Tinta Media: Narkoba
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juli 2023

Pengendalian Narkoba dari Lapas, Bukti Buruknya Sistem Sanksi


Tinta Media - Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional dilaksanakan tiap tanggal 26 Juni. Peringatan ini dilaksanakan tiap tahun sebagai bentuk aksi kepedulian dan keprihatinan dunia terhadap penyebaran dan penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat. 

Disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Petrus Reinhard Golose pada Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional 2023 di GWK, Kabupaten Badung, Bali, Senin (26/6/2023) malam, jumlah pengguna narkotika di dunia sebesar 284 juta orang pada rentang usia 15 hingga 64 tahun. Data berdasarkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) World Drug Report 2022.(detik.com, 26 Juni 2023). 

Di Indonesia sendiri prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang. Terdapat 768 kasus penyalahgunaan narkoba 2022-19 Maret 2023, dengan tersangka sebanyak 1.209 orang.(kompas.id, 25 Maret 2023) 

Meskipun telah banyak kasus narkoba yang telah terungkap, tetapi ada hal yang patut disayangkan. Banyak napi narkoba yang tetap berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Sebagaimana disampaikan oleh ketua BNN dalam acara yang sama.

Lembaga pemasyarakatan sejatinya adalah tempat yang menjadi wadah dalam membina para pelaku kejahatan agar mereka jera, menyesali perbuatannya, tidak mengulang kesalahan dan berkomitmen menjadi manusia yang lebih baik. Akan tetapi, kenapa di lapas masih tetap bisa tumbuh subur kejahatan? Di penjara terkurung terhukum, tetapi bisa mengendalikan bisnis narkoba, bahkan sampai skala dunia. 

Nama Freddy Budiman masih belum hilang dalam ingatan. Dilansir dari laman kompas.tv, 25 Mei 2022 bandar narkoba yang berulang kali tertangkap karena peredar narkoba ini mengaku mengendalikan peredaran dan transaksi narkoba dari dalam jeruji besi. Ia mengoordinir teman dari beberapa lapas dan menghubungi jaringannya di luar negeri. Akhirnya ia dieksekusi mati pada juli 2016.

Begitu lemah dan burukkah sistem sanksi yang ada di negara kita??

Bisnis di Lapas

Banyak praktik-praktik nakal di lapas yang tidak hanya dilakukan oleh para narapidana, tetapi juga oknum-oknum di sana. 

Fenomena sel nyaman bukan kali pertama kita dengar, sebagaimana sel mewah para napi koruptor di Lapas Sukamiskin pada 2019 silam. Di dalamnya, kamar Setya Novanto terpidana korupsi e-KTP memiliki fasilitas mewah. 

Kemudian ada Artalyta Suryani, terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunakwan yang menikmati fasilitas mewah selama menghuni Rutan Pondok Bambu.

Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Bandung (Kebonwaru) juga menjadi sorotan warganet setelah muncul foto-foto narapidana (napi) bersantai di sel nyaman. Akhirnya, setelah dilakukan sidak dan penertiban, pihak lapas mengatakan kecolongan. 

Ini cukup menjadi bukti buruk dan bobroknya sistem sanksi yang ada di negara kita. Ini ditengarai sebagai praktik bisnis yang dilakukan pegawai ataupun terpidana dalam lapas. Terdapat fasilitas khusus yang dijual belikan kepada mereka yang mempunyai uang. 

Adanya aturan yang kurang tegas di lapas juga telah menghilangkan tujuan dalam mendidik napi agar jera dan tersadar. Program pemberian grasi atau potongan masa tahanan bagi narapidana, juga menjadikan hukum itu seolah milik mereka yang berkuasa.

Masih ada bisnis lain yang terkesan receh, seperti jual beli makanan, air, rokok, dan lain-lain yang juga dimainkan orang dalam. Ini menambah deret buruknya lembaga pemasyarakatan. 

Di mana letak kesalahannya? Mengapa mereka berbuat demikian? Sangat kecilkah gaji yang mereka dapatkan? Kembali, integritas pegawai lapas dipertanyakan. 

Mencari Akar Masalah

Pemberian sanksi yang kurang tepat dan tegas akan mudah membuka peluang terus berlangsungnya kejahatan. Hukuman mati atau seumur hidup yang diberikan kepada napi narkoba tetap menyisakan celah. Mereka tetap bisa melanjutkan bisnis narkoba dalam lapas. 

Hukuman kurungan minim pembinaan juga menjadikan napi seolah hanya numpang hidup dan menghilangkan beban hidup. Enak tidak kerja, tetapi ada yang memberi makan setiap hari. Ada mereka yang sudah tertangkap, tetapi tidak jadi diproses hukum karena berhasil membeli oknum penegak hukum. Atas nama jaminan, mereka dibebaskan, atau ada yang bebas karena mereka adalah keluarga pejabat atau punya kenalan pejabat. 

Memang begitulah sistem sanksi di negara kita yang terkesan tidak efektif dan bisa menimbulkan masalah baru. Sehingga, perlu banyak pembaharuan dan perubahan yang menyeluruh, mulai dari hal yang asasi dengan memilih alternatif sistem yang lebih bagus.

Alternatif Solusi

Saya lebih tertarik dengan solusi Islam. Islam mempunyai pandangan yang kompleks dan tegas bagi pengguna dan pengedar narkoba.

Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah saw. bersabda;

"Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat." ( HR. Ibnu Majah no 2340, Ad Daruquthni 3:76, Al Baihaqi 6:69, Al Hakim 7:66)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah Islam memandang narkoba adalah haram. Pemakai atau yang mengedarkan juga sama-sama dihukumi haram. Apabila dikerjakan, akan mendatangkan dosa. Dalam hal ini, negara akan memberikan sanksi yang tepat sesuai berat dan ringannya kejahatan. Ini dapat memberi efek jera bagi pelakunya serta orang lain yang menyaksikan, sebagaimana fungsi sanksi dalam Islam, yaitu sebagai pencegah dan penebus dosa.

Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. 

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru, beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, apalagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.

Dalam Islam, terdapat pembinaan dan edukasi yang dilakukan kepada seluruh masyarakat, yaitu dengan memperkuat keimanan dan ketakwaan individu. Penanaman akidah bisa di sekolah, majelis ilmu dan forum umum lainya, menyampaikan hukum narkoba dalam Islam, bahaya, dan efeknya dalam kehidupan. 

Peran kontrol masyarakat pun senantiasa ada dan dilakukan dengan suka cita. Ini sebagai ladang amat ma'ruf nahi munkar dengan saling mengingatkan dalam ketaatan, kebaikan, dan kesabaran. 

Selain itu, Islam mempunyai penegak hukum yang berintegritas tinggi, beriman, dan bertakwa. Mereka menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas mengharap rida Allah Swt. sehingga tidak mudah tergiur dengan iming-iming harta dan tahta. Ini sebagimana kisah qsdhi Suraih yang adil. 

Negara dalam hal ini kepala negara mempunyai beban amanah yang sangat penting karena tugas seorang kepada negara adalah riayah suunil ummah yaitu menggurusi seluruh urusan umat. Negara akan mengerahkan segenap kemampuan dan memberdayakan setiap lembaga negara untuk memperbaiki kualitas individu dengan penanaman akidah, melibatkan kontrol masyarakat, dan memberikan pelayanan umat dalam segala hal. Negara juga akan memilih pejabat yang kompeten dan amanah, memberi gaji dan fasilitas yang cukup, serta memberlakukan sistem sanksi sesuai hukum Islam secara tegas tanpa pilih kasih. 

Dengan Islam, kasus bisnis dalam lapas oleh napi ataupun oleh pegawai lapas, juga kasus-kasus penyelewengan lainya tidak akan pernah ada. Bahkan, kasus kejahatan pun akan sangat terbatas jumlahnya. Semua itu hanya bisa terjadi ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara. Semoga nanti kita bisa. 

Wallahu Alam Bishsawab.

Oleh: Ummu Fatimah, S. Pd.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 31 Januari 2023

Narkoba Mengancam Generasi Penerus Bangsa

Tinta Media - Artis Revaldo ditangkap untuk ketiga kalinya dalam kasus narkoba. Aktor sinetron "Ada Apa dengan cinta" pada zamannya itu diamankan di Polda Metro Jaya usai ditangkap di apartement Green Pramuka City Jakarta Pusat pada Selasa. (10/1/2023)

Penangkapan Revaldo berawal dari adanya informasi dari masyarakat yang menyampaikan bahwa tempat kejadian perkara kerap digunakan sebagai tempat penyalahgunaan narkoba.

Dari hasil interogasi, tersangka menyatakan bahwa narkotika jenis sabu diperoleh dari seorang yang bernama Tia dan ganja tersebut diperoleh dari seseorang yang bernama Guntur.

Revaldo merupakan residivis di kasus yang sama dan sudah tiga kali mendekam di balik jeruji. Dua di antaranya adalah kasus penyalahgunaan narkoba dan ini merupakan penangkapan yang ketiga kalinya.

Dampak negatif narkoba itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan, baik secara mental ataupun fisik, mulai dari penangkapan dan berurusan dengan penegak hukum.

Adapun dampak narkoba secara langsung bagi kejiwaan antara lain bisa menyebabkan depresi mental, gangguan jiwa berat, bunuh diri, hingga melakukan tindak kejahatan, kekerasan, dan pengerusakan. Sedangkan dampak secara  langsung terhadap kesehatan fisik antara lain berupa gangguan pada jantung, hemoprosik, traktur urinarius, otak, tulang, pembulu darah, endorim, kulit, sistem saraf, paru-paru, sistem pencernaan, lalu dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, hepatitis, herpes, TBC dll.

Meningkatnya kasus narkoba setiap tahunnya sungguh mengiris hati. Apalagi yang menjadi target dan sasaran dari narkoba adalah generasi muda milenial.

Kalau kita telisik lebih jauh, sebenarnya sumber utamanya adalah penerapan sistem kapitalis sekuler dalam masyarakat. Ide sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat generasi muda bertindak tanpa memperhatikan hukum syara'. Mereka hanya berpikir bagaimana caranya untuk memuaskan nafsu dan kesenangan semata. Jiwa mereka kosong dan hati mereka jauh dari Islam.  

Satu-satunya solusi yang mendasar dan menyeluruh terhadap masalah narkoba yang menggurita adalah dengan kembalinya kepada Islam dan menerapkan secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Maka dari itu, kita harus mencampakkan sistem impor dari asing, yaitu kapitalisme dan sekularisme yang telah nyata terbukti kebobrokannya dan biang munculnya setiap masalah.
Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Lina Marlina
Ummahat Peduli Umat

Narkoba Mengancam Generasi Penerus Bangsa

Tinta Media - Artis Revaldo ditangkap untuk ketiga kalinya dalam kasus narkoba. Aktor sinetron "Ada Apa dengan cinta" pada zamannya itu diamankan di Polda Metro Jaya usai ditangkap di apartement Green Pramuka City Jakarta Pusat pada Selasa. (10/1/2023)

Penangkapan Revaldo berawal dari adanya informasi dari masyarakat yang menyampaikan bahwa tempat kejadian perkara kerap digunakan sebagai tempat penyalahgunaan narkoba.

Dari hasil interogasi, tersangka menyatakan bahwa narkotika jenis sabu diperoleh dari seorang yang bernama Tia dan ganja tersebut diperoleh dari seseorang yang bernama Guntur.

Revaldo merupakan residivis di kasus yang sama dan sudah tiga kali mendekam di balik jeruji. Dua di antaranya adalah kasus penyalahgunaan narkoba dan ini merupakan penangkapan yang ketiga kalinya.

Dampak negatif narkoba itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan, baik secara mental ataupun fisik, mulai dari penangkapan dan berurusan dengan penegak hukum.

Adapun dampak narkoba secara langsung bagi kejiwaan antara lain bisa menyebabkan depresi mental, gangguan jiwa berat, bunuh diri, hingga melakukan tindak kejahatan, kekerasan, dan pengerusakan. Sedangkan dampak secara  langsung terhadap kesehatan fisik antara lain berupa gangguan pada jantung, hemoprosik, traktur urinarius, otak, tulang, pembulu darah, endorim, kulit, sistem saraf, paru-paru, sistem pencernaan, lalu dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, hepatitis, herpes, TBC dll.

Meningkatnya kasus narkoba setiap tahunnya sungguh mengiris hati. Apalagi yang menjadi target dan sasaran dari narkoba adalah generasi muda milenial.

Kalau kita telisik lebih jauh, sebenarnya sumber utamanya adalah penerapan sistem kapitalis sekuler dalam masyarakat. Ide sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat generasi muda bertindak tanpa memperhatikan hukum syara'. Mereka hanya berpikir bagaimana caranya untuk memuaskan nafsu dan kesenangan semata. Jiwa mereka kosong dan hati mereka jauh dari Islam.  

Satu-satunya solusi yang mendasar dan menyeluruh terhadap masalah narkoba yang menggurita adalah dengan kembalinya kepada Islam dan menerapkan secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Maka dari itu, kita harus mencampakkan sistem impor dari asing, yaitu kapitalisme dan sekularisme yang telah nyata terbukti kebobrokannya dan biang munculnya setiap masalah.
Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Lina Marlina
Ummahat Peduli Umat

Sabtu, 21 Januari 2023

Narkoba Merusak Segalanya

Tinta Media - Kasus penyalahgunaan narkoba sudah marak di mana-mana. Baru-baru ini, seorang artis yang dikenal sebagai pemeran Rangga dalam serial AADC (Ada Apa dengan Cinta), yaitu Revaldo kembali ditangkap polisi karena kasus narkoba. Pemilik nama asli Revaldo Fifaldi Surya Permana ini ditangkap polisi pada Kamis, 12 Januari 2023. Ini bukan kali pertama ia ditangkap polisi, melainkan sudah kali ke tiga karena kasus yang sama.

Sudah beberapa kali masuk penjara sepertinya tidak membuat efek jera bagi dirinya. Begitu pun dengan pecandu atau para pengguna lainnya, bahkan pengedar sendiri pun seolah sudah tak ada kekhawatiran ketika mereka tertangkap polisi dan dipenjarakan. 

Maraknya penggunaan narkoba di tengah-tengah masyarakat, termasuk di kalangan artis dan para generasi muda, berawal dari salahnya pemahaman tentang penggunaan narkoba. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Tolak ukur seorang muslim ketika hendak melakukan atau memakan sesuatu harus berlandaskan atas halal dan haram. 

Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 168, yang artinya:

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”

Hadis dari Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309).

Maka, atas dasar ini, jelas bawah narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fiqih, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).

Begitulah ketika kita hidup di zaman sekuler seperti sekarang ini, yaitu zaman memisahkan agama dari kehidupan. Maka, bukan lagi standar halal dan haram yang menjadi tolak ukur, melainkan kesenangan, untung rugi, dan asas manfaat. Selain itu, sistem sekuler memunculkan kehidupan yang individualis sehingga meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. 

Narkoba akan merusak generasi muda dan segalanya. Bagaimana tidak, ketika seseorang sudah terjerat dengan narkoba, fisik dan psikisnya menjadi rusak. Tak sedikit pengguna narkoba sampai bertindak kejahatan, kekerasan, dan perusakan. Bisa kita bayangkan betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka tersandung kasus narkoba. Akal dan fisik mereka rusak, bahkan psikis mereka pun bermasalah. Padahal, kita mengetahui bahwa generasi muda adalah generasi penerus peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam. 

Namun sayang seribu sayang, akibat narkoba, generasi muda saat ini menjadi lemah dan tidak bisa menjadi garda terdepan di perjuangan Islam. 

Ini berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Sistem Islam (khilafah) menjadikan hukum syara sebagai tolak ukur kaum muslimin dalam melakukan suatu perbuatan. Sesuatu yang haram untuk dikonsumsi, seperti narkoba, akan dilarang beredar luas. 

Untuk memastikan agar narkoba tidak beredar luas di masyarakat, negara memberlakukan patroli oleh polisi. Aparat juga akan menjaga perbatasan, baik di darat, di laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang masuk ke wilayah khilafah. Begitu pun aparat keamanannya, dipilih dari orang-orang pilihan yang bukan hanya mampu, tetapi juga bertakwa. Dengan demikian mereka tidak akan tergiur untuk menjadi sindikat peredaran narkoba. 

Khilafah pun akan memberikan sanksi tegas terhadap pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah ta’zir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi, misalnya di penjara, dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir bagi pengedar dan produsen narkoba hukumannya lebih berat daripada pengguna, bahkan bisa jadi dihukum mati. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berjuang agar Islam segera diterapkan di tengah-tengah umat, Allahu akbar 
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Wanti Ummu Nazba 
Muslimah Peduli Umat 

Narkoba Merajalela, Generasi Semakin Terancam

Tinta Media - Polda Metro Jaya kini kembali menangkap aktor Revaldo Fifaldi untuk ketiga kalinya terkait penyalahgunaan narkoba. Ia pun resmi ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya. 

Selain itu, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya bersama jajaran Bea Cukai telah berhasil mengagalkan penyelundupan sabu. Diketahui bahwa sabu yang diselundupkan ialah sabu cair jenis baru sebanyak 1,3 liter dan akan diedarkan pada malam tahun baru.

Pemberitaan di media terkait narkoba ini tentu meresahkan masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2019 mengalami kenaikan 0,03%  dibandingkan 2017. Dengan kata lain, pada 2019 tercatat ada 3,6 juta pengguna narkoba, 63% di antaranya pengguna ganja. Dari angka 3,6 juta pengguna narkoba, 70% di antaranya adalah usia produktif, yakni 16-65 tahun. Dari 70% tersebut, 27% adalah pelajar.   

Tak hanya itu, kejahatan narkoba dan psikotropika menembus angka 15.455 di tahun 2022. Bahkan, Bareskrim Polri juga menyebut kejahatan karena narkoba menempati kejahatan tertinggi setelah kasus pencurian.

Masyarakat tentu mengetahui dampak negatif dari narkoba. Gangguan kesehatan sudah pasti menjadi taruhan jika bersinggungan dengan barang haram tersebut. Gangguan fungsi ginjal, jantung, saraf, otak, hingga kematian. 

Selain sisi kesehatan, transaksi dan jaringan narkoba itu sendiri merupakan tindakan kriminal. Maka dari itu, narkoba jelas dikatakan sebagai sumber kejahatan. 

Tak bisa dimungkiri, di sistem kapitalis saat ini bisnis barang haram bisa menjanjikan pundi-pundi rupiah yang menggiurkan. Bahkan, tak ragu mereka menghalalkan berbagai cara demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. 

Kejahatan narkoba juga seringkali melibatkan komponen masyarakat, mulai dari oknum polisi, TNI, pelajar, masyarakat umum hingga pejabat. Tak jarang, oknum polisi dijadikan tameng perdagangan narkoba. 

Akhirnya, hal ini menjadikan narkoba kian sulit diberantas. Apalagi di bawah sistem kapitalis saat ini yang memandang segala sesuatu dari perspektif materi dengan asas manfaat. Hal tersebut malah melanggengkan perdagangan narkoba di Indonesia. 

Bisa dibayangkan bagaimana masa depan generasi muda jika barang haram tersebut masih diperdagangkan dengan bebas. Seperti apa nasib bangsa ini jika generasi muda terjerat narkoba? Sunguh sangat mengkhawatirkan. 

Pemberantasan Narkoba Tugas Bersama

Sebagai bagian dari masyarakat, sudah semestinya kita peduli dengan kondisi generasi muda hari ini. Tak bisa generasi muda ini dibiarkan dan dihancurkan dengan narkoba. Ibarat gunung es, pergaulan dan lingkungan seolah baik-baik saja. Perlahan tetapi pasti, narkoba bisa melibas siapa saja.

Sebagai agama rahmatan lil 'alamiin, Islam memiliki aturan tersendiri dalam menyelesaikan berbagai persoalan, mulai dari pendekatan akidah hingga sanksi tegas bagi pengguna maupun pengedar barang haram tersebut. Dengan sangat tegas, Islam menerapkan aturan yang sangat sempurna dan paripurna.

Dalam tulisan K.H. M. Shiddiq al-Jawi yang berjudul “Hukum Seputar Narkoba dalam Fiqih Islam” disebutkan bahwa sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir. Hukuman ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi (hakim) dalam sistem pemerintahan Islam, misalnya dipenjara, dicambuk, dan lain-lain.

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya, berat atau ringan. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Hukuman itu juga tentu berbeda bagi pengedar narkoba, atau bahkan bagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).

Selain dalam bentuk sanksi, sistem Islam juga  akan menjaga generasi muda dan masyarakat pada umumnya dengan akidah yang kuat sehingga mereka akan mengaitkan setiap aktivitas dengan tolak ukur halal dan haram. Mereka akan berpikir berkali-kali sebelum berbuat.

Sedemikian tegasnya  Islam menyelesaikan masalah narkoba dengan sanksi yang tegas, sehingga bisa memberikan efek jera bagi siapa pun yang terlibat dalam kejahatan narkoba. Hal tersebut akan menjadikan generasi ini akan sangat terjaga dari berbagai hal yang akan menimbulkan kejahatan dan kerugian, serta menjadi generasi harapan sebagai tonggak peradaban. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Eli Yulyani 
Ummahat Peduli Umat

Minggu, 30 Oktober 2022

Narkoba Menjerat Aparat, Kepada Siapa Rakyat Berharap?

Tinta Media - Miris, narkoba kian merajalela. Padahal, narkoba memberikan dampak buruk bagi masyarakat, termasuk generasi penerus negeri. Masyarakat jelas punya harapan besar agar pemberantasan narkoba di negeri ini bisa tuntas hingga ke akar-akarnya. Ironisnya, harapan tersebut tampak jauh dari kenyataan. Sebab, ternyata banyak aparat penegak hukum yang justru terlibat di dalamnya.

Dilansir dari Republika.co.id, bahwa penyidik Polda Metro Jaya menetapkan 11 orang sebagai tersangka terkait kasus peredaran gelap narkoba jenis sabu-sabu. Lima dari 11 tersangka tersebut adalah anggota aktif Polri, yakni Irjen Pol Teddy Minahasa, AKBP D yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Kapolsek Kalibaru Kompol KS , personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Metro Jakarta Barat Aiptu J, dan personel Polsek Kalibaru Aipda A. (14/10/2022)

Sungguh kontradiktif. Aparat kepolisian yang sejatinya menjadi pengayom, pelindung, teladan, dan penegak hukum bagi masyarakat agar terbebas dari bahaya narkoba, nyatanya justru terjerat sendiri. Jika narkoba telah menjerat aparat penegak hukum, lalu kepada siapa lagi masyarakat menggantungkan harapan?

Fakta tersebut semakin menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba secara tuntas hanyalah sebuah ilusi yang mustahil dapat terealisasi. Sebab, paradigma masyarakat masih menerapkan sistem kapitalis sekuler yang berorientasi pada keuntungan materi, kepuasan jasmani, dan kebebasan individu, tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Sebab, agama hanya dianggap sebagai ranah individu yang tak diatur oleh negara. 

Pada kasus di atas, diduga Irjen Pol Teddy Minahasa meminta barang bukti 10 kilogram sabu-sabu kepada seorang Kapolres. Lalu, dia menjual 5 kilogram sabu-sabu tersebut kepada seorang ‘Mami’ dengan harga Rp300 Juta. Namun naas, ‘Mami’ tertangkap oleh Polisi. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasilnya berujung kepada Irjen Pol Teddy Minahasa. (Tvonenews.com, 14/10/22)

Ya, kenikmatan sesaat berupa keuntungan materi duniawi telah membutakan mata aparat penegak hukum sehingga rela menggadaikan kehormatan diri dan institusinya. Amanah yang seharusnya dilaksanakan pun terabaikan. Kepercayaan dan harapan masyarakat turut dipertaruhkan.

Paradigma kapitalisme jelas berbeda dengan Islam. Dalam Islam, tolak ukur setiap perbuatan adalah halal haram, sehingga akan berbuat atas dasar keimanan terhadap Allah, bukan atas dasar manfaat atau materi. Dalam hal menjaga amanah pun hukumnya wajib bagi setiap individu muslim.

Rasulullah bersabda yang artinya: “Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang bagi yang tidak memenuhi janji." (HR Ahmad 11975).

Harapan pemberantasan narkoba secara tuntas hanya dapat diwujudkan apabila aparat juga taat dan menegakkan hukum dengan adil. Hal tersebut dapat terwujud hanya dalam penerapan seperangkat hukum dari Allah, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemberian sanksi yang tegas dan memberikan efek jera.

Sebab, dalam Islam akan ditegakkan tiga pilar, yakni keimanan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara. Ketiga pilar tersebut wajib ada dan diterapkan secara komprehensif agar dapat memberantas setiap kejahatan, termasuk narkoba secara tuntas. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah 
Pemerhati Masalah Sosial

Narkoba Marak, Pemberantasan Jauh dari Harapan

Tinta Media - Belum usai kasus Sambo, kini institusi polri kembali mendapat sorotan. Teddy Minahasa, Kapolda Sumatera Barat tersandung kasus penjualan nakoba. Narkoba sitaan itu dia jual kepada seorang mami, pemilik diskotek sebanyak 5 kg dengan harga 300 juta. Mami pemilik diskotek itu tertangkap polisi. Setelah diusut, hasilnya berujung kepada Teddy Minahasa.

Sebelumnya, Teddy Minahasa yang baru saja ditunjuk sebagai Kapolda Jatim sempat berpidato kepada jajaran bawahnya.

”Berhati-hatilah Saudara dalam melakukan tugas, jangan gegabah, jangan pamrih. Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi.”

Pidato yang disampaikan Teddy tidak mencerminkan perilakunya. Kini, Teddy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan narkoba. Ia dijerat pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2), juncto pasal 132 ayat (1), juncto pasal 55 UU 35/2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukaman mati dan penjara minimal 20 tahun.

Sudah jadi rahasia umum, beberapa oknum aparat menjadi backing penjualan narkoba dan perjudian. Kasus Teddy, hanyalah satu kasus yang terungkap di antara banyak kasus yang tersembunyi. 

Aparat seharusnya menjadi pihak pertama yang memberantas kejahatan. Namun, kini malah banyak oknum aparat yang merajalela menyelewengkan jabatan. Pangkat berbintang, prestasi berderet ternyata tidak mampu menjamin kredibilitas seseorang.

Berdasarkan catatan polri, anggota kepolisian yang terlibat narkoba dari tahun ke tahun terus bertambah. Pada 2018 ada 297 orang yang terserat kasus narkoba. Jumlahnya semakin bertambah menjadi 515 orang pada 2019. Kemudia pada 2020, Polri telah memecat 113 anggotanya karena terlibat pelanggaran berat. Sepanjang 2021, menurut catatan IPW, sebanyak 352 anggota polri dijatuhi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH).

Banyaknya kasus yang terjadi di lembaga Polri. Ini dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap polri. Seandainya hanya terjadi pada satu atau dua oknum, maka masalah ini hanya terletak pada individunya saja. Namun, faktanya bukan satu atau dua oknum, tetapi sudah mencapai ratusan orang. Ini menunjukkan bahwa persoalan tersebut adalah persoalan sistemik, yaitu persoalan yang timbul akibat sistem kehidupan yang diterapkan.

Bertepatan dengan kabar Teddy, pada 14/10/2022, Presiden Jokowi berpidato tentang pembenahan di lembaga Polri. Daftar pesoalan yang perlu dibenahi di lembaga Polri yang disampaikan Pak Jokowi, ada beberapa poin yaitu: (1) gaya hidup, (2) tindakan sewenang-wenang, (3) pelayanan masyarakat, (4) soliditas, (5) jangan gamang, apalagi cari selamat, (6) membersihkan judi daring (7) komunikasi publik harus baik.

Apakah arahan tersebut mampu membenahi Polri? Mungkinkah harapan Indonesia bebas judi dan narkoba terwujud? 

Kita melihat banyaknya aparat yang terlibat, juga Undang-undang pidana menangani. Namun, seolah semuanya tidak mampu menghentikan kriminalitas perjudian dan narkoba. 

Salah satu batu sandungan yang menjadi penghalang pemberantasan narkoba, perjudian, dan krimnalitas lainnya adalah hukum Indonesia yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu. Faktor penyebabnya juga dari penerapan sistem yang diterapkan, sehingga membolehkan perubahan hukum. 

Misalnya penghapusan pengetatan remisi koruptor yang tercantum pada PP Nomor 99 tahun 2012 oleh Mahkamah Agung. Akibat putusan itu, pemberian remisi koruptor, bandar narkoba, dan terorisme pun kembali sesuai PP 32/1999. Hal ini menjadi pertanyaan tentang keseriuasan pemerintah dalam memberantas kriminalitas narkoba dan korupsi. (Detiknews 09/09/22)

Islam adalah sistem kehidupan yang paripurna. Tidak hanya mengatur aspek ibadah, Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama manusia. 

Narkoba dan Judi pun ada aturannya di dalam sistem Islam. Dalam Islam, narkoba dan judi adalah sesuatu yang diharamkan, sebagaimana dalam firman Allah Swt.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90)

Adapun narkoba, ada perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan,

“Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” 

Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. 

Dampak narkoba pun sangat berbahaya bagi masyarakat. Paling mudah kita dapati adalah dampaknya merusak akal dan jiwa. Sedangkan dampak panjangnya adalah merusak masa depan generasi. Untuk itu, perlu ada penanganan dan sanksi yang tegas terhadap pelaku narkoba.

Islam adalah agama sekaligus jalan hidup bagi seorang muslim. Seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai pemikiran dan tingkah lakunya. Maraknya narkoba hari ini adalah akibat penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan kehidupan manusia dari agama. 

Kapitalisme sukses menciptakan manusia-manusia yang berorientasi materi tidak takut terhadap sanksi dunia dan akhirat. Walhasil, kita melihat negara yang menerapakkan sistem kapitalisme-sekuler melahirkan pribadi-pribadi yang ambisus meraih kesenangan dunia dengan segala cara. 

Senada dengan pidato Pak Jokowi tentang pembenahan Polri pada point gaya hidup,
Jalan hidup Islam menciptakan masyarakat yang bertakwa. 

Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan individual. 
Dengan sistem yang seperti ini, lahirlah aparat-aparat yang bertakwa yang takut kepada Allah, bahkan menjadi orang yang paling bertakwa tengah-tengah masyarakat. Ini karena aparatlah yang menjadi penegak hukum yang pertama.

Setiap perilaku yang dibuat, ia akan sadar bahwa Allah mengawasinya. Di Akhirat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat. Beda halnya dengan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan agama dari ranah kehidupan.

Sanksi tegas juga hadir dalam memberantas narkoba. Aturan Islam tidak bisa diubah seingin penguasa yang berkuasa. Ini karena ketetapan membuat hukum hanya pada Allah.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-An’am ayat 57, 

"In al-hukmu illâ lilLâh. Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah Swt. 

Allah yang berhak menetapkan halal dan haram. Hukum di dalam Islam tidak bisa dibuat tawar-menawar, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan efek takut berbuat yang sama bagi masyarakat yang menyaksikan. 

Sanksi bagi penjual dan pemakai narkoba berupa hukuman ta’zir., Yaitu hukuman yang kadar dan ketentuannya ditentukan oleh hakim atau khalifah. Kadarnya berbeda-beda. Ada yang berupa hukumann penjara, cambuk, bahkan hukuman mati.

Solusi-solusi yang dihadirkan Islam tidak akan tegak di atas negara yang menjadikan sekulerisme sebagai asas negaranya. Solusi ini hanya bisa tegak di atas negara yang menerapkan pemerintahan berdasarkan sistem Allah, yaitu khilafah.

Oleh: Ayu Syahfitri
Sahabat Tinta Media

Jumat, 21 Oktober 2022

Polisi Terlibat Narkoba, Pengamat: Ada Proses Pembusukan Akut (Serious Decay) di Tubuh Kepolisian

Tinta Media - Menanggapi kasus polisi yang terlibat narkoba, Pengamat Politik Islam, Dr. Riyan, M.Ag. menilai bahwa terjadi pembusukan akut (serious decay) di tubuh kepolisian.

"Hal ini menunjukkan sedang ada proses pembusukan akut (serious decay) yang sedang terjadi di tubuh kepolisian, dimana aparat dan gerombolannya terlibat dalam jaringan kejahatan," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (17/10/2022).

Menurutnya, ini kasus susulan setelah kasus Ferdi Sambo dan tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan. "Menyusul kasus perilaku aparat dengan gas air mata di Kanjuruhan dan kasus Sambo," imbuhnya.

Ini adalah ironi terbesar, kata Riyan, yakni aparat penegak hukum justru terlibat pada jaringan kejahatan yang seharusnya diberantas.

Ia juga menilai bahwa berbagai kasus yang terjadi pada polisi, bukanlah kasus individu, akan tetapi mencerminkan problem institusional.

"Melihat gejala perilaku yang menyimpang pada polisi dari berbagai sisi kuantitatif dan kualitatif, yang tersirat dan tersurat dari semuanya itu mengarah pada bukan sekadar problem oknum polisi saja, tapi sudah mencerminkan problem institusional polri," jelasnya

Melihat berbagai kasus yang terjadi, lanjutnya, sudah melibatkan perwira tinggi, maka seharusnya dilakukan evaluasi komprehensif terhadap kepolisian baik dari sisi institusi maupun kualitas SDM. Sejak proses rekrutmen, pembinaan, promosi dan penugasan.

Sebagai pengamat, ia juga mengatakan bahwa masyarakat harus berpartisipasi dalam mengawasi dan mengontrol proses evaluasi. Agar sesuai dengan yang diharapkan.

"Masyarakat harus terus mengawasi dan mengontrol proses evaluasi komprehensif itu, sehingga benar-benar akan didapatkan hasil yang diharapkan. Apakah serius atau hanya tambal sulam-pencitraan," tandasnya.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ujar Riyan, polisi (syurthah), adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan penerapan syariah Islam di dalam negeri, di semua aspek kehidupan.

Terakhir, ia menegaskan bahwa kepolisian merupakan fungsi keamanan, yang mesti fokus dalam menegakkan hukum. "Kepolisian adalah merupakan fungsi keamanan bukan pertahanan (militer) yang berada dibawah departemen keamanan dalam negeri.Tidak langsung di bawah khalifah. Sehingga kewenangan polisi dalam Islam adalah fokus penegakan hukum, bukan melebar," pungkasnya. [] Nur Salamah

Kamis, 20 Oktober 2022

Irjen Teddy Tersangka, IJM: Ada Mafia Narkoba di Tubuh Polri?

Tinta Media - Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan bahwa mencuat anggapan adanya mafia narkoba di tubuh Polri usai penangkapan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa yang batal menjabat menjadi Kapolda Jawa Timur karena diduga terjerat kasus narkoba.

"Keterlibatan Kasatnarkoba ini menunjukkan adanya indikasi mafia narkoba di tubuh kepolisian, karena kejahatan ini tak mungkin dilaksanakan oleh pelaku tunggal. Maka, Kapolri Jenderal Prasetyo Sigit Prabowo harus mendalami keterkaitan jaringan narkoba yang ada. Sebab tidak mungkin seorang jenderal hanya sebagai pemakai tanpa mengetahui jaringan pemasok atau bandar narkoba tersebut," tutur pengamat kebijakan publik dalam program Aspirasi Rakyat: Irjen Teddy Tersangka,Polri Masih Bisa Dipercaya? di kanal Justice Monitor, Sabtu (15/10/2022).

Ia pun membeberkan berdasarkan catatan Polri, anggota korps Bhayangkara yang menjadi pemakai bahkan pengedar narkoba terus naik dari tahun ke tahun. Selama 3 tahun terakhir sejak 2018 anggota kepolisian terlibat kasus narkoba tak pernah kurang dari 100. Pada 2018, polisi yang terseret kasus narkoba mencapai 297 orang. Jumlah tersebut naik sekitar dua kali lipat pada 2019 menjadi 515 orang. Pada tahun ini juga dikabarkan oleh media ada temuan 136 anggota polisi yang menjadi pecandu narkoba.

"Perkara narkoba jelas sistemis karena melibatkan cukup banyak oknum anggota kepolisian. Selama peredaran narkoba melibatkan oknum penegak hukum, kasus narkoba mustahil bisa diberantas tuntas," simpulnya.

Pengamat dari Indonesia Justice Monitor pun menjelaskan bahwa masalah narkoba seolah menjadi lingkaran setan yang sulit diputus.

"Belum lagi terkait keuntungan yang sangat besar menjadi pilihan menggiurkan bagi mereka yang kesulitan ekonomi. Kesempatan menjadi pemakai ataupun pengedar narkoba terbuka lebar bagi individu yang tidak bertakwa khususnya penegak hukum yang minim iman. Apalagi jika sanksi negara tidak jua memberikan efek jera," paparnya.

Ia pun mengatakan bahwa jika narkoba merupakan masalah sistemis yang juga menjadi ancaman serius bagi institusi kepolisian, solusinya pun harus sistemis yakni mencabut masalah narkoba hingga ke akar-akarnya. 

"Hal ini dimulai dengan mewujudkan ketakwaan individu, kontrol masyarakat hingga negara yang menegakkan aturan beserta sanksi yang tegas. Sekedar menempuh jalan rehabilitasi dan pembinaan bagi anggota polisi yang terkena narkoba tampaknya tidak akan berefek positif bagi sisi kepolisian," imbuhnya.

Ia pun memaparkan bahwa rusaknya suatu institusi tentu tidak lepas dari sistem yang diterapkan yakni kapitalisme. Sulit untuk memberantas tuntas kasus narkoba karena sistem ini memang membiarkan orang melakukan berbagai cara untuk meraih materi sebanyak-banyaknya, tidak peduli jika harus mengorbankan nyawa. Mafia narkoba sulit tersentuh, peredarannya makin mulus hingga sudah lintas negara serta sindikasi internasional sudah berapa kali tertangkap polisi negeri ini.

"Jadi memperbaiki institusi kepolisian harus berawal dari mengganti sistemnya," tegasnya.[] Lussy

Jumat, 16 September 2022

Saudi Ibu Kota Narkoba Timur Tengah, Pengamat: Ada Problem Sistemik

Tinta Media - Disebutnya Arab Saudi sebagai ibu kota narkoba di Timur Tengah ditanggapi oleh Pengamat Politik Internasional, Hasbi Aswar Ph.D.

“Ini menunjukkan ada problem sistemik yang terjadi di Arab Saudi, dilihat dari segi realitas perdagangan narkotika,” ungkapnya kepada Tinta Media Rabu (14/9/2022).
  
Barang haram ini, menurut Hasbi, memang sudah mendunia dengan bisnis miliaran dolar. Namun, ketika ia masuk ke sebuah negara dengan tingkat konsumsi yang tinggi, maka ini berarti negara tersebut tidak mampu menghadapi tantangan eksternal.

“Saya kira liberalisasi kehidupan di Arab saudi yang terjadi beberapa tahun terakhir ikut menyumbang hal ini dengan masuknya konser artis -artis barat, dan tayangan-tayangan hiburan ala Hollywood,” analisisnya.
 
Di sisi lain, lanjutnya, sistem pendidikan yang ada di Arab Saudi juga perlu dilihat efektifitasnya dalam menghasilkan anak-anak muda yang Islami.
 
Membuka Topeng

Kondisi di atas dinilai oleh Hasbi semakin membuka semua topeng Arab Saudi  yang selama ini ditutupi dengan propaganda pelayan tanah suci.
 
“Selama ini Saudi banyak dikritik karena kedekatannya dengan Amerika Serikat, dan sikap otoriternya di dalam negeri. Saat ini fakta- fakta semakin terbuka lagi berkaitan dengan hubungan dengan Israel, kehidupan masyarakat yang semakin liberal, dan konsumsi obat-obatan terlarang yang semakin meningkat,” bebernya.
 
Ini, kata Hasbi, semakin menunjukkan bahwa siapa pun itu, jika jauh dari Islam akan terpuruk, tak terkecuali Arab Saudi sebagai tempat Islam lahir.
 
“Kembalinya Arab Saudi ke kehidupan jahiliah pra Islam bisa saja terjadi jika Islam terus ditelantarkan sementara gaya hidup tidak Islami terus dibiarkan masuk,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Sabtu, 27 Agustus 2022

Kapolsek Sukodono Positif Narkoba, Siyasah Institute: Ada Persoalan Pembinaan Mental dan Ketaatan pada Hukum


Tinta Media - Pengamanan Kapolsek Sukodono Sidoarjo AKP I Ketut Agus Wardana yang terbukti positif narkoba setelah digerebek Polda Jatim, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menunjukkan ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum.

"Salah satu persoalan besar kepolisian Indonesia adalah pembinaan mental dan ketaatan pada hukum. Kasus pencabulan oleh aparat, narkoba, kekerasan, dan sebagainya. Ini bukti ada persoalan dalam pembinaan mental dan ketaatan pada hukum," tegasnya saat wawancara tertulis denganTinta Media, Kamis (25/8/2022).

Menurutnya, hal itu disebabkan tidak menjadikan Islam sebagai dasar aturan dan pembinaan. "Dalam Islam setiap aparat harus kuat akidahnya dan lurus kepribadiannya," imbuhnya.

Iwan menjelaskan banyaknya rekam jejak yang melibatkan pidana aparat kepolisian.   "Merujuk pada data Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, tercatat ada 1.024 kasus sepanjang tahun 2020. Jumlah tersebut naik signifikan dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 677 kasus. Sementara pada 2018, tercatat ada 1.036," bebernya.

Pelanggaran terbanyak lanjutnya, terlihat pada kasus-kasus pelanggaran kode etik kepolisian. "Tercatat pada 2020 ada 2.081 kasus di mana jumlah tersebut meningkat sangat tajam hingga 103,8 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.021 perkara," ujarnya.

Untuk kasus narkoba, Iwan melihat kasus aparat yang kemudian malah menjadi bandar. "Kasus terakhir yang besar adalah Kasat Narkoba Karawang yang malah jadi pemasok ribuan ekstasi ke Bandung. Kita khawatir ini puncak gunung es. Masih banyak di bawah yang belum terungkap," jelasnya.

Iwan menyampaikan ada tiga hal yang menjadi masalah serius sehingga marak polisi yang menjadi pemakai, backing dan pengedar narkoba. "Pertama, pembinaan mental yang tidak jelas. Kedua, gaya hidup hedonisme dan ingin cari uang instan di masyarakat termasuk aparat. Ketiga, sanksi yang terlalu ringan," pungkasnya.[] Nita Savitri

Jumat, 01 Juli 2022

Bebas Narkoba, dengan Solusi Apa?

Tinta Media - Beberapa waktu terakhir, masalah narkoba ramai lagi menjadi pembahasan. Berbicara tentang narkoba, memang tidak ada habisnya. Satu kasus terkuak dan mendapat hukuman, kasus lainnya pun muncul. Tidak bisa terhitung, berapa pesohor negeri ini terjerat kasus narkoba. Beberapa di mereka tidak cukup sekali tertangkap, tetapi bisa lebih dari dua kali. Lalu apakah ada yang salah dengan penanganannya?

Belum menemukan solusi yang tepat dalam menangani masalah narkoba, kini ada wacana pelegalan ganja di Indonesia. Hal ini terjadi setelah beberapa negara melegalkan ganja. Namun, wacana ini langsung dibantah oleh kepala BNN, Jenderal Petrus Reinhard Golose.

“Tidak ada sampai saat ini pembahasan untuk legalisasi ganja. Di tempat lain ada, tetapi di Indonesia tidak ada,” kata Petrus di sela-sela acara peringatan Hari Antinarkotika Internasional (HANI) 2022 di Badung, Bali, Minggu 19 Juni 2022. (Tempo.co.id, 20/06/2022)

Permasalahan narkoba memang bukan hal sepele. Meskipun sudah ada tindakan yang dilakukan pemerintah, seperti rehabilitasi, UU yang mengatur, hukuman, dan lain sebagainya, tetapi sampai saat ini kasus narkoba tidak ada habisnya. Kasus ini bukannya mereda, tetapi semakin marak di berbagai kalangan, terlebih pemuda/pemudi. 

Penerapan sistem serba bebas seperti saat ini menjadi salah satu pemicu hal tersebut. Tak hanya masalah narkoba, tetapi pergaulan bebas, minum-minuman keras, dan lain sebagainya menjadi hal biasa. Terlebih, tindakan pemisahan agama dari kehidupan semakin massif dilakukan. 

Framing “seseorang yang belajar agama secara kaffah dianggap radikal dan antinasionalis” digaungkan di berbagai kalangan, baik dalam ranah pendidikan formal ataupun kehidupan masyarakat. Karena itu, masyarakat semakin jauh dari Islam, pemuda/pemudi semakin mudah terpengaruh oleh tren yang ada, tanpa memperhatikan benar atau tidaknya.

Di lain sisi, pengusutan kasus narkoba tidak dilakukan secara tuntas oleh aparat. Yang menjadi bandar narkoba tak tertangkap. Kasus mudah ditutup, asalkan uang berbicara. Kemudian, rehabilitasi belum tentu menimbulkan efek jera dan UU yang dibuat seakan untuk dilanggar, asalkan uang dan jabatan berbicara.

Sungguh, sistem serba bebas atau liberal seperti ini tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah. Karena itu, diperlukannya individu yang bertakwa, masyarakat yang saling terlibat untuk mengingatkan, dan peran negara dalam menjalankan aturan yang tegas dan menegakkan sanksi yang menimbulkan efek jera. Namun, hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila Islam dijadikan dasar atau landasan dalam mengatur kehidupan. 

Apabila seseorang bertakwa kepada Allah dan memiliki pemahaman yang benar, maka segala perbuatannya disandarkan pada hukum Allah, sehingga terkontrol dan sesuai syariat. Masyarakat pun mempunyai peran penting dalam bagian saling mengingatkan atau amar makruf nahi munkar. Yang paling penting, negara memiliki hukum tegas dan sanksi yang menimbulkan efek jera, tanpa tebang pilih, siapa pun pelakunya.

Dalam Islam, narkoba termasuk kategori haram. Efek halusinasi, mabuk, ataupun fly yang dirasakan pengguna, menjadi dasar sebagian ulama untuk mengategorikan narkoba sebagai barang haram. Karena itu, seseorang akan menjauhinya karena rasa takwanya kepada Allah.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR Muslim)

Apabila terjadi sinkronisasi antara individu, masyarakat, dan negara seperti yang dijelaskan di atas, maka penyalahgunaan narkoba akan bisa dihentikan sehingga tidak ada kejadian yang terulang.

Oleh: Unix Yulia 
Komunitas Menulis Setajam Pena

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab