Tinta Media: Natal
Tampilkan postingan dengan label Natal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Natal. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Desember 2023

Perayaan Natal dalam Sistem Islam, Adakah?



Tinta Media - Setiap masuk bulan Desember “Toleransi” menjadi pembahasan utama dimana-mana. Di bulan ini masyarakat Indonesia yang beragama Kristen/Nasrani akan merayakan hari besar keagamaannya yakni Natal. Indonesia dengan mayoritas beragama Islam diminta untuk bertoleransi dengan agama lain. 

Toleransi saat ini ditunjukkan dengan “ikut serta” dalam perayaan agama lain atau kegiatan-kegiatan agama lain. Contoh dengan masuknya bulan perayaan Natal maka segala dekorasi ditempat-tempat umum semua bernuansa Natal. Semua pegawai/pekerja pun diharapkan menggunakan aksesoris yang berhubungan dengan Natal dan yang terakhir yang menunjukkan memang kita toleransi adalah mengucapkan “Selamat Natal” kepada yang merayakannya. 

Bahkan tidak hanya mengucapkan selamat tapi juga ikut serta dalam kegiatan Natal yang diadakan di gereja (tempat ibadah). Apakah begini yang dinamakan toleransi atau ini sudah merupakan toleransi yang kebablasan? Apakah umat Islam tidak memiliki sikap toleransi pada penganut agama lain? 

Islam Agama Toleran 

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh lini kehidupan. Islam akan terterapkan secara sempurna jika ada institusi yang menerapkannya yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Khalifah (kepala negara) dengan berlandaskan kepada akidah Islam. Meskipun Khilafah berdiri atas dasar akidah Islam tapi Khilafah memberikan kebebasan toleransi dan kebebasan kepada non-muslim untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Mereka dibiarkan untuk memeluk keyakinannya dan tidak akan dipaksa untuk masuk Islam. 

Namun, perlu diperjelas dan dicatat bahwa ahli dzimmah itu adalah non-muslim yang tunduk kepada sistem Islam (Daulah) dengan tetap memeluk keyakinannya dan mereka wajib membayar jizyah. Imbalannya mereka diberikan hak untuk hidup dalam Daulah Khilafah dan mendapatkan hak yang sama dalam hal hak kewarganegaraannya (kesehatan, pendidikan, hukum, dll). Dalam hak beribadah pun mereka diberikan kebebasan. Makanan, minuman berpakaian, nikah dan talak itu sesuai dengan agama mereka. Masalahnya mereka hidup dalam sistem Islam yang diterapkan dalam seluruh lini kehidupan maka tidak mungkin agama lain selain Islam lebih menonjol. Baik dalam hal syiar, simbol maupun atribut yang tampak di permukaan. 

Ketika ahli dzimmih mengajukan dzimmah kepada Khilafah maka mereka akan mengajukan proposal yang beberapa klausulnya berbunyi mereka tidak akan mengajak atau mempengaruhi muslim untuk mengikuti agama mereka. Mereka tidak akan mendirikan gereja, jika ada kerusakan tidak akan direnovasi. Mereka tidak  akan membunyikan lonceng, tidak akan memakai atribut mereka di depan muslim dan banyak lagi. Jika mereka melanggar maka dzimmah akan dicabut bahkan mereka dapat diperangi. Lalu bagaimana perayaan-perayaan hari besar non-muslim di dalam sistem Islam (Daulah Khilafah Islamiyah)? Apakah perayaan tersebut tidak boleh dilangsungkan atau boleh saja dengan bebas atau ada aturan yang berlaku? 

Perayaan Natal dalam Sistem Islam 

Perayaan agama merupakan salah satu ritual dari keagamaan. Dalam sistem Islam non-muslim pun dibiarkan untuk merayakannya. Hari raya Paska dan Natal contohnya. Natal yang diyakini sebagai Hari kelahiran Isa Almasih merupakan sentral perayaan agama Kristen. Perayaan ini tampak dari adanya pohon natal, malam kelahiran, pertemuan keluarga, sinterklas, dan pemberian hadiah. Mereka juga merayakan tanggal 31 Desember sebagai Tahun Baru Masehi setiap tahunnya untuk mengawali tahun baru. Selama setiap perayaan tadi merupakan bagian dari ritual agamanya maka semuanya diperbolehkan untuk mereka merayakannya. 

Namun, meski tidak dilarang, perayaan ini tidak secara bebas sebebas-bebasnya dapat dilangsungkan. Hal ini tetap diatur oleh Khilafah. Berdasarkan klausul dzimmah mereka dan juga filosofi Islam itu tinggi tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam yang harus dipegang teguh. Karena itu, perayaan ini dibatasi dalam gereja, asrama dan komunitas mereka. Diruang publik seperti televisi, radio, internet atau jejaring sosial yang bisa diakses dengan bebas oleh masyarakat tidak boleh ditampilkan.  Dengan landasan ini juga para ulama melarang untuk mengucapkan selamat baik individu/pribadi atau sebagai pejabat publik. 

Demikianlah sistem Islam bersikap toleransi kepada agama lain. mereka tidak diusik, diprovokasi malah diberikan perlindungan oleh Khalifah selama menjalankan klausul dzimmahnya. Sebaliknya mereka juga tidak boleh mendemonstrasikan dan memprovokasi muslim untuk mengikuti agama mereka. Seperti inilah Khilafah memberikan ruang kepada mereka. 

Intelektual Barat pun mengakui toleransi dan kerukunan umat beragama sepanjang masa kekhalifahan Islam. Will Durant dalam bukunya The Story Of Civilization, dia menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. T.W Arnold seorang orientalis dan sejarawan Kristen juga memuji toleransi beragama dalam negara Khilafah. Dalam bukunya The Preaching of Islam: A History of Propagation of The Muslim Faith, dia antara lain berkata: “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani-telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.” 

Mengapa hal ini tidak terlihat lagi? malah toleransinya umat Islam kebablasan dengan mengikuti agenda-agenda keagamaan agama lain. Sejarah ini hanya dapat terulang kembali dengan diterapkannya syariah di seluruh lini kehidupan dalam sebuah institusi yakni Daulah Khilafah Islamiyah yang tidak hanya menjaga akidah kaum muslim tapi juga menjamin kebebasan agama lain dalam menjalankan ibadahnya. 

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H. 
Dosen FH-UMA

Selasa, 26 Desember 2023

Ustadz M. Taufik: Bentuk Toleransi Itu...



Tinta Media - Pengasuh Majelis Taklim Darul Hikmah Ustadz Muhammad Taufik Nusa Tajau, S.Pd., M.Si. menilai, bentuk toleransi itu tidak harus mencampuradukan ibadah ritual atau pemberian ucapan selamat natal, tapi cukup dengan berbuat baik kepada non muslim. 

“Bentuk toleransi itu enggak harus mencampuradukkan ibadah ritualnya atau memberikan ucapan selamat natal, enggak harus begitu ya! Cukup berbuat baik kepada non muslim,” tuturnya dalam Kabar Petang : Meneguhkan Iman dan Identitas Islam, melalui kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (23/12/2023). 

Menurutnya, berdasarkan kitab-kitab para ulama empat mazhab bahwa secara prinsip seorang muslim tidak boleh menghadiri natalan kalau berkaitan dengan acara ritualnya. 

“Di kitab-kitab para ulama empat mazhab, prinsipnya seorang muslim itu tidak boleh menghadiri natalan. Kalau natalan itu kaitannya dengan acara ritualnya, di situ ada unsur-unsur yang dalam pandangan agama Islam itu adalah kesyirikan kepada Allah dan sebagainya, di situ memuji-muji manusia dianggap sebagai putranya Allah Ta’ala maka tidak sepantasnya seorang muslim apa pun posisinya untuk hadir di situ,” bebernya. 

Sebaliknya, menurutnya, kalaupun bukan acara ritual maka para ulama berbeda pendapat, sebagian memakruhkan dan sebagian lainnya tidak mempermasalahkan dari sisi fikih, tinggal dari sisi kepatutan. 

“Kalaupun bukan acara ritual, para ulama berbeda pendapat, sebagian memakruhkan kalau di dalam gereja itu ada patung atau ada simbol-simbol kekufuran maka masuk gerejanya sendiri hukumnya makruh, kalau enggak ada tanda-tanda kekufuran maka shalat di sana pun sebetulnya juga enggak masalah dari sisi fikih, tinggal dari sisi kepatutan,” ungkapnya. 

Dari sisi kepatutan, menurut Ustadz M Taufik, Khalifah Umar Bin Khattab waktu di Palestina memilih shalat di tempat yang lain walaupun ditawari untuk shalat di gereja. 

“Khalifah Umar Bin Khattab ketika ditawari untuk shalat di gereja waktu di Palestin, beliau memilih tempat yang lain, dari sisi hukum seperti itu,” jelasnya. 

Menurutnya, standar toleransi dalam Islam sudah jelas, tidak ada paksaan dalam beragama dan bagi ahlu dzimah akan diperlakukan secara baik, berbeda dengan kondisi sekarang bahwa toleransi dalam moderasi agama dengan standar barat dari Rand Corporation yang batasannya tidak seperti dalam  Islam. 

“Pertama tidak dipaksa masuk Islam. Kemudian kalau mereka itu ada ahlu dzimah, tunduk di bawah kekuasaan Islam, tidak memusuhi agama Islam, mereka juga diperlakukan baik, dijaga bahkan kalau ada orang mau mengganggu mereka, wajib dibela. Berbeda dengan kondisi sekarang ada arus moderasi dengan standar baratlah,  dari Rand Corporation dan sebagainya, batasannya jadi enggak seperti dalam batasan Islam,” terangnya. 

Ustadz M Taufik mengutip ayat di dalam al-Qur’an sebagai bentuk toleransi kaum muslimin. 

“Lā yan-hākumullāhu 'anillażīna lam yuqātilụkum fid-dīni wa lam yukhrijụkum min diyārikum an tabarrụhum wa tuqsiṭū ilaihim, Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu,” imbuhnya. 

Di sisi lain, menurutnya, seorang muslim dilarang mengunjungi orang yang memusuhi syari’at Allah Ta’ala untuk urusan-urusan seperti itu kecuali dalam rangka dakwah menjelaskan Islam untuk bisa selamat di akhirat kelak. 

“Tapi kalau orang-orang ini adalah orang yang menentang, memusuhi syari’at Allah Ta’ala nah ini yang enggak boleh kita mengunjungi untuk urusan-urusan seperti itu, kecuali dalam rangka menjelaskan Islam, dakwah dan sebagainya untuk bisa selamat di akhirat kelak,” ujarnya. 

Ustadz M Taufik mencontohkan sikap Rasulullah SAW ketika mendatangi tetangganya Yahudi yang akhirnya masuk Islam. 

“Rasulullah mendatangi tetangganya Yahudi,  yang ujungnya anaknya itu sebelum wafat dikunjungi, akhirnya masuk Islam sehingga Rasul bersyukur di ujung-ujung kehidupannya itu Allah selamatkan,” tuturnya. 

Menurutnya, ucapan selamat natal ataupun tahun baru yang mengatasnamakan toleransi pun merupakan pengakuan iktikad yang salah dan akan dihisab. 

“Prinsipnya setiap ucapan manusia itu akan ada hisabnya, ucapan kita itu bukan karena pengakuan iktikad yang salah dan jangan sampai ucapan haram yang dilarang syari’at, Nabi Muhammad ketika ngirim surat ke Heraklius, beliau berucap keselamatan bagi siapa saja yang mendapatkan dan mengikuti petunjuk,” pungkasnya. [] Evi

Selasa, 19 Desember 2023

Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru, Mengapa Selalu?



Tinta Media - Sudah menjadi rahasia umum setiap akan ada hari-hari besar seperti lebaran, natal, dan tahun baru maka akan terjadi lonjakan harga beberapa bahan pokok di pasar, dan ini selalu terjadi setiap tahun nya, umumnya bahan pokok yang mengalami kenaikan adalah cabai, telur, ayam, dan lainnya. 

Dalam Tribunnews.pekanbaru (10/12/2023). Untuk mengatasi kenaikan harga bahan pokok pemerintah menggelar pasar murah yang akan dilakukan di sejumlah daerah di Riau. Dan di Pekanbaru akan diadakan di depan Masjid Babussalam di Rumbai. Hal ini dilakukan demi menekan inflasi besar-besaran di akhir tahun nanti, dan pemerintah juga kembali mengingatkan masyarakat untuk menanam cabai di pekarangan rumah agar lebih hemat. Benarkah solusi ini? 

Demokrasi dan Kebahagiaan Ilusi 

Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat tampaknya hanya omong kosong belaka, buktinya apa pun yang terjadi pada rakyat pemerintah hanya bisa memberikan solusi seadanya, seperti saat harga beras naik, rakyat diminta untuk tidak makan nasi dan menggantinya dengan ubi, kentang, pisang atau lainnya. 

Sementara mereka tetap bisa makan enak dengan nasi sebagai makanan pokok utamanya. Tampak bahwa janji-janji manis jelang pemilu hanya tinggal janji, mereka lupa dan abai pada nasib rakyatnya setelah kepentingannya dicapai, rakyat hanya sebagai batu loncatan untuk naik ke tempat lebih tinggi. 

Beginilah demokrasi yang berasal dari sistem sekuler kapitalis, buah dari pemisahan agama dan kehidupan, kepentingan menjadi alasan dan tolak ukur perbuatan, sangat jauh bertolak belakang dengan nilai-nilai islam. Jika Demokrasi terus dijalankan, mungkin rakyat hanya akan semakin mengalami penderitaan. 

Namun bangsa ini seolah telah terkekang oleh Demokrasi, padahal kebijakan demi kebijakan dilaksanakan namun tak ada yang berpihak atau menguntungkan rakyat, politik Demokrasi hanya akan terus menguntungkan para-para pemilik modal, hal ini terbukti dari berbagai kebijakan yang tetap di sah kan walau terjadi penolakan dan pergolakan ditengah rakyat, hingga rakyat mengadakan demo pun ketok palu tak dapat dihindarkan, sebegitu tunduknya sistem ini pada cuan. 

Islam Mengayomi Setiap Masyarakatnya 

Pasar murah hanya solusi sementara , dan untuk jangka panjang pemerintah tetap belum ada solusinya. Islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap seluruh masyarakatnya secara gratis. Negara mengatur pengelolaan bantuan pada masyarakat dari baitul mal (penyimpanan harta) yang didapat dari pembayaran jizyah (pajak) oleh kafir dzimmi (mau tunduk pada Islam), zakat, infaq, sedekah, dan ghanimah (harta rampasan perang). 

Negara Islam memberikan bantuan berupa penyediaan lahan gratis bagi siapa saja yang ingin bertani, dan bantuan dana untuk yang membutuhkan, negara juga menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya, memberikan gaji yang layak, memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan gratis, sebab seluruh biaya ditanggung oleh negara. Dilihat dari seluruh hal ini harga bahan pangan atau pokok tidak mungkin mengalami kenaikan, juga mata uang yang dipakai adalah emas yang memiliki nilai tetap. 

Kepala pemerintahan atau Khalifah juga akan turun tangan langsung dalam mengawasi penyebaran atau pendistribusian bahan pokok, sehingga tak ada kecurangan saat bahan berpindah dari petani ke penyalur, Khalifah juga memastikan stok bahan pokok aman dan mencukupi untuk masyarakat, sehingga tidak akan ada kelangkaan yang menyebabkan kenaikan harga, agar masyarakat bisa terus membeli dengan harga terjangkau. 

Dengan Penerapan Syariat Islam oleh negara membuat masyarakat mendapatkan keadilan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan, sebab syariat yang bersumber dari Allah SWT pasti membawa maslahat untuk seluruh umat manusia jika diterapkan dengan sempurna. 

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah

Rabu, 04 Januari 2023

Waspada Bencana di Saat Nataru

Tinta Media - Menjelang liburan natal dan  tahun baru, di Kabupaten Bandung diprediksi akan membludak para wisatawan untuk berlibur. Karena beberapa tempat wisata di Kabupaten Bandung rawan terjadi bencana, maka pemerintah Kabupaten Bandung mengimbau kepada wisatawan untuk selalu waspada. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bandung Wawan A Ridwan, Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (22/12/2022) usai launching Calender of Event 2023.

Menurut Wawan, ada beberapa tempat wisata yang masuk kategori 'zona merah' (rawan), kebanyakan ada di area  Bandung Selatan, seperti glamping-glamping yang di pinggir sungai. Glamping yang ada tegakan dan juga akses ke daerah wisata rawan longsor itu yang harus diperhatikan. 

Untuk mengantisipasi bencana saat libur Nataru (Natal dan Tahun Baru), pihak pemerintah daerah sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar berbagai kegiatan Nataru bisa berjalan dengan aman dan tertib.

Dalam rangka menyongsong tahun 2023, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar ) kabupaten Bandung mempersiapkan berbagai event yang berskala nasional dan internasional. 

Untuk skala internasional ada tiga event, yaitu  Piala Dunia U-20, City Summit, dan Pornas, 
Sedangkan skala nasional, yaitu kegiatan yang mengusung tema olahraga hingga kebudayaan. Wawan berharap, kegiatan-kegiatan itu dapat memancing jumlah wisatawan dan menumbuhkan perekonomian di Kabupaten Bandung.

Sudah menjadi agenda rutin tahunan bahwa ketika liburan Nataru, volume jalan raya akan padat dan ramai, Banyak masyarakat yang menggunakan waktu liburan untuk berkunjung ke tempat wisata atau mengunjungi sanak saudara di luar kota. 

Bukan tidak mungkin, angka kecelakaan pun biasanya meningkat, apalagi dalam beberapa bulan belakangan ini sering sekali terjadi bencana alam. Itu juga salah satu yang harus diwaspadai oleh pengguna jalan raya. 

Selain itu, kecelakaan maut di jalan raya pun sering terjadi akibat tabrakan antar sesama pengendara, entah karena faktor mengantuk, ataupun karena kecapean dan juga faktor lainnya. 

Ada juga para pengendara motor yang cenderung arogan sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Banyak pengendara motor dari kalangan anak muda yang suka brutal ketika menggunakan jalan umum, kebut-kebutan, konvoi ketika menuju tempat wisata untuk merayakan tahun baru. 

Menjelang Nataru biasanya digunakan oleh sebagian masyarakat, khususnya para anak muda untuk berlibur dan berhura-hura, bahkan tidak sedikit yang melakukan pesta seks dan mabuk-mabukan. Hal itu terbukti dengan ludes dan larisnya penjualan alat pengaman (Kondom). Tidak adanya keterikatan pada hukum syara' menyebabkan mereka tanpa malu-malu untuk berbuat sesukanya. Itu karena sistem hari ini memang menafikan agama dalam urusan kehidupan.  

Bencana alam merupakan sebuah qadha dari Allah. Namun,  bukan semata mata karena faktor alam, tetapi  merupakan sebuah teguran dari Allah untuk manusia. Ketika manusia berbuat semaunya tanpa mengikuti aturan Allah, di situlah Allah murka. Disadari atau tidak, di situ ada peran manusia yang menjadi penyebab terjadinya bencana itu sendiri, dan juga lalainya negara dalam mengurus rakyatnya. 

Liberalisasi sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur yang asal-asalan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana. Ini karena dalam sistem sekarang ini, negara memang tidak betul-betul mengurusi rakyatnya dengan baik. Negara hanya sebagai regulator saja, sedangkan rakyat dibiarkan berjuang sendiri. 

Negara lebih mementingkan cuan yang masuk, tidak mementingkan kondisi rakyat yang semakin susah. Begitulah gambaran ketika berada dalam sistem yang rusak, yaitu sistem kapitalisme sekuler. Negara lalai dalam mengurus rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Islam adalah solusi yang tepat. Allah telah memberi sebuah aturan yang komprehensif (menyeluruh) untuk makhluk ciptaan-Nya, untuk mengatur semua masalah yang terjadi dalam kehidupan. Kita tidak bisa menyalahkan datangnya bencana itu disebabkan karena faktor alam semata, tetapi harus menyadari bahwa setiap yang terjadi ada juga karena ulah manusia itu sendiri dan juga karena sebuah qadha Allah Swt. dan atas ijin-Nya. Semuanya  tak lepas  dari sistem yang diterapkan saat ini.  

Karena itu, sudah seharusnya untuk muhasabah diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menjalankan seluruh syariat-Nya dalam kehidupan dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam Islam, khilafah mempunyai langkah yang strategis dalam menempuh kebijakan, yaitu preventif dan kuratif. Islam tegak di atas akidah Islamiyyah. Semua pengaturannya berdasarkan syariat yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. 

Pembangunan sarana prasarana fisik dalam rangka mencegah terjadinya bencana pun dilakukan dengan cara membangun bendungan kanal, penanaman kembali dan menjaga kebersihan lingkungan, memelihara aliran sungai dari pendangkalan, serta menutup celah bagi korporasi untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam. Itu sebuah langkah yang dilakukan oleh Khalifah.

Langkah selanjutnya adalah membentuk mindset agar masyarakat mempunyai pemahaman yang benar serta peka terhadap bencana. Negara juga membentuk tim SAR dengan dibekali peralatan yang bagus dan berkualitas tinggi supaya selalu siap.

Selain itu, khilafah juga mengedukasi masyarakat dan membangun mindset agar memiliki persepsi yang benar terhadap bencana, peka dan melakukan tindakan yang benar saat dan pasca bencana. Mereka dibekali peralatan-peralatan canggih agar selalu siap sedia bergerak aktif ketika proses evakuasi korban. Kemudian,. mereka melakukan pemulihan mental masyarakat yang terdampak agar kondisi psikisnya pulih dan dan tenang kembali. Selaim itu, negara jugq melakukan perbaikan-perbaikan pada bangunan atau insfratruktur yang rusak dengan cepat.

Begitulah tanggung jawab seorang pemimpin (Khalifah) terhadap bencana. Semua dilakukan dengan amanah, didasari dengan akidah yang kokoh. Memang itulah hakikat seorang pemimpin dalam Islam. Ia betul-betul mengurusi rakyat dengan baik karena yakin bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban, terutama saat mengurus rakyatnya.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).

Sudah saatnya, marilah beralih ke Islam sebagai way of life, satu-satunya sistem yang sempurna yang datang dari Allah Swt. Dengan mengelola sumber daya alam sesuai syariat Islam, maka keseimbangan dan keharmonisan alam akan selalu terjaga sebagai upaya mencegah terjadinya bencana.

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 30 Desember 2022

Kiai Shiddiq: Haram Hukumnya Karyawan Muslim Mengenakan Atribut Natal

Tinta Media - Menjawab pertanyaan apakah boleh seorang karyawan muslim di mall atau tempat-tempat lain memakai atribut Natal, Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjawab hukumnya haram.

“Hukumnya haram seorang karyawan muslim mengenakan atribut Natal seperti baju dan topi Sinterklas yang tadi saya contohkan,” jawabnya pada Kajian fiqih Islam: Hukum Karyawan Muslim Memakai Atribut Natal di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (23/12/2022).

Kiai Shiddiq menjelaskan dua dalil keharamannya. Pertama adalah karena mengenakan atribut Natal itu termasuk perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffar). Biasanya yang memakai atribut Natal itu orang Nasrani, kalau orang Islam memakainya, berarti telah menyerupai, meniru-niru mengimitasi orang kafir. “Nah kalau dalam pandangan Islam, ini tidak boleh. Itu yang disebut dengan tasyabbuh bil kuffar,” jelasnya.

Dalil hukum yang Kiai sampaikan adalah sabda Rasulullah Saw: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
(HR. Imam Abu Dawud, Imam Ahmad dalam kitabnya Al musnad, Imam Tirmidzi) 

Alasan kedua yang Kiai sampaikan mengapa haram karyawan muslim mengenakan atribut Natal, karena perbuatan itu merupakan bentuk partisipasi muslim (musyarakah) dalam rangka ikut merayakan hari raya kaum kafir. “Padahal ini sudah diharamkan, perbuatan musyarakah atau berpartisipasi ini di dalam hari-hari raya kaum kafir ini sudah diharamkan dalam syariah,” paparnya.

“Tidak hanya Natal, tapi termasuk waisak, kemudian nyepi, Imlek dan lain-lain ini adalah hari raya hari raya kaum kafir atau non muslim. Ini tidak boleh hukumnya seorang muslim itu melakukan musyarakah atau berpartisipasi ikut serta di dalam hariraya-hariraya kaum kafir atau kaum non muslim,” paparnya lebih lanjut.

Diungkapkannya dalil yang mengharamkan musyarakah adalah Al-Qur’an Surah Al-Furqon ayat 72, yaitu “Ciri dari hamba-hamba Allah itu diantaranya adalah tidak menghadiri/mempersaksikan suatu kedustaan atau suatu Kepalsuan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan ayat tersebut menurut Imam Ibnu Qayyim yang meriwayatkan dari sahabat nabi yang namanya Ibnu Abbas, Adh Dhahhak dan lain-lain bahwa kata az zuur (kebohongan/kepalsuan) dalam ayat itu artinya adalah Idul musyrikin yaitu hari raya orang-orang musyrik.

“Maka berdasarkan ayat ini, Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim turut merayakan atau bahasa arabnya itu mumala’ah merayakan, menghadiri termasuk memberi bantuan pada hari-hari raya kaum kafir,” jelasnya.
 
Hukum haramnya ini disampaikan Kiai khusus untuk umat muslim. Umat Islam tidak mencegah, tidak menghalang-halangi, tidak melarang agama lain merayakan hari rayanya.

“Jadi fatwa yang saya jelaskan ini yaitu haram hukumnya merayakan, menghadiri, memberi bantuan pada hari raya kaum kafir ini adalah haram bagi muslim, baik dia rakyat biasa maupun dia pemimpin atau pejabat,” tegasnya. 

Jadi kalau ada karyawan di sebuah perusahaan yang itu diperintahkan untuk memakai baju Sinterklas, Kiai meminta agar tidak boleh taat. “Dia nggak boleh taat pada perusahaan karena ini melanggar agama Islam. Itu nggak boleh,” pintanya.

Jadi menurutnya, karyawan wajib menolak perintah apa saja atau perusahaannya yang melanggar Syariah Islam. Baik atasannya itu adalah muslim maupun non muslim. “Karena Islam tidak membolehkan mentaati aturan yang melanggar Syariah Islam,” tegasnya.

Ia juga meminta para ulama dan apalagi pemerintah, para Kiai, ustad yang termasuk Majelis Ulama Indonesia pada level manapun, apakah level pusat, level provinsi, level kabupaten atau kota untuk menyampaikan keharamannya. “Anda sebagai ulama dari MUI ini tidak boleh berdiam diri atau melakukan pembiaran,” pintanya.

“Apalagi pemerintah, ini sebenarnya yang sangat kuat posisinya seharusnya tidak boleh diam,” lanjutnya.

Menurutnya ulama wajib memberi nasehat atau fatwa kepada para karyawan muslim dan juga wajib hukumnya ulama melakukan kritik atau Muhasabah kepada pemerintah.

“Nah sementara pemerintah sendiri khususnya karena dia memiliki power memiliki kekuasaan, wajib hukumnya melarang para pemilik mall atau pusat perbelanjaan atau mungkin pom bensin ini jangan memaksa karyawannya itu memakai atribut Natal,” pungkasnya.[] Raras

Rabu, 28 Desember 2022

Kristolog: Natal dan Maulid Nabi Muhammad Memiliki Konteks yang Berbeda

Tinta Media - Meskipun secara bahasa Natal itu artinya hari lahir, namun menurut Kristolog Abu Deedat Syihab memiliki Konteks yang berbeda dengan maulid (hari lahir) Nabi Muhammad SAW.

“Secara bahasa Natal itu artinya hari lahir tetapi konteksnya berbeda. Karena istilah Natal, tidak pernah dipakai untuk Nabi Muhammad Saw. Natal ini dikhususkan kepada hari kelahiran Yesus (sebagai Tuhan),” ungkapnya dalam rubrik Fokus: Natal Dan Tudingan Intoleransi pada Ahad (25/12/2022) di kanal Youtube UIY Official.
 
Dalam Lukas ayat 11 tersebut, lanjutnya, di dalamnya dijelaskan hari ini telah lahir juru selamat Tuhan Yesus di kota Daud. “Jadi hari kelahiran Yesus sebagai juru selamat dan sebagai Tuhan. Bukan kelahiran sebagai nabi yang diperingati. Makanya tidak ada spanduk-spanduk di gereja-gereja ditulis Maulid Nabi Isa Alaihissalam. Yang ada ucapan Selamat Natal Yesus Kristus. Ini menunjukkan bahwa Natal Yesus itu tidak sama dengan Maulid,” bebernya.
 
Beda Pandangan

Di beberapa sekte kalangan Kristen di antaranya Advent dan Jehova, menurut Abu Deedat tidak mau merayakan Natal pada tanggal 25 Desember 2022. Setidaknya ada tiga alasan penolakan mereka. 

Pertama, tidak ada dalil yang memerintahkan di dalam alkitab untuk memperingati kelahiran Yesus. 

Kedua, tidak ada yang tahu kapan lahirnya Yesus. "Artinya itu menjadikan alasan mereka tidak memperingati Natal karena tidak tahu,” ujarnya. 

Ketiga, mereka tidak mau memperingati Natal karena dijelaskan bahwa natal itu berkaitan dengan sejarah Kaisar Konstantin. “Kaisar Konstantin sebelum masuk agama Kristen dulunya percaya kepada Tuhannya yaitu Dewa Matahari yang lahir tanggal 25 Desember pada hari Minggu. Makanya Minggu dikenal dengan Sunday atau hari matahari. Oleh karena itu setelah masuk agama Kristen baru diadopsikan menjadi hari kelahiran Yesus Kristus,” bebernya.

Toleransi

Dalam konteks toleransi, menurut Abu Deedat, adalah keharusan saling menghargai terhadap perbedaan itu sendiri. “Artinya karena jelas di dalam Islam kalau menyangkut masalah teologis tidak ada toleran. Yang ada itu kan kaitan dengan masalah sosial dan logis,” tegasnya.

Abu Deedat mengingatkan, yang pertama di dalam Islam terkait ini adalah wajib meyakini Isa sebagai nabi sebagai Rasul. Ia mengutip QS Maryam ayat 30 

قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا

“Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”

Menurutnya, dalam ayat tersebut bahwa dalam Islam wajib meyakini Isa sebagai nabi tapi tidak meyakini sebagai Tuhan dan juru selamat. “Toleransi di sini adalah menghargai adanya perbedaan. Yang jadi masalah sekarang ini ketika umat Islam tidak ikut dalam perayaan kegiatan agama-agama lain dikaitkan dengan istilah intoleran,” ucapnya dengan prihatin.

Dengan memahami perbedaan nyata ini, menurutnya, jelas tidak mungkin bagi muslim mengucapkan selamat kepada sesuatu yang menyangkut kesyirikan. Apalagi sampai menganggap Natal adalah memperingati Maulid Nabi Isa As. Ia megutip QS al Maidah ayat 72 untuk menguatkan pendapatnya. 

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗوَقَالَ الْمَسِيْحُ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۗاِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوٰىهُ النَّارُ ۗوَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ

“Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.”

“Kalau toleran Natal bersama yang melibatkan sesama Kristiani, ya silahkan saja. Tapi tolong jangan mengajak kami yang muslim untuk terlibat dalam perayaan natal. Inilah konteks toleransi yang semestinya, bukan kita yang berbeda supaya ikut hadir di perayaan Natal,” pungkasnya.[] Erlina

Selasa, 27 Desember 2022

Ikut Beri Ucapan Selamat Natal, UIY: Banyak Umat Islam yang Gagal Paham

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai banyak umat umat Islam gagal paham menyamakan perayaan Natal sebagai perayaan kelahiran Nabi Isa seperti perayaan maulud Nabi Muhammad Saw sehingga ikut membenarkan dan memberi ucapan selamat. 

“Dari ketidakpahaman atau gagal paham ini menyebabkan banyak orang, khususnya muslim yang ikut membenarkan untuk memberikan ucapan selamat Natal. Klaim ini jelas salah karena orang Kristen sendiri menyatakan Isa bin Maryam adalah putra Allah,” tuturnya dalam rubrik Fokus: Natal dan Tudingan Intoleransi pada Ahad (25/12/2022) di kanal Youtube UIY Official. 

Menurut UIY, sudah sangat jelas bagaimana pandangan agama Kristen terhadap nabi Isa yang berbeda sekali dalam pandangan Islam.

Pertama, ketentuan mengenai bagaimana pandangan tentang Nabi Isa sudah sangat jelas seperti tercantum dalam Al-Qur'an.

“Sebagaimana disebut dalam surat Maryam bahwa aku ini yaitu Isa adalah Abdullah, aku ini hamba Allah. Saya kira ini harus menjadi pegangan bahwa kita ini beriman kepada Nabi Isa sebagai abdullah bukan ibnullah. kenyataan bahwa Nabi Isa itu lahir tanpa Bapak tidaklah cukup menjadi dasar bagi kita untuk menyebut dia sebagai anak Tuhan,” urainya.

Jikalau gegara Isa lahir tanpa Bapak kemudian dianggap sebagai anak Tuhan, lanjutnya, mestinya Nabi Adam itu lebih layak disebut anak Tuhan karena dia lahir bahkan tanpa bapak dan ibu. “Allah dalam hal ini mengatakan Isa di sisi Allah itu seperti nabi, kun fayakun. Itulah yang kemudian oleh para ulama sebutkan bahwa Nabi Isa disebut sebagai ruh Allah. Terhadap ruh itu menunjukkan kemuliaan Nabi Isa. Jadi itu yang harus kita pegang,” bebernya.

Kedua, secara faktual jika bicara tentang kelahiran Nabi Isa, maka mesti mendudukan pertanyaan: Betulkah bahwa orang-orang Kristiani itu memang menganggap Natal sebagai kelahiran Nabi Isa? Ataukah sebagai sesuatu yang lain?

"Mengutip dari pesan Natal bersama PGI (Persatuan Gereja-Gereja Indonesia) dan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) tahun 2019, UIY menyampaikan jika mereka menyatakan merayakan dengan penuh suka cita pesta kelahiran Tuhan Kita Yesus Kristus. Jadi kalau mereka punya keyakinan merayakan kelahiran Nabi Isa sebagai nabi, kan nggak cocok dengan pernyataan mereka sendiri. Mereka menganggap ini kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Di sinilah Allah mengatakan sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah Isa Ibnu Maryam,” jelasnya.

Menurut UIY, perkataan yang menyebutkan Allah ar Rahim memiliki anak adalah perkataan yang mungkar sebagaimana Allah sebutkan dalam QS Maryam ayat 88-92.

“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hamper-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan Tidak layak lagi bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (TQS Maryam: 88-92) 

“Saya ingin mengatakan sekali lagi bahwa berbuat baik itu kita membiarkan mereka punya keyakinan seperti itu, membiarkan mereka merayakan apa yang menjadi keyakinan itulah perbuatan baik kita terhadap mereka. Bukan ikut berpartisipasi dalam perayaan agama lain,” pungkasnya. [] Erlina

Sabtu, 24 Desember 2022

Surplus Stok Pangan Jelang Nataru, Harga Tetap Naik?

Tinta Media - Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2022 dan dihadapkan pada fenomena rutin tahunan, Nataru (Natal dan tahun baru), yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini membuat rakyat semakin sulit, di tengah banyaknya PHK dan pengurangan jam kerja buruh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Pendapatan mereka tetap, bahkan berkurang, sedangkan pengeluaran membengkak akibat naiknya harga-harga. Apakah kenaikan harga ini akibat kurangnya persediaan di pasaran, sementara permintaan bertambah? 

Terkait masalah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah memastikan bahwa ketersediaan stok 11 komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, gula pasir, cabai besar dan cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih, mencukupi di 27 kabupaten/kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. (POJOKBANDUNG.com)

Bahkan, menurut Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Kamis (8/12/2022), sampai akhir November 2022, berdasarkan data aplikasi neraca yang diinput oleh kabupaten/kota, secara rata-rata 11 komoditas pangan strategis tersebut mengalami surplus.

Jika memang surplus, mengapa harga-harga tetap naik dibandingkan sebulan yang lalu?Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga akhir tahun akan berlanjut hingga awal tahun baru nanti. Jika ketersediaan barang-barang komoditas tersebut surplus, seharusnya tidak mengalami kenaikan harga, bahkan turun harga dari bulan sebelumnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pasar di tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus dicari tahu penyebabnya.

Inilah akibat diterapkan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini yang salah dalam tata kelola ekonomi. Keberadaan pemerintah hanya sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada para pengusaha (kapitalis) yang menguasai sektor pertanian, dari hilir hingga hulu, dari penyediaan pupuk hingga pemasaran. Oleh karena itu, pengusahalah yang berwenang menentukan harga. 

Dengan alasan natal dan tahun baru, kenaikan harga akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa, padahal ada para pengusaha yang meraup keuntungan besar dari kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga-harga ini. 

Kebijakan pemerintah yang memberikan peran besar kepada para pengusaha menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan para pemilik modal, dan tidak pro rakyat. Karena itu, surplusnya ketersediaan barang-barang komoditas kebutuhan rakyat, tidak berdampak positif bagi rakyat.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Penguasa berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat (ra'in). Penguasa ibarat seorang penggembala yang tidak akan membiarkan gembalaannya kelaparan atau kenyang sepihak, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari) 

Maka, negara dalam Islam adalah pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi para pengusaha (korporasi) berjual beli dengan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan pangan.

Islam menjadikan kendali distribusi ada di tangan pemerintah, bukan korporasi. Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan, tetapi tidak mampu mengaksesnya karena miskin atau tidak mampu bekerja, maka negara hadir menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengan syariat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Di sinilah wajibnya negara dalam menjaga rantai tata niaga di tengah rakyat, dengan menegakkan aktivitas produksi hingga perdagangan berjalan sesuai dengan syariat Islam.

Di antaranya, mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan melarang penimbunan, melarang riba, melarang tengkulak, kartel dan lain sebagainya. Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga terealisasinya perdagangan yang sehat, di antaranya adalah:

Pertama, larangan untuk mematok harga, baik harga batas atas maupun batas bawah. Alasannya karena hal tersebut akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Negara Islam, yakni khilafahlah yang mengurusi rantai perdagangan dan menegakkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran, 

Qadhi Hisbah akan bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan toyib.

Kedua, operasi pasar. Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini seharusnya berorientasi pada pelayanan, bukan bisnis. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup, sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah dan dapat menjualnya kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Inilah peran negara khilafah dalam menjamin terpenuhinya pangan setiap individu rakyat. Jika ketersediaan pangan ini surplus, maka bukan hanya terpenuhi kebutuhan pangan rakyat, bahkan mereka bisa mendapatkan harga pangan  yang lebih murah.

Islam memang solutif dan selalu tuntas dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui tata kelola perekonomian. Ini merupakan bagian dari penerapan syariah Islam kaffah oleh negara khilafah. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhaidah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 Desember 2022

Bebas Miras Hanya Saat Nataru?

Tinta Media - Menyambut Natal dan tahun baru (nataru) 2023, pihak kepolisian Kabupaten Bandung gencar melakukan operasi penggerebekan minuman keras. Hal ini dilakukan untuk mengamankan perayaan Natal dan tahun baru yang telah dua tahun terhalang karena Covid-19. Bahkan, polisi menggerebeg sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan minuman keras ilegal. Sebanyak 8.400 botol miras berbagai merk diamankan dari sebuah rumah di salah satu komplek perumahan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung pada Jumat (9/12/2022).

Mirisnya, pemilik gudang miras tersebut bukan kali ini saja terkena razia. Bahkan, warga sekitar tidak merasa heran akan razia tersebut karena memang sudah sebanyak tiga kali terulang. Yang lebih mencengangkan lagi, warga sekitar mengetahui adanya gudang dan penjualan miras, tetapi tidak merasa terganggu. Pasalnya, miras tersebut tidak dijual kepada warga sekitar, terlebih pemilik gudang miras merupakan sosok yang baik dan dermawan.

Minuman keras atau yang sering disebut miras merupakan minuman mengandung senyawa alkohol atau etanol. Adanya alkohol pada minuman tersebut mengakibatkan minuman mempunyai sifat khamr atau memabukkan hingga menghilangnya kesadaran. Ketika tingkat kesadaran menurun, seseorang akan lepas kontrol terhadap apa yang dia lakukan. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. Mereka bisa melakukan apa saja, mulai dari tindakan asusila hingga kriminalitas, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Nabi Muhammad saw. sendiri secara tegas telah menyebut bahwa khamr adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan).

“Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)

Jauh-jauh hari, Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Dalam kehidupan masyarakat, termasuk di negeri ini, begitu banyak fakta yang menegaskan bahwa mengonsumsi miras erat kaitannya dengan kasus kejahatan. Salah satu fakta yang pernah terjadi, adalah seorang oknum polisi yang dalam keadaan mabuk, menembak empat orang, tiga di antaranya meninggal. 

Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya, tetapi juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Oleh karena itu, pemberantasan miras harus dilakukan secara sistematis bukan hanya untuk pengamanan sesaat, seperti menjelang nataru.

Faktanya selalu berulang, pasca natura, miras kembali diizinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi peredarannya, semisal untuk di tempat hiburan malam dan pariwisata. Namun, sudah menjadi rahasia umum, bahwa peredaran miras cenderung menyebar di tengah masyarakat secara ilegal, dengan dukungan dari oknum aparat yang meraup keuntungan dari praktek ilegal tersebut. 

Inilah realitas masyarakat kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Aturan agama (syariah) dicampakkan. 
Selain asas manfaat yang menjadi landasan dalam kehidupan, dan moral oknum aparat yang lemah, serta masyarakat yang hidup bebas dan hedonis, menjadikan aturan buatan manusia melalui mekanisme demokrasi yang erat dengan kapitalisme, sebatas formalitas, termasuk dalam pelarangan miras selama nataru ini, hanya sesaat saja. 

Tolok ukur kapitalisme dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat adalah keuntungan atau manfaat semata, terutama manfaat ekonomi. Ini menjadikan penguasa negeri ini mengeluarkan kebijakan yang justru membuka keran investasi miras.

Perpres investasi miras, tepatnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. mengindikasikan legalisasi produksi miras oleh penguasa. Alasan investasi yang dipandang akan memberi keuntungan secara ekonomi, telah mengalahkan efek buruk dari miras yang terjadi di tengah masyarakat. Gaya hidup sekular- kapitalis, liberal, dan hedon telah meniscayakan hadirnya sarana-sarana pemenuhannya, termasuk miras.

Oleh karena itu, selama sistem sekulerisme kapitalisme masih diterapkan dan syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala madaratnya. 

Hal ini tentu berbeda jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Keharaman miras begitu jelas dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 219.

Keharaman khamr (miras) ini diperkuat dengan penerapan sanksi tegas bagi orang yang meminum miras, berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Selain itu, pihak-pihak yang berhubungan dengan miras walaupun tidak meminumnya, akan dikenai sanksi berupa ta'zir, yang bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Yang jelas, sanksi itu harus memberikan efek jera. 

Produsen dan pengedar khamr akan dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya, mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat. Mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang telah melanggar keharaman miras, sebagaimana hadits berikut:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi)

Maka pelarangan khamr (miras) wajib secara totalitas, yang hanya dapat diberlakukan ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah.

Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Thaqqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab