Tinta Media: Nazhir
Tampilkan postingan dengan label Nazhir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nazhir. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Juni 2022

Apakah Pengelola Berhak mendapat Bagian dari Harta Wakaf?


Tinta Media - Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menjelaskan, terkait berhak atau tidaknya nazhir/pengelola mendapatkan bagian dari usaha produktif atas harta wakaf.

"Apakah nazhir/pengelola berhak mendapat bagian dari usaha produktif atas harta wakaf?" tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (22/6/2022).

Menurutnya, seorang nazhir berhak mendapatkan bagian dari hasil usaha wakaf produktif yang dikelola dan dikembangkan. "Hal ini berdasarkan praktik sahabat Umar Bin Khatab dan Ali Bin Abu Thalib. Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Imam Ahmad nazhir berhak mendapat upah dari hasil usaha harta wakaf yang telah dikembangkan," ungkapnya.

Adapun besarnya nominal yang diterima, menurutnya, secara ma'ruf dan berbeda satu sama lain sesuai dengan tanggung jawab dan tugas yang diembankan.

"Bisa juga sesuai dengan ketentuan muwakif. Bila tidak, maka ditetapkan oleh hakim atau kesepakatan para pengelola/manajemen wakaf yang ada," paparnya.

Dalilnya, kata Ajengan YRT adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُ بِهِ؟ قَالَ: إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا، قَالَ: فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ، وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ.

Dari Ibnu Umar r.a., bahwasanya Umar bin al-Khaththab berkata: “Wahai Rasulullah, saya mendapatkan tanah di Khaibar. Saya tidak pernah memiliki harta yang lebih berharga daripada tanah tersebut. Menurut anda sebaiknya harus diapakan tanah tersebut?” Nabi saw menjawab: “Jika kamu berkenan, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya.” Ibnu Umar berkata: “Maka ‘Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.”

Terakhir, ia mengingatkan bahwa mengelola harta wakaf harus hati-hati. "Tanah wakaf adalah milik Allah untuk kemaslahatan kaum muslimin. Para pengelola tidak boleh menjadikan aset wakaf untuk memperkaya diri sendiri, bahkan hasil usaha produktif yang dikembangkan pun harus dikembalikan untuk kemaslahatan umat," pesannya

"Para nazhir hendaknya orang yang paham hukum syariat dan amanah. Orang yang "sudah selesai" urusannya dengan harta. Karena harta wakaf adalah amanah, dan kehati-hatian dalam pengelolaannya harus seperti mengelola harta anak yatim," pungkasnya.[] Arip
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab