Tinta Media: Netral
Tampilkan postingan dengan label Netral. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Netral. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Mei 2023

Netralitas Presiden Bukan Perkara Mendasar Selesaikan Masalah Negeri

Tinta Media - Menanggapi kekhawatiran masyarakat akan terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang Presiden dalam Pemilu 2024, Kyai Abu Zaid dari Tabbayun Center menyatakan, netralitas presiden bukan perkara mendasar dalam menyelesaikan problem di Indonesia.

“Jadi, bukan sekedar masalah pemimpin atau presidennya diganti, atau sikap netral dari lembaga pelaksana pemilu, atau sikap netral presiden. Itu semua bukan perkara mendasar yang bisa menyelesaikan problem yang dialami negeri ini,” tuturnya dalam Kabar Petang: Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam, Sabtu (14/5/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Kyai Abu Zaid menjelaskan, masalah kepemimpinan saat ini memang menjadi problem utama. Tapi sebenarnya, itu adalah dampak dari cara pandang atau pandangan hidup yang dipahami oleh rakyat Indonesia.  

“Kalau kembali pada Islam, karena kita seorang muslim, karut marut yang terjadi di negeri ini baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, bukan sekedar masalah kepemimpinan. Tapi, harus dikembalikan kepada satu kondisi di mana Allah subhanahu wa ta'ala tidak meridhoi kita,” terang Kyai Abu Zaid.

Oleh karena itu, menurutnya, rakyat Indonesia harus kembali kepada Al-Qur’an. Kyai Abu Zaid kemudian membacakan ayat Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 96 yang artinya, ‘Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan’.

“Jadi, dalam ayat ini Allah memberikan rumus kehidupan, kalau beriman dan bertakwa, artinya beriman, meyakini apa yang harus kita imani, kemudian melaksanakan syariat Islam secara kaafah, maka yang turun dari langit barokah, yang keluar dari bumi barokah. Tidak akan terjadi karut marut seperti ini,” tegasnya.

Namun sebaliknya, jika mendustakan ayat-ayat Allah Swt., membenarkan perkara salah, menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, tidak menerapkan syariat Islam secara kaafah, bahkan menolak, menfitnah syariat Islam, maka akan disiksa oleh Allah sesuai apa yang telah dikerjakan. 

“Dalam Surat Ar-Rum ayat 41 juga begitu rumusannya, ‘Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia’. Kemudian Allah menegaskan bahwa, ‘Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (dampak) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar’. Jadi, rumusannya seperti itu,” beber Kyai Abu Zaid.

Sayangnya, realitas kehidupan justru menunjukkan, umat Islam memilih-milih dalam melaksanakan syariat Islam, dalam masalah aqidah terjadi banyak penyimpangan, hingga berbagai kemaksiatan sudah sedemikian rupa.  

“Kalau kita lihat, dosa apa lagi, maksiat jenis apa lagi yang belum dilakukan di negeri ini. Semua sudah dilakukan,” imbuhnya.

Menurutnya, karut marut di negeri ini merupakan peringatan keras dari Allah Swt. Problem utamanya adalah karena tidak taat kepada Allah Swt. Adapun solusi atas segala permasalahan di negeri ini, tidak lain adalah dengan jalan kembali kepada Allah dan Rasulullah. 

“Kembali kepada Islam, kembali kepada Al-Qur’an, kembali kepada As-Sunnah. Ini adalah perkara utama dan paling mendasar yang tidak bisa ditawar-tawar,” pungkasnya. [] Ikhty

Selasa, 18 Oktober 2022

Gender Netral Makin Frontal

Tinta Media - Fenomena gender netral atau nonbiner semakin berani menunjukkan jati dirinya. Kabar terbaru, kisah Nyla yang berganti nama menjadi Alex, seorang putri dari salah seorang pesohor tanah air yang memutuskan dirinya sebagai gender netral. Tentu saja, fenomena ini menuai kritik publik (liputan6.com, 6/10/2022). Belum lama tersiar juga tentang mahasiswa baru di Makassar, yang mengaku netral (nonbiner) saat acara di kampusnya. Memprihatinkan. 

Gender netral atau nonbiner diartikan sebagai keputusan pribadi untuk tidak menjadi laki-laki atau perempuan. Lho, kok bisa, ya? 

Dalam pemahaman umum masyarakat, gender selalu dihubungkan dengan jenis laki-laki atau perempuan. Namun, ternyata tak sesederhana ini jika realitas sosial memandang fakta di lapang. Demikian tutur Dr. Irwan Martua Hidayana, Ketua Departemen Antropologi, FISIP Universitas Indonesia, (fisip.ui.ac.id, 25/8/2022). 

Nonbiner atau gender netral merupakan konsep yang berbeda dengan jenis seksual seseorang yang dibawa sejak lahir. Pergeseran jenis kelamin ini juga muncul karena budaya dan berbagai tradisi yang ada. Dengan mengatasnamakan hak asasi manusia, negara diminta untuk mengedepankan hak asasi orang yang ingin melabeli dirinya sebagai gender netral atau jenis gender lainnya, seperti transgender. Hal ini karena negara masih belum memastikan hukum tentang nonbiner dan transgender.

Pemikiran seperti ini tentu pemikiran yang keliru dan merusak tatanan yang ada dalam masyarakat. Ketika sekulerisme telah menjadi "virus" yang menyerang pemikiran, saat itu juga penyakit mulai tersebar dan melemahkan segala yang ada. 

Jika dibiarkan begitu saja, pemikiran semacam ini akan merusak pemikiran masyarakat pada umumnya. Masyarakat akan menganggap fenomena tersebut sebagai keadaan yang "biasa" saja, tidak ada yang salah karena sifat manusia adalah mudah meniru sesuatu yang dianggap tak menyalahi aturan. Tentunya, hal ini akan menimbulkan kerusakan yang luar biasa. 

Pemahaman tentang gender nonbiner berpotensi sebagai usaha pelarian dari segala "hukum" yang ada, tak mau peduli dengan segala taklif yang ditetapkan bagi seorang laki-laki atau perempuan. Tak hanya itu, nonbiner pun merupakan cerminan dari tindakan yang gagal dalam menghadapi fakta kesetaraan gender. Program kesetaraan gender global yang tak pernah berhasil disikapi dengan usaha yang absurd, Akhirnya menjadi double absurd. 

Inilah buah sistem sekulerisme, yaitu sistem yang menjauhkan fungsi aturan agama (syariat Islam) dalam kehidupan. Sistem ini merupakan biang kerok kekacauan. Inilah yang terjadi sekarang, nyata terpampang di hadapan mata. Sistem rusak yang menganggap gender sebagai suatu masalah. Mereka menganggap bawah tanpa adanya gender (nonbiner), permasalahan itu dapat tersolusikan. Ternyata, inilah fokus kesalahannya. 

Setara atau ketaksetaraan gender, sebetulnya tak perlu ada. Pemahaman itu ada saat sekulerisme itu ada. Dengan adanya sekulerisme, segala ketimpangan mulai tampak. Kemiskinan, banyaknya kejahatan, dan berbagai konflik kekacauan terjadi sebagai akibat dari hilangnya pengaturan agama (syariat Islam) dalam kehidupan. Sungguhnya, ketaksetaraan itu tak hanya menyerang gender. Namun, juga menyerang sektor ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan bahkan seluruh aspek kehidupan. 

Gender atau jenis kelamin, adalah anugerah Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari sinilah kita bisa melihat bahwasanya laki-laki dan perempuan dapat saling melengkapi, bukan malah beradu kursi "kesetaraan" demi kehidupan dunia yang menipu. 
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, yang artinya,

"Demi penciptaan laki-laki dan perempuan,"
(QS. Al-Lail: 3)

Secara ilmiah pun, pembuktian tentang penciptaan jenis laki-laki dan perempuan sangat jelas adanya. Salah satunya tentang pembuktian perbedaan anatomi tulang panggul laki-laki dan perempuan. Tulang panggul laki-laki relatif lebih sempit (bersudut 90°) dan perempuan lebih lebar (bersudut 120°). 

Tak ada satu makhluk pun yang dapat mengubah ketetapan-Nya. 
Sombong rasanya saat makhluk mengambinghitamkan gender sebagai sebab suatu masalah yang kini banyak terjadi. Sungguh, sebetulnya yang menjadi masalah adalah tak adanya ketaatan makhluk pada aturan syariat Islam yang diciptakan Allah Swt. Zat Yang Maha Mengetahui segala yang seimbang bagi seluruh penghuni alam.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab