Tinta Media: Narkoba
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Januari 2023

Narkoba Merajalela, Generasi Semakin Terancam

Tinta Media - Polda Metro Jaya kini kembali menangkap aktor Revaldo Fifaldi untuk ketiga kalinya terkait penyalahgunaan narkoba. Ia pun resmi ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya. 

Selain itu, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya bersama jajaran Bea Cukai telah berhasil mengagalkan penyelundupan sabu. Diketahui bahwa sabu yang diselundupkan ialah sabu cair jenis baru sebanyak 1,3 liter dan akan diedarkan pada malam tahun baru.

Pemberitaan di media terkait narkoba ini tentu meresahkan masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2019 mengalami kenaikan 0,03%  dibandingkan 2017. Dengan kata lain, pada 2019 tercatat ada 3,6 juta pengguna narkoba, 63% di antaranya pengguna ganja. Dari angka 3,6 juta pengguna narkoba, 70% di antaranya adalah usia produktif, yakni 16-65 tahun. Dari 70% tersebut, 27% adalah pelajar.   

Tak hanya itu, kejahatan narkoba dan psikotropika menembus angka 15.455 di tahun 2022. Bahkan, Bareskrim Polri juga menyebut kejahatan karena narkoba menempati kejahatan tertinggi setelah kasus pencurian.

Masyarakat tentu mengetahui dampak negatif dari narkoba. Gangguan kesehatan sudah pasti menjadi taruhan jika bersinggungan dengan barang haram tersebut. Gangguan fungsi ginjal, jantung, saraf, otak, hingga kematian. 

Selain sisi kesehatan, transaksi dan jaringan narkoba itu sendiri merupakan tindakan kriminal. Maka dari itu, narkoba jelas dikatakan sebagai sumber kejahatan. 

Tak bisa dimungkiri, di sistem kapitalis saat ini bisnis barang haram bisa menjanjikan pundi-pundi rupiah yang menggiurkan. Bahkan, tak ragu mereka menghalalkan berbagai cara demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. 

Kejahatan narkoba juga seringkali melibatkan komponen masyarakat, mulai dari oknum polisi, TNI, pelajar, masyarakat umum hingga pejabat. Tak jarang, oknum polisi dijadikan tameng perdagangan narkoba. 

Akhirnya, hal ini menjadikan narkoba kian sulit diberantas. Apalagi di bawah sistem kapitalis saat ini yang memandang segala sesuatu dari perspektif materi dengan asas manfaat. Hal tersebut malah melanggengkan perdagangan narkoba di Indonesia. 

Bisa dibayangkan bagaimana masa depan generasi muda jika barang haram tersebut masih diperdagangkan dengan bebas. Seperti apa nasib bangsa ini jika generasi muda terjerat narkoba? Sunguh sangat mengkhawatirkan. 

Pemberantasan Narkoba Tugas Bersama

Sebagai bagian dari masyarakat, sudah semestinya kita peduli dengan kondisi generasi muda hari ini. Tak bisa generasi muda ini dibiarkan dan dihancurkan dengan narkoba. Ibarat gunung es, pergaulan dan lingkungan seolah baik-baik saja. Perlahan tetapi pasti, narkoba bisa melibas siapa saja.

Sebagai agama rahmatan lil 'alamiin, Islam memiliki aturan tersendiri dalam menyelesaikan berbagai persoalan, mulai dari pendekatan akidah hingga sanksi tegas bagi pengguna maupun pengedar barang haram tersebut. Dengan sangat tegas, Islam menerapkan aturan yang sangat sempurna dan paripurna.

Dalam tulisan K.H. M. Shiddiq al-Jawi yang berjudul “Hukum Seputar Narkoba dalam Fiqih Islam” disebutkan bahwa sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir. Hukuman ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi (hakim) dalam sistem pemerintahan Islam, misalnya dipenjara, dicambuk, dan lain-lain.

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya, berat atau ringan. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Hukuman itu juga tentu berbeda bagi pengedar narkoba, atau bahkan bagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).

Selain dalam bentuk sanksi, sistem Islam juga  akan menjaga generasi muda dan masyarakat pada umumnya dengan akidah yang kuat sehingga mereka akan mengaitkan setiap aktivitas dengan tolak ukur halal dan haram. Mereka akan berpikir berkali-kali sebelum berbuat.

Sedemikian tegasnya  Islam menyelesaikan masalah narkoba dengan sanksi yang tegas, sehingga bisa memberikan efek jera bagi siapa pun yang terlibat dalam kejahatan narkoba. Hal tersebut akan menjadikan generasi ini akan sangat terjaga dari berbagai hal yang akan menimbulkan kejahatan dan kerugian, serta menjadi generasi harapan sebagai tonggak peradaban. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Eli Yulyani 
Ummahat Peduli Umat

Minggu, 30 Oktober 2022

Narkoba Menjerat Aparat, Kepada Siapa Rakyat Berharap?

Tinta Media - Miris, narkoba kian merajalela. Padahal, narkoba memberikan dampak buruk bagi masyarakat, termasuk generasi penerus negeri. Masyarakat jelas punya harapan besar agar pemberantasan narkoba di negeri ini bisa tuntas hingga ke akar-akarnya. Ironisnya, harapan tersebut tampak jauh dari kenyataan. Sebab, ternyata banyak aparat penegak hukum yang justru terlibat di dalamnya.

Dilansir dari Republika.co.id, bahwa penyidik Polda Metro Jaya menetapkan 11 orang sebagai tersangka terkait kasus peredaran gelap narkoba jenis sabu-sabu. Lima dari 11 tersangka tersebut adalah anggota aktif Polri, yakni Irjen Pol Teddy Minahasa, AKBP D yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Kapolsek Kalibaru Kompol KS , personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Metro Jakarta Barat Aiptu J, dan personel Polsek Kalibaru Aipda A. (14/10/2022)

Sungguh kontradiktif. Aparat kepolisian yang sejatinya menjadi pengayom, pelindung, teladan, dan penegak hukum bagi masyarakat agar terbebas dari bahaya narkoba, nyatanya justru terjerat sendiri. Jika narkoba telah menjerat aparat penegak hukum, lalu kepada siapa lagi masyarakat menggantungkan harapan?

Fakta tersebut semakin menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba secara tuntas hanyalah sebuah ilusi yang mustahil dapat terealisasi. Sebab, paradigma masyarakat masih menerapkan sistem kapitalis sekuler yang berorientasi pada keuntungan materi, kepuasan jasmani, dan kebebasan individu, tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Sebab, agama hanya dianggap sebagai ranah individu yang tak diatur oleh negara. 

Pada kasus di atas, diduga Irjen Pol Teddy Minahasa meminta barang bukti 10 kilogram sabu-sabu kepada seorang Kapolres. Lalu, dia menjual 5 kilogram sabu-sabu tersebut kepada seorang ‘Mami’ dengan harga Rp300 Juta. Namun naas, ‘Mami’ tertangkap oleh Polisi. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasilnya berujung kepada Irjen Pol Teddy Minahasa. (Tvonenews.com, 14/10/22)

Ya, kenikmatan sesaat berupa keuntungan materi duniawi telah membutakan mata aparat penegak hukum sehingga rela menggadaikan kehormatan diri dan institusinya. Amanah yang seharusnya dilaksanakan pun terabaikan. Kepercayaan dan harapan masyarakat turut dipertaruhkan.

Paradigma kapitalisme jelas berbeda dengan Islam. Dalam Islam, tolak ukur setiap perbuatan adalah halal haram, sehingga akan berbuat atas dasar keimanan terhadap Allah, bukan atas dasar manfaat atau materi. Dalam hal menjaga amanah pun hukumnya wajib bagi setiap individu muslim.

Rasulullah bersabda yang artinya: “Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang bagi yang tidak memenuhi janji." (HR Ahmad 11975).

Harapan pemberantasan narkoba secara tuntas hanya dapat diwujudkan apabila aparat juga taat dan menegakkan hukum dengan adil. Hal tersebut dapat terwujud hanya dalam penerapan seperangkat hukum dari Allah, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemberian sanksi yang tegas dan memberikan efek jera.

Sebab, dalam Islam akan ditegakkan tiga pilar, yakni keimanan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara. Ketiga pilar tersebut wajib ada dan diterapkan secara komprehensif agar dapat memberantas setiap kejahatan, termasuk narkoba secara tuntas. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Masalah Sosial

Narkoba Marak, Pemberantasan Jauh dari Harapan

Tinta Media - Belum usai kasus Sambo, kini institusi polri kembali mendapat sorotan. Teddy Minahasa, Kapolda Sumatera Barat tersandung kasus penjualan nakoba. Narkoba sitaan itu dia jual kepada seorang mami, pemilik diskotek sebanyak 5 kg dengan harga 300 juta. Mami pemilik diskotek itu tertangkap polisi. Setelah diusut, hasilnya berujung kepada Teddy Minahasa.

Sebelumnya, Teddy Minahasa yang baru saja ditunjuk sebagai Kapolda Jatim sempat berpidato kepada jajaran bawahnya.

”Berhati-hatilah Saudara dalam melakukan tugas, jangan gegabah, jangan pamrih. Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi.”

Pidato yang disampaikan Teddy tidak mencerminkan perilakunya. Kini, Teddy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan narkoba. Ia dijerat pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2), juncto pasal 132 ayat (1), juncto pasal 55 UU 35/2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukaman mati dan penjara minimal 20 tahun.

Sudah jadi rahasia umum, beberapa oknum aparat menjadi backing penjualan narkoba dan perjudian. Kasus Teddy, hanyalah satu kasus yang terungkap di antara banyak kasus yang tersembunyi. 

Aparat seharusnya menjadi pihak pertama yang memberantas kejahatan. Namun, kini malah banyak oknum aparat yang merajalela menyelewengkan jabatan. Pangkat berbintang, prestasi berderet ternyata tidak mampu menjamin kredibilitas seseorang.

Berdasarkan catatan polri, anggota kepolisian yang terlibat narkoba dari tahun ke tahun terus bertambah. Pada 2018 ada 297 orang yang terserat kasus narkoba. Jumlahnya semakin bertambah menjadi 515 orang pada 2019. Kemudia pada 2020, Polri telah memecat 113 anggotanya karena terlibat pelanggaran berat. Sepanjang 2021, menurut catatan IPW, sebanyak 352 anggota polri dijatuhi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH).

Banyaknya kasus yang terjadi di lembaga Polri. Ini dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap polri. Seandainya hanya terjadi pada satu atau dua oknum, maka masalah ini hanya terletak pada individunya saja. Namun, faktanya bukan satu atau dua oknum, tetapi sudah mencapai ratusan orang. Ini menunjukkan bahwa persoalan tersebut adalah persoalan sistemik, yaitu persoalan yang timbul akibat sistem kehidupan yang diterapkan.

Bertepatan dengan kabar Teddy, pada 14/10/2022, Presiden Jokowi berpidato tentang pembenahan di lembaga Polri. Daftar pesoalan yang perlu dibenahi di lembaga Polri yang disampaikan Pak Jokowi, ada beberapa poin yaitu: (1) gaya hidup, (2) tindakan sewenang-wenang, (3) pelayanan masyarakat, (4) soliditas, (5) jangan gamang, apalagi cari selamat, (6) membersihkan judi daring (7) komunikasi publik harus baik.

Apakah arahan tersebut mampu membenahi Polri? Mungkinkah harapan Indonesia bebas judi dan narkoba terwujud? 

Kita melihat banyaknya aparat yang terlibat, juga Undang-undang pidana menangani. Namun, seolah semuanya tidak mampu menghentikan kriminalitas perjudian dan narkoba. 

Salah satu batu sandungan yang menjadi penghalang pemberantasan narkoba, perjudian, dan krimnalitas lainnya adalah hukum Indonesia yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu. Faktor penyebabnya juga dari penerapan sistem yang diterapkan, sehingga membolehkan perubahan hukum. 

Misalnya penghapusan pengetatan remisi koruptor yang tercantum pada PP Nomor 99 tahun 2012 oleh Mahkamah Agung. Akibat putusan itu, pemberian remisi koruptor, bandar narkoba, dan terorisme pun kembali sesuai PP 32/1999. Hal ini menjadi pertanyaan tentang keseriuasan pemerintah dalam memberantas kriminalitas narkoba dan korupsi. (Detiknews 09/09/22)

Islam adalah sistem kehidupan yang paripurna. Tidak hanya mengatur aspek ibadah, Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama manusia. 

Narkoba dan Judi pun ada aturannya di dalam sistem Islam. Dalam Islam, narkoba dan judi adalah sesuatu yang diharamkan, sebagaimana dalam firman Allah Swt.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90)

Adapun narkoba, ada perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan,

“Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” 

Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. 

Dampak narkoba pun sangat berbahaya bagi masyarakat. Paling mudah kita dapati adalah dampaknya merusak akal dan jiwa. Sedangkan dampak panjangnya adalah merusak masa depan generasi. Untuk itu, perlu ada penanganan dan sanksi yang tegas terhadap pelaku narkoba.

Islam adalah agama sekaligus jalan hidup bagi seorang muslim. Seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai pemikiran dan tingkah lakunya. Maraknya narkoba hari ini adalah akibat penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan kehidupan manusia dari agama. 

Kapitalisme sukses menciptakan manusia-manusia yang berorientasi materi tidak takut terhadap sanksi dunia dan akhirat. Walhasil, kita melihat negara yang menerapakkan sistem kapitalisme-sekuler melahirkan pribadi-pribadi yang ambisus meraih kesenangan dunia dengan segala cara. 

Senada dengan pidato Pak Jokowi tentang pembenahan Polri pada point gaya hidup,
Jalan hidup Islam menciptakan masyarakat yang bertakwa. 

Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan individual. 
Dengan sistem yang seperti ini, lahirlah aparat-aparat yang bertakwa yang takut kepada Allah, bahkan menjadi orang yang paling bertakwa tengah-tengah masyarakat. Ini karena aparatlah yang menjadi penegak hukum yang pertama.

Setiap perilaku yang dibuat, ia akan sadar bahwa Allah mengawasinya. Di Akhirat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat. Beda halnya dengan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan agama dari ranah kehidupan.

Sanksi tegas juga hadir dalam memberantas narkoba. Aturan Islam tidak bisa diubah seingin penguasa yang berkuasa. Ini karena ketetapan membuat hukum hanya pada Allah.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-An’am ayat 57, 

"In al-hukmu illâ lilLâh. Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah Swt. 

Allah yang berhak menetapkan halal dan haram. Hukum di dalam Islam tidak bisa dibuat tawar-menawar, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan efek takut berbuat yang sama bagi masyarakat yang menyaksikan. 

Sanksi bagi penjual dan pemakai narkoba berupa hukuman ta’zir., Yaitu hukuman yang kadar dan ketentuannya ditentukan oleh hakim atau khalifah. Kadarnya berbeda-beda. Ada yang berupa hukumann penjara, cambuk, bahkan hukuman mati.

Solusi-solusi yang dihadirkan Islam tidak akan tegak di atas negara yang menjadikan sekulerisme sebagai asas negaranya. Solusi ini hanya bisa tegak di atas negara yang menerapkan pemerintahan berdasarkan sistem Allah, yaitu khilafah.

Oleh: Ayu Syahfitri
Sahabat Tinta Media

Jumat, 21 Oktober 2022

Polisi Terlibat Narkoba, Pengamat: Ada Proses Pembusukan Akut (Serious Decay) di Tubuh Kepolisian

Tinta Media - Menanggapi kasus polisi yang terlibat narkoba, Pengamat Politik Islam, Dr. Riyan, M.Ag. menilai bahwa terjadi pembusukan akut (serious decay) di tubuh kepolisian.

"Hal ini menunjukkan sedang ada proses pembusukan akut (serious decay) yang sedang terjadi di tubuh kepolisian, dimana aparat dan gerombolannya terlibat dalam jaringan kejahatan," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (17/10/2022).

Menurutnya, ini kasus susulan setelah kasus Ferdi Sambo dan tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan. "Menyusul kasus perilaku aparat dengan gas air mata di Kanjuruhan dan kasus Sambo," imbuhnya.

Ini adalah ironi terbesar, kata Riyan, yakni aparat penegak hukum justru terlibat pada jaringan kejahatan yang seharusnya diberantas.

Ia juga menilai bahwa berbagai kasus yang terjadi pada polisi, bukanlah kasus individu, akan tetapi mencerminkan problem institusional.

"Melihat gejala perilaku yang menyimpang pada polisi dari berbagai sisi kuantitatif dan kualitatif, yang tersirat dan tersurat dari semuanya itu mengarah pada bukan sekadar problem oknum polisi saja, tapi sudah mencerminkan problem institusional polri," jelasnya

Melihat berbagai kasus yang terjadi, lanjutnya, sudah melibatkan perwira tinggi, maka seharusnya dilakukan evaluasi komprehensif terhadap kepolisian baik dari sisi institusi maupun kualitas SDM. Sejak proses rekrutmen, pembinaan, promosi dan penugasan.

Sebagai pengamat, ia juga mengatakan bahwa masyarakat harus berpartisipasi dalam mengawasi dan mengontrol proses evaluasi. Agar sesuai dengan yang diharapkan.

"Masyarakat harus terus mengawasi dan mengontrol proses evaluasi komprehensif itu, sehingga benar-benar akan didapatkan hasil yang diharapkan. Apakah serius atau hanya tambal sulam-pencitraan," tandasnya.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ujar Riyan, polisi (syurthah), adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan penerapan syariah Islam di dalam negeri, di semua aspek kehidupan.

Terakhir, ia menegaskan bahwa kepolisian merupakan fungsi keamanan, yang mesti fokus dalam menegakkan hukum. "Kepolisian adalah merupakan fungsi keamanan bukan pertahanan (militer) yang berada dibawah departemen keamanan dalam negeri.Tidak langsung di bawah khalifah. Sehingga kewenangan polisi dalam Islam adalah fokus penegakan hukum, bukan melebar," pungkasnya. [] Nur Salamah

Kamis, 20 Oktober 2022

Irjen Teddy Tersangka, IJM: Ada Mafia Narkoba di Tubuh Polri?

Tinta Media - Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan bahwa mencuat anggapan adanya mafia narkoba di tubuh Polri usai penangkapan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa yang batal menjabat menjadi Kapolda Jawa Timur karena diduga terjerat kasus narkoba.

"Keterlibatan Kasatnarkoba ini menunjukkan adanya indikasi mafia narkoba di tubuh kepolisian, karena kejahatan ini tak mungkin dilaksanakan oleh pelaku tunggal. Maka, Kapolri Jenderal Prasetyo Sigit Prabowo harus mendalami keterkaitan jaringan narkoba yang ada. Sebab tidak mungkin seorang jenderal hanya sebagai pemakai tanpa mengetahui jaringan pemasok atau bandar narkoba tersebut," tutur pengamat kebijakan publik dalam program Aspirasi Rakyat: Irjen Teddy Tersangka,Polri Masih Bisa Dipercaya? di kanal Justice Monitor, Sabtu (15/10/2022).

Ia pun membeberkan berdasarkan catatan Polri, anggota korps Bhayangkara yang menjadi pemakai bahkan pengedar narkoba terus naik dari tahun ke tahun. Selama 3 tahun terakhir sejak 2018 anggota kepolisian terlibat kasus narkoba tak pernah kurang dari 100. Pada 2018, polisi yang terseret kasus narkoba mencapai 297 orang. Jumlah tersebut naik sekitar dua kali lipat pada 2019 menjadi 515 orang. Pada tahun ini juga dikabarkan oleh media ada temuan 136 anggota polisi yang menjadi pecandu narkoba.

"Perkara narkoba jelas sistemis karena melibatkan cukup banyak oknum anggota kepolisian. Selama peredaran narkoba melibatkan oknum penegak hukum, kasus narkoba mustahil bisa diberantas tuntas," simpulnya.

Pengamat dari Indonesia Justice Monitor pun menjelaskan bahwa masalah narkoba seolah menjadi lingkaran setan yang sulit diputus.

"Belum lagi terkait keuntungan yang sangat besar menjadi pilihan menggiurkan bagi mereka yang kesulitan ekonomi. Kesempatan menjadi pemakai ataupun pengedar narkoba terbuka lebar bagi individu yang tidak bertakwa khususnya penegak hukum yang minim iman. Apalagi jika sanksi negara tidak jua memberikan efek jera," paparnya.

Ia pun mengatakan bahwa jika narkoba merupakan masalah sistemis yang juga menjadi ancaman serius bagi institusi kepolisian, solusinya pun harus sistemis yakni mencabut masalah narkoba hingga ke akar-akarnya. 

"Hal ini dimulai dengan mewujudkan ketakwaan individu, kontrol masyarakat hingga negara yang menegakkan aturan beserta sanksi yang tegas. Sekedar menempuh jalan rehabilitasi dan pembinaan bagi anggota polisi yang terkena narkoba tampaknya tidak akan berefek positif bagi sisi kepolisian," imbuhnya.

Ia pun memaparkan bahwa rusaknya suatu institusi tentu tidak lepas dari sistem yang diterapkan yakni kapitalisme. Sulit untuk memberantas tuntas kasus narkoba karena sistem ini memang membiarkan orang melakukan berbagai cara untuk meraih materi sebanyak-banyaknya, tidak peduli jika harus mengorbankan nyawa. Mafia narkoba sulit tersentuh, peredarannya makin mulus hingga sudah lintas negara serta sindikasi internasional sudah berapa kali tertangkap polisi negeri ini.

"Jadi memperbaiki institusi kepolisian harus berawal dari mengganti sistemnya," tegasnya.[] Lussy

Jumat, 16 September 2022

Saudi Ibu Kota Narkoba Timur Tengah, Pengamat: Ada Problem Sistemik

Tinta Media - Disebutnya Arab Saudi sebagai ibu kota narkoba di Timur Tengah ditanggapi oleh Pengamat Politik Internasional, Hasbi Aswar Ph.D.

“Ini menunjukkan ada problem sistemik yang terjadi di Arab Saudi, dilihat dari segi realitas perdagangan narkotika,” ungkapnya kepada Tinta Media Rabu (14/9/2022).
  
Barang haram ini, menurut Hasbi, memang sudah mendunia dengan bisnis miliaran dolar. Namun, ketika ia masuk ke sebuah negara dengan tingkat konsumsi yang tinggi, maka ini berarti negara tersebut tidak mampu menghadapi tantangan eksternal.

“Saya kira liberalisasi kehidupan di Arab saudi yang terjadi beberapa tahun terakhir ikut menyumbang hal ini dengan masuknya konser artis -artis barat, dan tayangan-tayangan hiburan ala Hollywood,” analisisnya.
 
Di sisi lain, lanjutnya, sistem pendidikan yang ada di Arab Saudi juga perlu dilihat efektifitasnya dalam menghasilkan anak-anak muda yang Islami.
 
Membuka Topeng

Kondisi di atas dinilai oleh Hasbi semakin membuka semua topeng Arab Saudi  yang selama ini ditutupi dengan propaganda pelayan tanah suci.
 
“Selama ini Saudi banyak dikritik karena kedekatannya dengan Amerika Serikat, dan sikap otoriternya di dalam negeri. Saat ini fakta- fakta semakin terbuka lagi berkaitan dengan hubungan dengan Israel, kehidupan masyarakat yang semakin liberal, dan konsumsi obat-obatan terlarang yang semakin meningkat,” bebernya.
 
Ini, kata Hasbi, semakin menunjukkan bahwa siapa pun itu, jika jauh dari Islam akan terpuruk, tak terkecuali Arab Saudi sebagai tempat Islam lahir.
 
“Kembalinya Arab Saudi ke kehidupan jahiliah pra Islam bisa saja terjadi jika Islam terus ditelantarkan sementara gaya hidup tidak Islami terus dibiarkan masuk,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Sabtu, 27 Agustus 2022

Kapolsek Sukodono Positif Narkoba, Siyasah Institute: Ada Persoalan Pembinaan Mental dan Ketaatan pada Hukum


Tinta Media - Pengamanan Kapolsek Sukodono Sidoarjo AKP I Ketut Agus Wardana yang terbukti positif narkoba setelah digerebek Polda Jatim, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menunjukkan ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum.

"Salah satu persoalan besar kepolisian Indonesia adalah pembinaan mental dan ketaatan pada hukum. Kasus pencabulan oleh aparat, narkoba, kekerasan, dan sebagainya. Ini bukti ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum," tegasnya saat wawancara tertulis denganTinta Media, Kamis (25/8/2022).

Menurutnya, hal itu disebabkan tidak menjadikan Islam sebagai dasar aturan dan pembinaan. "Dalam Islam setiap aparat harus kuat akidahnya dan lurus kepribadiannya," imbuhnya.

Iwan menjelaskan banyaknya rekam jejak yang melibatkan pidana aparat kepolisian.   "Merujuk pada data Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, tercatat ada 1.024 kasus sepanjang tahun 2020. Jumlah tersebut naik signifikan dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 677 kasus. Sementara pada 2018, tercatat ada 1.036," bebernya.

Pelanggaran terbanyak lanjutnya, terlihat pada kasus-kasus pelanggaran kode etik kepolisian. "Tercatat pada 2020 ada 2.081 kasus di mana jumlah tersebut meningkat sangat tajam hingga 103,8 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.021 perkara," ujarnya.

Untuk kasus narkoba, Iwan melihat kasus aparat yang kemudian malah menjadi bandar. "Kasus terakhir yang besar adalah Kasat Narkoba Karawang yang malah jadi pemasok ribuan ekstasi ke Bandung. Kita khawatir ini puncak gunung es. Masih banyak di bawah yang belum terungkap," jelasnya.

Iwan menyampaikan ada tiga hal yang menjadi masalah serius sehingga marak polisi yang menjadi pemakai, backing dan pengedar narkoba. "Pertama, pembinaan mental yang tidak jelas. Kedua, gaya hidup hedonisme dan ingin cari uang instan di masyarakat termasuk aparat. Ketiga, sanksi yang terlalu ringan," pungkasnya.[] Nita Savitri

Jumat, 01 Juli 2022

Bebas Narkoba, dengan Solusi Apa?

Tinta Media - Beberapa waktu terakhir, masalah narkoba ramai lagi menjadi pembahasan. Berbicara tentang narkoba, memang tidak ada habisnya. Satu kasus terkuak dan mendapat hukuman, kasus lainnya pun muncul. Tidak bisa terhitung, berapa pesohor negeri ini terjerat kasus narkoba. Beberapa di mereka tidak cukup sekali tertangkap, tetapi bisa lebih dari dua kali. Lalu apakah ada yang salah dengan penanganannya?

Belum menemukan solusi yang tepat dalam menangani masalah narkoba, kini ada wacana pelegalan ganja di Indonesia. Hal ini terjadi setelah beberapa negara melegalkan ganja. Namun, wacana ini langsung dibantah oleh kepala BNN, Jenderal Petrus Reinhard Golose.

“Tidak ada sampai saat ini pembahasan untuk legalisasi ganja. Di tempat lain ada, tetapi di Indonesia tidak ada,” kata Petrus di sela-sela acara peringatan Hari Antinarkotika Internasional (HANI) 2022 di Badung, Bali, Minggu 19 Juni 2022. (Tempo.co.id, 20/06/2022)

Permasalahan narkoba memang bukan hal sepele. Meskipun sudah ada tindakan yang dilakukan pemerintah, seperti rehabilitasi, UU yang mengatur, hukuman, dan lain sebagainya, tetapi sampai saat ini kasus narkoba tidak ada habisnya. Kasus ini bukannya mereda, tetapi semakin marak di berbagai kalangan, terlebih pemuda/pemudi. 

Penerapan sistem serba bebas seperti saat ini menjadi salah satu pemicu hal tersebut. Tak hanya masalah narkoba, tetapi pergaulan bebas, minum-minuman keras, dan lain sebagainya menjadi hal biasa. Terlebih, tindakan pemisahan agama dari kehidupan semakin massif dilakukan. 

Framing “seseorang yang belajar agama secara kaffah dianggap radikal dan antinasionalis” digaungkan di berbagai kalangan, baik dalam ranah pendidikan formal ataupun kehidupan masyarakat. Karena itu, masyarakat semakin jauh dari Islam, pemuda/pemudi semakin mudah terpengaruh oleh tren yang ada, tanpa memperhatikan benar atau tidaknya.

Di lain sisi, pengusutan kasus narkoba tidak dilakukan secara tuntas oleh aparat. Yang menjadi bandar narkoba tak tertangkap. Kasus mudah ditutup, asalkan uang berbicara. Kemudian, rehabilitasi belum tentu menimbulkan efek jera dan UU yang dibuat seakan untuk dilanggar, asalkan uang dan jabatan berbicara.

Sungguh, sistem serba bebas atau liberal seperti ini tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah. Karena itu, diperlukannya individu yang bertakwa, masyarakat yang saling terlibat untuk mengingatkan, dan peran negara dalam menjalankan aturan yang tegas dan menegakkan sanksi yang menimbulkan efek jera. Namun, hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila Islam dijadikan dasar atau landasan dalam mengatur kehidupan. 

Apabila seseorang bertakwa kepada Allah dan memiliki pemahaman yang benar, maka segala perbuatannya disandarkan pada hukum Allah, sehingga terkontrol dan sesuai syariat. Masyarakat pun mempunyai peran penting dalam bagian saling mengingatkan atau amar makruf nahi munkar. Yang paling penting, negara memiliki hukum tegas dan sanksi yang menimbulkan efek jera, tanpa tebang pilih, siapa pun pelakunya.

Dalam Islam, narkoba termasuk kategori haram. Efek halusinasi, mabuk, ataupun fly yang dirasakan pengguna, menjadi dasar sebagian ulama untuk mengategorikan narkoba sebagai barang haram. Karena itu, seseorang akan menjauhinya karena rasa takwanya kepada Allah.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR Muslim)

Apabila terjadi sinkronisasi antara individu, masyarakat, dan negara seperti yang dijelaskan di atas, maka penyalahgunaan narkoba akan bisa dihentikan sehingga tidak ada kejadian yang terulang.

Oleh: Unix Yulia 
Komunitas Menulis Setajam Pena

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab