bisa ga bersyukur? Berapa manusia yang punya ngaji pekanan di dunia ini? Berapa banyak orang yang punya guru khusus ngaji tiap pekan? Berapa banyak orang yang punya guru khusus yang mengontrol kita tiap pekan? Berapa banyak orang yang punya guru yang begitu ikhlas tanpa imbalan apapun? Berapa banyak orang yang punya guru yang akan mencari kita kalo kita ga hadir ngaji? Sangat sedikit bukan? Dan kita adalah salah satunya!

Lalu, atas alasan apa kita berani ga hadir ngaji? Atas hak apa kita ga mau hadir dengan berbagai alasan yang kita tahu itu ga layak? Lalu dengan rasa tak tahu malu setebal apa yang menutupi hati sehingga kita ga hadir begitu saja? Sungguh jika ini terjadi akan menjadi bentuk kufur nikmat yang terang terangan.

Ngaji yuk![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid (Tabayyun Center)

Jumat, 17 Maret 2023

Masalah Stunting Tidak Berkolerasi dengan Menghadiri Majelis Ta’lim

Tinta Media - Masih segar dalam ingatan tentang pidato yang dibawakan oleh Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri yang tersebar di media sosial lalu. Saat itu, ia menjadi pemateri dalam acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana' (Kamis, 16/02/2023).

Dalam pidatonya, ia mengungkapkan bahwa salah satu faktor dari permasalahan stunting pada anak dikarenakan kaum ibu yang disibukkan dengan aktivitas keagamaan sehingga waktunya tersita untuk pengajian dan lupa akan hal mengurus anak.

Diawali dengan permohonan maaf, Megawati mempermasalahkan alasan kaum ibu yang sangat menyukai pengajian. Bahkan, ia mempertanyakan bagaimana kaum ibu bisa mengurus anak jika budaya pengajian ini menyita waktu mereka.

Pernyataan tersebut membuat heboh media sosial. Namun, apakah persoalan stunting mampu terselesaikan hanya dengan membatasi waktu dalam aktivitas keagamaan?

Setiap muslim seharusnya memahami bahwa dalam menjalani kehidupan ini membutuhkan bekal agama. Sebab, Islam sebagai agama yang sempurna dan diridai Allah akan membimbing serta menuntun manusia dalam menapaki langkah demi langkahnya di dunia ini.

Dengan belajar mengenai Islam, orang tua bisa menjalani tugas dan kewajibannya sesuai dengan syariat Islam. Khusus kaum wanita atau para ibu, mengikut kajian atau hadir di majelis-majelis taklim sangat penting. Hal ini karena, para ibu atau para wanita calon ibu adalah pendidik generasi. Bahkan, baik/buruknya generasi salah satunya tergantung dari peran ibu-ibu mereka.

Kaum ibu yang cerdas dengan bekal ilmu yang cukup, akan mendidik anak mereka hingga memiliki pengaruh besar bagi kemajuan umat manusia, sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki oleh Islam. 

Sementara, penyebab utama masalah stunting adalah karena minimnya kesejahteraan rakyat.
Kesejahteraan rakyat akan terjamin dalam sistem Islam. Sistem Islam akan menetapkan bahwa setiap muslim laki-laki (kepala rumah tangga) wajib untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini didukung dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang disediakan negara.

Selain itu, jika Islam tegak, negara mendorong masyarakat untuk tolong-menolong jika terjadi kesulitan atau kemiskinan yang terjadi di masyarakat dengan berbagai macam aturan Islam, semisal zakat, sedekah, dan lainnya.

Negara Islam juga menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam aspek kepemilikan, baik individu, umum, dan negara, semua telah diatur untuk kemakmuran rakyat. Negara menjamin kehidupan masyarakat tiap individunya agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan, dan papan yang layak.

Selain itu, negara pun mengupayakan pada sektor pertanian agar dapat memproduksi kebutuhan pangan. Tidak akan ada impor pangan yang justru menurunkan harga jual masyarakat. Wallahualam bi shawwab

Oleh: Hasna Syarifah 
Mahasiswi

Senin, 19 Desember 2022

Semua Sibuk, Tapi Sibuk untuk Apa?

Tinta Media - Tidak ada manusia nganggur. Semua manusia pasti sibuk. Sibuk menghabiskan waktu. Andai ada manusia yang merasa jadi pengangguran maka sejatinya tetaplah dia sibuk yakni sibuk menghabiskan umurnya.

Persoalan pentingnya adalah, sibuk untuk apa? Sibuk menghabiskan umur untuk apa?

Pastinya kita ingin menjadi manusia yang tidak rugi. Karena semua manusia pasti rugi. Rugi karena modalnya habis, yakni umurnya, sementara untung tak diraih. 

Demikian lah firman Allah dalam surah Al Ashr ayat 1-3:

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَالْعَصْرِۙ

Wal-‘asr.

 “Demi masa."
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

“Sungguh, manusia berada dalam kerugian."

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر

 "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."

Manusia yang dikecualikan dari merugi hanyalah orang yang beriman dan beramal sholih serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Oleh karena itu jika kita tidak sibuk dalam ketaatan pasti sibuk dalam kemaksiatan. Jika tidak sibuk sebagai manusia taat pasti sibuk sebagai ahli maksiat. Jika tidak sibuk dakwah pasti sibuk juga untuk hal-hal lain yang bisa jadi tak berguna.

Oleh karena itu jangan sampai kita berhenti berjuang. Karena sibuk berdakwah untuk Islam kaffah adalah sebaik baiknya kesibukan. Kesibukan yang bisa menghasilkan pahala berlipat ganda bahkan bisa menjadi pahala investasi. Pahala yang terus mengalir meski sudah mati berabad abad lamanya.

Dan yang lebih penting lagi sibuk berdakwah bisa menghindarkan kita dari sibuk bermaksiat. Karena pada dasarnya, kita pasti sibuk. Hanya apakah sibuk berdakwah, sibuk beramal sholih ataukah sekedar sibuk untuk menghabiskan umur dan hasilnya hanya dosa.

Tidak cukup juga asal sibuk amal Sholih misalnya amal amal fardiyah yakni sibuk ibadah mahdhoh dan bersedekah tanpa berdakwah. Atau sekedar berdakwah mengajak kepada kebaikan. Karena yang dituntut oleh syariat Islam adalah berdakwah merubah sistem dari sistem Jahiliyah ini menjadi sistem Islam yang diterapkan Islam kaffah dalam sistem khilafah. Begitulah tuntutan syariah bukan sekedar dakwah menurut hawa nafsu kita.

Ibnu Qayyim al Jauziyah rahimahullah berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil.”
[Ibnu Qayyim al Jauziyah, al Jawabul Kaafi hal 156]

Ngaji yuk! Dakwah yuk![]

Ustaz Abu Zaid
Tabayyun Center


Senin, 14 November 2022

Ngaji Yuk! (Renungan Hidup, Bukan Menggurui)

Tinta Media - Sedikit kita ambil ibrah alias pelajaran hidup. Ternyata meski usia sama sama menua belum tentu ilmu akan bertambah. Bedanya dalam proses hidup itu kita ngaji atau tidak. 

Di grup grup alumni mulai SMP, SMA, bahkan kuliah kita bisa perhatikan apa tema yang paling banyak dibahas. Yang paling sering muncul tidak lebih dari tema harta, kerjaan, jabatan, bisnis, wanita, pria, anak cucu dan tentu saja hiburan entah jalan jalan, olahraga raga, seni dll.

Seingat saya tema yang sama telah menjadi perbincangan kita saat masih SMP. Artinya setelah berlalu sekitar 10, 20, 30 bahkan 40 tahun tema itu tak berubah. Padahal sekarang sudah punya cucu. Rambut dah memutih gigi dah pada tanggal. Dan sebagian sudah pergi ke alam barzakh.

 Tidak kah kita mengambil pelajaran? Tidak kah hidup kita ingin lebih baik? Kapan kita lebih peduli terhadap akhirat? Tidakkah kita menjadi lebih peduli kepada nasib manusia lain? Tidakkah kita peduli nasib kita di akhirat? Mengapa hidup kita tak berubah? Hampir sama sekali tak berubah, padahal sudah berlalu 10, 20, 30 bahkan 40 tahunan? Mengapa kita begitu ahli mencari harta dan jabatan daripada beribadah dan berjuang di jalan Allah? 

Apa penyebab semua itu terjadi? Yang paling pokok karena ilmu kita tentang kehidupan juga tak berubah sehingga cara pandang dan cara menjalani hidup juga ga berubah. Kita memahami hidup ini nyaris sama persis dengan saat kita SMP. Hidup itu sebatas sekolah atau sampai kuliah, kerja, nikah, mbuat rumah, punya anak ndidik anak sampai mandiri, beli mobil, mbayar kredit ini itu dan seterusnya kemudian.... Mati. Kerja, nikah, punya anak, nyicil rumah itu pun kalo sempat kan? Faktanya banyak diantara kita yang mati muda. Mati belum sempat ini dan itu. Masih mending yang inget mati kemudian semangat sholat meski maksiat dosa besar seperti pacaran, zina, mabok, bahkan riba jalan terus. 

Mengapa ilmu kita ga bertambah dan ga berubah? Mengapa masih begitu begitu saja setelah 40 tahun? Jawabnya simpel dan singkat. Karena kita ga ngaji. Ga mulazamah, ngawula ulama. Karena itulah meski 40 tahun berlalu ilmu ga nambah. Amal ga nambah. Masih tetap berkutat pada apa yang 40 tahun lalu kita berkutat. 

Rasulullah SAW bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Bahkan orang yang belajarpun belum tentu selamat jika niatnya bukan karena Allah. Karena itu ngaji yuk Sobat. Moga Allah mudahkan kita mendapatkan ilmu yang berkah. Ilmu yang manfaat dunia akhirat. Ngaji yuuuk! []

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Rabu, 09 November 2022

Ngaji Kebutuhan Seorang Muslim

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center menerangkan, ngaji merupakan kebutuhan seorang muslim.

"Ngaji merupakan kebutuhan seorang muslim. Thalabul 'ilmi kan wajib bagi setiap muslim. Dari kapan sampai kapan? Dari bisa belajar sampai mati," ujarnya kepada Tinta Media, Selasa (8/11/2022).

Ia menjelaskan bahwa ngaji bukan hanya perkara aqidah, fiqih ibadah, ataupun muamalah. Tapi, juga wajib ngaji tentang khilafah, sistem politik Islam, ekonomi Islam, pergaulan Islam, pendidikan Islam, peradilan Islam, politik luar negeri, politik dalam negeri, dan lain-lain. "Pendek kata, ngaji semua hal yang diajarkan Islam dan berjuang untuk menerapkan Islam secara kaffah," tegasnya.

 "Yang ngaji terus saja belum tentu faham. Yang faham belum tentu beramal. Yang beramal belum tentu Istiqomah. Nah, ngaji itu salah satu upaya agar faham, beramal dan istiqamah," imbuhnya.
  
Ia menuturkan, tiada hari tanpa ngaji. Ngaji diisi atau mengisi. Diajar atau mengajar. "Sampai kapan? Sampai mati". Gak bosen? Gak Jenuh? Ya tidak lah, kita tidak bosan bernafas. Padahal Ilmu lebih penting dari bernafas. Aqidah dan Syariah itu lebih penting dari hidup kita," ujarnya.

Menurutnya, ngaji itu untuk berilmu, beramal dan berdakwah. Bukan hanya untuk diri sendiri tapi untuk umat. Melangsungkan kehidupan Islam. "Ya ngaji terus, beramal terus, berdakwah terus, sampai mati. Moga kita istiqamah hingga Khusnul khatimah," pungkasnya.[] Yupi UN

Kamis, 11 Agustus 2022

Ngaji Terus, Terus Ngaji



Tinta Media - Ngaji itu proses pembebasan. dari kebodohan kepada Ilmu. Ngaji itu hijrah. Hijrah dari kejahiliyahan kepada Islam. Ngaji itu perbaikan. Perbaikan diri dan masyarakat menuju baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghofur. Ngaji itu cinta. Cinta hamba kepada Allah dan rasulNya. Ngaji itu komitmen. Komitmen muslim menuju istiqomah dan selamat. 

Siapapun yang mau memperbaiki diri tapi tak mau ngaji maka dia pengkhayal. Siapapun mau hijrah tanpa ngaji itu hanya kegagalan. Siapapun mau taat tanpa ngaji maka itu hanyalah ilusi. Siapapun mau berjuang tanpa ngaji dia akan tersesat. Siapapun mau istiqomah tanpa ngaji maka dia akan belok. 

Tentu bukan sembarang ngaji namun ngaji Islam dari A-Z. Ngaji iman dan amal sholih. Ngaji aqidah dan syariah. Dan berjamaah untuk berupaya bersama sama melakukan perbaikan diri dan masyarakat. Islam yang kaffah harus difahami seiring dengan upaya tak putus untuk mengamalkannya. Ngaji untuk memperbaiki aqidah, amal, akhlaq bagi individidu dan masyarakat. Dengan penerapan Islam kaffah dalam sistem Islam yang shohih.

يَـأَيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَاقِيْـلَ لَكُمْ تَفَـسَّحُوْافِيْ الْمَجَلِسِ فَافْـسَحُوا يَفْـسَحِ اللهُ لَكُمْۖ وَإِذَا قِيْـلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍۗ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبْيْرٌ ۝

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)

Ngaji merupakan proses awal, tengah dan akhir..... Tetap ngaji. Karena itu Sobat, ngaji yuk.

Oleh: Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Senin, 04 Juli 2022

Tafsir Al-Fatihah: Menuju Jalan yang Lurus (part 1)


Tinta Media - Sobat. Kesempurnaan manusia itu hanya tercapai  dengan ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh seperti yang terkandung dalam surat al-Ashr, maka Allah bersumpah bahwa setiap orang akan merugi, kecuali siapa yang mampu menyempurnakan kekuatan ilmiahnya dengan iman dan kekuatan amaliahnya dengan amal shalih serta menyempurnakan kekuatan lainnya dengan nasehat kepada kebenaran dan kesabaran menghadapinya. Yang paling penting adalah iman dan amal, yang tidak bisa berkembang kecuali dengan sabar dan nasehat.

Sobat. Selayaknya bagi manusia untuk meluangkan sedikit waktunya, agar dia mendapatkan tuntutan yang bernilai tinggi dan membebaskan dirinya dari kerugian. Caranya ialah dengan memahami Al-Quran dan mengeluarkan kandungannya. Karena hanya inilah  yang  bisa  mencukupi kemaslahatan hamba di dunia  dan di akherat  serta bisa menghantarkan mereka ke jalan yang lurus.

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ 

Surah al-Fatihah dimulai dengan Basmalah. Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan Basmalah yang terdapat pada permulaan surah Al-Fatihah. Di antara pendapat-pendapat itu, yang termasyhur ialah:

1. Basmalah adalah ayat tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala masing-masing surah, dan pembatas antara satu surah dengan surah yang lain. Jadi, dia bukanlah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah yang lain, yang dimulai dengan Basmalah itu. Ini pendapat Imam Malik beserta ahli qiraah dan fuqaha (ahli fikih) Medinah, Basrah dan Syam, dan juga pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya. Sebab itu menurut Imam Abu Hanifah, Basmalah itu tidak dikeraskan membacanya dalam salat, bahkan Imam Malik tidak membaca Basmalah sama sekali.
Hadis Nabi SAW:

Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Saya shalat di belakang Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka memulai dengan al-hamdulillahi rabbil 'alamin, tidak menyebut Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan, dan tidak pula di akhirnya." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

2. Basmalah adalah salah satu ayat dari al-Fatihah, dan pada surah an-Naml/27:30, /27:30) yang dimulai dengan Basmalah. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i beserta ahli qiraah Mekah dan Kufah. Sebab itu, menurut mereka Basmalah itu dibaca dengan suara keras dalam salat (jahar). Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu antara lain Hadis Nabi SAW: 

Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, Rasulullah saw mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim. (Riwayat al-hakim dalam al-Mustadrak dan menurutnya, hadis ini sahih)

Dari Ummu Salamah, katanya, Rasulullah SAW berhenti berkali-kali dalam bacaan Bismillahirrahmanirrahim, al-hamdulillahi Rabbil- 'alamin, ar-Rahmanir-rahim, Maliki Yaumid-din. (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan al-hakim. Menurut ad-Daruqutni, sanad hadis ini sahih).

 Abu Hurairah juga shalat dan mengeraskan bacaan Basmalah. Setelah selesai shalat, dia berkata, "Saya ini adalah orang yang shalatnya paling mirip dengan Rasulullah." 

Muawiyah juga pernah salat di Medinah tanpa mengeraskan suara Basmalah. Ia diprotes oleh para sahabat lain yang hadir disitu. Akhirnya pada salat berikutnya Muawiyah mengeraskan bacaan Basmalah.

Kalau kita perhatikan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah SAW telah sependapat menuliskan Basmalah pada permulaan surah dari surah Al-Qur'an, kecuali surah at-Taubah (karena memang dari semula turunnya tidak dimulai dengan Basmalah) dan bahwa Rasulullah saw melarang menuliskan sesuatu yang bukan Al-Qur'an agar tidak bercampur aduk dengan Al-Qur'an, sehingga mereka tidak menuliskan 'amin pada akhir surah al-Fatihah, maka Basmalah itu adalah salah satu ayat dari Al-Qur'an. Dengan kata lain, bahwa "basmalah-basmalah" yang terdapat di dalam Al-Qur'an adalah ayat-ayat Al-Qur'an, lepas dari pendapat, apakah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah lain, yang dimulai dengan Basmalah atau tidak.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa surah al-Fatihah itu terdiri dari tujuh ayat. Mereka yang berpendapat bahwa Basmalah itu tidak termasuk satu ayat dari al-Fatihah, memandang adalah salah satu ayat, dengan demikian ayat-ayat al-Fatihah itu tetap tujuh.

"Dengan nama Allah" maksudnya "Dengan nama Allah saya baca atau saya mulai". Seakan-akan Nabi berkata, "Saya baca surah ini dengan menyebut nama Allah, bukan dengan menyebut nama saya sendiri, sebab ia wahyu dari Tuhan, bukan dari saya sendiri." 

Maka Basmalah di sini mengandung arti bahwa Al-Qur'an itu wahyu dari Allah, bukan karangan Muhammad saw dan Muhammad itu hanyalah seorang Pesuruh Allah yang dapat perintah menyampaikan Al-Qur'an kepada manusia.

Makna kata Allah 

Allah adalah nama bagi Zat yang ada dengan sendirinya (wajibul-wujud). Kata "Allah" hanya dipakai oleh bangsa Arab kepada Tuhan yang sebenarnya, yang berhak disembah, yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Mereka tidak memakai kata itu untuk tuhan-tuhan atau dewa-dewa mereka yang lain. 

Hikmah Membaca Basmalah

Seorang yang selalu membaca Basmalah sebelum melakukan pekerjaan yang penting, berarti ia selalu mengingat Allah pada setiap pekerjaannya. Dengan demikian ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan selalu memperhatikan norma-norma Allah dan tidak merugikan orang lain. Dampaknya, pekerjaan yang dilakukannya akan berbuah sebagai amalan ukhrawi. 

Seorang Muslim diperintahkan membaca Basmalah pada waktu mengerjakan sesuatu yang baik. Yang demikian itu untuk mengingatkan bahwa sesuatu yang dikerjakan adalah karena perintah Allah, atau karena telah diizinkan-Nya. Maka karena Allah dia mengerjakan pekerjaan itu dan kepada-Nya dia meminta pertolongan agar pekerjaan terlaksana dengan baik dan berhasil.

Nabi SAW bersabda:

"Setiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan menyebut Basmalah adalah buntung (kurang berkahnya)." (Riwayat Abdul-Qadir ar-Rahawi).

Orang Arab sebelum datang Islam mengerjakan sesuatu dengan menyebut al-Lata dan al-'Uzza, nama-nama berhala mereka. Sebab itu, Allah mengajarkan kepada penganut-penganut agama Islam yang telah mengesakan-Nya, agar mereka mengerjakan sesuatu dengan menyebut nama Allah.

Sobat. Kita lanjut pembahasan berikutnya pada tulisan pada part 2 ya........

Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas 

Jumat, 15 April 2022

Kapan Yuk Ngaji Sidoarjo, Ustaz Anshari Angkat Tema 'Bagaimana Jika Islam Tak Pernah Ada?'

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1kBitrWnDrVNeergTa-nUaHiom4QifO--

Tinta Media - Ustaz Ahmad Anshari, trainer 'Yuk Ngaji' mengangkat tema jika Islam tak ada, tatanan kehidupan manusia di dunia bisa dipastikan hancur. "Jika Islam tak pernah ada, (tatanan) dunia akan hancur," ujarnya dalam Kajian Pekanan (Kapan) Yuk Ngaji Sidoarjo: World Without Islam, Ahad (10/4/2022) yang dilangsungkan di Mushalla Baburrayan.

Untuk bisa dipahami, ia pun melontarkan beberapa pertanyaan yang menurutnya sederhana berkenaan dengan tema itu. Tetapi sebagaimana sindiran pihak yang menurutnya kurang suka dengan Islam, ia menyarankan agar peserta dalam menjawabnya nanti tanpa membawa-bawa agama.

Di antaranya, jika Islam tak pernah ada, dengan tangan apa manusia makan; bagaimana posisi buang air besar (poop) yang benar; cara punya suami atau istri yang setia; mendidik anak yang baik; hingga bagaimana cara paling adil membagi harta waris?

Untuk yang pertama, terlepas dengan tangan kanan atau kiri, kidal atau tidak, serta pernah diajari atau belum, efeknya, kata Anshari memulai, hal itu tak terlalu bermasalah. Sebab, memang pada faktanya urusan cara makan kembali kepada masing-masing individu.

"Hebatnya, terkait makan dan cebok bisa jadi dilakukan dengan tangan yang sama," selanya diikuti tawa peserta.

Tetapi apabila merujuk pada tuntunan Islam, tentu hal yang menurut banyak orang termasuk sepele, berdampak besar kehidupan. Karenanya ia menambahkan, hal itu bergantung kebiasaan yang diajarkan sejak kecil.

Perlu diketahui, kajian pekanan (Kapan) Yuk Ngaji Sidoarjo sebelumnya dilakukan secara daring. Namun kali ini, dengan kondisi sudah memungkinkan kendati dilakukan dengan prokes ketat, Kapan Yuk Ngaji digelar offline dengan pemateri dari Malang berikut belasan peserta malam itu.

Hanya di Yuk Ngaji

Berikutnya, persoalan posisi postur ketika poop. "Ternyata anggapan posisi poop dengan duduk termasuk hal yang modern karena alasan kemajuan teknologi," tukasnya dengan sedikit bercanda, 

"Hanya di Yuk Ngaji, persoalan _poop_ saja dibahas." senyum Anshari.

Pasalnya, terkait posisi _poop,_ ternyata dengan dalih kemajuan zaman, di berbagai tempat publik sudah disediakan fasilitas WC duduk.

Padahal berdasarkan suatu riset di Stanford University, Amerika Serikat, posisi terbaik ketika poop adalah dengan jongkok. "Di balik posisi duduknya BAB, menimbulkan banyak masalah. Ada bagian organ tubuh yang terjepit (menggangu saluran pembuangan)," ulasnya sambil menampilkan ilustrasi berupa video di monitor yang telah disediakan.

Maka itu, lanjut Anshari, untuk mengatasi masalah-masalah yang kemudian muncul dari posisi duduk, oleh Stanford lantas dibuatlah alat sederhana berupa pijakan kaki yang dirancang sedemikian rupa hingga postur menyerupai posisi jongkok, dengan tetap menggunakan WC duduk.

Namun yang paling penting dipahami, terang Anshari, sebelum Stanford menjelaskan posisi terbaik adalah jongkok, ternyata sekitar 1400 tahun lalu, Nabi SAW sudah mengajarkan posisi tersebut adalah postur terbaik dan menyehatkan.

"Pertanyaannya, Nabi itu tahu karena ada kemajuan teknologi di masa itu atau dari mana?" interaksinya dengan peserta training tplyang serempak menjawab, dari Allah.

Meski benar demikian, ia prihatin terhadap sebutan orang saat ini terhadap era kenabian yang justru sarat dengan stigma. "Sering disebut sama orang-orang sekarang zaman unta," sedihnya dengan kembali menyinggung tentang keinginan para pendengki Islam, jangan bawa-bawa agama seperti di awal tadi.

"Enggak cuma itu. Bahkan Islam itu ketika kita berbicara tentang Islam, sering dilabeli intoleran, radikal, termasuk ekstremis, teroris," imbuhnya.

Maka itu, ia membagikan informasi agar umat lebih mengetahui bahwa sejarah pernah mencatat, pernah terjadi genosida yang kabarnya, hingga 100 juta jiwa suku Indian di Benua Amerika, lalu pembantaian ratusan ribu jiwa suku Aborigin di Australia, serta pengeboman atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang dengan berbagai kehancurannya.

"Kenapa kok umat muslim yang dituduh ektremis, teroris, radikal dan intoleran. Kita yang enggak pernah melakukan itu, tetapi kita yang dituduh," ulasnya prihatin.

Itulah mengapa Islam kemudian mengatur perang. "Jangankan membunuh anak-anak, wanita, orang tua. Tumbuhan saja di dalam Islam tidak boleh dirusak. Apalagi di tengah-tengah kota," jelasnya yang lantas mengatakan bahwa di luar Islam, perang, ternyata tidak diatur sebagaimana ketentuan di dalam Islam.

Apalagi bicara tentang postur ketika BAB yang sebenarnya, Islam telah mempelopori dalam hal kemajuan teknologi sejak sangat lama. 

Begitupun dengan kemajuan teknologi yang lain. Sebutlah penemu lensa, dasar-dasar sistem pesawat terbang, ilmu kedokteran, hingga arsitektur yang ternyata sudah menggunakan sistem teknologi pegas untuk mengantisipasi dampak buruk dari gempa, yang oleh ilmuwan Jepang, baru di abad 19 diaplikasikan.

Tetapi lagi-lagi, kata Anshari, ketika umat Islam mengajak kembali ke syariat, dijawab 'kamu pingin kembali ke zaman unta lagi?'

Selanjutnya..

Selanjutnya, jika Islam tak pernah ada, bagaimana cara mempunyai suami atau istri agar setia?

Berkenaan itu, ia bilang, kaya raya ataupun penampilan yang _good looking_ sekalipun tidak menjamin sebuah pernikahan bisa terhindar dari permasalahan bahkan tidak sedikit pasangan terjerembab ke dalam jurang perceraian.

Begitu pun cara mendidik anak yang oleh sebagian besar masyarakat berkeyakinan, setelah menyekolahkan ke sekolah-sekolah modern bertaraf internasional maupun _boarding school,_ seorang anak akan menjadi lebih baik.

Padahal meski di pesantren dengan SPP yang mahal sekalipun, kata Anshari, faktanya tak menjamin tidak munculnya penyimpangan ketertarikan seksual (LGBT) di kalangan anak didik, misalnya.

Malah anehnya, seperti diberitakan, para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP hingga eBay, justru mengirim anak-anaknya ke sekolah yang sama sekali tak punya komputer

Hal sama juga di lakukan para petinggi di dunia IT. "Mereka membela Keputusan Waldorf untuk tak memperkenalkan komputer ke anak-anak mereka," tandas Anshari.

Kemudian, berkenaan dengan pertanyaan bagaimana cara paling adil dalam membagi waris. "Pembagian waris tanpa agama, sangat berpotensi konflik. Karena masing-masing ahli waris merasa diperlakukan tidak adil," ucapnya.

Oleh karena itu, dari pemaparan semua pertanyaan-pertanyaan tadi, Anshari menyampaikan pertanyaan yang bobotnya lebih berat dari pertanyaan sebelumnya. "Jika masalah sepele saja tidak sanggup manusia putuskan solusinya, mungkinkah manusia sanggup menjawab permasalahan besar seperti, bagaimana menuntaskan kemiskinan, menghilangkan korupsi, menyejahterakan rakyat?," cetusnya.

Maka dari itu, tutur Anshari, Allah SWT kemudian menurunkan Islam sebagai tuntunan tatanan kehidupan, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an, yang artinya,

"Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (QS. Yunus: 35) 

Lantaran itu, umat manusia, lantas diwajibkan untuk senantiasa belajar. "Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan," tutupnya mengutip perkataan Imam Syafi'i RA. []Zainul Krian

Senin, 11 April 2022

Lima Poin Bantahan terhadap Argumen Mahfud MD yang Mengharamkan Khilafah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1qvHNfM2yKpVquULd7jZhIa9JUkSC0RUi

Tinta Media - Pakar Fiqih Kontemporer KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. menyampaikan lima poin bantahan terhadap argumen Mahfud MD yang mengharamkan mendirikan negara ala Nabi SAW (Khilafah).

“Paling tidak ada 5 poin bantahan terhadap argumen Mahfud MD,” tuturnya pada Program Kajian Soal Jawab Fiqih: Khilafah Hukumnya Wajib Bukan Haram, Kamis (7/4/2022) di kanal YouTube Ngaji Subuh.

Bantahan Pertama, memang benar bahwa setelah Nabi SAW meninggal dunia, wahyu tidak diturunkan lagi, tetapi tidak berarti kita kehilangan bimbingan wahyu. “Karena wahyu kini sudah terbukukan dalam Al Qur’an dan As Sunnah,” jelasnya.

Kyai Shiddiq membenarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat, wahyu terputus, sesuai hadits: Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan nabi lagi setelah aku.” (HR Tirmidzi, no. 2272).

“Namun apakah setelah Nabi SAW meninggal, wahyu yang telah turun kepada Nabi SAW lalu lenyap tidak berbekas, sehingga umat Islam kehilangan bimbingan wahyu? Jelas tidak,” tegasnya.

Menurutnya, hal itu karena wahyu sudah terbukukan atau ter-kodifikasi dalam bentuk Al Qur’an dan As-Sunnah. Itulah sekarang wahyu yang menjadi pembimbing umat Islam, bukan wahyu seperti yang diturunkan secara langsung oleh Allah melalui malaikat Jibril AS kepada Nabi SAW. Sebagaimana hadis: “Dari Abdullah bin Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kamu, wahai manusia, apa-apa yang jika kamu berpegang teguh dengannya, kamu tak akan pernah tersesat selama-lamanya; yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.’ (HR Al Hakim & Baihaqi).”

“Jadi, umat Islam saat ini, kalau ingin mencari bimbingan wahyu Allah, tidak usah repot-repot menunggu Malaikat Jibril AS turun dari langit membawa wahyu, tapi cukup merujuk kepada Al Qur`an dan Al Hadits. Hal itu dikarenakan setelah Nabi SAW meninggal, wahyu yang pernah diturunkan kepada Nabi SAW tidaklah lenyap, melainkan masih dapat diakses umat Islam sampai Hari Kiamat, yaitu wahyu dalam bentuk Al Qur`an dan As Sunnah yang sudah terbukukan,” paparnya.

“Maka dengan demikian, gugurlah argumen Mahfud MD yang mengharamkan Khilafah dengan argumen setelah Nabi SAW wafat wahyu tidak turun lagi,” bantahnya.

Bantahan Kedua, memang benar banyak hal-hal baru (kontemporer) yang terjadi setelah Nabi SAW meninggal dunia, sementara wahyu tidak diturunkan lagi. Tetapi tak berarti kita tidak bisa memberikan solusi untuk menjawab hal-hal baru itu berdasarkan wahyu Allah. Mengapa demikian?” tanyanya.

Kyai menjelaskan, karena walau wahyu tidak turun lagi melalui Malaikat Jibril AS dari langit, tetapi dengan ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid, dengan merujuk kepada wahyu yang terbukukan, yaitu Al Qur’an dan As-Sunnah. “Hal-hal baru itu dapat dijawab melalui ijtihad para mujtahid tersebut,” jelasnya.

Ia sampaikan bahwa Rasulullah saw sendirilah yang mensyariatkan ijtihad untuk menjawab hal-hal baru. Sebagimana Rasulullah saw telah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal RA yang diutus oleh Rasulullah saw ke Yaman: “Bagaimana kamu memutuskan jika datang kepadamu suatu perkara peradilan?” Muadz menjawab, ”Dengan Kitabullah.” Nabi saw bertanya,” Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam Kitabullah?” Muadz menjawab, ”Dengan sunnah Rasulullah.” Nabi saw bertanya, ”Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam Sunnah Rasulullah?” Muadz menjawab,”Aku akan berijtihad dengan pendapatku…” (HR Abu Dawud, no. 3172).

Bantahan Ketiga, pendapat bahwa Khilafah itu haram hukumnya, justru bertentangan dengan perintah Rasulullah saw untuk mengikuti bentuk pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, yaitu Khilafah. Rasulullah SAW bersabda : ”…sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kamu dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku, dan juga sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi gerahammu…” (HR Abu Dawud no. 4607; Tirmidzi no. 2676; Ibnu Majah no. 42; Ahmad no. 17184; Al Hakim 1/176, hadis sahih)

Syekh Abdullah Ad Dumaiji menjelaskan hadits tersebut dengan berkata : “Hadis ini menunjukkan wajibnya meneladani sunnah (thariqah/jalan) Khulafaur Rasyidin. Di antara sunnah mereka, adalah mengangkat seorang khalifah, sebagaimana diriwayatkan secara mutawatir bahwa para shahabat telah membaiat Abu Bakar sebagai khalifah setelah wafatnya Rasulullah saw. Maka, hadis ini menunjukkan wajibnya mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin.” (Abdullah Ad Dumaiji, Al Imâmah Al ‘Uzhmâ, hlm. 51-52).

Bantahan Keempat, andaikata benar haram hukumnya Khilafah dengan dalih wahyu sudah tidak turun lagi, niscaya yang pertama kali melakukan perbuatan haram itu justru para shahabat Nabi Muhammad SAW. Hal itu dikarenakan para shahabatlah yang mengangkat Abu Bakar Shiddiq ra, sebagai Khalifah dalam negara Khilafah yang meneruskan negara Islam yang telah dirintis dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

“Dengan demikian, orang yang mengatakan Khilafah hukumnya haram, secara tak langsung telah menuduh para shahabat Nabi Muhammad SAW melakukan dosa dan keharaman,” tegasnya.

Bantahan Kelima, pendapat yang mengharamkan Khilafah, sangat bertentangan dengan pendapat para ulama yang terpercaya di kalangan umat Islam, yang justru mewajibkan Khilafah.

Ustaz Shiddiq memaparkan bahwa para imam yang empat dalam lingkup Sunni, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, telah mewajibkan Khilafah (Imamah). Bahkan kelompok (firqah) di luar Sunni, seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, dan Murji’ah. “Semuanya mengatakan bahwa Khilafah itu wajib hukumnya,” paparnya.

Dalilnya adalah Syeikh Abdurrahman Al Jaziri menjelaskan pendapat imam mazhab yang empat seputar Imamah (Khilafah): Syeikh Abdurrahman Al Jaziri (w. 1360 H) berkata, ”Telah sepakat para Imam [Yang Empat] bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu; dan bahwa tak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam yang menegakkan syiar-syiar agama dan melindungi orang-orang yang dizhalimi dari orang-orang zhalim; dan bahwa tak boleh kaum muslimin pada waktu yang sama di seluruh dunia mempunyai dua Imam, baik keduanya sepakat maupun bertentangan.” (Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, Juz V hlm. 416).

Menurut Ustad Shiddiq, orang yang berpendapat selain itu, misalnya yang mengatakan Khilafah tidak wajib, pendapatnya dianggap syadz. “Menyimpang, nyeleneh, yang sesat dan menyesatkan,” pungkasnya.[]Raras

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab