Tinta Media: Narkoba
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Juni 2024

Kasus Narkoba Terus Terjadi, Butuh Solusi Hakiki

Tinta Media - Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jawa Timur, selama bulan April 2024 telah berhasil meringkus dan mengungkap puluhan tersangka pengedar, pengguna dan pemakai narkotika jenis sabu dan pil dobel (L) di wilayah Jawa Timur.

Hal itu seperti disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabidhumas) Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto di Balai Wartawan Bidhumas Polda Jatim, Sabtu (4/5).

“Benar, ada 28 kasus peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba yang berhasil diungkap Ditresnarkoba Polda Jatim dan saat ini sedang diproses tindak lanjutnya, ”ujar Kombes Dirmanto.

Kombes Pol Dirmanto mengatakan, ungkap kasus tersebut terjadi di wilayah Malang, Pasuruan, Banyuwangi, Probolinggo, Surabaya, Bangkalan, Sidoarjo, Mojokerto dan Gresik.

Sungguh kasus narkoba hingga kini belum kunjung usai bahkan semakin marak. Negeri ini menjadi pangsa besar narkoba dan bertambah jumlah produsen, bandar, dan pengguna barang haram ini. Penjara makin banyak penghuninya, namun sayangnya tidak menimbulkan efek jera kepada pelaku peredaran dan pemakai narkoba, sebagaimana kasis Ammar Zoni yang beberapa kali ditangkap karena kasus yang sama. Dalam sistem kapitalisme sekuler, negara menyelesaikan masalah tanpa mengaitkan dengan agama sehingga celah-celah kemaksiatan terbuka lebar.

Satu dari sekian banyaknya kasus peredaran narkoba adalah membutuhkan penyelesaian secara sistemik dan praktis. Di antaranya, pada skala individu, wajib menguatkan bekal akidah agar tidak mudah terjerumus ke arah kemaksiatan yang menimbulkan banyak kerugian. Dalam skala masyarakat, wajib menimbulkan adanya sikap saling mengingatkan dan amar ma'ruf nahi munkar. Menciptakan suasana budaya saling membantu dan tidak bersikap individualis. Kemudian berikutnya adalah skala negara. Negara adalah yang punya kuasa besar dan mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari hal-hal yang bertentangan dengan akidah Islam. Memberikan edukasi dengan sistem pendidikan berbasis Islam dengan melarang pemikiran-pemikiran asing masuk wilayah Daulah Islam. Memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan dan memberikan keamanan yang maksimal terhadap rakyat. Melarang perdagangan bebas dengan menjual barang haram dan memabukkan. Memberlakukan sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat di mana memaksimalkan kekayaan sumber daya alam dengan cara memberikan hasilnya kepada rakyat berupa pendidikan gratis dan berkualitas serta memberikan fasilitas kesehatan dan sarana publik dengan biaya murah tanpa intervensi dari pihak asing.

Narkoba adalah barang haram yang membuat pemuda dan masyarakat negeri ini semakin kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu sudah selayaknya sistem hari ini yang terbukti tidak mampu memberikan keamanan kepada rakyat beralih kepada sistem yang diridhai Allah subhanahu wa ta'ala yang telah dibuktikan oleh pakar sejarah yang mampu menyejahterakan rakyatnya secara totalitas selama kurang lebih 13 abad. Maka sudah seharusnya beralih kepada tatanan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin yang patut untuk dijadikan pijakan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kedamaian yang hakiki.

Oleh : Gayuh Rahayu Utami, Sahabat Tinta Media 

Kamis, 23 Mei 2024

Narkoba Tak Pernah Usai


Tinta Media - Peredaran narkoba nyatanya tak pernah usai, sudah banyak penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk memberantas narkoba, namun eksistensinya tak juga padam.

Aparat Polda Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyeludupan sabu cair yang diduga akan dibawa keluar wilayah provinsi setempat melalui bandara Internasional Hang Nadim Batam sebanyak 13,2 Liter (Kompas.com, 30/4/2024).

Tak kalah mencengangkan, baru-baru ini polisi menggerebek sebuah villa mewah di Pulau Bali dan menyita setidaknya 10 kg ganja hidroponik, 684 g mephedrone serta 107 g kokain, (Kompas.tv 15/5/2024).

Alih-alih berkurang, nyatanya peredaran narkoba makin merajalela dan permintaan terhadap barang haram itu kian meningkat, menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas narkoba. Sejalan dengan apa yang disampaikan kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan mengatakan, Indonesia adalah pusat penyelundupan utama meskipun sudah memiliki beberapa undang-undang narkoba paling ketat di dunia, sebagian karena sindikat narkoba internasional menargetkan populasi mudanya, (Kompas.tv 15/5/2024).

Inilah potret buram negeri kita, generasi muda jelas-jelas menjadi sasaran empuk peredaran barang haram yang merusak jiwa. Hukum yang ada tidak mampu membuat para pelakunya jera, meski sudah banyak pelaku yang ditindak.

Semua ini akan terus berulang selama sistem kehidupan manusia masih mengadopsi sistem sekularisme. Sistem ini menjadikan pandangan kehidupan manusia jauh dari aturan agama. Menjadikan manfaat dan hawa nafsu sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa melihat halal dan haram. 

Sebagai agama yang paripurna, Islam telah memiliki sejumlah mekanisme dalam mengatur kehidupan umat manusia, termasuk memberantas bisnis haram seperti narkoba. Islam menerapkan sistem kehidupan berbasis Akidah, menjadikan ketakwaan sebagai landasan kehidupan manusia dan meraih ridha Allah SWT sebagai tujuan utama kehidupan. Sehingga setiap aktivitas  yang dilakukan, akan disandarkan kepada syariat untuk meraih Jannah-Nya.

Islam menjadikan Dakwah sebagai kewajiban bagai seluruh manusia. Menjadikan Amal makruf nahi munkar sebagai penjagaan sesama manusia dilingkungan sekitar. Islam melarang manusia untuk bersikap tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. 

Negara akan bersungguh-sungguh dalam memberantas narkoba, karena negara akan menerapkan Hukum Islam secara sempurna (Kaffah) dan menerapkan hukum sanksi berdasarkan syariat Islam. Tidak tebang pilih ataupun tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sebab itulah tugasnya Negara, yaitu melindungi umat dari segala macam mara bahaya.

Maka sudah saatnya kita meninggalkan sistem kehidupan sekularisme yang berlandaskan akal manusia semata dan kembali kepada syariat Islam yang datang dari Allah SWT, sang pencipta yang maha mengetahui atas segala sesuatu. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Yumna Nur Fahiimah, Muslimah Peduli Generasi

Selasa, 21 Mei 2024

Ilusi Pemberantasan Narkoba


Tinta Media - Narkoba layaknya kanker stadium 4 yang sulit sekali diberantas di negeri ini. Pengedaran narkoba seolah tak bisa diberantas oleh pihak berwenang, satu ditangkap ada seribu yang beredar lagi. Bulan Mei ini Polda Sumut menangkap 502 tersangka pengedar narkoba dalam 2 pekan dalam wilayah hukumnya. Polisi menyita 154 kg sabu-sabu, 1.500 pohon ganja dari 1,5 hektare ladang di Kabupaten Mandailing Natal, ganja kering 78,87 kilogram, dan pil ekstasi 100.120 butir (solopos.com 14/05). Polisi di Bali juga menggerebek laboratorium narkoba besar yang tersembunyi di Villa Bali yang membuat media internasional gempar (kompas.com 14/05). BNNP Jambi pun juga menggerebek 14 orang yang kepergok membeli narkoba (kompas.com 15/05). Kasus narkoba pun banyak yang terjadi pada pelajar, remaja, para publik figur bahkan aparat penegak hukum itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa pengedaran narkoba di Indonesia sangat masif terjadi.

BNN mencatat pada tahun 2023 terdapat 4,8 juta warga Indonesia terpapar narkotika. Indonesia memang menjadi pasar potensial para bandar narkoba. Sayangnya para bandar ini tak pernah tertangkap, hanya masyarakat skala kecil yang tertangkap oleh pihak berwenang. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) pun tak mampu untuk membekuk jaringan besar pengedar narkoba.

Narkoba Sulit Diberantas

Pertanyaan yang cukup menggelitik adalah, mengapa pemerintah sulit untuk memberantas narkoba di Indonesia? Padahal bila ada political will yang kuat mudah saja bagi pemerintah untuk memberantasnya, mengingat bahwa narkoba sangat berdampak negatif bagi rakyat terutama generasi selanjutnya.

Ada banyak faktor mengapa narkoba sulit diberantas dan semakin menggurita di Indonesia. Pertama karena tata aturan di tengah masyarakat yang sekuler. Sekularisme atau pemisahan antara agama dengan kehidupan membuat manusia jauh dari agama. Mereka tak lagi mengenal konsekuensi dari perbuatannya, tak lagi menghiraukan dosa. Alhasil fokus mereka hanyalah kesenangan jasadi belaka sehingga narkoba menjadi pelampiasan singkat mereka untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan semu. Masalah dosa dan mudharat urusan belakang.

Faktor ke-2 yakni sistem pendidikan kita yang kapitalis. Sistem pendidikan yang kapitalis hanya berfokus mencetak buruh murah. Mereka tidak dididik untuk paham dan mengerti sehingga mereka menjadi pribadi yang mudah untuk dipengaruhi. Pun ketika ada anak dengan bakat istimewa alias orang pintar maka kepintarannya pasti akan dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka bisa jadi dimanfaatkan untuk menciptakan formula narkoba baru, atau bekerja sama dengan produsen narkoba dll. Hal ini tidak lain karena pendidikan yang berorientasi pada perolehan materi belaka.

Ke-3 yakni faktor tata kehidupan masyarakat yang menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme tolok ukur perbuatan hanyalah untung rugi belaka. Halal haram bukan lagi standar dalam bermuamalah, yang dikejar hanyalah keuntungan yang berlimpah. Akhirnya kekayaan hanya berpusat pada segelintir pemilik modal saja karena mereka dengan besar modalnya bisa mengendalikan pasar. Alhasil kesenjangan ekonomi akan tercipta, kemiskinan merajalela. Si miskin akan melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk berjual beli barang haram ini demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Ke empat yakni lemahnya sistem sanksi yang ada di Indonesia. Sanksi yang ada tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku, baik distributor maupun bandarnya. Sebagai contoh kasus  bandar narkoba Riduan J.B. Corebima. Dia hanya dihukum satu tahun penjara oleh Majelis hakim PN Tanjung Pinang. Sudah bukan rahasia lagi bahwa hukum di Indonesia tumpul ke atas dan sangat tajam ke bawah.

Dari faktor di atas bisa kita simpulkan bahwa narkoba bukanlah masalah human eror, tapi masalah sistemis. Penerapan sistem kapitalis yang hanya berpihak pada segelintir pemilik modal akan menumbuh suburkan narkoba di Indonesia.

Islam Solusi Tuntas Pemberantasan Narkoba

Islam sebagai sebuah ideologi memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk masalah jerat narkoba ini.

Sistem kehidupan islami berbasis akidah Islam akan membentuk suasana kehidupan yang penuh dengan ketaqwaan. Individu dalam sistem Islam akan tersuasanakan menjadi individu yang bertaqwa dengan menjamurnya tasqif Islam. Diperkuat dengan masyarakat yang akan senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar, bukan masyarakat individualis ala kapitalis. Kontrol masyarakat ini jelas akan menjadikan narkoba akan sulit terdistribusi ditengah masyarakat yang paham bahwa narkoba haram.

Lalu sistem ekonomi Islam akan meniscayakan akad-akad jual beli hanya pada muamalah yang halal dan sesuai syariat. Dengan demikian maka bisnis haram ini tidak akan pernah ada di dalam daulah Islam. Hal ini juga diperkuat dengan sistem politik Islam, yang berfungsi sebagai pengurus umat yang akan melindungi harta, darah dan jiwa rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Mekanisme pendistribusian harta dan kepemilikan khas Islam akan menjadikan masyarakat terpenuhi kebutuhannya sehingga tidak akan mengambil jalan haram.

Pun tidak dipungkiri bahwa Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan memiliki efek jera. Termasuk para pelaku narkoba akan dikenai sanksi takzir yang hukumannya akan ditentukan oleh Khalifah.

Dengan serangkaian sistem yang saling terintegrasi dengan baik, maka jerat narkoba akan mudah dilepaskan dari negeri ini, bahkan dari dunia sekalipun. Wallahualambissawab.

Oleh : Ummu Bisyarah, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 05 Mei 2024

Jalan Terjal Menuntaskan Persoalan Narkoba

Tinta Media - Viral, seorang oknum polisi berinisial A dengan pangkat Aipda ditangkap BNNP Sumatera Barat (Sumbar) karena kedapatan membawa ganja sebanyak 141 paket. Berat satu paket sekitar satu kilogram. Menurut keterangan dari tersangka, ganja tersebut diambil dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. (kumparan.com 30/04/2024)

Sejak 1971, negeri tercinta ini dinyatakan dalam kondisi darurat narkoba. Ya, ini benar. Negara kita memang berada pada tingkat kerawanan tinggi. Sampai hari ini, pemerintah masih terus berjibaku dalam melawan laju peredaran narkoba.

Mirisnya, saat ini narkoba tidak lagi menjangkiti kalangan menengah ke atas, tetapi sudah beredar di kalangan menengah ke bawah. Bahkan yang lebih miris, peredaran barang haram tersebut sudah menyasar hampir semua kalangan, tak terkecuali para pelajar yang notabene merupakan generasi emas penerus peradaban.

Sulitnya memberantas narkoba disebabkan karena banyaknya oknum aparat yang justru ikut terlibat dalam perdagangan barang haram tersebut. Mereka seolah menjadi tameng bagi para pengedar, sehingga sampai hari ini, narkoba menjadi semakin sulit untuk diberantas.

Apalagi, hukum yang ada di negeri ini cenderung lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Parahnya lagi, hukum di Indonesia bahkan bisa dibeli. Sehingga, para tersangka yang seharusnya dihukum dengan berat, justru hanya dijatuhi hukuman ringan, bahkan tak jarang bisa melenggang bebas. Sungguh, ini adalah sebuah kenyataan yang menyedihkan.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan lemahnya akidah pada setiap individu. Agama seolah hanya sekadar simbol di atas kertas. Padahal, semakin jauh seseorang dari agamanya (Islam), maka tak ada lagi alarm pengingat untuknya dalam menjalani hidup.

Sejatinya, inilah awal mula kehancuran yang akan terjadi, baik terhadap individu, masyarakat, dan negara.

Keberadaan sistem kufur kapitalisme di tengah-tengah masyarakat saat ini memiliki andil cukup besar terhadap kerusakan yang terjadi terus-menerus. Kapitalisme yang notabene merupakan sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan telah banyak membuat kehancuran, baik terhadap diri seseorang karena menjadikannya lebih individualis, ataupun terhadap perkembangan sebuah negara.
Kebijakan negara-negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, semuanya nyaris dikangkangi oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan.

Mereka itulah yang biasa disebut para kapitalis atau pemilik modal. Pada kondisi ini, negara hanya sebagai regulator tanpa memiliki kuasa mengendalikan keadaan. Semuanya harus berjalan sesuai keinginan sang empunya modal. Maka tak heran, jika sampai detik ini Indonesia bukannya semakin maju, tetapi justru semakin terbelakang dan tertinggal. Kemiskinan merajalela, ketimpangan sosial nyata menganga.

Narkoba Musuh Besar Umat

Obat-obatan terlarang seperti narkoba adalah salah satu musuh besar bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Ini karena akal, jiwa, dan tubuh manusia bisa dirusak oleh benda terkutuk yang bernama narkoba. Padahal, sejatinya tubuh kita adalah amanah dari Allah Swt. yang mesti dijaga dengan sebaik-baiknya.

Apalagi, narkoba jelas bisa menimbulkan berbagai dampak negatif baik bagi individu, masyarakat, ataupun negara. Seperti yang banyak terjadi saat ini, yaitu meningkatnya kriminalitas, korupsi, terorisme, penyakit menular, hingga kehancuran moral dan agama.

Dalam kehidupan Islam, Khilafah—institusi yang akan menerapkan aturan Islam—akan mengutamakan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki pegangan spiritual, serta moral yang kuat guna menjauhi hal-hal yang buruk, termasuk narkoba.

Dengan aturan tersebut, mereka pun akan memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga diri dan lingkungannya dari bahaya narkoba, dan sebisa mungkin meminimalisir peredarannya. Akidah yang kuat yang ditanamkan langsung oleh negara melalui sistem pendidikan, mampu mencetak aparat yang memiliki integritas tinggi dalam menunaikan amanah pekerjaannya sehingga membuat ia semakin menyadari akan tanggung jawabnya. Hal ini karena tolok ukur hidup mereka akan disandarkan kepada hukum syara'. Hal ininjuga semakin membuat mereka sadar bahwa apa pun yang dilakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Lebih lanjut, di dalam Islam, sistem sanksi pun memiliki dua fungsi, yaitu sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir artinya, sanksi tersebut benar-benar membuat jera para pelaku serta mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan yang sama. Sedangkan jawabir bersifat sebagai penebus dosa, sehingga akan menghindarkannya dari azab Allah Swt. kelak di akhirat.

Rasa keadilan antara si kaya dan si miskin pun akan tercipta. Masyarakat akan merasakan kehidupan yang adil, sejahtera, dan penuh harapan. Mereka tidak perlu mencari jalan keluar yang praktis dengan mengonsumsi atau mengedarkan narkoba sebagai cara mendapatkan uang ataupun melarikan diri dari kenyataan. Alhasil, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan cara halal dan bermanfaat.
Dengan begitu, akan terbentuk pula sikap kolektivisme yang tinggi di kalangan masyarakat. Mereka akan jauh lebih peduli terhadap kepentingan bersama, norma sosial, dan nilai-nilai moral. Mereka tidak akan bersikap egois dengan hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi juga kepentingan umat dan negara. Mereka pun akan menjauhi segala bentuk eksploitasi terhadap orang lain demi keuntungan materi, termasuk barang haram seperti narkoba ini.
Pada akhirnya, episode panjang narkoba yang belum jua menemukan titik solusi yang solutif dan komprehensif hanya bisa dihentikan apabila negara ini menerapkan Islam secara kafah sebagai aturan bernegara. Wallahuallam.kumparan.com

Oleh: Rina Herlina, Sahabat Tinta Media

Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 22 Oktober 2023

Grasi Massal Narkoba Bukan Solusi Hakiki

Tinta Media - Menyedihkan, tampaknya upaya pemberantasan narkoba di negara ini mengalami kemunduran. Alih-alih meningkatkan upaya untuk menangkap dan menghukum pelaku kejahatan narkoba secara tegas dan adil, pemerintah justru ingin memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba.

Saat ini, lapas telah mengalami over crowded (terlalu penuh) karena jumlah narapidana melebihi kapasitas, yaitu mencapai 100 persen, sehingga pemerintah berencana memberikan grasi massal pada pengguna narkoba. Pemakai narkoba dianggap telah dikriminalisasi secara berlebihan, sehingga akan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pengguna narkoba untuk mendapatkan grasi.

Tim Percepatan Reformasi Hukum merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk memberikan grasi massal kepada narapidana pemakai narkoba sebagai upaya mengatasi over crowded lapas.

Lemahnya penegakan hukum narkoba selama ini mengakibatkan lapas penuh. Faktor individu, masyarakat, dan negara ikut berkontribusi terhadap masalah ini. Individu banyak yang terjerumus dalam penggunaan narkoba karena lemahnya iman. Apalagi, sekarang pemakaian narkoba dalam kadar rendah tidak dianggap sebagai kejahatan, tetapi sebagai korban.

Pemakaian narkoba juga dipengaruhi oleh sikap individualistis dan kurangnya kontrol sosial di masyarakat, serta kemiskinan yang mendorong bisnis narkoba. Negara yang tidak memberlakukan hukuman memadai terhadap pengguna narkoba juga berperan dalam masalah ini.

Memberikan grasi massal kepada narapidana narkoba menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam memerangi narkoba. Alih-alih memberikan hukuman yang tegas, narapidana narkoba justru mendapatkan fasilitas grasi. Ini berpotensi membuat mereka kembali ke kebiasaan buruk setelah bebas, sehingga lingkaran kejahatan ini tidak akan berakhir.

Pemberian grasi massal hanya menyelesaikan masalah pada tahap akhir, sementara akar permasalahan tidak diatasi. Selama peredaran narkoba masih ada, narapidana narkoba akan terus bertambah, dan lapas akan terus over crowded.

Pemberantasan narkoba yang efektif memerlukan pendekatan yang komprehensif. Islam memiliki solusi yang mencakup aspek hulu dan hilir. Dalam negara Islam yang menerapkan syariah secara menyeluruh, narkoba dilarang dengan tegas. Pemimpin Islam akan memberlakukan hukuman tegas, termasuk hukuman mati terhadap pelaku narkoba. Selain itu, pejabat yang terlibat dalam narkoba akan diadili dengan seadil-adilnya.

Negara Islam juga akan menciptakan kesejahteraan bagi warganya sehingga tidak terjerumus dalam bisnis narkoba. Akses masuk dari luar negeri akan diawasi dengan ketat. Aparat negara harus amanah dan adil dalam menjalankan tugas mereka.

Dengan penerapan hukum Islam secara kaffah, pemimpin Islam bisa memberantas narkoba secara menyeluruh, sehingga narkoba tidak akan lagi merajalela.

Wallahu a'lam bish shawab.

Oleh: Cici Kurnia Arum (Mahasiswa/Aktivis Muslimah)

Sabtu, 23 September 2023

Lapas Kendor, Narapidana Jadi Bandar Narkoba?



Tinta Media - Pengedar narkoba kian menggeliat. Mirisnya, ada bandar narkoba yang justru mengendalikan peredaran dari lapas. Mereka adalah narapidana narkoba yang secara bebas masih bisa bertransaksi dengan barang haram tersebut dari dalam lapas. 

Dalam rangkaian kegiatan "Shooting Against Drugs" di Lapangan Tembak Polda Bali Tohpati, Denpasar, Bali, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Polisi Petrus Reinhard Golose mengungkapkan bahwa di lapas, ada banyak tahanan yang menjalani hukuman mati dan penjara seumur hidup. Meskipun demikian, mereka masih mencoba mengelabui petugas lapas dengan cara mereka sendiri untuk mengontrol narkoba. (news.republika.co.id, 25/7/2023)

Dilansir dari puslitdatin.bnn.go.id (15/9), Berdasarkan data BNN, pada 2022 ada 851 kasus peredaran narkoba di lapas dengan 1.350 tersangka. Modusnya bermacam-macam, mulai dari menyelundupkannya melalui barang bawaan saat jam besuk, makanan, surat, hingga menggunakan jasa 'orang dalam' seperti sipir atau petugas lapas. 

Bahkan, ada beberapa kasus yang dikendalikan narapidana dari dalam lapas melalui komunikasi dengan pihak luar. Hal tersebut menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia tidak hanya melibatkan para pelaku di luar lapas, tetapi juga di dalam lapas.

Peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan adalah isu yang sangat serius, yang mengakibatkan kerugian dan menimbulkan ancaman terhadap keamanan serta kesehatan, baik bagi narapidana maupun masyarakat secara umum, mulai dari terhambatnya proses rehabilitasi, khususnya yang terlibat dalam kasus narkoba. 

Para narapidana menjadi sangat sulit menghentikan ketergantungannya terhadap narkoba jika mereka masih terlibat dalam penggunaan atau perdagangan narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan. Hal ini tidak hanya memperburuk kondisi fisik dan mental mereka, tetapi juga meningkatkan risiko overdosis atau penularan penyakit menular seperti HIV/AIDS.

Selain itu, hal tersebut juga berpotensi menimbulkan terjadinya konflik di dalam lapas. Tak menutup kemungkinan terjadi perselisihan antarnarapidana, maupun narapidana dengan petugas lapas. Penyebabnya beragam, mulai dari persaingan bisnis narkoba, utang piutang, ataupun pengaruh psikotropika.

Beredarnya narkoba di lapas juga berdampak negatif bagi masyarakat luas dan menjadi sumber penyebaran narkoba di luar lapas. Hanya dari lapas, narapidana yang menjadi bandar narkoba bisa mengendalikan narkoba, bahkan bisa tetap menjalin jaringan dengan sindikat narkoba di luar lapas.

Peredaran narkoba di Indonesia, dalam konteks ini, berhubungan erat dengan pengaruh sistem kapitalisme yang menganut prinsip sekuler. Sistem ekonomi dan politik ini menekankan kebebasan individu, persaingan pasar, serta pemisahan agama dan negara, dan menghadapi beberapa tantangan yang berpengaruh pada permasalahan narkoba.

Sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan sosial yang timpang di tengah masyarakat. Hal ini membuat sebagian masyarakat putus asa dan frustasi hingga banyak yang mencari jalan pintas. Menjadi pengedar narkoba dianggap sebagai jalan keluar dari masalah ekonomi demi meraih cuan.

Sistem ini pun melemahkan peran agama. Masyarakat tak lagi memiliki pegangan spiritual dan moral dalam menjalani kehidupan. Mereka menjadi pribadi yang tak peduli soal halal-haram. Bahkan, banyak yang menganggap narkoba sebagai bagian dari lifestyle atau hiburan.

Narkoba merupakan  ancaman serius bagi manusia, terutama bagi seorang muslim. Narkoba dapat merusak akal, jiwa, serta tubuh. Selain itu, narkoba juga bisa menyebabkan beragam dampak buruk pada individu, masyarakat, dan negara, termasuk peningkatan kriminalitas, korupsi, terorisme, penyakit menular, dan bahkan kerusakan moral, serta agama.

Dalam kehidupan Islam, masyarakat akan mengutamakan peran agama dalam kehidupan. Masyarakat memiliki benteng kuat dalam menjauhi hal-hal yang membahayakan. Keimanan menjadi landasan mereka dalam bertindak.

Islam juga mendukung dengan sistem sanksi yang tegas dan jelas. Sanksi dalam Islam pun memiliki dua fungsi, yakni zawajir dan jawabir. Sebagai zawajir, sanksi akan membuat pelaku jera dan menghindari orang lain dari tindakan kriminal serupa. Sementara sebagai jawabir, peran ini bertujuan untuk melindungi pelaku dari hukuman Allah Swt. di akhirat.

Dalam sistem Islam, ketimpangan sosial dan ekonomi tidak akan terjadi seekstrem saat ini. Masyarakat tak perlu mencari 'jalan pintas' seperti narkoba dalam mencari nafkah. Islam akan menjamin kebutuhan masyarakat yang hidup di dalamnya.

Hanya dengan Islam masyarakat mampu membentengi diri dengan keimanan dan hanya dengan sistem Islam negara mampu memberikan solusi komprehensif dalam masalah narkoba dan peredarannya. Wallahu'alam bi shawab.

Oleh: Isti Rahmawati, S.Hum. 
Sahabat Tinta Media

Usulan Grasi Massal bagi Napi Narkoba karena Lapas Overcrowded, MMC: Bukti Banyaknya Penyalahgunaan Narkoba




Tinta Media - Usulan Menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD agar  Presiden Joko Widodo memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba sebagai upaya mengatasi permasalahan Lapas yang overcrowded, dinilai oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) bukti banyaknya penyalahgunaan narkoba.
 
“Kondisi Lapas yang demikian membuktikan betapa banyak penyalahgunaan narkoba,”ujarnya dalam Serba Serbi: Grasi Massal Napi Narkoba, Sistem Kapitalisme Menyuburkan Tindak Kekerasan, Kamis ( 21/09/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
 Ia menjelaskan, penyalahgunaan narkoba disebabkan berbagai hal. Tidak adanya efek jera dalam sistem sanksi dan lemahnya pengawasan, terangnya,  jelas berkaitan erat dengan maraknya penggunaan narkoba.
 
“Faktanya sekalipun sudah masuk lapas, pengedar maupun pemakai masih bisa berinteraksi bahkan mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas," terangnya.
 
 Faktor lain, imbuhnya, adalah kemiskinan yang seringkali mendorong seseorang menjadi pengedar, juga lemahnya keimanan menyebabkan rusaknya kepribadian.
 “Akibatnya mereka mengonsumsi narkoba untuk pelarian dari penatnya kehidupan,” tandasnya.  
 
Narator menilai betapa negara menganggap sepele peredaran narkoba di tengah rakyat. "Inilah kehidupan yang dihasilkan dari sistem sekularisme, kapitalisme, sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan," jelasnya.
 
 "Orientasi kehidupan manusia diarahkan hanya untuk mengajar kepuasan materi semata tanpa mempertimbangkan halal haram maupun bahaya yang ditimbulkan," cetusnya.
 
 Permasalahan narkoba, tuturnya, hanya bisa diselesaikan jika sistem kehidupan manusia itu sahih. Sistem kehidupan sahih akan menciptakan individu yang beriman, masyarakat yang bersih, dan negara yang optimal menjalankan perannya.
 
 "Sistem kehidupan yang sahih ini adalah sistem Islam yang disebut Khilafah," tutupnya. [] Muhammad Nur

Rabu, 13 September 2023

Stop Narkoba hingga Akar



Tinta Media - Tahukah Anda, Indonesia termasuk dalam segitiga emas perdagangan narkoba di dunia? Bahkan, Indonesia pernah menduduki peringkat pertama dunia sebagai pasar narkoba terbesar. Kebanyakan, Indonesia mendapatkan pasokan barang haram ini, terutama jenis metafetamin atau sabu dari negara-negara tetangga, seperti Cina, Taiwan, dan Singapura. 

Tidak hanya di dunia bebas, peredaran narkoba justru lancar di dalam lapas. Benarkah demikian? Jika benar, kenapa bisa terjadi? Mestinya, lapas dengan penjagaan ketat bebas dari berbagai narkoba dan kejahatan lainnya.

Alih-alih bebas dari narkoba, lapas ternyata justru menjadi pasar narkoba yang paling aman dan besar di Indonesia. Sebagaimana telah diungkap Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa ada jaringan pengedaran narkoba lintas kota masuk ke DIY. Satu di antara tiga jaringan tersebut dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (lapas) di Jawa Tengah. (Detik, 8/9/2023)

Sementara itu, Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika menyampaikan keberhasilan tim dalam mengungkap pengedaran sabu seberat 10 kg atas keterlibatan David yang sekarang menjadi tahanan lapas Nusakambangan. Istri David, Adelia Putri Salma pun ditangkap Direktorat Narkotika Polda Lampung karena diduga terlibat pada jaringan narkotika internasional yang dilakukan suaminya. (Metrotvnews.com, 31/8/2023). 

Ironis dan tragis jika lapas ternyata tidak menjadikan orang jera, tetapi justru menjadi surga pengedar narkoba.

Jika ditelusuri lagi, pengedaran narkoba yang dikendalikan dari lapas bukanlah hal baru. Kelonggaran penjagaan karena justru para oknum aparat terlibat dalam memberikan perlindungan para sindikat narkoba menjadikan pemasaran barang haram ini kian mudah dikendalikan dari dalam lapas. 

Aparat dengan sumpah jabatannya menjaga negara dari berbagai kejahatan tidak lagi berpengaruh. Dalam peribahasa, aparat adalah pagar makan tanaman. Aparat seharusnya mampu melindungi rakyat dari berbagai kejahatan, tetapi justru merusaknya dengan narkoba.

Ironis, padahal narkoba memiliki dampak buruk yang besar bagi masyarakat. Perampokan, begal bisa dilakukan pecandu narkoba ketika mereka ingin membeli barang haram tersebut, sementara tidak memiliki uang. Jika merasa terancam, mereka tidak segan untuk membunuh korbannya. Ketika mereka dalam kondisi tidak waras karena pengaruh narkoba pun bisa melakukan pelecehan seksual kepada siapa saja yang ada di dekatnya. Maka, narkoba bisa menjadi sumber dari segala kejahatan yang harus segera dihentikan, bukan justru dilindungi apalagi difasilitasi oleh oknum aparat.

Besarnya Pasar Narkoba

Pengaruh kehidupan di sistem kapitalisme, sekuler liberal menjadikan banyak orang berbuat sesukanya asal menghasilkan cuan. Tidak peduli seberapa besar bahaya yang ditimbulkan dari sebuah kejahatan, asalkan menguntungkan, akan dilakukan. Begitu pula dengan oknum aparat yang terlibat dalam sindikat narkoba, mereka hanya mementingkan kekayaan tanpa memedulikan dampak dan sumpahnya.

Maka, wajar jika lapas dijadikan markas besar bisnis narkoba. Tidak hanya menggunakan, pengedar, bahkan bandar narkoba semakin diminati para penghuni lapas. Pasalnya, mereka dapat meraup harta fantastis dari bisnis ini. Bukan sekadar jutaan, tetapi miliaran, bahkan triliunan bisa dia kantongi. 

Semakin banyak pelaku bisnis barang haram ini, sudah pasti jumlah pengguna juga semakin tinggi pula. Sudah menjadi keharusan bagi penjual untuk menambah jumlah pembeli, sehingga mereka terus memengaruhi siapa pun untuk mengonsumsi barang dagangannya. 

Jadi, sistem kapitalisme sekuler liberal inilah biang kerok suburnya pasar narkoba di Indonesia. Masyarakat tidak peduli dengan halal dan haram, meski beragama Islam. Mereka hanya berpikir kesenangan dunia, cuan, dan pengakuan.

Peran Negara

Sebenarnya pemerintah Indonesia telah berusaha dengan berbagai cara untuk memberantas peredaran narkoba. Beberapa kasus terkait narkoba, berhasil digagalkan. Namun, semua upaya tersebut tidak sebanding dengan pesatnya pemasaran narkoba. 

Ringannya hukuman bagi para pengguna, pengedar, bahkan bandar narkoba membuat orang bertahan pada bisnis haram ini. Maka, sudah seharusnya negara mengubah hukuman menjadi lebih berat bagi para pelaku, mulai dari pengguna sampai bandar besarnya.

Tak cukup dengan memberantas peredaran narkoba, negara harus terus melakukan pencegahan. Beberapa di antaranya yaitu dengan melakukan edukasi-edukasi tentang bahaya narkoba, memberikan kegiatan positif pada masyarakat, serta menguatkan akidah mereka. 

Negara hendaknya mampu menyejahterakan rakyat sehingga tidak ada di benak mereka untuk mengambil jalan haram dalam memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, pengguna dan pelaku bisnis barang haram ini bisa ditekan semaksimal mungkin, bahkan dibersihkan hingga akar.

Solusi Islam

Bagi umat Islam, standar berbuatannya adalah halal dan haram. Narkoba merupakan barang yang telah jelas keharamannya sehingga harus ditinggalkan. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan empat Imam berikut ini merupakan dalil yang kuat tentang keharaman narkoba.

“Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda bahwa sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka walaupun sedikit hukumnya haram.” (HR Ahmad dan imam empat).

Hadis tersebut jelas melarang umat menggunakan maupun mengedarkan narkoba, baik jumlahnya besar maupun kecil dan dalam bentuk apa pun. 

Dalam sistem Islam, penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi justru negara yang harus berperan secara maksimal untuk mencegah sekaligus memberantasnya.

Dalam sistem Islam, negara akan membuat kebijakan-kebijakan yang tegas terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba, baik konsumen, pengedar, terlebih produsen dengan dorongan akidah. Seluruh aparat menjadikan ini sebagai tugas mulia dari Allah sehingga mereka melaksanakan dengan kesungguhan karena pengawasnya langsung dari Sang Mahakuasa dengan imbalan pahala jika dilaksanakan, dan dosa ketika diabaikan, apalagi dilanggar.

Dalam sistem Islam, negara akan senantiasa menjaga suasana keimanan, menguatkan akidah sehingga mereka hidup hanya berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunah. 

Negara terus berusaha menjaga agar keluarga dan sistem pendidikan berlandaskan akidah sehingga setiap individu memiliki kekuatan untuk menolak kemaksiatan yang datang menggoda.

Selanjutnya, negara akan terus berupaya memberikan kesejahteraan pada rakyatnya sehingga tidak ada pikiran pada setiap individu untuk mengambil keuntungan dari barang haram. 

Negara juga mengontrol perdagangan di dalam maupun luar negeri sehingga bisa mengetahui dan menindak tegas pengedaran narkoba yang kemungkinan berasal dari luar negeri. Dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh oleh negara, insyaallah pengedaran narkoba bisa diberantas hingga akarnya. 
Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Selasa, 12 September 2023

Berantas Tuntas Narkoba dengan Sistem Islam

Tinta Media - Sistem hari ini berorientasi pada materi, diiringi dengan kemajuan teknologi dan mesin kapitalisme yang terus memainkan hasrat manusia. Hal ini membuat masyarakat semakin tertarik dan fokus pada materi dan kemewahan agar kehadirannya diakui di masyarakat.

Sebagai contoh, seorang influencer yang cukup populer di platform Instagram, Adelia Putri Salma, sering membagikan konten gaya hidup mewah. Sebagai lulusan S2 Magister Manajemen dari sebuah perguruan tinggi, sosoknya dianggap inspiratif oleh para pengikutnya dan para netizen.

Namun, siapa sangka Adelia kini ikut terseret oleh kasus suaminya yang merupakan seorang bandar narkoba kelas kakap, Kadafi atau David. Suaminya telah menjadi tersangka kasus peredaran narkoba jaringan internasional dan diduga masih mengendalikan bisnis narkoba dari balik penjara. Adelia pun diduga terlibat dalam upaya menyembunyikan aset-aset kejahatan sang suami.

Bekal pendidikan tinggi yang seharusnya menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, nyatanya dalam sistem saat ini hanya menghasilkan manusia yang berorientasi pada materi namun lemah dalam segi keimanan, sehingga begitu mudah terjebak dalam lingkaran narkoba.

Kasus tersebut seolah membuktikan bahwa narkoba telah menjadi wabah yang mengerikan yang siap menyerang berbagai kalangan, sebab hal semacam ini bukan pertama kali terjadi. Ada juga sebelumnya, pejabat, selebritis, dan masih banyak lagi. Narkoba juga tidak memandang usia, anak-anak, remaja, hingga dewasa, semua dengan mudah dijeratnya.

Melihat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, namun galau dalam memahami visi misi kehidupan akibat sistem kapitalisme sekuler, maka menjadi wajar ketika Indonesia menduduki peringkat ketiga pasar narkoba terbesar di dunia. Ditambah dengan turut bermainnya para penegak dan institusi hukum dengan iming-iming materi, ditambah lemahnya hukum dalam sistem saat ini, kian menjadikan negara ini "surga" bagi peredaran gelap narkoba.

Ada banyak cara yang dilakukan para kapitalis demi meraup keuntungan, tanpa memperdulikan potensi merusak generasi atau menghilangkan nyawa manusia sekalipun.

Narkoba adalah komoditas kapitalistik esensial yang berada di garis depan. Sebab jika mengkaji keuntungan yang didapat dari penjualan narkoba, memang sangat menggiurkan. Bisnis narkoba mampu menghasilkan banyak uang, bahkan meraup keuntungan besar yang mampu memenuhi janji akan bentuk kehidupan kapitalis.

Walaupun negara telah mengatakan perang terhadap narkoba, serta terus menggencarkan edukasi dan sosialisasi akan bahaya penyalahgunaan narkoba melalui program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), namun realitanya narkoba tak pernah benar-benar hilang

Kendati di dalam Nash (Al-Qur'an dan Sunnah), narkoba tidak disebutkan secara langsung, namun mengingat narkoba dapat memabukkan atau menghilangkan rasionalitas akal yang menimbulkan kemudharatan bagi umat manusia, baik itu individu maupun masyarakat, maka narkoba bisa disamakan dengan khamr. Sebab dalam kajian ushul fiqh, bila sesuatu belum ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas, dengan melihat persamaan illat antara keduanya, dan narkoba hukumnya haram. Keharaman tersebut juga meliputi pembuat, pengedar, pemakai, pembawa, pengirim, penjual, ataupun pembeli. Bahkan uang yang dihasilkan dari transaksi tersebut hukumnya haram.

Di dalam Islam, kasus narkoba akan dikenai sanksi ta'zir berupa hukum cambuk, dipenjara maksimal 15 (lima belas) tahun penjara, dan denda (gharamah) yang besarnya ditentukan oleh qadhi (hakim) (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-'Uqûbât, hal. 98). Sanksi mengkonsumsi narkoba juga bisa diperberat, sebab diantaranya akibat pengaruh narkoba itulah terjadi kejahatan lainnya.

Selain itu, dalam Islam, pendidikan lebih daripada pengajaran karena pengajaran adalah suatu proses transfer ilmu belaka. Sedangkan pendidikan Islam merupakan transformasi nilai-nilai agama yang bersandarkan pada aqidah Islam sehingga membina umat menjadi manusia seutuhnya atau hamba Allah yang bertakwa.

Hal tersebut sangat membantu pembentukan kepribadian manusia, sebab dengan berorientasi pada keridhoan Allah, manusia akan sangat menjaga diri dan nafsunya. Dengan batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syariah, yang tentunya membawa kemaslahatan untuk dunia dan akhirat, karena ajaran Islam itu sempurna, mencakup berbagai urusan dalam kehidupan di dunia dan di akhirat secara serasi dan seimbang


Oleh karenanya, jika Islam dijadikan sistem negara, bukan hanya menghasilkan manusia yang berkepribadian Islam, namun juga sumber daya manusia yang berkualitas karena memiliki pemikiran yang jauh ke depan, yang teguh dalam keimanan, dan tidak akan mudah tergiur dengan jerat keuntungan narkoba. Sebab, apa gunanya jika besarnya materi yang didapatkan dari transaksi narkoba hanya akan menimbulkan kemurkaan Allah di dunia dan di akhirat.

Rasa takutnya kepada Allah SWT diringi ancaman hukuman yang tegas dan keras yang diberikan negara, membuat manusia berfikir ribuan kali untuk mencoba narkoba, apalagi mengedarkannya. Sehingga persoalan narkoba bisa diberantas hingga tuntas, dan semua itu hanya bisa terjadi jika sistem kapitalisme sekuler yang menjadi akarnya dicampakkan sejauh-jauhnya, dan hanya Islam lah yang diterapkan secara kaffah sesuai Al-Qur'an dan Sunnah.

Wallahu 'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi 
Aktivis Muslimah Semarang 

Sabtu, 09 September 2023

Narkoba Menjadi Bisnis dalam Sistem Kapitalis



Tinta Media - Sebanyak 53.000 butir obat keras diamankan dari tangan 7 orang tersangka pengedar narkoba di Kabupaten Bandung, dalam operasi dengan sasaran peredaran obat keras yang dilakukan selama satu pekan oleh jajaran Kapolresta Bandung. Tepatnya sejak 14 Agustus hingga 20 Agustus 2023.

Barang bukti berupa 53.000 butir obat keras yang berhasil diamankan dari para tersangka yang merupakan pengedar obat keras di wilayah Kabupaten Bandung, seperti Ciwidey, Pangalengan, Cileunyi, Kertasari, Arjasari, dan Banjaran, terdiri dari  15rb butir thihexypenidil, 12rb butir hexymer, 21rb butir tramadol, dan 5rb butir dextrometorphane.

Penjualan dilakukan dengan berbagai modus. Ada yang berpura-pura membuka warung tisu, ada juga yang menggunakan tas pinggang dan lain sebagainya. Akan tetapi, sampai saat ini Kapolresta Bandung belum mengungkapkan siapa penyuplai di balik penjualan obat keras itu. Pihaknya masih melakukan pengembangan untuk terus mencari dan mengejar penyuplai obat-obatan keras yang seharusnya tidak dijual bebas tersebut.

Kendati demikian setidaknya dari pengamatan barang bukti, banyak generasi muda yang terselamatkan dari penyalahgunaan obat terlarang. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat hukuman dengan ancaman 10 sampai 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar sampai Rp15 miliar.

Fenomena  penyebaran miras dan narkoba saat ini beredar di seluruh pelosok wilayah dan menyasar seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat status, dari rakyat kecil, menengah hingga kalangan atas. Dari penjual asongan, buruh pabrik, pejabat pemerintahan sampai konglomerat pun bisa terjerat kasus narkoba, baik sebagai pemakai, pengedar, ataupun penyuplai. 

Kendatipun demikian,  pemberantasan narkoba telah gencar dilaksanakan oleh berbagai lembaga, seperti BNN, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemenhukam, dan lembaga penegak hukum beserta masyarakat. Namun, alih-alih berhasil, justru angka pengguna, pengedar, dan bandarnya pun kian naik setiap tahunnya, walau tidak diketahui berapa jumlah pastinya. 

Mirisnya, ada beberapa kasus yang menunjukkan keterlibatan polisi dalam peredaran narkoba. Banyak juga dari para narapidana kasus narkoba menjadi pengendali peredaran narkoba dari dalam penjara. 

Saat ini, miras dan narkoba dianggap barang yang memiliki nilai guna (utility) yang bisa memenuhi kebutuhan individu. Ketika masih ada individu memerlukan, maka akan tetap diproduksi,  tanpa memperhatikan halal dan haram ataupun dampak negatif bagi masyarakat. Maka, produksi dan penyebarannya tidak bisa dihentikan.

Di samping itu, negara abai dan lalai serta lemah dalam pengontrolan sehingga kasus demi kasus mencuat dan peredaran pun semakin marak. Sanksi yang diterapkan benar-benar tak mampu menutup celah peredaran narkoba. Hal ini disebabkan karena materi menjadi orientasi para individu demi meraup pundi-pundi rupiah. Sejatinya, narkoba menjadi bisnis dengan hasil yang menggiurkan. Halal haram tak jadi patokan. Terkadang aktivitasnya mendapat perlindungan dari pihak berwajib tentunya atas dasar timbal balik.

Semua ini menampakkan bobroknya sistem yang saat ini kita pijak, sistem ekonomi kapitalis sekuler. Sistem inj melanggengkan kerusakan, memperburuk keadaan, menghancurkan kehidupan. 

Upaya apa pun yang telah dilakukan untuk memberantas narkoba, tetap saja tak akan mampu untuk memusnahkannya. Hanya dengan sistem Islamlah penyebaran miras dan obat-obat terlarang bisa dihentikan. 

Sistem Islam akan membina setiap individu dengan berlandaskan kepada akidah Islam. Sehingga aktivitas yang dilakukan akan senantiasa bersandar kepada halal haram dengan aturan yang berasal dari Allah, Sang Pembuat hukum

Dari penanaman akidah dan tsaqafah Islam kepada tiap individu melalui pembinaan untuk peningkatan ketakwaan individu tersebut, maka akan muncul kontrol masyarakat melakukan aktivitas amal ma'ruf dan nahi mungkar sehingga akan membentuk kesadaran bagi para pihak berwajib untuk tidak berkhianat dalam amanah yang diembannya 

Negara akan menerapkan sanksi yang tegas bagi pengguna, pengedar, bandar, dan para produsen. Narkoba dengan segala bentuk aktivitasnya adalah merupakan tindak kejahatan yang harus diberikan sanksi tegas. 

Sanksi dalam sistem Islam bisa pencegah orang lain untuk tidak melakukan kejahatan dan juga bisa sebagai penebus dosa bagi pelakunya. Artinya, jika hukuman sudah dilaksanakan di dunia, maka di akhirat akan terbebas dari azab.

Oleh sebab itu, untuk mewujudkan individu yang bertakwa, masyarakat yang peduli, dan negara yang mampu menerapkan sistem sanksi Islam, maka umat harus kembali kepada ajaran agama Islam secara kaffah dan memperjuangkannya demi tegaknya sistem Islam demi meraih rahmat dan rida Allah Swt.

Wallahu'alam Bishshawab.
Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)

Selasa, 15 Agustus 2023

Miris, Narkoba Sebagai Lahan Bisnis di Negeri Sekuler-Kapitalis

Tinta Media - Dalam Operasi Anti Narkotika (Antik) Lodaya 2023 yang dilaksanakan 10 hari sejak 24 Juli hingga 2 Agustus 2023, Satuan Narkoba Polresta Bandung, Jawa Barat, menangkap 12 bandar dan pengedar narkoba. Pengungkapan kasus narkoba tersebut tidak lepas dari peran besar masyarakat yang menginformasikan Polresta Bandung.

Barang bukti dari hasil Operasi Antik Lodaya 2023 yang diamankan di antaranya enam paket narkoba jenis ganja dengan berat total 100,97 gram, lalu delapan batang pohon ganja, narkoba dengan jenis sabu sebanyak 65 paket sebesar 25,48 gram, tembakau sintetis sebanyak 23 paket seberat 73 gram, dan obat keras dengan berbagai merek, sebanyak 1 9.111 butir (ANTARA, 3/8/2023).

Badan Narkotika Nasional (BNN) menginformasikan bahwa di Indonesia ada sebanyak 851 kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan (narkoba) pada 2022. Jumlah itu naik 11,1% dibandingkan tahun sebelumnya pada 2021, yaitu sebesar 766 kasus. Sementara,  untuk jumlah tersangka dalam kasus narkoba sebanyak 1.350 orang sepanjang tahun lalu. Jumlah itu juga meningkat 14,02% dibandingkan pada 2021, yaitu sebanyak 1.184 orang (DATAINDONESIA.id, 21/02/2023).

Kasus narkoba terus berulang. Mengapa kasus narkoba tidak pernah padam? Sudah berapa berita yang kita dapat tentang penangkapan pengguna atau pengedar narkoba yang tidak ada selesainya di negeri ini. Tambah miris lagi dengan angkanya yang bertambah. Bisa jadi, yang belum terdata masih banyak. Hukuman vonis mati untuk pengedar kelas kakap pun tidak membuat jera pelaku. 

Tidak sedikit juga masyarakat yang abai. Pasalnya, niat tulus negara untuk membebaskan generasi dari narkoba bertemu dengan jiwa-jiwa culas yang mengais keuntungan bisnis haram ini. Banyaknya kasus yang kerap muncul membuktikan bahwa hingga saat ini para pengedar narkoba dapat bergerak dengan leluasa menjerat generasi. 

Bisnis narkoba di negeri ini merupakan bisnis empuk, apalagi untuk kalangan pemuda. Indonesia sendiri termasuk negara yang menjadi sasaran favorit penyelundupan narkoba, yaitu sindikat internasional seperti Cina, Amerika, dan Afrika. Kebanyakan target adalah pemuda karena pemuda memiliki potensi untuk menjadi pelanggan jangka panjang. 

Misalnya memakai narkoba di usia 15 tahun, maka efek adiktif dari narkoba akan membuat ketergantungan sampai usia tua. Efek bahaya dari narkoba tidak membuat mereka takut untuk mengonsumsinya. Buktinya saja, meski sudah ditangkap, tetapi kasus narkoba tak pernah henti, ada lagi dan ada lagi. Sudah seperti pepatah saja "Mati satu tumbuh seribu". 

Kasus narkoba tidak hanya menjerat masyarakat kalangan bawah, tetapi hingga ke kalangan atas, seperti artis, pejabat, hingga kapolsek berserta anggotanya yang terseret kasus haram ini. 

Sungguh ironis, mereka sebagai role model dan pelaksanaan hukum di tengah masyarakat, tetapi tidak dapat menjadi panutan yang baik, sungguh disayangkan. 

Hal ini wajar bagi negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Ini karena hal yang berbau cuan akan sulit dihilangkan. Bisnis narkoba yang menggiurkan tentu akan menarik pundi-pundi cuan. Maka, di negara yang tidak menerapkan aturan Islam ini, bisnis haram pun akan dipertahankan, seperti tak ada lagi yang namanya halal dan haram. Kerakusan akan materi membuat pemerintah berani mengabaikan aturan Islam. 

Memang, selalu ada berita penangkapan sindikat narkoba. Akan tetapi, upaya untuk melenyapkan kasus narkoba sendiri pun terkesan tidak serius. Terbukti orang sebagai gerbong narkoba sebagai sumber pengedar narkoba pun tidak pernah terungkap. Pemudanya pun sengaja dijauhkan dari syariat Islam. Pada akhirnya, mereka tidak peduli dengan aturan Islam.

Sistem sekulerisme memperkeruh pemikiran millenial saat ini. Mereka berani berteman dengan narkoba hanya untuk lari dari masalah. Mereka tidak ada takut-takutnya dengan hukuman berat yang menanti di akhirat kelak. Sistem ini menjauhkan kesadaran setiap individu sehingga lupa bahwa ada pengawasan dari Allah Swt.

Berbeda dengan sistem Islam. Setiap individu wajib menyadari adanya pengawasan Allah Swt. dan penghisaban di akhirat kelak. Siapa pun, termasuk artis dan pejabat negara, wajib menghadirkan kesadaran ini dalam dirinya. Islam sangat tegas terkait narkoba. Para ulama pun sepakat akan keharaman narkoba.

Narkoba termasuk zat yang memabukkan karena bisa merusak akal dan jiwa. Bagaimana generasi bisa paham tentang Islam jika akalnya rusak? 

Padahal, haram melakukan kerusakan jiwa secara sengaja. Seperti hadis Abu Hurairah ra, Nabi saw. bersabda: 

"Barang siapa menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Barang siapa menenggak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya, dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (HR. Bukhari).

Maka dari itu, penting bagi negara memberikan pendidikan kepada rakyat secara cuma-cuma agar generasi muda paham mana yang baik dan mana yang buruknya untuk dirinya, serta konsekuensi jika melakukan pelanggaran. 

Amar makruf nahi mungkar menjadi keseharian masyarakat Islam. Masyarakat memiliki perasaan, pemikiran, dan terikat pada aturan atau syariat yang sama, sehingga menumbuhkan kontrol sosial di tengah masyarakat. Ini berbeda dengan masyarakat sekuler sekarang yang cenderung individualis. Sikap individualis ini berkontribusi melahirkan kejahatan dan kriminalitas di tengah masyarakat. 

Islam juga akan menghilangkan peredaran barang-barang haram di tengah masyarakat hingga tuntas ke akar-akarnya. Pengedar, penjual, dan pemakainya akan mendapatkan sanksi tegas dalam Islam. Tentunya sanksi dalam Islam tidak pilih-pilih, meliputi semua orang yang melanggar. Nah, tentunya negaralah yang menjalankan aturan, serta sanksi tegas tanpa kompromi.

Di dalam Islam, kasus narkoba akan mendapatkan ta'zir. Jenis dan kadar hukumannya akan ditentukan oleh Qadhi, misalkan dengan dipenjara, dicambuk, atau hukuman lainnya. Negara wajib melindungi seluruh wilayahnya dari lingkaran barang haram yang penggunaannya tidak sesuai syariat. Hal ini karena narkoba berakibat merusak generasi, apalagi masa depan peradaban ada di tangan mereka. 

Karena penanganan kasus narkoba saat ini lemah, maka diperlukan solusi yang sistemik. Islam agama yang sempurna. Islamlah tentu merupakan alternatif satu-satunya untuk mengurai masalah ini. Masalah narkoba itu dapat dibabat habis ketika syariat Islam diterapkan secara total di muka bumi. Hal ini dapat terwujud dengan hadirnya daulah Islam, yakni khilafah. Walaahu'alam.

Oleh: Nia Umma Zhafran, Sahabat Tinta Media

Minggu, 02 Juli 2023

Pengendalian Narkoba dari Lapas, Bukti Buruknya Sistem Sanksi


Tinta Media - Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional dilaksanakan tiap tanggal 26 Juni. Peringatan ini dilaksanakan tiap tahun sebagai bentuk aksi kepedulian dan keprihatinan dunia terhadap penyebaran dan penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat. 

Disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Petrus Reinhard Golose pada Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional 2023 di GWK, Kabupaten Badung, Bali, Senin (26/6/2023) malam, jumlah pengguna narkotika di dunia sebesar 284 juta orang pada rentang usia 15 hingga 64 tahun. Data berdasarkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) World Drug Report 2022.(detik.com, 26 Juni 2023). 

Di Indonesia sendiri prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang. Terdapat 768 kasus penyalahgunaan narkoba 2022-19 Maret 2023, dengan tersangka sebanyak 1.209 orang.(kompas.id, 25 Maret 2023) 

Meskipun telah banyak kasus narkoba yang telah terungkap, tetapi ada hal yang patut disayangkan. Banyak napi narkoba yang tetap berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Sebagaimana disampaikan oleh ketua BNN dalam acara yang sama.

Lembaga pemasyarakatan sejatinya adalah tempat yang menjadi wadah dalam membina para pelaku kejahatan agar mereka jera, menyesali perbuatannya, tidak mengulang kesalahan dan berkomitmen menjadi manusia yang lebih baik. Akan tetapi, kenapa di lapas masih tetap bisa tumbuh subur kejahatan? Di penjara terkurung terhukum, tetapi bisa mengendalikan bisnis narkoba, bahkan sampai skala dunia. 

Nama Freddy Budiman masih belum hilang dalam ingatan. Dilansir dari laman kompas.tv, 25 Mei 2022 bandar narkoba yang berulang kali tertangkap karena peredar narkoba ini mengaku mengendalikan peredaran dan transaksi narkoba dari dalam jeruji besi. Ia mengoordinir teman dari beberapa lapas dan menghubungi jaringannya di luar negeri. Akhirnya ia dieksekusi mati pada juli 2016.

Begitu lemah dan burukkah sistem sanksi yang ada di negara kita??

Bisnis di Lapas

Banyak praktik-praktik nakal di lapas yang tidak hanya dilakukan oleh para narapidana, tetapi juga oknum-oknum di sana. 

Fenomena sel nyaman bukan kali pertama kita dengar, sebagaimana sel mewah para napi koruptor di Lapas Sukamiskin pada 2019 silam. Di dalamnya, kamar Setya Novanto terpidana korupsi e-KTP memiliki fasilitas mewah. 

Kemudian ada Artalyta Suryani, terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunakwan yang menikmati fasilitas mewah selama menghuni Rutan Pondok Bambu.

Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Bandung (Kebonwaru) juga menjadi sorotan warganet setelah muncul foto-foto narapidana (napi) bersantai di sel nyaman. Akhirnya, setelah dilakukan sidak dan penertiban, pihak lapas mengatakan kecolongan. 

Ini cukup menjadi bukti buruk dan bobroknya sistem sanksi yang ada di negara kita. Ini ditengarai sebagai praktik bisnis yang dilakukan pegawai ataupun terpidana dalam lapas. Terdapat fasilitas khusus yang dijual belikan kepada mereka yang mempunyai uang. 

Adanya aturan yang kurang tegas di lapas juga telah menghilangkan tujuan dalam mendidik napi agar jera dan tersadar. Program pemberian grasi atau potongan masa tahanan bagi narapidana, juga menjadikan hukum itu seolah milik mereka yang berkuasa.

Masih ada bisnis lain yang terkesan receh, seperti jual beli makanan, air, rokok, dan lain-lain yang juga dimainkan orang dalam. Ini menambah deret buruknya lembaga pemasyarakatan. 

Di mana letak kesalahannya? Mengapa mereka berbuat demikian? Sangat kecilkah gaji yang mereka dapatkan? Kembali, integritas pegawai lapas dipertanyakan. 

Mencari Akar Masalah

Pemberian sanksi yang kurang tepat dan tegas akan mudah membuka peluang terus berlangsungnya kejahatan. Hukuman mati atau seumur hidup yang diberikan kepada napi narkoba tetap menyisakan celah. Mereka tetap bisa melanjutkan bisnis narkoba dalam lapas. 

Hukuman kurungan minim pembinaan juga menjadikan napi seolah hanya numpang hidup dan menghilangkan beban hidup. Enak tidak kerja, tetapi ada yang memberi makan setiap hari. Ada mereka yang sudah tertangkap, tetapi tidak jadi diproses hukum karena berhasil membeli oknum penegak hukum. Atas nama jaminan, mereka dibebaskan, atau ada yang bebas karena mereka adalah keluarga pejabat atau punya kenalan pejabat. 

Memang begitulah sistem sanksi di negara kita yang terkesan tidak efektif dan bisa menimbulkan masalah baru. Sehingga, perlu banyak pembaharuan dan perubahan yang menyeluruh, mulai dari hal yang asasi dengan memilih alternatif sistem yang lebih bagus.

Alternatif Solusi

Saya lebih tertarik dengan solusi Islam. Islam mempunyai pandangan yang kompleks dan tegas bagi pengguna dan pengedar narkoba.

Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah saw. bersabda;

"Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat." ( HR. Ibnu Majah no 2340, Ad Daruquthni 3:76, Al Baihaqi 6:69, Al Hakim 7:66)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah Islam memandang narkoba adalah haram. Pemakai atau yang mengedarkan juga sama-sama dihukumi haram. Apabila dikerjakan, akan mendatangkan dosa. Dalam hal ini, negara akan memberikan sanksi yang tepat sesuai berat dan ringannya kejahatan. Ini dapat memberi efek jera bagi pelakunya serta orang lain yang menyaksikan, sebagaimana fungsi sanksi dalam Islam, yaitu sebagai pencegah dan penebus dosa.

Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. 

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru, beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, apalagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.

Dalam Islam, terdapat pembinaan dan edukasi yang dilakukan kepada seluruh masyarakat, yaitu dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan individu. Penanaman akidah bisa di sekolah, majelis ilmu dan forum umum lainya, menyampaikan hukum narkoba dalam Islam, bahaya, dan efeknya dalam kehidupan. 

Peran kontrol masyarakat pun senantiasa ada dan dilakukan dengan suka cita. Ini sebagai ladang amat ma'ruf nahi munkar dengan saling mengingatkan dalam ketaatan, kebaikan, dan kesabaran. 

Selain itu, Islam mempunyai penegak hukum yang berintegritas tinggi, beriman, dan bertakwa. Mereka menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas mengharap rida Allah Swt. sehingga tidak mudah tergiur dengan iming-iming harta dan tahta. Ini sebagimana kisah qsdhi Suraih yang adil. 

Negara dalam hal ini kepala negara mempunyai beban amanah yang sangat penting karena tugas seorang kepada negara adalah riayah suunil ummah yaitu menggurusi seluruh urusan umat. Negara akan mengerahkan segenap kemampuan dan memberdayakan setiap lembaga negara untuk memperbaiki kualitas individu dengan penanaman akidah, melibatkan kontrol masyarakat, dan memberikan pelayanan umat dalam segala hal. Negara juga akan memilih pejabat yang kompeten dan amanah, memberi gaji dan fasilitas yang cukup, serta memberlakukan sistem sanksi sesuai hukum Islam secara tegas tanpa pilih kasih. 

Dengan Islam, kasus bisnis dalam lapas oleh napi ataupun oleh pegawai lapas, juga kasus-kasus penyelewengan lainya tidak akan pernah ada. Bahkan, kasus kejahatan pun akan sangat terbatas jumlahnya. Semua itu hanya bisa terjadi ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara. Semoga nanti kita bisa. 

Wallahu Alam Bishsawab.

Oleh: Ummu Fatimah, S. Pd.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 31 Januari 2023

Narkoba Mengancam Generasi Penerus Bangsa

Tinta Media - Artis Revaldo ditangkap untuk ketiga kalinya dalam kasus narkoba. Aktor sinetron "Ada Apa dengan cinta" pada zamannya itu diamankan di Polda Metro Jaya usai ditangkap di apartement Green Pramuka City Jakarta Pusat pada Selasa. (10/1/2023)

Penangkapan Revaldo berawal dari adanya informasi dari masyarakat yang menyampaikan bahwa tempat kejadian perkara kerap digunakan sebagai tempat penyalahgunaan narkoba.

Dari hasil interogasi, tersangka menyatakan bahwa narkotika jenis sabu diperoleh dari seorang yang bernama Tia dan ganja tersebut diperoleh dari seseorang yang bernama Guntur.

Revaldo merupakan residivis di kasus yang sama dan sudah tiga kali mendekam di balik jeruji. Dua di antaranya adalah kasus penyalahgunaan narkoba dan ini merupakan penangkapan yang ketiga kalinya.

Dampak negatif narkoba itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan, baik secara mental ataupun fisik, mulai dari penangkapan dan berurusan dengan penegak hukum.

Adapun dampak narkoba secara langsung bagi kejiwaan antara lain bisa menyebabkan depresi mental, gangguan jiwa berat, bunuh diri, hingga melakukan tindak kejahatan, kekerasan, dan pengerusakan. Sedangkan dampak secara  langsung terhadap kesehatan fisik antara lain berupa gangguan pada jantung, hemoprosik, traktur urinarius, otak, tulang, pembulu darah, endorim, kulit, sistem saraf, paru-paru, sistem pencernaan, lalu dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, hepatitis, herpes, TBC dll.

Meningkatnya kasus narkoba setiap tahunnya sungguh mengiris hati. Apalagi yang menjadi target dan sasaran dari narkoba adalah generasi muda milenial.

Kalau kita telisik lebih jauh, sebenarnya sumber utamanya adalah penerapan sistem kapitalis sekuler dalam masyarakat. Ide sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat generasi muda bertindak tanpa memperhatikan hukum syara'. Mereka hanya berpikir bagaimana caranya untuk memuaskan nafsu dan kesenangan semata. Jiwa mereka kosong dan hati mereka jauh dari Islam.  

Satu-satunya solusi yang mendasar dan menyeluruh terhadap masalah narkoba yang menggurita adalah dengan kembalinya kepada Islam dan menerapkan secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Maka dari itu, kita harus mencampakkan sistem impor dari asing, yaitu kapitalisme dan sekularisme yang telah nyata terbukti kebobrokannya dan biang munculnya setiap masalah.
Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Lina Marlina
Ummahat Peduli Umat

Narkoba Mengancam Generasi Penerus Bangsa

Tinta Media - Artis Revaldo ditangkap untuk ketiga kalinya dalam kasus narkoba. Aktor sinetron "Ada Apa dengan cinta" pada zamannya itu diamankan di Polda Metro Jaya usai ditangkap di apartement Green Pramuka City Jakarta Pusat pada Selasa. (10/1/2023)

Penangkapan Revaldo berawal dari adanya informasi dari masyarakat yang menyampaikan bahwa tempat kejadian perkara kerap digunakan sebagai tempat penyalahgunaan narkoba.

Dari hasil interogasi, tersangka menyatakan bahwa narkotika jenis sabu diperoleh dari seorang yang bernama Tia dan ganja tersebut diperoleh dari seseorang yang bernama Guntur.

Revaldo merupakan residivis di kasus yang sama dan sudah tiga kali mendekam di balik jeruji. Dua di antaranya adalah kasus penyalahgunaan narkoba dan ini merupakan penangkapan yang ketiga kalinya.

Dampak negatif narkoba itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan, baik secara mental ataupun fisik, mulai dari penangkapan dan berurusan dengan penegak hukum.

Adapun dampak narkoba secara langsung bagi kejiwaan antara lain bisa menyebabkan depresi mental, gangguan jiwa berat, bunuh diri, hingga melakukan tindak kejahatan, kekerasan, dan pengerusakan. Sedangkan dampak secara  langsung terhadap kesehatan fisik antara lain berupa gangguan pada jantung, hemoprosik, traktur urinarius, otak, tulang, pembulu darah, endorim, kulit, sistem saraf, paru-paru, sistem pencernaan, lalu dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, hepatitis, herpes, TBC dll.

Meningkatnya kasus narkoba setiap tahunnya sungguh mengiris hati. Apalagi yang menjadi target dan sasaran dari narkoba adalah generasi muda milenial.

Kalau kita telisik lebih jauh, sebenarnya sumber utamanya adalah penerapan sistem kapitalis sekuler dalam masyarakat. Ide sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat generasi muda bertindak tanpa memperhatikan hukum syara'. Mereka hanya berpikir bagaimana caranya untuk memuaskan nafsu dan kesenangan semata. Jiwa mereka kosong dan hati mereka jauh dari Islam.  

Satu-satunya solusi yang mendasar dan menyeluruh terhadap masalah narkoba yang menggurita adalah dengan kembalinya kepada Islam dan menerapkan secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Maka dari itu, kita harus mencampakkan sistem impor dari asing, yaitu kapitalisme dan sekularisme yang telah nyata terbukti kebobrokannya dan biang munculnya setiap masalah.
Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Lina Marlina
Ummahat Peduli Umat

Sabtu, 21 Januari 2023

Narkoba Merusak Segalanya

Tinta Media - Kasus penyalahgunaan narkoba sudah marak di mana-mana. Baru-baru ini, seorang artis yang dikenal sebagai pemeran Rangga dalam serial AADC (Ada Apa dengan Cinta), yaitu Revaldo kembali ditangkap polisi karena kasus narkoba. Pemilik nama asli Revaldo Fifaldi Surya Permana ini ditangkap polisi pada Kamis, 12 Januari 2023. Ini bukan kali pertama ia ditangkap polisi, melainkan sudah kali ke tiga karena kasus yang sama.

Sudah beberapa kali masuk penjara sepertinya tidak membuat efek jera bagi dirinya. Begitu pun dengan pecandu atau para pengguna lainnya, bahkan pengedar sendiri pun seolah sudah tak ada kekhawatiran ketika mereka tertangkap polisi dan dipenjarakan. 

Maraknya penggunaan narkoba di tengah-tengah masyarakat, termasuk di kalangan artis dan para generasi muda, berawal dari salahnya pemahaman tentang penggunaan narkoba. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Tolak ukur seorang muslim ketika hendak melakukan atau memakan sesuatu harus berlandaskan atas halal dan haram. 

Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 168, yang artinya:

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”

Hadis dari Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309).

Maka, atas dasar ini, jelas bawah narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fiqih, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).

Begitulah ketika kita hidup di zaman sekuler seperti sekarang ini, yaitu zaman memisahkan agama dari kehidupan. Maka, bukan lagi standar halal dan haram yang menjadi tolak ukur, melainkan kesenangan, untung rugi, dan asas manfaat. Selain itu, sistem sekuler memunculkan kehidupan yang individualis sehingga meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. 

Narkoba akan merusak generasi muda dan segalanya. Bagaimana tidak, ketika seseorang sudah terjerat dengan narkoba, fisik dan psikisnya menjadi rusak. Tak sedikit pengguna narkoba sampai bertindak kejahatan, kekerasan, dan perusakan. Bisa kita bayangkan betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka tersandung kasus narkoba. Akal dan fisik mereka rusak, bahkan psikis mereka pun bermasalah. Padahal, kita mengetahui bahwa generasi muda adalah generasi penerus peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam. 

Namun sayang seribu sayang, akibat narkoba, generasi muda saat ini menjadi lemah dan tidak bisa menjadi garda terdepan di perjuangan Islam. 

Ini berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Sistem Islam (khilafah) menjadikan hukum syara sebagai tolak ukur kaum muslimin dalam melakukan suatu perbuatan. Sesuatu yang haram untuk dikonsumsi, seperti narkoba, akan dilarang beredar luas. 

Untuk memastikan agar narkoba tidak beredar luas di masyarakat, negara memberlakukan patroli oleh polisi. Aparat juga akan menjaga perbatasan, baik di darat, di laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang masuk ke wilayah khilafah. Begitu pun aparat keamanannya, dipilih dari orang-orang pilihan yang bukan hanya mampu, tetapi juga bertakwa. Dengan demikian mereka tidak akan tergiur untuk menjadi sindikat peredaran narkoba. 

Khilafah pun akan memberikan sanksi tegas terhadap pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah ta’zir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi, misalnya di penjara, dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir bagi pengedar dan produsen narkoba hukumannya lebih berat daripada pengguna, bahkan bisa jadi dihukum mati. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berjuang agar Islam segera diterapkan di tengah-tengah umat, Allahu akbar 
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Wanti Ummu Nazba 
Muslimah Peduli Umat 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab