Tinta Media: Negara
Tampilkan postingan dengan label Negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Negara. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2024

Kriminalisasi Guru, Bukti Perlindungan Negara Lemah



Tinta Media - Menjelang peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di akhir bulan November tahun ini, para guru di Indonesia banyak yang mendapatkan kado berupa kasus kriminalisasi. Padahal, sebagai salah satu profesi yang sangat mulia, menjadi seorang guru adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Namun, pahlawan tanpa tanda jasa ini pun kini banyak yang tersandung kasus kriminal akibat pelaporan oleh orang tua dari siswanya masing-masing.

Maraknya Kriminalisasi Guru

Tindakan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru ketika menjalankan tugas keprofesiannya akhir-akhir ini semakin banyak terjadi. Sementara di lain sisi, guru juga dihadapkan pada ketidakpastian nasib dan ketidakjelasan kesejahteraannya. Sehingga, ketika guru bertindak disiplin kepada siswa atau mengajarkan kedisiplinan yang masih dalam batas wajar, mereka malah dituduh melakukan tindakan kriminal. Padahal, tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mendidik siswa.

Sebagaimana dialami guru honorer Supriyani yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Bahkan, beliau sempat ditahan di kantor kepolisian. (www.bbc.com, 01/11/2024)

Begitu juga yang terjadi di SMPN 1 Bantaeng. Di sekolah tersebut, ada seorang guru yang juga dijebloskan ke penjara akibat menertibkan murid yang baku siram air bekas pel dengan temannya. 

Ada juga di SMAN 2 Sinjai Selatan, guru honorer Bapak Mubazir yang dipenjara akibat dilaporkan oleh wali muridnya karena memotong paksa rambut murid yang sudah gondrong. Padahal, sebelumnya juga sudah diberikan peringatan berkali-kali. 

Guru di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena dituduh memukul siswa yang tidak mengikuti salat Zuhur berjamaah. (www.kompas.com, 30/10/2024). 

Masih banyak kasus serupa yang tidak terpublikasikan. Semuanya menunjukkan bahwa profesi sebagai guru dipertaruhkan dan semakin tidak bernilai di tengah-tengah masyarakat.

Dilema Guru dalam Mendidik Siswa

Di dalam sistem yang ada saat ini, seorang guru cenderung bersifat dilematis dalam menghadapi dan mendidik siswa. Pasalnya, berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Keadaan semacam ini hanya terjadi dalam kurun waktu terakhir ini saja, sementara zaman dulu tidak pernah ada hal semacam itu. Hal ini bisa terjadi karena adanya Undang-Undang Perlindungan Anak yang terus digaungkan oleh pemerintah, sehingga menjadikan guru rentan untuk dikriminalisasi.

Sementara di sisi yang lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, dan masyarakat serta negara. Masing-masing pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pendidikan anak. Akibatnya, muncul gesekan antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Pada akhirnya, yang terjadi saat ini, guru mulai ragu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, khususnya dalam menasihati siswa.

Pendidikan dalam Islam

Islam sangat memuliakan dan memberikan perlakuan yang sangat baik terhadap guru. Selain itu, negara juga memberikan jaminan yang baik terhadap profesi guru, dengan cara memberikan sistem penggajian yang terbaik. Oleh negara, guru diharapkan dapat menjalankan amanah dengan baik pula. 

Negara juga berkewajiban untuk memahamkan kepada semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan terkait dengan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang sangat jelas dan meniscayakan adanya sinergi dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal itu akan semakin menguatkan tercapainya tujuan pendidikan di dalam Islam. Kondisi tersebut pastinya dapat menjadikan guru semakin optimal dalam menjalankan perannya dengan tenang, karena merasa terlindungi dalam mendidik murid-muridnya. Wallahu a’lam bishshawab.


Oleh: Iin Rohmatin Abidah, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Jumat, 15 November 2024

Marak Kriminalisasi Guru, Bukti Lemahnya Perlindungan Negara



Tinta Media - Dunia pendidikan sedang gempar setelah salah seorang wali murid yang melaporkan seorang guru honorer (Supriyani) ke polisi. Guru SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan tersebut dituduh melakukan penganiayaan terhadap anak didiknya. Namun, Supriyani membantah dengan alasan pada hari itu dia tidak sedang mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi dengan anak tersebut. 

Kejadian pelaporan orang tua murid terhadap guru tidaklah terjadi kali ini saja. Melansir dari viva.co.id (1/11/2024), setidaknya ada beberapa kasus kriminalisasi guru yang pernah terjadi di Indonesia. 

Pertama, pada tahun 2016, Samsudi, guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, dilaporkan karena telah mencubit muridnya akibat tidak mengikuti salat berjamaah di sekolah. Efek dari cubitan tersebut, si murid mengalami memar. Itulah yang membuat orang tuanya tidak terima. Akibatnya, pengadilan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun karena Samsudi dinilai telah melanggar pasal 8 ayat 1 UU Perlindungan Anak. 

Kedua, pada Mei 2016, Nurmayani Salam, guru Biologi SMPN 1 Bantaeng, dilaporkan karena tindakan penganiayaan, yaitu cubitan yang mendarat ke tubuh anak didiknya. Kejadian tersebut berawal saat dua siswanya sedang bermain kejar-kejaran dan baku siram air bekas pel dan Nurmayani terkena siraman itu. Untuk menertibkannya, dua siswa dipanggil ke ruang BK dan dicubit.

Ketiga, pada tahun 2023, Zaharman, Guru SMAN 7 Rejang Lebong, harus bisa menerima dirinya buta pada mata sebelah kanan akibat diketapel orang tua murid karena tidak terima anaknya ditegur dan diberi hukuman setelah kepergok merokok di kantin sekolah.
 
Keempat, pada Februari 2024, Khusnul Khotimah, guru SD Plus Darul Ulum, Jombang, dilaporkan karena kelalaiannya mengawasi para siswa saat jam kosong sehingga ada salah satu murid yang terluka di bagian mata kanannya hingga menyebabkan pendarahan akibat dari lemparan kayu saat bermain dengan temannya di kelas. Posisi Khusnul sedang tidak di kelas sehingga hal tersebut dinilai sebagai sebuah kelalaian. 

Adapun yang menjerat Khusnul adalah Pasal 360 ayat 1 KUHP atau ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat ayat 1 ke 2 KUHP. 

Kelima, kisah Supriyani. Sebenarya, kasus ini sudah dilaporkan sejak April 2024, tetapi baru ada titik terang pada 16 Oktober 2024. 

Dengan maraknya tindakan buruk yang dialami para guru saat melakukan tugas keprofesiannya, maka Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi,  melalui akun Instagram PBPGRI pada 1 November 2024 mengusulkan adanya UU Perlindungan Guru agar kasus ini tidak terulang kembali. 

UU tersebut tidak hanya melindungi guru, tetapi juga para siswa. Di dalam UU pun diusulkan agar tidak ada lagi kekerasan atau tindak aniaya terhadap guru sebagai tenaga pendidk dan murid sebagai peserta didik. 

Peristiwa di atas menunjukkan bahwa dalam sistem hari ini, guru mengalami dilema dalam mendidik siswa. Pasalnya, beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU Perlindungan Anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi. 

Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, dan negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Perbedaan persepsi ini disebabkan karena jenjang generasi, pengalaman dan cara pandang masing-masing berbeda. Akibatnya, muncul gesekan atau bahkan menjadi sumber ketegangan dan kesalahpahaman antara berbagai pihak, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. 

Guru akhirnya ragu dalam menjalankan perannya, khususnya dalam menasihati siswa. Sikap tegas terhadap murid haruslah ada pada sistem didik seorang guru. Dengan sikap tegas tersebut terciptalah kedisiplinan murid. Jika itu tidak ada, maka tidak ada pula nilai-nilai etika atau moral antara guru dan murid. Akibatnya, guru sering disepelekan. 

Pola asuh yang diterapkan orang tua pun juga berpengaruh. Jika dalam keluarga terdapat kultur yang membela dan mempercayai semua yang dikatakan anak tanpa melakukan konfirmasi, maka peran guru pun akan hilang karena dianggap tidak sesuai dengan cara didik orang tua.

Dalam Islam, guru dimuliakan dan diberi perlakukan baik. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanah dengan baik pula. Negara yang menggunakan sistem Islam akan memahamkan semua pihak tentang sistem pendidikan Islam. 

Pendidikan Islam memiliki tujuan jelas dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Ia juga akan mendapatkan kepercayaan dari orang tua murid bahwa gurulah yang akan mengantarkan anaknya menjadi generasi gemilang.
Wallahu a’alam.





Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 03 November 2024

Negara Pemalak Pajak Rakyat



Tinta Media - 'Orang bijak taat bayar pajak'. Itulah slogan yang selalu diserukan pemerintahan kepada masyarakat agar mau dan rajin membayar pajak. Luar biasa, penghasilan Indonesia paling besar berasal dari pajak. Jadi, wajar jika negeri ini menekankan kepada rakyatnya untuk selalu membayar pajak. Namun sayangnya, penekanan pembayaran pajak hanya ditujukan kepada rakyat kelas bawah, sedangkan kepada rakyat kelas atas apalagi pengusaha, negara cenderung bersikap lunak.

Hal ini terbukti dengan adanya potensi kehilangan penerimaan negara lebih dari 300 triliun akibat adanya pengemplangan pajak. Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi, Jodi Mahardi, menyebut dugaan hilangnya potensi penerimaan negara berasal dari audit badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP). Dalam audit tersebut, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara yang hilang di sektor kelapa sawit. 

Diduga, ada sekitar 300 perusahaan yang melakukan pengemplangan pajak, tidak hanya dalam sektor kelapa sawit. Kebocoran akibat pajak juga terjadi pada kasus-kasus hukum. Ada 10-15 perusahaan yang lari dan tidak membayar pajak. Itu semua dalam jumlah yang sangat besar. (CNBC Indonesia.com 12/10/2024).

Sungguh miris, negara kehilangan APBN dengan nominal sangat besar karena adanya pengemplangan pajak. Perusahaan secara diam-diam kabur dan enggan membayar pajak. 

Negara yang menyaksikan hal tersebut tidak menangggapi ataupun mengatasi secara tegas. Negara cenderung lembut dan bersikap lunak dalam hal ini. Tidak ada hukum tegas yang diberlakukan. Yang ada, negara malah memberikan berbagai keringanan dan keistimewaan. Tax holiday dan tax amnesty adalah salah satu buktinya. 

Pengampunan pajak berkali-kali dilakukan oleh negara. Sedangakan kepada rakyat, kebijakan yang diberlakukan berbanding terbalik, 180 derajat. Negara bersikap sangat tegas kepada rakyat. Bahkan, negara tidak segan-segan untuk mendakwa siapa pun yang tidak membayar pajak.

Rakyat di negara-negara kapitalisme terus dijejali dengan berbagai macam pajak yang wajib untuk dibayar. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka kesulitan. Negara menyeragamkan pajak antara orang kaya dan orang miskin. 

Belum lagi PHP negara atas berbagai pembangunan yang dibutuhkan rakyat. Katanya, uang pajak yang dibayarkan akan digunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum. Nyatanya, pembangunan yang dijanjikan oleh negara terus ditunda dan tidak ada kepastiaanya. Parahnya lagi, pajak yang sudah rakyat bayarkan dengan susah payah malah dikorupsi oleh tikus-tikus berdasi yang tidak tahu diri. Mereka dengan seenaknya memakan uang rakyat tanpa hak. 

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme menjadikan hukum negeri ini tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Ketidakadilan dalam penerapan kebijakan pajak jelas-jelas menzalimi dan menyengsarakan rakyat. 

Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Sistem Islam terbukti dapat menyejahterakan rakyat selama bertahun-tahun lamanya. Islam memandang pajak sebagai salah satu peneriman APBN. Namun, karakteristiknya berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. 

Pajak didefinisikan sebagai harta yang diwajibkan Allah atas kaum muslimin untuk menunaikan balanja pada kebutuhan-kebutuhan dan pos-pos yang diwajibakan atas mereka ketika tidak ada harta di Baitul mal untuk memenuhi belanja tersebut. 

Karena itu, pajak dalam Islam merupakan sumber penerimaaan yang insidental. Artinya, pajak hanya akan dipungut ketika sumber-sumber penerimaaan negara tidak mencukupi untuk membiayai pembelanjaan. Selain itu, pajak hanya dipungut dalam kondisi khusus. 

Hal ini berbanding terbalik dengan pajak dalam sistem kapitalis yang bersifat permanen, bahkan menjadi sumber utama pengahsilan negara. 

Yang menjadi perbedaaan selanjutnya adalah objek pajak. Pajak dalam Islam hanya dipungut dari orang-orang muslim yang kaya. Artinya, tidak semua orang dibebani dengan pajak. Dengan demikian, orang kafir dan orang-orang miskin tidak dikenai kewajiban ini. Sebaliknya, dalam sistem kapitalisme, pajak diberlakukan kepada semua kalangan masyarakat, baik yang kaya maupun yang miskin. Pemerintah tidak akan pandang bulu, semuanya dikenai kewajiban yang sama.

Selain itu, pembangunan yang ada di dalam Islam adalah pembangunan yang pemanfaatannya ditujukan kepada rakyat secara keseluruhan. Pembiayaannya diambilkan dari pemasukan negara, bukan dari pajak. Pemasukan negara Islam bisa berasal dari zakat, kharaj, jizayah, hibah, dan pengelolaan SDA oleh negara. 

Pajak adalah pilihan terakhir ketika kas negara benar-benar habis dan tidak mencukupi untuk membiayai berbagai keperluaan yang mendesak. Pemungutan pajak dalam Islam hanya ditujukan untuk menutupi kekurangan baitul mal, buakn untuk meningkatkan penerimaan Baitul mal. Oleh karena itu, pemungutan pajak tidak boleh dilakukan secara zalim dan semena-mena. 

Alhasil, penerapan sistem kapitalisme yang bertentangan dengan sistem Islam merupakan sebuah kesalahan bahkan dosa. Sebab, sistem kapitalis dengan nyata telah membuat hidup masyarakat semakit melarat. 

Sistem kapitalisme adalah aturan zalim yang sepantasnya ditinggalkan. Kezaliman ini hanya bisa dihilangkan dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dan naungan khilafah. Oleh karena itu, mari kita sama-sama hilangkan kezaliman penguasa dengan penerapan islam secara kaffah. wallhu ‘alam.



Oleh: Hasna Syarofah
(Gen Z, Muslim Writer)


Rabu, 25 September 2024

Tarik Minat Investor dengan Proyek Strategis, Bukti Abainya Negara di Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mengadakan kegiatan West Java Investment Summit (WJIS) 2024. Acara ini bertujuan untuk mempromosikan berbagai peluang investasi di Jawa Barat kepada para investor, baik domestik maupun internasional, yaitu dengan memperkenalkan sejumlah proyek strategis dan sektor-sektor potensial, seperti infrastruktur, pariwisata, teknologi, dan lain-lain yang dapat menarik minat investasi.

Ben Indra Agusta, selaku  Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mengatakan bahwa peluang dan tantangan investasi harus terus dibidik agar bisa berjalan optimal. Acara ini merupakan bagian dari upaya Jawa Barat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja melalui investasi yang masuk.

Penetapan pertumbuhan ekonomi ala kapitalis melalui jalan investasi sejatinya merupakan metode yang salah dalam menyejahterakan rakyat dan memajukan negara. Sebab, investasi akan sangat membahayakan kedaulatan negara, sementara pertumbuhan ekonomi dalam sistem ini diukur secara kolektif sehingga menghasilkan pendapatan rata-rata penduduk.

Investasi menjadi sarana penjajahan gaya baru sistem kapitalisme pada era globalisasi. Sistem ini lahir dari asas sekularisme dan prinsip kebebasan. Para pemodal (swasta) akan bersaing dengan penuh tipu daya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.
Pemodal yang kuat akan melumpuhkan yang lemah. Jadilah korporasi raksasa yang akan menguasai ekonomi dunia. 

Di sisi lain, Indonesia sejatinya memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Namun, lagi-lagi sistem ekonomi kapitalisme melegalkan penguasaan dan pengelolaan kepada pihak swasta (korporasi). Oleh karena itu, perekonomian negara akan terus mengalami persoalan selama sistem yang diterapkan masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme yang diperparah dengan lahirnya pejabat-pejabat yang tidak amanah dalam kepemimpinannya.

Negara ini akan memiliki perekonomian yang kuat jika diatur dengan sistem ekonomi Islam. Konsep ekonomi Islam akan diimplementasikan dengan politik ekonomi Islam, bukan sekadar terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, atau papan (perumahan), melainkan juga hak hidup aman, sehat, mendapatkan keadilan, menuntut ilmu, serta hak untuk bahagia dan menerapkan aturan agama secara kaffah. Ini
merupakan kewajiban bagi negara untuk menjamin pemenuhannya. 

Cara pandang hidup bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur kehidupan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal inilah yang menjadikan individu masyarakat khilafah, termasuk para penguasanya menjadikan Islam sebagai sandaran satu-satunya dalam beramal. 

Penguasa tidak boleh membiarkan satu pun rakyat hidup kelaparan atau terlunta-lunta karena tidak memiliki tempat tinggal, sebab hal itu termasuk pelanggaran terhadap syariat Islam.

Mekanisme pemilihan pejabat dalam sistem politik Islam juga meniscayakan tersaringnya pejabat yang bertakwa dan amanah dalam menjalankan peran utamanya sebagai pengurus rakyat. 

Dalam memenuhi kebutuhan pokok individu, negara akan menyiapkan lapangan kerja yang luas bagi rakyat, khususnya para pencari nafkah. Dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, keamanan masyarakat dengan pembiayaan dari baitul mal. 

Sumber pembiayaan ini bisa berasal dari harta milik umum (barang tambang, dll), harta negara, dan sebagainya. Sumber-sumber pemasukan ini memiliki nilai yang sangat besar. Negara tidak akan mengandalkan utang dan investasi sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalisme, sebab kedua pemasukan tersebut hanya akan menjadikan khilafah bergantung kepada negara lain. Sungguh, Islam telah menetapkan politik ekonomi dan mekanisme ekonomi yang menjamin kesejahteraan umat manusia individu per individu. Wallahualam bissawab.




Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Jumat, 13 September 2024

Ironi, Krisis Air Bersih di Negara Perairan


Tinta Media - Air yang merupakan inti kehidupan masyarakat menjadi hal yang langka hari ini. Jikapun ada, masyarakat harus membelinya dengan harga tertentu. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu, TNI Kodim 0624 berkolaborasi dengan PT Geo Dipa Energi membangun penampungan air bersih di wilayah Pasir Jambu,  Desa Tenjolaya, Kabupaten Bandung. Bantuan tersebut disambut gembira oleh masyarakat karena sangat bermanfaat bagi warga sekitar dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhan.

Bantuan saluran air bersih ini menjadi suatu kebanggaan bagi Kepala Desa Tenjolaya Ismawanto Sumantri.  Ismawanto mengimbau kepada warga penerima manfaat agar dapat menjaga dan memelihara saluran air bersih yang selama ini sangat sulit untuk didapatkan. Tak lupa, Ismawanto mengucapkan terima kasih kepada Dandim 0624, Danramil, dan juga PT Geo Dipa Energi atas program bantuan pembangunan saluran air bersih untuk warga masyarakat Desa Tenjolaya.

Apresiasi yang diberikan oleh pemerintah atas sumbangsih perusahaan Geo Dipa Energi dalam memberikan sarana penampungan air bersih sama halnya dengan apa yang dilakukan di daerah Suka Manah Pasir Jambu, yaitu adanya wisata edukasi keselamatan diri pada anak-anak yang tinggal di sekitar wilayah eksplorasi panas bumi yang dikelola oleh Geo Dipa Energi. Apresiasi tersebut berupa ucapan terima kasih atas program-program yang dilakukan oleh PT Geo Dipa Energi yang dalam hal ini seakan telah membantu masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan air bersih. 

Pemerintah boleh berbangga hati. Masyarakat pun boleh bergembira atas upaya yang dilakukan Geo Dipa Energi ini. Akan tetapi, perlu dicermati dengan lebih rinci bahwa apa yang dilakukan oleh PT Geo hanya sekadar untuk meraih simpati masyarakat semata. Sebab hakikatnya, pengelolaan air secara besar-besaran itu menjadi tanggung jawab negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat secara merata.

Di Indonesia sendiri, ketersediaan air bersih bagi masyarakat sangat sedikit, padahal Indonesia terkenal sebagai negara perairan. Semua terjadi karena kelestarian lingkungan tidak dijadikan sebagai prioritas utama di dalam pengembangan pembangunan, usaha, dan bisnis yang berdampak pada kerusakan lingkungan, seperti pencemaran. 

Banyak desa ataupun kelurahan mengalami pencemaran air, termasuk Kabupaten Bandung yang merupakan wilayah industri. Sungai Citarum di Kabupaten Bandung adalah yang paling tercemar. Sungai tersebut sangat kotor, dipenuhi berbagai sampah plastik baik dari rumah tangga ataupun limbah pabrik. 

Penyebab lain dari kelangkaan air bersih adalah penebangan hutan demi perluasan lahan dengan membakar area hijau. Ini semakin menambah masalah penyediaan air bersih. Masih banyak lagi masalah-masalah lingkungan yang mengakibatkan kelangkaan air bersih. 

Ironisnya, berbagai kebijakan yang ditetapkan dinilai senantiasa pro terhadap kalangan pemodal yang memiliki kepentingan bisnis, sehingga mereka lebih leluasa untuk memprivatisasi sumber-sumber air. Maka, terjadilah siklus air yang tidak normal karena diangkut dengan truk pengangkut galon air, bukan mengalir mengikuti aliran air. 

Oleh sebab itu, masalah ketersediaan air tidak akan selesai hanya dengan sumbangsih para pengusaha. Apalagi jika masyarakat merasa bangga dengan kontribusi para pengusaha-pengusaha yang sejatinya membungkam mulut kita agar tak bersuara terkait masalah yang terjadi sesungguhnya.

Sudah jelas termaktub dalam UU terkait air bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Dalam arti, air tidak dapat dimiliki atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, ataupun badan usaha. Namun realitasnya, sumber air diprivatisasi dan investasinya terus digencarkan untuk memiliki hak pengelolaan bagi para pemilik modal. 

Inilah kesalahan besar dalam sistem kapitalisme yang berasaskan pada manfaat belaka. Negara seakan menjadi pedagang yang mencari untung besar, bukan menjadi pelayan bagi rakyat.

Sementara, Islam sebagai agama yang paripurna mempunyai solusi untuk berbagai permasalahan kehidupan dengan tepat, termasuk krisis air atau keterbatasan ketersediaan air untuk masyarakat. 

Pengelolaan air akan dilakukan sesuai dengan aturan Allah Swt. Mulai dari pengelolaan sumber daya air, distribusi, pelayanan yang berkelanjutan sesuai dengan teknologi yang mutakhir, serta pemberdayaan SDM yang kompeten. 

Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab dalam pemenuhan seluruh urusan rakyat. Dalam hal pemenuhan air bersih, negara akan mengelola mata air hingga hasilnya dinikmati oleh seluruh rakyat secara gratis.

Pengelolaannya dimulai dari tahapan menjaga stabilitas dan kontinuitas suplai air, seperti menjaga konservasi alam, sanitasi, hingga program pengelolaan air lainnya. Di antaranya, mendirikan industri air bersih, memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi. dsb. 

Walhasil, hanya Islam saja yang mampu memberikan solusi pada setiap permasalahan kehidupan, dengan menerapkan sistem Islam pada seluruh aspek kehidupan di bawah sebuah institusi, yaitu khilafah 'alaa minhajin nubuwwah. Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)

Jumat, 06 September 2024

Gen-Z Sulit Cari Kerja, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat banyak Gen Z susah cari kerja. Salah satunya adalah salah memilih sekolah dan jurusan. Faktor salah jurusan inilah yang menjadikan banyak anak muda Indonesia masuk golongan pengangguran tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). 

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyampaikan terkait kondisi penduduk muda Indonesia. Menurut laporan BPS, pada tahun 2023, sekitar 9,9 juta orang usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan. Dari 9,9 juta orang tersebut, 5,73 juta adalah perempuan muda dan 4,17 juta adalah laki-laki muda.

Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012. Mereka biasanya berada di tengah masa produktif, sebab sekarang berusia antara 12-27 tahun. Status NEET mewakili 22,25% dari populasi usia 15 hingga 24 tahun di Indonesia. (CNBC Indonesia, 21/05/2024)

Melihat banyaknya anak muda sekarang yang sulit mendapatkan pekerjaan, pemerintah melakukan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dalam PP tersebut, pemerintah daerah diminta membangun ekosistem bisnis untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta perusahaan rintisan (Startup). 

Akibat Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme dalam kehidupan tidak melakukan edukasi atau pemahaman tentang hak dan kewajiban antara personal, korporasi, dan negara dengan baik dan benar. Keutamaan pembangunan negara hanya berfokus pada pembangunan materi yang bersifat fisik sehingga pembangunan manusia terdidik tidak terpedulikan, khususnya Gen Z saat ini. Angka NEET yang tinggi di negara harus diselesaikan melalui sistem yang tepat.

Karena persoalan tersebut bersifat sistemis, maka solusinya harus sebanding, yaitu sebagai penawar yang juga bersifat sistemis. Akan tetapi, persoalan sistemis tidak bisa disamakan dengan persoalan cabang seperti yang dilakukan negara dengan peraturan pemerintah (PP). Dalam PP ini, negara hanya mendorong anak muda untuk berkerja menjadi wirausaha tanpa pembekalan yang matang. 

Sistem kapitalisme dengan dasar pemikiran sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan,  menuntut Gen Z untuk tidak membawa agama dalam setiap jurusan yang diampu, sehingga di saat mereka sulit mendapatkan pekerjaan, yang disalahkan adalah jurusannya. 

Ini membuat Gen Z tidak memahami setiap apa yang telah dipelajari untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Ini karena sejatinya agama adalah sebuah aturan dalam kehidupan. Gen Z dikenal dengan pemalas, mageran, ingin mendapatkan sesuatu dengan instan. Hal itu merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme dan makin menegaskan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah merusak dan mengaburkan peran besar mereka sebagai generasi penerus peradaban dengan segala potensinya.

Solusi dalam Islam

Islam hadir untuk memberikan solusi atas kerusakan sistemik tersebut dengan mengembalikan peran penuh negara sebagai pemelihara dan pelindung umat, khususnya Gen Z. 

Pengelolaan SDA akan dikendalikan penuh oleh negara untuk menyejahterakan rakyat dan Gen Z sehingga industri pun akan mendapatkan SDM yang berkualitas serta optimal.

Selain itu, negara wajib menerapkan kebijakan anti pengangguran. Gen Z  juga mendapat support system dari berbagai arah, seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar mampu menggali kemampuan di berbagai keterampilan. 

Laki-laki dalam Islam memiliki kewajiban bekerja sebagai pemberi nafkah dan kepala keluarga. Negara harus memprioritaskan pekerjaan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan hanya sebatas kemampuan mereka yang diperbolehkan dalam Islam. 

Negara juga harus mengontrol dan menyediakan lapangan pekerjaan, baik milik negara atau milik individu, sehingga Gen Z tidak lagi memikirkan sulitnya mendapatkan pekerjaan. 

Lulusannya pun akan dimaksimalkan berkarya berdasarkan keilmuan tanpa dihadapkan dengan tekanan biaya hidup yang mahal dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
 
Sistem Islam telah diterapkan selama masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan, dan telah terbukti dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Hal itu dapat terwujud karena negara mengaplikasikan peraturan-peraturan yang berasal dari Allah Swt. Negara tidak akan mengambil kebijakan dari sudut pandang keuntungan materi (bisnis), melainkan dari sudut pandang Sang Pencipta, yakni syariat dan kemaslahatan umat. 

Akidah Islam seharusnya terus dijaga dan digaungkan umat Islam sebagai bahan bakar perubahan global, yaitu perubahan besar tatanan dunia dari kegelapan menuju terang, dari kebodohan modern menuju kejayaan Islam, sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Senin, 01 Juli 2024

Pembantaian di Rafah, ke Mana 145 Negara yang Mengakui Palestina Merdeka?



Tinta Media - Sungguh di luar nalar, sebanyak 145 negara dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengakui Negara Palestina hilang entah ke mana saat ada pembantaian di Rafah yang menewaskan ribuan warga Palestina. 

Seolah-olah mereka (145 negara) menghilang begitu saja tanpa ada tindakan apa pun untuk menghentikan genosida ini. Padahal, jika mereka sudah mengakui keberadaan negara Palestina, harusnya genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi harus segera dihentikan dengan tegas.

Arti dari kata pengakuan adalah bukan hanya soal moral, tetapi juga tindakan. Seperti halnya ketika Amerika Serikat mengakui Ukraina sebagai sekutu. Ada dukungan nyata dari Amerika Serikat terhadap Ukraina, yaitu mengajak sekutu-sekutu Amerika untuk selalu membantu dam men-support Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.

Bahkan, bantuan tersebut bukan sebatas moral dan ucapan, bukan juga hanya sebatas kemanusiaan saja, tetapi juga pengiriman senjata militer hingga boikot secara ekonomi terhadap Rusia.

Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini jelas bukan hanya soal lisan, tetapi juga tindakan. Lantas, bagaimana pengakuan negeri-negeri muslim yang hanya sekadar ucapan, padahal sudah jelas dan nyata terjadi pembantaian secara brutal oleh Zionis Yahudi?

Publik dan masyarakat dunia sebenarnya juga menyoroti kebiadaban Zionis Yahudi. Ini terlihat dari aksi-aksi damai yang dilakukan oleh berbagai negara. Bukan hanya negeri-negeri muslim, tetapi juga negeri-negeri nonmuslim yang notabene menempatkan muslim sebagai minoritas. 

Namun, apalah daya. Tindakan tersebut hanya mentok pada opini publik. Publik tidak bisa bergerak karena para pemimpin mereka justru menjalin kerja sama dengan Zionis Yahudi. Apalagi, publik, khususnya kaum muslimin di seluruh dunia, terkhusus di Jazirah Arab telah terkotak-kotakan dengan sistem nasionalisme.

Punya Kepentingan

Lebih konyolnya lagi, terkadang para pemimpin di negeri Islam terkait masalah Palestina hanya sekadar mengambil untuk kepentingan kekuasaan saja.

Contohnya, sikap Presiden Turki Recep Thoyyib Erdogan yang terlihat mengancam keras Zionis Yahudi dan bersikap tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh para Zionis. Bahkan, diberitakan bahwa Presiden Erdogan sampai memutus hubungan diplomatik dengan negara Zionis Yahudi, juga menangguhkan hubungan dagang di beberapa bulan yang lalu. 

Namun, di balik tindakan Erdogan tersebut ternyata ada kepentingan politik jangka pendek, yakni kepentingan pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan di Turki. Menurut berbagai survei, Erdogan kalah dengan pasangan lain sehingga membutuhkan dukungan.

Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Turki bisa jadi dialami juga oleh 145 negara, bahkan 53-nya adalah negeri muslim. Ini membuktikan bahwa ada kepentingan-kepentingan lain yang menghalangi mereka untuk memikirkan secara nyata dan tegas terhadap genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi. Motifnya pun bermacam-macam.

Khilafah

Ini berbeda ketika khilafah hadir di tengah umat. Di dalam catatan sejarah, Palestina yang dijuluki sebagai tanah yang diberkahi, selalu dimuliakan, bahkan ketika pembebasan maupun ketika berada di bawah kekuasaan daulah khilafah.

Pada masa Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, terjadi futuhat dan penyerahan kunci Yerusalem  sehingga wilayah tersebut masuk di dalam kekuasaan kaum muslimin. Pada peristiwa itu,  tidak ada hal keji ataupun pembantaian. Bahkan sebaliknya, mereka yang masuk dalam kategori kafir dzimy diberi kebebasan untuk memeluk agama mereka masing-masing. Bahkan, tempat ibadah mereka tidak dibongkar ataupun diruntuhkan.

Begitu juga ketika Shalahudin Al Ayyubi mengambil alih Al Quds dari pasukan Salib. Shalahudin Al Ayyubi tidak melukai orang-orang yang bukan muslim. Beliau justru memuliakan warga setempat. Bahkan, masyarakat selain muslim diberi kebebasan untuk beribadah.

Artinya, hanya Islam yang mampu menjadikan Al Quds dan Palestina menjadi sebuah kawasan yang mulia dan diberkahi.


Oleh: Setiyawan Dwi 
(Jurnalis)

Kamis, 13 Juni 2024

Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Negara Ciptakan Kekisruhan



Tinta Media - Keinginan pemerintah untuk merangkul semua kalangan terus dilakukan. Yang terbaru melalui PP 25/2024 tentang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), pemerintah memberikan izin ormas keagamaan untuk mengelola tambang. (CNN Indonesia, 7/6/2024)

Ini jelas sangat tidak tepat dan negara ciptakan kekisruhan. Maka, layak kita mempertanyakan, apakah pemberian izin kepada ormas ini memang kebijakan yang tepat? Pertanyaan lain, apakah negara telah mempersiapkan solusi jika terjadi konflik horizontal? 

Seperti diketahui bahwa tambang yang diberikan kepada ormas tersebut merupakan tambang bekas PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy. Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung. 

Tentu banyak yang harus disiapkan dan dihadapi, misalnya sumber daya manusia yang mengelola tambang dan bagaimana ekologi tambang itu sebelum dikelola. Selain itu, disinyalir telah terjadi konflik antara penduduk tempatan dengan perusahaan tambang.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin. Ia menambahkan bahwa lagi langkah tersebut seperti upaya pemerintah untuk membenturkan antara masyarakat korban tambang dengan ormas keagamaan.(TribunMakassar.com).

Konflik lingkungan yang kerap mengorban petani, masyarakat adat, nelayan, dan perempuan yang berseteru dengan perusahaan, baik swasta maupun asing.

Selain itu, dengan pemberian izin ini, akan semakin besar kemungkinan bertambahnya  kasus korupsi di negeri ini karena panjangnya birokrasi yang dilewati dan adanya kepentingan. 

No Free Lunch

Mereka yang mendukung pemerintah dengan kebijakan yang ditetapkan selama ini akan mendapatkan reward seperti jabatan tertentu atau reward yang lainnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa "no free lunch" atas rewards yang diberikan. Mereka harus tetap mendukung pemerintah, dan pasti ini akan membuat lidah kelu untuk mengkritik atau pun melakukan amar makruf nahi mungkar.

Apalagi, saat ini begitu kentara, bagi yang berseberangan dengan pemerintah atau menjadi oposisi mereka akan dipersekusi dan dikriminalisasi.

Terkait pemberian pengelolaan tambang ini, jelas ini merupakan kompensasi atas dukungan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu, rezim telah menancapkan taringnya agar keberlangsungan kepemimpinan tetap terjaga.

Dengan merangkul ormas keagamaan, tiada lagi yang mempermasalahkan setiap kebijakannya.

Kepemilikan Tambang dalam Islam

Dalam konteks tambang ini, ketentuan dalam Islam sangat jelas dan terang. Ini bisa kita pahami sebagaimana sabda Rasulullah,

"Kaum muslimin berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara, padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Jadi, tambang apa pun, dengan jumlah yang berlimpah atau yang menguasai hajat hidup orang banyak merupakan harta milik rakyat secara umum (milkiyah 'ammah) dan harus dikelola oleh negara, tidak yang lain. 

Berdasarkan hadis Nabi saw. yang diucapkan oleh Abyadh bin Hammal ra., Rasulullah bersabda, 

"Sungguh Abyadh pernah menemui Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada Nabi saw. atas tambang garam. Nabi saw. memberikan tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang sahabat yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir.” Rasulullah saw lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Dari hadist di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah sebagai kepala negara menarik apa yang telah diberikan. Sebab, tambang garam yang diberikan sangat banyak. Tentunya tambang garam itu bisa memenuhi hajat orang banyak.

Ketika kita kaitkan dengan kebijakan pemerintah hari ini, tentu kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan hadis Nabi saw. di atas. Kebijakan yang bertentangan dengan syariat akan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Hal itu karena kebijakan tersebut tidak disandarkan kepada syariat Islam.

Untuk itu, penting kiranya umat Islam dan juga pemimpin negeri ini menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam akan membawa keberkahan kepada negeri. Namun, jika tetap memakai kapitalisme yang jelas berasal dari pemikiran manusia, pastinya kesulitan-kesulitan terus mendera kita.

Sebagaimana firman-Nya, 

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian." (QS al-Baqarah [2]: 208)


Oleh: Muhammad Nur
Jurnalis

Selasa, 11 Juni 2024

Starlink Mengudara, Negara Harus Siaga


Tinta Media - Kabar terhangat pekan ini adalah terkait Starlink yang resmi mengudara di Indonesia. Sebuah layanan internet yang berasal dari perusahaan milik Elon Musk tersebut menawarkan layanan berbasis satelit. Menurut berita yang beredar, Starlink memiliki manfaat yang cukup besar untuk Indonesia. Pratama Persadha, yang merupakan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Cissrec menjelaskan bahwa layanan tersebut dapat berguna untuk melayani daerah 3T yang sulit dijangkau dengan teknologi fiber optik atau radio. (www.cnbcindonesia.com 28/05/2024)

Perlakuan pemerintah yang memberikan karpet merah kepada perusahaan teknologi informasi StarLink milik CEO Tesla & Space-X Elon Musk, sungguh membuat masyarakat terheran-heran karena dinilai berlebihan. Parahnya lagi, mereka sampai diberi panggung khusus pada event pelaksanaan pembukaan WWF/ World Water Forum minggu lalu di Bali. Padahal, lazimnya hanya diberikan kepada tokoh selevel kepala negara/ pemerintahan.

Internet Berbasis Satelit Bisa Jadi Solusi?

Kehadiran internet berbasis satelit tersebut menurut pemerintah digadang-gadang bisa menjadi solusi jangkauan sinyal ke pelosok negeri. Sebagai langkah awal, ribuan puskesmas di Indonesia rencananya akan dipasang perangkat Starlink demi mempercepat pengiriman data. Akan tetapi, di sisi lain Starlink yang berada di low earth orbit justru memiliki potensi berbahaya. 

Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa bersikap adil, bijak, dan konsisten. Sebab jika tidak, dikhawatirkan beberapa tahun ke depan perusahaan telekomunikasi dan internet di Indonesia berpotensi bangkrut. Bahayanya, negara kehilangan kontrol langsung atas infrastruktur komunikasi.

Masalah lainnya adalah terkait NOC atau Network Operating Center yang seharusnya berada di Indonesia. Kenyataannya, Starlink belum melakukan hal itu dan hanya menyediakan di luar negeri. Jika keberadaan NOC di dalam negeri, hal ini menjadi agak sulit karena butuh biaya yang lebih besar, terlebih untuk awal layanan yang sama sekali belum memiliki banyak pelanggan.

Lebih lanjut, Starlink sebaiknya tidak digunakan untuk sektor infrastruktur kritis. Akan tetapi, jika memang harus menggunakan layanan internet satelit, pemerintah sebijak mungkin hendaknya bisa memanfaatkan perusahaan lokal yang memberikan layanan serupa. 

Sejatinya, ada beberapa potensi ancaman yang dapat timbul dengan pemanfaatan layanan dari Starlink, yaitu ketergantungan yang signifikan pada layanan internet satelit yang dioperasikan oleh perusahaan asing. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan negara menjadi kurang memiliki kontrol langsung atas infrastruktur tersebut. Artinya, negara mungkin tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat atau konflik.

Ada hal penting dan mendesak yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah, yaitu agar Starlink menyediakan Network Access Provider (NAP) di Indonesia. Sebab, jika ke depannya diperlukan tindakan yang bisa meningkatkan pertahanan dan keamanan negara pada saat krisis seperti penyadapan atau sensor, maka bisa dilakukan melalui perusahaan NAP yang menjual layanan backbone internetnya ke Starlink.

Negara dalam Islam 

Dalam sistem Islam, negara berposisi sebagai junnah (perisai). Artinya, negara sebagai pelindung, pengayom, pelayan, dan akan melakukan apa pun untuk kesejahteraan rakyat. Apa pun yang dibutuhkan rakyat, negara akan hadir memenuhinya, tanpa terkecuali layanan internet.

Di era modern seperti sekarang, internet sangat dibutuhkan guna kelancaran pelaksanaan tugas-tugas bernegara, pekerjaan di kantoran, dan bersosial. Internet sangat dibutuhkan, baik oleh individu maupun kelompok. Untuk itu, negara berkewajiban menyediakan layanan internet dengan kualitas terbaik dan menyeluruh, bahkan murah.

Dalam proses penyediaan layanan internet, pemerintah akan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri yang bergerak dalam bidang teknologi, khususnya layanan internet. Pemerintah akan menggandeng mereka dan tidak akan melakukan kerja sama dengan sembarang perusahaan, apalagi jika perusahaan tersebut adalah milik asing. Hal ini sebagai upaya pemerintah berpartisipasi dalam mengembangkan perusahaan-perusahaan lokal, sebab dengan berkembangnya perusahaan lokal akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lainnya.

Negara tidak akan bergantung kepada asing, karena negara dalam Islam bersifat independen. Prinsip kerja penguasa adalah bagaimana bekerja keras guna menyejahterakan rakyat.

Seandainya keadaan mengharuskan adanya kerja sama dengan pihak asing, maka negara akan memastikan bahwa kerja sama hanya akan terjalin dengan negara-negara yang tidak memusuhi umat Islam. Sebab, bagi negara-negara yang secara terang-terangan memusuhi Islam, baginya tidak ada hubungan kerja sama kecuali perang.

Sungguh, semua itu hanya bisa terjadi saat sistem Islam diterapkan secara menyeluruh oleh manusia dalam bingkai negara Khilafah. Sebab, tolok ukur kehidupan di dalam Islam adalah halal dan haram. 

Masyarakat akan senantiasa terikat dengan hukum syara' dalam menjalani kehidupan. Karena sejatinya manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah yang lemah, maka hanya Allah-lah yang paling paham terkait makhluk ciptaan-Nya. Hanya aturan Allah-lah yang wajib diterapkan, bukan aturan legislatif yang menyesatkan. Wallahuallam.


Oleh: Rina Herlina
Sahabat Tinta Media

Jumat, 26 April 2024

Game Online Mengancam Generasi, Bukti Negara Abai


Tinta Media - Kemajuan teknologi modern yang begitu pesat, seperti televisi, internet, alat-alat komunikasi, dan barang-barang mewah berteknologi canggih yang menawarkan berbagai aplikasi hiburan bagi orang tua, muda, bahkan anak-anak. Termasuk di dalamnya adalah game online yang mewabah, terutama di kalangan generasi muda saat ini. Awalnya, game online ini hanya memberikan hiburan. Pada akhirnya, game online menjadi momok yang menakutkan karena banyak anak yang kecanduan, hingga merusak moral dan sarafnya.

Hal ini pula yang mendasari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir game online yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas atau pornografi.

Menkominfo, Budi Arie Setiadi, siap memblokir atau men-takedown game online yang terbukti bermuatan kekerasan dan pornografi. Budi Arie juga meminta kerja sama orang tua dan pihak sekolah untuk melaporkan game online yang memberi dampak buruk.

Perkembangan teknologi tentu harus diiringi dengan kemajuan berpikir manusia. Namun sayangnya, kemajuan teknologi ini malah membawa dampak buruk, seperti game online yang mewabah di kalangan generasi muda. Selain itu, game online ini juga disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Menurut KPAI banyak tindak kejahatan yang terjadi akibat dampak dari game online, seperti pembunuhan, perdagangan orang, pornografi anak, dan banyak lagi kasus kriminal lainnya. Pengaruh buruk game online ini begitu tampak. Namun, sepertinya negara tidak serius menanganinya hingga berdampak buruk ini.

Buktinya, di tengah ancaman pengaruh buruk game online, negara malah ingin mengembangkan industri game online dengan dalih untuk meningkatkan devisa. Artinya, sama saja negara dengan sengaja membiarkan anak-anak penerus bangsa ini kecanduan, sehingga moral dan sarafnya pun akan rusak. Apakah generasi seperti ini yang diinginkan negara untuk membangun bangsa?

Di sisi lain, kemajuan teknologi begitu penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan teknologi canggih, kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif, variatif juga menyenangkan. Kemampuan literasi digital pun menjadi kompetensi wajib bagi guru dan siswanya.

Namun, kemajuan teknologi ini juga berpotensi lain. Penyalahgunaan perangkat digital ini oleh kaum pelajar tak bisa terhindarkan. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan adanya warung-warung internet yang bertebaran, ikut andil dalam persoalan ini.

Mirisnya, negara sebagai pengurus rakyat telah abai. Tidak adanya tindakan tegas dari negara terhadap peredaran game online berkonten kekerasan dan pornografi telah menambah deretan kasus lainnya. Maka dari itu, tidak cukup hanya men-takedown atau memblokir saja.

Inilah bukti ketika sistem sekularisme kapitalisme diterapkan. Negara mencetak masyarakat yang hanya berorientasi pada kesenangan duniawi saja, sekalipun hal itu tidak berguna dan membahayakan. Negara bergandengan tangan dengan para kapital menjadikan rakyat sebagai pasar bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan besar.

Para pengusaha provider internet dan para pengembang game online pun memperoleh keuntungan dari pasar ini. Otomatis, pajak yang didapatkan negara pun luar biasa. Oleh karena itu, permintaan dan desakan untuk memblokir game online ini sangat mustahil terealisasi dalam sistem sekuler kapitalisme.

Persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan cara mengubah aturan. Penerapan sistem Islam oleh negara adalah satu-satunya solusi yang hakiki. Islam tidak pernah melarang umatnya untuk menggunakan teknologi digital. Jauh sebelum itu, Islam telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan hebat yang menjadi kiblat para ilmuwan masa kini.

Islam memandang teknologi merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang harus digali dan dicari kebenarannya. Allah Swt. berfirman, 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang berakal (yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau. Maka, perihalalah kami dari siksa neraka " (TQS.Al.Imran ayat 190-191).

Negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) akan mencetak generasi berkualitas. Sejarah mencatat bahwa hampir 14 abad khilafah mampu menyejahterakan rakyat. Kejayaan ini akibat dari penerapan sistem ekonomi Islam sehingga hasil dari kekayaan alam yang melimpah mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat. 

Khilafah tidak akan mencari sumber pendapatan lain yang akan menimbulkan kemudaratan bagi rakyat, seperti mengizinkan pihak asing mengelola SDA atau mengambil keuntungan dari kemajuan teknologi yang membahayakan rakyat. Hal tersebut tidak akan pernah terjadi dalam Islam.

Selain itu, khilafah akan bertanggung jawab penuh atas pembentukan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkepribadian Islam, yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga generasi yang lahir memiliki akidah yang kuat, tidak mudah terpengaruh pemahaman asing, mampu mengontrol diri dalam beraktivitas, dan pastinya setiap amal perbuatannya sesuai hukum syara'. 

Artinya, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, akan terbentuk masyarakat yang memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.

Oleh karena itu, khilafah akan memberikan fasilitas terbaiknya, termasuk menciptakan teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat, terkhusus para pelajar. Masyarakat akan disuguhi aplikasi-aplikasi yang tidak melanggar syariat, tetapi aplikasi yang justru meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka.

Sangat berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, aplikasi-aplikasi yang disuguhkan banyak yang memberikan dampak buruk. Dari sisi ini saja sudah sangat berbeda. Penggunaan teknologi di tangan khilafah memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Andaipun terjadi pelanggar dalam menggunakan teknologi, maka akan dikenakan sanksi berupa takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. 

Inilah bukti betapa pedulinya khilafah terhadap generasi masa depan. Hanya dengan Islam, teknologi digital mampu memberikan manfaat, karena diatur oleh hukum syara'. Wallahualam.


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Muslim Tergiur Produk Diskon, Negara Wajib Menjamin Produk Halal



Tinta Media - Beberapa waktu lalu, salah satu swalayan di Jalan Gagak Hitam/Ring Road, Kecamatan Medan Sunggal menggemparkan pelanggan dengan memasukkan produk nonhalal mengandung babi di etalase produk halal. Rio Nababan selaku Kepala toko Swalayan Maju Bersama mengklarifikasi bahwa swalayan tersebut secara aturan memisahkan dan memberikan keterangan produk makanan halal dan nonhalal. Namun, pekerjanya benar-benar melakukan kesalahan. 

Bermula ketika produk yang akan habis dalam tiga bulan lagi kedaluwarsanya harus dijual dengan harga diskon khusus di etalase diskon, termasuk produk nonhalal yang mengandung babi. (Medan.tribunnews.com, 17 Maret 2024)

Berbagai produk makanan nonhalal yang beredar di masyarakat kali ini bukanlah yang pertama, sehingga publik merasa resah. Mengingat fakta bahwa mayoritas orang di Indonesia beragama Islam, tetapi banyak orang masih mempertanyakan kualitas makanan yang akan dikonsumsi, termasuk dari segi kehalalannya. 

Inilah kesulitan hidup dalam sistem sekuler kapitalistik. Negara tidak mampu menjamin ketahanan akidah umat Islam. Negara mewajarkan produk-produk nonhalal, bahkan setiap orang dengan mudah menemukan produk nonhalal di mana pun. 

Negara tidak serius melindungi akidah umat Islam dengan mengatur ketat penyebaran produk nonhalal di tempat-tempat umum. Demi kepentingan dan manfaat segelintir orang, produk-produk nonhalal bebas tersebar di tengah masyarakat. Berkaitan dengan halal atau haramnya suatu produk, hal itu dikembalikan kepada penilaian individu masing-masing. 

Tentu sangat berbahaya jika umat Islam terus hidup dalam sistem ini. Sebab, salah satu kewajiban seorang muslim adalah menjaga makanan yang mereka konsumsi. Jika umat Islam memakan makanan haram, maka akan berdosa dan berakhir di neraka.

Seharusnya pemimpin dan jajarannya yang mayoritas beragama Islam menyadari bahwa penjagaan terhadap makanan nonhalal disyariatkan dalam Islam. Sehingga, mereka berupaya untuk menjauhkan masyarakat dari semua produk yang melanggar hukum. Namun, masyarakat telah memahami bahwa negara tidak mampu menghindarkan masyarakat dari produk makanan nonhalal. 

Inilah watak dari demokrasi sekuler, sistem negara yang diadopsi dari Barat. Sistemnya menggunakan ekonomi kapitalistik liberal yang menilai berbagai hal, seperti sertifikasi halal, dengan menggunakan timbangan untung dan rugi.

Negara berkewajiban untuk melindungi kepentingan rakyat, termasuk dalam urusan perut. Perut adalah pangkal penyakit, maka mencegahnya adalah pangkal obat. Istilah tersebut pun diperkuat dengan adanya dalil dalam QS Al-Baqarah ayat 168, yang artinya: 

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi."

Para ulama mengklasifikasikan makanan halal berdasarkan dua faktor, yaitu cara memperoleh dan zatnya. Jika cara memperolehnya halal dan zatnya juga halal, maka makanan tersebut dianggap halal. Inilah pentingnya mengetahui apakah makanan yang kita konsumsi halal atau tidak. 

Islam mempunyai langkah-langkah untuk melindungi umat dari barang haram, antara lain:

Pertama, umat Islam harus disadarkan akan pentingnya membuat dan mengonsumsi barang halal. Jika umat Islam tidak peduli dengan kehalalan produk yang mereka konsumsi, sertifikasi halal tidak akan bermanfaat.

Kedua, partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat benar-benar halal. Masyarakat membuat lembaga pengkajian mutu, membantu pemerintah dan publik mengawasi kualitas dan kehalalan produk. Masyarakat dapat merekomendasikan hasil penelitian mereka kepada pemerintah untuk digunakan sebagai dasar penentuan kehalalannya.

Ketiga, negara harus memainkan peran utama dalam pengawasan kualitas dan kehalalan produk. Negara harus memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan metode dan zat haram serta membuat barang haram. Negara juga harus memberikan sanksi kepada pedagang yang menjual barang haram kepada kaum muslimin, juga sanksi kepada kaum muslimin yang mengonsumsi barang haram tersebut.

Sejarah pun telah menunjukkan bahwa karakter pelindung ada di diri Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang menulis surat kepada para wali di wilayah kekuasaannya untuk membunuh babi dan mengurangi pembayaran jizyah sebagai bayaran kepada nonmuslim. Khalifah melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi umat dari mengonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan. Hanya aturan Islam yang diterapkan dalam kehidupan yang mampu menjaga kita dari berbagai keharaman. Karena itu, betapa pentingnya umat Islam mengambil tindakan untuk memperjuangkan kembali penegakan sistem Islam (khilafah) untuk kesejahteraan dunia dan akhirat.


Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd 
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Kristalisasi Ketakwaan pada Individu, Masyarakat, dan Negara


Tinta Media - Bulan Ramadan telah berlalu. Dulu, Rasulullah dan kaum muslimin berjihad dan melakukan banyak kebaikan di bulan yang penuh berkah, maghfirah, dan keutamaan itu.

Apa yang sudah kita peroleh dari bulan Ramadan? Semakin giatkah kita dalam beramal saleh? Semakin taatkah kita kepada syariat Islam? Atau justru kita malah semakin jauh dan ingkar atas semua syariat Allah? Jika itu terjadi, merugilah kita.

Tujuan yang Allah tetapkan bagi orang beriman dalam melaksanakan puasa di bulan Ramadan adalah menjadi hamba yang bertakwa. 

Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183, yang artinya:

"Wahai orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."

Apakah takwa itu? Imam Ar Raghib Al-Asfahani mengatakan bahwa takwa adalah menjaga jiwa dari perbuatan maksiat, dengan meninggalkan apa yang dilarang dan menyempurnakan apa yang diperintahkan. 

Imam Nawawi juga menuturkan bahwa takwa ialah menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menjaga diri dari kemurkaan dan Azab Allah.

Maka, takwa dalam konteks individu ini menegaskan tentang totalitasnya setiap orang yang beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitabullah, beriman kepada nabi dan Rasul-Nya, beriman kepada qadha dan qadar, beriman kepada hari akhir.

Ketika itu sudah dilaksanakan, akan tampak kepribadian Islamiyah dalam diri pribadi muslim itu sendiri. Jika dia dakwahkan kepada yang lain, maka akan terbentuklah masyarakat Islami.

Ketika syariat Islam ini telah mengkristal dalam diri masyarakat, maka akan mendorong terjadinya muhasabah (koreksi) kepada pemimpin yang keluar atau melenceng dari syariat Islam. Ini dalam rangka amar makruf nahi mungkar.

Ini sejalan dengan perintah Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 104, yang artinya:

"Dan hendaklah di antara kamu ada  golongan umat yang menyeru pada Al khair (Islam) menyuruh berbuat kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Andaikan perkara amar makruf ini dilakukan oleh individu saja tentulah kurang efektif. Ibarat satu lidi membersihkan sampah di halaman, tentunya butuh waktu lama. Namun, jika lidi itu banyak dan diikat dengan satu ikatan, maka akan lebih mudah. Ini seperti masyarakat yang diikat dengan ideologi Islam yang bersama-sama melakukan amar makruf nahi mungkar, tentu akan lebih cepat berhasil.

Persoalannya, sekarang umat ini mengalami problematika yang luar biasa besar. Ketidakadilan, penjajahan, pemerkosaan, pembunuhan, dan lain sebagainya terjadi di hampir semua negeri kaum muslimin.

Ini adalah dampak kemerosotan umat Islam itu sendiri dan majunya peradaban Barat dengan ideologi kapitalisme (ro'sun maliyun ). Dalam asasnya, ideologi ini memisahkan agama dari kehidupan. Inilah biang keladi atas terjadinya runtuhnya Daulah Islam.

Maka, terjadilah tragedi di Xinjiang, penindasan muslim Uighur, dll. mereka dilarang melaksanakan syariat Islam, dibunuh, dan dipenjara. Hal yang sama terjadi di Palestina. Hingga kini, kaum muslimin di sana dibombardir dan mengalami genosida. Hingga kini, telah jatuh korban sebanyak 30.000 lebih jiwa. Tragisnya, 13.000 lebih adalah anak-anak. Juga terjadi kepada Rohingya, Sudan, dan lain sebagainya.

Untuk mengakhiri ini semua, tentu perlu solusi komprehensif sebagai bukti ketakwaan umat Islam saat ini, yaitu dengan cara menegakkan khilafah Islamiah ala manhaj nubuwah. Ini adalah bentuk ittiba' (mengikuti) Rasul yang merupakan manifestasi keimanan kita kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Ahzab  ayat 63, yang artinya:

"Tidaklah pantas laki-laki mukmin dan perempuan mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan yang lain bagi mereka tentang urusan mereka."

Sebagai junnah, khilafah akan menjaga ketakwaan setiap individu dan masyarakat agar terus terikat dalam hukum syara'. Daulah khilafah akan menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga agama, menjaga akal, dan menjaga kehormatan rakyatnya.

Maka, jelas bahwa kristalisasi ketakwaan dapat dilakukan jika individu, masyarakat, dan negara menegakan, menerapkan, dan mengemban syariat Islam yang merupakan manifestasi keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.


Oleh: Muhammad Nur
Jurnalis
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab