Tinta Media: Naik
Tampilkan postingan dengan label Naik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Naik. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Juni 2024

UKT Naik Drastis, Pendidikan Makin Miris


Tinta Media - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa tahun ini tidak akan ada kenaikan tarif uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa Perguruan-perguruan tinggi negeri (PTN). Mendikbudristek Nadiem Makarim kemudian menerjemahkannya. Dia meminta pada jajarannya untuk memberi tahu para rektor perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH). 

Jokowi menyatakan bahwa dia akan melakukan evaluasi terlebih dahulu setelah menerima laporan Nadiem tentang kontroversi UKT. Namun, dia menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan kalau kenaikan UKT itu dapat dilaksanakan tahun depan. (cnnindonesia.com, 29-05-2024).

Mahasiswa kelimpungan menghadapi besarnya biaya UKT yang berdampak dari adanya perubahan PT menjadi PTN-BH. 

Dengan perubahan ini, kewajiban negara untuk membiayai pendidikan bagi perguruan tinggi pun hilang. Akibatnya, semua biaya perguruan tinggi negeri didasarkan pada SSBOPT atau Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Selain itu, perguruan tinggi harus mencari sumber dana sendiri. (cnnindonesia.com, 31-05-2024).

SSBOPT diputuskan berdasarkan capaian standar nasional pendidikan tinggi untuk jenis program studi dan indeks kemahalan wilayah. Akhirnya, komersialisasi pendidikan tinggi tidak terhindarkan lagi. 

Di samping itu, sistem pendidikan saat ini tidak menghasilkan generasi yang berkualitas karena mahasiswa diberikan kurikulum yang memenuhi tuntutan industri. Ini merupakan konsekuensi logis program WCU atau World Class University terhadap perguruan tinggi.

Program ini mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu yang membutuhkan biaya mahal, termasuk konsep triple helix yang menjalin kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan perguruan tinggi. Akibatnya, orientasi pendidikan tinggi terfokus pada kebutuhan industri daripada pendidikan.

Kenaikan UKT beserta faktor yang memengaruhinya merupakan kezaliman dari sistem kapitalisme, yaitu sistem yang berorientasi pada materi sehingga menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis. Makin lama, makin terasa bahwa pendidikan hanya digunakan untuk mencari pekerjaan dan uang semata, bukan ilmu. Oleh karena itu, masalah biaya kuliah pasti akan makin parah selama kapitalisme diterapkan. 

Pendidikan berkualitas dan gratis hanya menjadi impian kosong jika sistem kapitalisme tidak mampu mewujudkannya. Ini tidak sama dengan sistem Islam yang dianut Daulah Khilafah Islamiyyah. Daulah Khilafah mampu menciptakan pendidikan gratis dan berkualitas karena beberapa tuntunan syariat:

Pertama, Islam memiliki tujuan politik di bidang pendidikan, yaitu memelihara hak-hak manusia sebagaimana Allah Ta'ala jelaskan dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Kedua, pendidikan merupakan wasilah seseorang memiliki ilmu. Ilmu akan menjauhkan manusia dari kebodohan dan kekufuran. Ilmu juga digunakan untuk tadabur, ijtihad, dan berbagai aktivitas lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akal manusia dan memuji keberadaan ilmuwan.

Ketiga, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan oleh negara dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau menjabat sebagai Kepala Negara Islam di Madinah. Sebagai tebusan, para tahanan Perang Badar diminta untuk mengajarkan kaum muslimin baca tulis. Tindakan ini bukan semata-mata dari kebaikan beliau secara personal, tetapi ada makna politis, yakni perhatian negara terhadap pendidikan.

Pendidikan dalam sistem Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik, bukan barang komersial apalagi dianggap sebagai barang tersier, karena Islam mewajibkan semua manusia berilmu. Negara harus memberikan pendidikan gratis kepada seluruh warganya. Mereka memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh gelar sarjana tanpa biaya.

Hanya saja, untuk mewujudkan pendidikan yang seperti ini dibutuhkan dukungan dana yang besar. Dengan demikian, sistem ekonomi Islam akan mendukung sistem pendidikan Islam, karena sumber keuangan negara akan berpusat pada baitul mal. 

Baitul mal sendiri memiliki tiga pos pendapatan, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dana untuk pendidikan, misalnya Khilafah mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum untuk biaya sarana dan prasarana pendidikan sehingga negara bisa membangun gedung-gedung sekolah/kampus. Bahkan, Khilafah juga bisa memberi beasiswa kepada seluruh mahasiswa tanpa syarat, baik dari keluarga miskin ataupun kaya, berprestasi atau biasa saja. Semua akan mendapatkan layanan yang sama rata.

Sementara, untuk gaji para guru dan dosen serta tenaga administrasi, Khilafah akan mengalokasikan anggarannya dari pos kepemilikan negara. Baitul mal merupakan sumber pendanaan yang kokoh dan stabil dalam daulah sehingga mampu membiayai pendidikan agar sesuai syariat Islam. 

Seluruh masyarakat pun akan menjadi orang berilmu dengan kepribadian Islam dalam dirinya. Karena itulah, sepanjang Daulah Khilafah berdiri selama kurang lebih 14 abad, banyak ilmuwan, para pemikir, dan  para ulama membangun kapasitas keilmuan untuk umat, bukan memenuhi tuntutan industri seperti saat ini. Wallahua’lam bishawwab.

Oleh: Amellia Putri 
(Mahasiswi dan Aktivis Muslimah )

Minggu, 31 Maret 2024

Naik lagi, Tarif Tol Makin Melangit

Tinta Media - Di tengah-tengah kebutuhan yang melonjak di Bulan Ramadan, masyarakat kembali menjerit karena tarif tol naik. PT Jasa Marga Transjawa-Cikampek (JTT) dan PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC) pengelola jalan layang Mohamad Bin Zayed (MBZ) menaikkan tarif kedua tol yang dimulai pada hari Sabtu (09/032024).

Kenaikan jalan tol bukanlah hal baru dalam sistem kapitalisme, sebab pembangunan jalan tol dibangun atas dasar bisnis. Tarif jalan tol mengalami kenaikan sebesar Rp7.000 menjadi Rp27.000. Tarif tersebut diberlakukan sama kepada pengguna jalan tol, baik jauh maupun dekat. 

Adanya kenaikan tarif tol yang terus-menerus, membuat masyarakat makin kesulitan. Kebutuhan masyarakat makin tidak terpenuhi karena rakyat  perlu sarana transportasi yang aman dan terjangkau. Selain itu, kenaikan tarif jalan tol juga akan mengakibatkan kenaikan bahan pokok karena mengikuti naiknya biaya operasional saat mendistribusikan barang melalui jalan tol tersebut.

Di sisi lain, pengguna jalan tol banyak yang mengeluh dan keberatan. Sebab, kenaikan tarif tol tersebut tidak sesuai dengan kualitas jalan yang belum layak untuk dinaikkan tarifnya. Masih banyak kekurangan di mana-mana terutama kondisi jalan tol yang rusak. 

Pihak operator jalan tol mengatakan bahwa kenaikan tarif tol tersebut disebabkan karena pertimbangan inflasi untuk ruas jalan Jakarta-Cikampek. Begitu juga pengembalian investasi terhadap penambahan kapasitas lajur jalan turut berkontribusi terhadap peningkatan tarif tol.

Sejatinya, kenaikan tarif tol ini disebabkan oleh pengelolaan jalan tol yang tidak dilakukan oleh negara. Akan tetapi, pengelolaan tersebut diserahkan pada perusahaan swasta, yang melibatkan para investor. Penyerahan hak atas pengelolaan tanah kepada pihak swasta tidak memiliki batasan waktu yang jelas, sehingga menjadikan area publik tol menjadi area bisnis untuk meraup keuntungan besar.

Pemerintah menyerahkan pengelolaan jalan tol ke pihak investor dengan dalih membangun jalan tol membutuhkan biaya besar, mulai dari pengadaan tanah konstruksi hingga peralatan. Oleh karena itu, pemerintah menganggap perlu menggandeng pihak swasta sebagai mitra bisnis untuk membangun infrastruktur.

Dalam kerja sama ini, pihak swasta membiayai pembangunan jalan tol terlebih dahulu, kemudian mengembalikan investasi melalui penarikan biaya tol selama masa pemberian hak atau izin atas tanah oleh pemerintah. Pengelolaan jalan tol yang diserahkan kepada pihak swasta membuktikan bahwa negara berlepas tangan dalam menyediakan fasilitas bagi rakyat. 

Inilah buah dari sistem kapitalisme. Pemerintah hanya berorientasi pada keberlangsungan bisnis dan berpihak pada korporasi. Pemerintah selalu berdalih bahwa keterbatasan anggaran negara mengharuskan untuk menggandeng pihak swasta.

Menteri BUMN Erick Tohir pernah mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki terobosan dalam skema pembiayaan investasi dengan kehadiran Indonesia Investment Authority (INA). Artinya, pembiayaan infrastruktur, termasuk tol tidak lagi bersandar pada utang, melainkan investasi. Inilah potret buruk penerapan sistem kapitalisme yang membuat kebutuhan masyarakat semakin sulit. Sebab, sistem yang rusak ini meniscayakan penguasa menjadi pebisnis, bukan pengurus rakyat. 

Pandangan Islam

Pembangunan infrastruktur jalan yang orientasinya bertumpu pada fasilitas publik, hanya akan terealisasi dalam negara yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Aturannya bersumber dari Al-Qur'an dan Sunah. Islam adalah sebuah ideologi yang penerapannya membawa rahmat bagi seluruh alam.

Islam akan menetapkan pelayanan publik sebagai tanggung jawab penguasa atau kepala negara. Negara wajib memberikan fasilitas umum secara gratis. Rasullulah saw. bersabda, 

“seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara atau pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyat nya.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Berdasarkan hadis ini, pemerintah tidak boleh melimpahkan tanggung jawab kepada pihak swasta atau korporasi dengan alasan apa pun, termasuk pengelolaan infrastruktur karena jalan tersebut milik umum yang manfaatnya adalah untuk kepentingan rakyat.

Syaikh Abdul Qodim Zallum dalam buku sistem keuangan dalam khilafah menjelaskan bahwa dari sisi kepemilikan, jalan umum dipandang sebagai infrastruktur milik umum yang bersifat milik umum. Siapa saja boleh melintas tanpa ada pemungutan biaya alias gratis. Hal ini karena pembangunan infrastruktur dalam khilafah ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat umum, bukan untuk kemaslahatan korporasi.

Di samping itu, pembangunan infrastruktur dalam khilafah tidak boleh sama sekali dijadikan sebagai ladang bisnis, termasuk oleh negara, karena jika demikian, jalan tol hanya akan dapat dilalui oleh masyarakat yang mampu membayar. 

Maka, kebijakan inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang di pimpinnya, termasuk bersikap amanah, tegas, serta bertanggung jawab atas amanah di pundaknya. Semua akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt.

Sungguh, hanya sistem Islam yang mampu menyediakan akses jalan bagi masyarakat dengan mudah dan gratis. Dalam Islam, pembiayaan infrastruktur tidak dipenuhi dengan jalan utang atau investasi asing. Negara akan memodali secara penuh pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan dana yang berasal dari kas baitul mal. Sumbernya berasal dari harta fa'i, hibah, ghanima, anfal, 'usyur, rikaz, zakat, jizyah, kharaj, serta pengelolaan barang tambang.

Dengan menerapkan sistem politik ekonomi Islam secara menyeluruh, negara akan memiliki sumber dana yang cukup. Negara dapat memenuhi kebutuhan rakyat untuk mengakses dan memanfaatkan fasilitas jalan umum secara gratis, sehingga kesejahteraan bisa dimiliki oleh seluruh warga negara.


Oleh: Srie Parmono
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Harga Beras Naik, Rakyat Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang terus naik dengan kenaikan yang sangat signifikan membuat masyarakat terus menjerit dan mengeluh karena bahan pokok utama sehari hari yang terus menerus naik. Sedangkan penghasilan tiap harinya enggak ada kenaikan bahkan tak sedikit yang berkurang dan juga kehilangan penghasilan. Akibatnya besar pasak daripada tiang. Sebuah keluarga yang biasanya uang seratus ribu bisa beli beras 10 kg sekarang ini hanya cukup untuk beli beras kurang lebih lima kg. Mereka harus putar otak agar keluarganya tetap bisa makan dengan berbagai cara.

Di balik kenaikan harga beras yang dialami sekarang ini, kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak saja. Tapi harus kembali ke pemikiran masing-masing, kadang masyarakat suka memandang sebelah mata kepada profesi seorang petani, yang kehidupan kesehariannya selalu bergelut dengan cangkul berlumur  lumpur dan berbalut baju yang penuh dengan tanah sawah dan kaki telanjang tanpa beralaskan sandal ataupun sepatu. Berbeda dengan memandang orang yang berpakaian perlente, berdasi, pakai tas bermerk dan bermobil mewah. Masyarakat selalu tersenyum lebar dan kepala mengangguk pertanda hormat. Padahal petani yang kucel sebenarnya yang lebih mulia dan berjasa. Karena dengan profesinya mereka tak kunjung lelah mengelola sawahnya sehingga menghasilkan hamparan padi yang menguning, merunduk berisi, yang membuat persediaan beras di pasar tidak kekurangan.

Berbeda dengan sistem sekarang yang digunakan adalah sistem kapitalis dengan sekularismenya yang liberal, tidak ada lagi sawah yang hijau. Tidak ada lagi pemandangan indah di kala padi menguning, tidak ada lagi cicitan burung di tengah sawah. Yang ada sekarang adalah kepulan asap yang membumbung tinggi dari cerobong-cerobong asap dari pabrik-pabrik, deretan perumahan-perumahan mewah yang notabenenya semua punya orang berduit.
Para petani kucel pemilik sawah tersebut telah menjual semua lahan suburnya pada mereka kaum penguasa dan oligarki, dengan di iming-imingi harga yang tinggi dan mereka para petani merasakan kaya mendadak dengan menjual lahan tersebut. Tapi cuma sesaat dengan seiring waktu uang tersebut habis karena enggak bisa mengembangkannya dan ujungnya jatuh miskin jadi pengangguran. Mereka kaum penguasa dan pengusaha bersorak menang dan menari di atas penderitaan orang lain.

Itulah jahat dan sadisnya sistem kapitalis sekularisme yang semuanya hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan asas manfaat.

Dalam pandangan Islam semua urusan kehidupan diatur sesuai syariat Islam yang sesuai dengan hukum syara.
Lahan pertanian dikelola oleh para petani di bawah perlindungan negara. sawah-sawah digarap dengan bibit unggul dan pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi sehingga menghasilkan hasil yang memuaskan.
Harga beras di pasaran merata, rakyat makmur tidak ada yang kelaparan.
Pembangunan, sumber daya alam di kelola oleh negara demi kepentingan rakyat agar terciptanya negeri yang gemah ripah loh jinawi. Tidak ada lagi teriakan kenaikan beras yang bunyinya seperti kicauan burung yang lagi gacor. Semua masyarakat hidup tenteram, karena hanya dengan Islamlah semua permasalahan dapat dipecahkan.

Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Ana Sholihah
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 14 Februari 2024

Zalim, Pajak Akan Naik Lagi


Tinta Media - Zalim, sepertinya penguasa tak akan berhenti menekan rakyat dengan pajak sampai benar-benar tak berdaya. Wacana Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menaikkan pajak kendaraan bermotor Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menambah beban rakyat Indonesia. Pasalnya, motor menjadi barang pokok masyarakat, terutama untuk kelas menengah ke bawah. Jadi, kenaikan pajak ini pasti akan menzalimi rakyat, meski alasan kenaikannya adalah untuk memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek sebagaimana dilansir cnnindonesia.com (19/1/2024). Namun, benarkah kualitas udara di Jabodetabek bisa lebih baik setelah pajak naik? 

Alasan tersebut seolah mengada-ada, padahal pajak dan kualitas udara tidak ada hubungannya. Kalaupun ada karena diharapkan bisa mendorong masyarakat menggunakan kendaraan berbahan non-BBM, dampaknya sangat kecil. Hal itu karena penyebab buruknya udara bukan hanya kendaraan bermotor, tetapi juga adanya kebakaran hutan dan lahan gambut, asap industri, bahkan emisi gas rumah kaca dan yang lainnya. Jadi, kenaikan pajak dengan alasan untuk memperbaiki kualitas udara tidak masuk akal, apalagi tidak diimbangi dengan pengadaan kendaraan bermotor dengan bahan bakar non-BBM. 

Lepas dari kenaikan pajak kendaraan bermotor, ternyata pemerintah memang berencana menaikkannya dari 11% menjadi 12% di semua aspek. Pajak memang menjadi sumber pendapatan utama APBN Indonesia yang menjalankan sistem kapitalis. Itu artinya, pemerintah membiayai kepengurusan negara dan rakyat dengan pajak. Dengan kata lain, pemerintah lepas tanggung jawab dan menyerahkan semua kepengurusan kepada rakyat sendiri. Ini namanya zalim. 

Memungut pajak untuk melayani rakyat adalah kezaliman, kenapa? Jika diibaratkan pemerintah adalah kepala rumah tangga yang wajib membiayai kebutuhan keluarga, sekolah anak-anaknya, kesehatannya, gizi, pakaian, dan lain sebagainya, lalu semua anggota keluarga ditarik pajak untuk memenuhinya, ini kan aneh. Apalagi jika ada anggota keluarga yang masih anak-anak, lalu diminta untuk bisa membiayai kebutuhannya sendiri. Ia sendiri tidak berusaha menjalankan kewajiban sebagai kepala rumah tangga. Mestinya kepala rumah tangga mencari pemasukan dengan bekerja, mencari nafkah untuk keluarga. 

Nah, itulah yang terjadi pada negara-negara kapitalis, termasuk Indonesia saat ini. Negara menganggap bahwa hidup bukan untuk mengurus, membiayai, menafkahi rakyat, tetapi justru untuk memeras mereka dengan berbagai pungutan untuk kepentingan negara bahkan penguasa sendiri. 

Mestinya pemerintah berupaya mendapatkan pemasukan dari selain pajak, misalnya dari pengelolaan sumber daya alam, hutan, laut yang memang telah Allah berikan untuk kesejahteraan umat. Tidak seharusnya pemerintah menyerahkan pengelolaan SDA ke tangan swasta, apalagi asing. Pada akhirnya, para investor itulah yang mendapatkan keuntungan lebih besar dari pada negara dan rakyat Indonesia yang notabene sebagai pemilik. 

Jika SDA dikelola oleh negara dengan baik, rakyat tidak perlu dibebani pajak. Akan tetapi, begitulah hidup di negara yang menjalankan sistem kapitalis, sangat berbeda dengan sistem Islam. 

Dalam sistem Islam, memang dibolehkan pungutan pajak, tetapi dengan beberapa syarat. Pajak yang dibolehkan syari'ah harus memenuhi empat  kriteria (syarat) utama: 

Pertama, pajak dipungut hanya untuk melaksanakan kewajiban  syar’i yang menjadi kewajiban bersama antara kewajiban  negara (Baitul Mal) dan kewajiban kaum muslimin secara  umum. 

Kedua, pemungutan pajak bersifat temporal, tidak tetap, dan berkelanjutan, tetapi hanya ketika harta pada kas negara kosong atau tidak mencukupi kebutuhan. 

Ketiga, pajak hanya dipungut dari kaum muslimin, tidak  boleh dipungut dari warga nonmuslim. 

Keempat, pajak hanya dipungut dari warga yang mampu, tidak boleh dibebankan pada semua orang, apalagi rakyat miskin. 

Apabila negara menarik pajak tanpa memenuhi syarat di atas, misalnya untuk sesuatu yang tidak diwajibkan Allah, tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan hadis, maka penguasa telah zalim terhadap rakyat. Hukumnya haram. 

Pelaku pemungutan pajak semacam ini kelak akan masuk neraka sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya, 

“Tidak akan masuk surga, siapa saja yang memungut pajak/cukai (yang tidak syar’i).” (HR. Ahmad dan Al-Hakim). 

Kesimpulannya, selama negara masih menjalankan sistem kapitalis, pajak akan diberlakukan secara zalim kepada semua individu rakyatnya. Jadi, jika ingin menjalani kehidupan Islam secara kaffah, maka harus diawali dengan menerapkan sistemnya oleh negara. Sudah saatnya sistem kapitalis demokrasi yang jelas nyata kezalimannya diganti dengan sistem Islam yang memang datang dari Allah dan pernah diterapkan dengan gemilang di masa Rasulullah, dilanjutkan era kekhilafahan. Allahu ‘alam bish shawab.


Oleh: R. Raraswati
(Aktivis, Penulis lepas) 

Selasa, 31 Oktober 2023

Harga Beras Mahal, Imbas Kapitalisme

Tinta Media - Harga beras premium di Kabupaten Bandung saat ini  masih cenderung tinggi, berkisar Rp13.300/kg atau lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp10.400/kg. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan waspada terhadap beredarnya beras plastik di pasaran.

Perbedaan harga beras hanya berkisar Rp1000. Harga beras premium hanya Rp14000/kg. Sedangkan masyarakat Kabupaten Bandung lebih menyukai beras medium. 

Menurut Dicky, Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Bandung, harga beras naik disebabkan karena penurunan produksi beras akibat dari fenomena el nino, sehingga terjadi gagal panen. Kondisi Ini bersifat nasional, bukan hanya di Kabupaten Bandung saja.

Menurut Dicky, dengan tingginya harga beras dan tersebarnya isu adanya beras plastik yang beredar di pasaran, pihaknya akan melakukan monitoring lapangan untuk memeriksa para pedagang beras. Namun, selama ini belum ditemukan adanya beras plastik beredar di pasaran.

Namun, warga tetap diimbau untuk waspada ketika membeli beras, karena dikhawatirkan beredar beras plastik ini terjadi lewat jalur distribusi lain. 
Adapun ciri-ciri beras plastik yaitu, butiran terlihat lebih kecil dan berwarna bening. Jika menemukan ciri tersebut sebaliknya langsung melapor. (AYOBANDUNG.COM, Jumat 20/10/2023).

Kita tahu bahwa beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi. Kenaikan harga beras semakin membuat masyarakat tertekan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah atau kalangan ekonomi menengah ke bawah. Padahal, jika melihat sumber daya alam yang ada, tentu negara ini sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan dasar masyarakat. 

Ditambah iklim tropis yang sangat strategis, seharusnya negeri ini bisa menghasilkan produk pangan yang melimpah. Dalam hal ini, pemerintah adalah institusi yang wajib menjamin tersedianya kebutuhan pangan bagi masyarakat. Namun, faktanya memang tidak sesuai dengan harapan. Harga berbagai bahan pokok justru semakin naik. Mirisnya, naiknya harga beras tidak berimbas pada kesejahteraan para petani. 

Mencari Akar Masalah

Jika dicermati, terjadinya kenaikan harga beras bukan hanya disebabkan karena el-nino, tetapi ada sebab yang jelas terlihat secara sistemik. Sistem  Kapitalisme Liberal menjadi akar masalah yang ada. Dalam hal pangan, ini juga disebabkan karena liberalisasi ekonomi yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme, sistem rusak dengan landasan manfaat, mengagungkan kebebasan dalam segala hal. 

Dengan kebebasan berperilaku tanpa adanya rasa takut kepada Allah, maka wajar jika kezaliman dan ketidakadilan selalu menimpa rakyat. Contohnya, lahan pertanian semakin sempit akibat banyaknya proyek pembangunan secara jor-joran dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian rakyat. 

Namun, ternyata rakyat tetap dalam kondisi yang selalu terjepit dengan naiknya berbagai macam kebutuhan bahan pokok. Begitu pun para petani, mereka seharusnya mendapatkan keuntungan dari naiknya harga beras, tetapi pada faktanya tidak demikian. Mereka tetap tidak mendapatkan kesejahteraan. Hal ini karena kebijakan pemerintah yang doyan impor, kran impor dibuka lebar, sementara petani di negeri sendiri dirugikan. 

Tersedianya stok beras ternyata tidak menjamin semua orang mudah memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya kecurangan dari segelintir orang yang suka menimbun barang, monopoli, harga beras tetap tinggi. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya. 

Di tengah kisruh kenaikan harga beras, muncullah isu  beredarnya beras plastik di pasaran. Hal itu menambah resah masyarakat yang sedang terpukul akibat mahalnya harga beras. Walaupun menurut keterangan, beras plastik itu tidak ditemukan. 

Solusi Hanya dengan Islam

Islam bukan seksdar agama ritual. Namun, Islam adalah solusi semua masalah, baik ekonomi, kesehatan, sosial,  politik, sandang, pangan, papan, dan lain-lain. Masalah kebutuhan dasar manusia, termasuk pangan adalah kewajiban negara sepenuhnya. Karena pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan rakyat. Agar ketersediaan pangan selalu terpenuhi, negara Islam akan sangat memperhatikan sektor pertanian dengan fasilitas yang bagus, seperti saluran air, bibit unggul, pupuk, dan sebagainya. 

Islam tidak membiarkan tanah terbengkalai tidak berproduksi. Ini karena setiap ada tanah mati, maka semua orang berhak untuk mengurus dan bercocok tanam. Sehingga, sangat besar kemungkinan hasilnya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Secara sistematis, Islam tidak memberi ruang kepada pihak asing untuk ikut campur dalam mengatur kebijakan, karena Islam akan menerapkan syariat Islam secara kaffah yang berlandaskan akidah. 

Islam akan memaksimalkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan rakyat seluruhnya. Dengan aturan sesuai syariat, maka tidak ada masalah beras mahal, yang ada justru sangat terjangkau sehingga rakyat tenang dan tentram, terlindungi, ketika diatur dengan aturan yang sesuai syariat. Semua itu bisa terwujud dengan adanya Daulah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 20 Oktober 2023

Harga Beras di Indonesia Terus Naik, MMC: Sungguh Ironis!

Tinta Media - Menyoroti harga beras di tanah air yang terus naik, narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan ini sebuah kondisi yang sangat ironis karena terjadi di Indonesia.
 
“Sungguh kondisi ini sangat ironis, pasalnya negeri ini tidak kekurangan ahli pertanian. Wilayah Indonesia pun sangat luas dan subur yang seharusnya mampu menyediakan lahan pertanian untuk produksi,” ucapnya dalam Serba-Serbi MMC: Stok Beras Aman, Mengapa Harganya Terus Mencetak Rekor? Rabu (18/10/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
Ia menyampaikan bahwa semua ini tidak lepas dari tata kelola penyediaan pangan atau tata kelola pertanian yang bersandar pada kapitalisme neoliberal. Sistem ini, lanjutnya, telah melegalkan komersialisasi pada berbagai aspek kehidupan termasuk pangan.
 
“Fungsi bulog sebagai penyedia pangan, kini semakin dikomersialisasi, ditambah lagi adanya feodalisme dalam kepemilikan tanah yang merupakan satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Sistem ini dalam persoalan lahan dikembalikan kepada mekanisme pasar bebas sehingga yang berhak memiliki lahan adalah mereka yang kuat dan bermodal besar,” urainya.
 
Yang lebih buruk lagi, lanjutnya,  dalam sistem kapitalisme negara hanya berfungsi sebagai regulator atau pembuat aturan saja. Bukan sebagai pelayan rakyat yang berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan rakyatnya.
 
“Jika hari ini Indonesia masih harus impor beras dan harga beras menjadi sangat mahal semua itu bermuara pada pengelolaan pangan yang salah karena bertumpu pada sistem kapitalisme,” ulasnya.
 
Solusi Ideal
 
Ia menjelaskan bahwa  Islam memiliki solusi yang ideal dan juga mekanisme tanggap darurat dalam menyelesaikan setiap persoalan termasuk dalam persoalan pertanian.
 
“Kondisi seperti hari ini tidak akan terjadi dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam kafah termasuk dalam mengelola pangan. Negara yang dimaksud adalah Khilafah Islamiah,” yakinnya.
 
Ia menerangkan, Islam akan menerapkan tiga hukum terkait kepemilikan dan pengelolaan lahan. Pertama, negara akan menerapkan aturan bahwa setiap individu boleh memiliki lahan pertanian seluas apapun dengan syarat tanah tersebut produktif. Kedua, negara menerapkan aturan hilangnya kepemilikan lahan atas individu dengan penelantaran lahan tersebut lebih dari 3 tahun. Ketiga, negara menerapkan larangan menyewakan lahan pertanian.
 
“Agar produktivitas pertanian terus meningkat maka negara akan mensupport para petani dengan menyediakan apa saja yang mereka butuhkan untuk optimasi hasil pertanian mereka. Di antaranya menyediakan sarana dan infrastruktur pendukung pertanian, memberikan edukasi bagi para petani terkait teknologi terkini hingga memberi bantuan modal tanpa kompensasi,” urainya lebih lanjut.
 
Selain itu, ia menjelaskan, di sektor hilir atau distribusi, negara akan melakukan pengawasan pasar untuk mencegah berbagai hal yang bisa merusak mekanisme pasar. Negara tidak akan campur tangan langsung menetapkan harga pasar seperti penetapan HET (harga eceran tertinggi), akan tetapi harga pangan termasuk beras akan dikembalikan pada mekanisme permintaan dan penawaran.
 
“Praktek-praktek yang diharamkan Islam akan dilarang, diawasi, dan disediakan sanksi oleh negara. Alhasil keseimbangan harga akan terbentuk berdasarkan tingkat permintaan dan penawaran. Demikianlah penerapan aturan Islam secara kafah dalam naungan Khilafah mampu menciptakan kestabilan harga pangan yang menguntungkan petani maupun konsumen,” pungkasnya. [] Erlina
 

Sabtu, 07 Oktober 2023

Harga Beras Melejit, Rakyat Menjerit

Tinta Media - Harga beras yang melejit membuat DPRD Kabupaten Bandung bereaksi. Pasalnya, kenaikan harga membuat warga tercekik. Dasep Kurnia, Anggota DPRD Kabupaten Bandung menyatakan bahwa kenaikan harga beras di tengah musim kemarau panjang ini perlu disikapi secara serius. Dia menilai bahwa kalau naiknya harga beras meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi akan berdampak pada ketahanan pangan negara. Sesuai laporan, kenaikan harga terjadi karena menurunnya produksi dalam negeri, akibat kemarau panjang dan juga naiknya biaya produksi. 

Beras merupakan bahan makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Kebutuhannya terus melonjak mengikuti kenaikan jumlah penduduk. Tentunya kebutuhan ini harus selalu terpenuhi oleh pemerintah, karena jika pasokan beras untuk  rakyat tidak terpenuhi, akan berdampak pada kesehatan, gizi buruk, dan menurunnya kualitas sumber daya manusia.

Inilah fakta yang terjadi saat ini, bahkan fenomena seperti ini adalah hal yang biasa di negeri ini. Apalagi ketika ada momentum perayaan hari-hari besar keagamaan atau pergantian tahun, biasanya harga kebutuhan pokok secara otomatis melonjak drastis.

Negeri yang subur ini, yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, nyatanya tak selamanya makmur. Kebijakan pemerintah di sektor pertanian dan perdagangan yang amburadul disinyalir menjadi penyebab melonjaknya harga kebutuhan pokok ini. 

Sering kali negeri ini mengalami kenaikan harga kebutuhan pokok hingga membuat rakyat menjerit. Dengan situasi yang sulit seperti saat ini, rakyat terpaksa terus memutar otak agar kebutuhan keluarganya terpenuhi. Bahkan, banyak pemberitaan mengenai seseorang yang nekat mencuri karena tidak ada uang. Impitan ekonomi yang luar biasa mencekik sungguh berdampak pada perilaku masyarakat yang mudah terjerumus dalam kasus kejahatan.

Julukan sebagai "lumbung padi" di negeri ini nyatanya sudah tidak berlaku. Lantas apa yang menyebabkan harga beras melejit? Seribu tanya tentunya hadir dalam benak masyarakat. Namun apa daya, jeritan masyarakat menengah ke bawah sepertinya terabaikan. 

Sebetulnya ada dua faktor yang menyebabkan kenaikan harga beras, (1) faktor alami, misalnya gagal panen, serangan hama, dan jadwal panen. (2) penyimpangan ekonomi, seperti penimbunan (ihtikar), permainan harga, hingga liberalisasi yang mengantarkan pada penjajahan ekonomi.

Semua permasalahan ini bersumber dari sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini. Di sistem ini, pihak penyelenggara pemerintahan berfokus pada perhitungan untung dan rugi, bukan pada kesejahteraan rakyat. 

Sistem yang menerapkan  aturan buatan manusia ini terbukti menjadi penyebab karut-marutnya sektor pertanian dan perdagangan. Sistem ini tak mampu memberikan solusi tuntas, misalnya kebijakan mengimpor beras. Mau sampai kapan? 

Kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir orang yang bermain di sektor ini. Mereka tak pernah berpihak pada rakyat. Bahkan, bukan hanya beras yang jadi incaran mafia pangan ini, komoditas lain seperti gula, bawang putih, dan garam tak luput dari sasaran untuk menggemukkan pundi-pundi rupiah mereka. Tak adanya sanksi yang bisa membuat efek jera, membuat kejadian ini terus berulang.

Jika saja negeri ini mau menerapkan aturan Islam, tentu saja akan mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan secara tuntas, termasuk masalah pemenuhan bahan pangan untuk rakyat. Rakyat akan dengan mudah mendapatkan beras dengan harga murah, tak perlu berdesak-desakan, saling sikut, bahkan berebut beras seperti dipemberitaan.

Dalam sistem Islam, negara menjamin sepenuhnya kesejahteraan rakyat. Pemerintah akan memaksimalkan upaya dan antisipasi dalam melonjaknya harga kebutuhan pokok ini, yaitu dengan memberikan perhatian penuh terhadap sarana dan prasarana demi menunjang distribusi hasil pertanian. Misalnya, menyediakan transportasi, infrastruktur jalan, menyediakan lahan secara cuma-cuma, bibit dan pupuk, juga dalam mengatur penjualan di pasar. Ini agar harga di pasaran stabil dan tidak terjadi ketergantungan kepada negara lain. 

Sistem Islam berasaskan Al-Qur'an dan sunah sehingga mampu mencetak seorang pemimpin yang amanah, jujur, dan berakhlak mulia, yang menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Seorang pemimpin (khalifah) paham betul dengan konsekuensi kepemimpinannya, yaitu menjadi pelayan rakyat. Ada masa kelak nanti di yaumul akhir, jika ada rakyat yang merasa terzalimi, maka ancamannya adalah neraka.

Lantas, apakah sistem kapitalisme ini masih layak diterapkan jika hanya kesengsaraan yang rakyat dapatkan? Islam adalah satu-satunya dien yang sempurna dengan seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan secara tuntas, termasuk permasalahan kenaikan harga bahan pangan. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae
Ibu Rumah Tangga

Senin, 25 September 2023

Ekonom: Kenaikan Harga Beras Mengikuti Hukum Pasar

Tinta Media - Merespon harga beras yang terus naik, Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menilai, kenaikan harga beras mengikuti hukum pasar.

“Yang namanya harga barang akan mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Jika penawaran lebih sedikit daripada permintaan maka harga pasti naik,” ungkapnya kepada Tinta Media Jumat (23/9/2023).

Hatta lalu mengulas mengapa penawaran sedikit sementara permintaan banyak, itu karena penduduk tambah banyak tetapi produksi semakin turun.

“Data yang kami miliki, tahun 2010 luas area panen padi 12,8 juta hektar. Tahun 2021, setelah satu dekade luas panen berkurang 2,3 juta hektar. Jadi hanya sekitar 10,5 juta hektar. Produksi padi juga turun, yang tadinya di tahun2010 15,1 juta ton, menjadi minus 9,9 juta ton di tahun 2021, sehingga hanya tersisa 5,2 juta ton. Sementara populasi penduduk Indonesia di periode yang sama (2010 – 2021) bertambah 38,5 juta jiwa,” bebernya.

Ia lalu berujar, bagaimana ceritanya mau menurunkan harga pangan, kalau produksi turun, sementara jumlah penduduk naik.
Menurutnya, ini menjadi alasan kenapa pemerintah melakukan impor beras yaitu untuk menekan supaya harga tidak naik.

“Tahun 2024 pemerintah sudah memastikan akan impor beras. Ini adalah konsekuensi langsung dari produksi padi yang terus menurun,” imbuhnya.

Menurut Hatta, kebijakan impor ini bukan tanpa masalah. ”Ketika harga beras murah karena kran impor dibuka, petani malas menggarap sawah. Namun ketika harga dinaikkan, begitu banyak masyarakat miskin yang tidak bisa menjangkau. Ini persoalan enggak selesai-selesai,” kesalnya.

Tuntas

Untuk menyelesaikan masalah kenaikan harga pangan ini, Hatta menawarkan solusi Islam. ia menerangkan, ekonomi syariah punya konsep tuntas.

“Harga beras atau harga barang-barang itu tidak boleh dipatok, tetapi masyarakat diberikan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung,” jelasnya mencontohkan.

Jadi, terangnya, keberlanjutan jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan termasuk sembako itu dijamin oleh negara, sehingga harga beras yang mengikuti harga pasar tidak akan mengganggu masyarakat , dan umat secara keseluruhan.

“Ekonomi syariah menjelaskan bahwa harga barang itu mengikuti harga pasar. Adapun masyarakat yang miskin dijamin oleh negara. Dananya dari kepemilikan sumber daya alam. Termasuk distribusi kekayaan yang tidak ribawi, sehingga harta itu betul-betul terdistribusi dengan baik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Kamis, 23 Maret 2023

Tiap Tiga Bulan Tarif Listrik Dievaluasi, Ini Penjelasannya...

Tinta Media - Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (INVEST) Ahmad Daryoko memberikan penjelasan terkait evaluasi tarif listrik per tiga bulan yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

"Semua ini terjadi akibat kondisi kelistrikan yang makin liberal terutama PLN Jawa-Bali sudah dalam kondisi unbundling vertikal yang mayoritas sudah dikuasai Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga. PLN hanya menguasai jaringan transmisi dan distribusi saja," ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (22/3/2023).

Apalagi, lanjutnya, sebentar lagi program Holding Sub Holding (HSH) selesai, disusul 'penyelundupan' Undang-Undang Power Wheeling System (PWS) berhasil maka kawasan Jawa-Bali akan berlangsung MBMS (Multy Buyer and Multy Seller).

"Secara kodrat bila MBMS berlangsung maka tarif listrik minimal akan naik 5x lipat dari sebelum terjadinya MBMS," tegasnya.

Sehingga paralel dengan penantian MBMS, tarif listrik secara bertahap akan dinaikkan terus mengikuti parameter pasar.

"Itulah alasan sebenarnya mengapa Kementerian ESDM setiap tiga bulan sekali mengevaluasi tarif listrik PLN," pungkasnya. () *Irianti Aminatun*.

Senin, 13 Maret 2023

Kenaikan Suku Bunga Jadi Beban Pelaku Ekonomi

Tinta Media - Menanggapi respon negara Kapitalis yang mengalami inflasi global dengan cara menaikkan suku bunga, Pengasuh Majelis Bengkel Pengusaha Pujo Nugroho menilai akan menjadi beban pelaku ekonomi.

“Kenaikan suku bunga akan memberikan beban kepada pelaku ekonomi,” ujarnya di Tabloid Media Umat edisi 327, 4-17 Januari 2023.

Kenaikan suku bunga, katanya, akan meningkatkan biaya aktivitas ekonomi seperti biaya modal dan ekspektasi pengembalian modal atau utang bagi para investor.

“Dampaknya dunia usaha menjadi lesu karena beban suku bunga ini. Bentuknya menurunkan aktivitas produksi. Akhirnya marak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Padahal inflasi telah menyebabkan PHK itu sendiri,” tuturnya.

Menurut Pujo, kenaikan suku bunga juga akan menyebabkan pasar finansial global terpuruk dan bursa saham pun rontok.
“Maka, beralih ke sistem ekonomi Islam adalah solusi terbaik, sama sekali tidak jadi beban,” pungkasnya. [] Beryl

Sabtu, 24 Desember 2022

Surplus Stok Pangan Jelang Nataru, Harga Tetap Naik?

Tinta Media - Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2022 dan dihadapkan pada fenomena rutin tahunan, Nataru (Natal dan tahun baru), yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini membuat rakyat semakin sulit, di tengah banyaknya PHK dan pengurangan jam kerja buruh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Pendapatan mereka tetap, bahkan berkurang, sedangkan pengeluaran membengkak akibat naiknya harga-harga. Apakah kenaikan harga ini akibat kurangnya persediaan di pasaran, sementara permintaan bertambah? 

Terkait masalah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah memastikan bahwa ketersediaan stok 11 komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, gula pasir, cabai besar dan cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih, mencukupi di 27 kabupaten/kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. (POJOKBANDUNG.com)

Bahkan, menurut Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Kamis (8/12/2022), sampai akhir November 2022, berdasarkan data aplikasi neraca yang diinput oleh kabupaten/kota, secara rata-rata 11 komoditas pangan strategis tersebut mengalami surplus.

Jika memang surplus, mengapa harga-harga tetap naik dibandingkan sebulan yang lalu?Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga akhir tahun akan berlanjut hingga awal tahun baru nanti. Jika ketersediaan barang-barang komoditas tersebut surplus, seharusnya tidak mengalami kenaikan harga, bahkan turun harga dari bulan sebelumnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pasar di tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus dicari tahu penyebabnya.

Inilah akibat diterapkan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini yang salah dalam tata kelola ekonomi. Keberadaan pemerintah hanya sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada para pengusaha (kapitalis) yang menguasai sektor pertanian, dari hilir hingga hulu, dari penyediaan pupuk hingga pemasaran. Oleh karena itu, pengusahalah yang berwenang menentukan harga. 

Dengan alasan natal dan tahun baru, kenaikan harga akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa, padahal ada para pengusaha yang meraup keuntungan besar dari kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga-harga ini. 

Kebijakan pemerintah yang memberikan peran besar kepada para pengusaha menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan para pemilik modal, dan tidak pro rakyat. Karena itu, surplusnya ketersediaan barang-barang komoditas kebutuhan rakyat, tidak berdampak positif bagi rakyat.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Penguasa berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat (ra'in). Penguasa ibarat seorang penggembala yang tidak akan membiarkan gembalaannya kelaparan atau kenyang sepihak, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari) 

Maka, negara dalam Islam adalah pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi para pengusaha (korporasi) berjual beli dengan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan pangan.

Islam menjadikan kendali distribusi ada di tangan pemerintah, bukan korporasi. Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan, tetapi tidak mampu mengaksesnya karena miskin atau tidak mampu bekerja, maka negara hadir menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengan syariat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Di sinilah wajibnya negara dalam menjaga rantai tata niaga di tengah rakyat, dengan menegakkan aktivitas produksi hingga perdagangan berjalan sesuai dengan syariat Islam.

Di antaranya, mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan melarang penimbunan, melarang riba, melarang tengkulak, kartel dan lain sebagainya. Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga terealisasinya perdagangan yang sehat, di antaranya adalah:

Pertama, larangan untuk mematok harga, baik harga batas atas maupun batas bawah. Alasannya karena hal tersebut akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Negara Islam, yakni khilafahlah yang mengurusi rantai perdagangan dan menegakkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran, 

Qadhi Hisbah akan bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan toyib.

Kedua, operasi pasar. Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini seharusnya berorientasi pada pelayanan, bukan bisnis. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup, sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah dan dapat menjualnya kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Inilah peran negara khilafah dalam menjamin terpenuhinya pangan setiap individu rakyat. Jika ketersediaan pangan ini surplus, maka bukan hanya terpenuhi kebutuhan pangan rakyat, bahkan mereka bisa mendapatkan harga pangan  yang lebih murah.

Islam memang solutif dan selalu tuntas dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui tata kelola perekonomian. Ini merupakan bagian dari penerapan syariah Islam kaffah oleh negara khilafah. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhaidah
Sahabat Tinta Media

Senin, 07 November 2022

Ironis, Rakyat Dilanda Krisis Kenapa Dana Parpol Justru Naik?

Tinta Media - Pemerintah melalui Menteri Dalam, Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp1.000 per suara menjadi Rp3.000 per suara. Sebagaimana dipahami bahwa sumber pendanaan partai ada tiga, yakni iuran anggota, bantuan pemerintah, dan sumbangan dari perorangan maupun perusahaan yang tidak pernah disebut asal dana itu.

Anggota Dewan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyebut bahwa dana bantuan partai politik (parpol) perlu ditambah. Subsidi dari negara untuk bantuan keuangan partai tidak signifikan atau hanya memenuhi sekitar 1% dari kebutuhan partai. Ia mengusulkan 50 persen dari kebutuhan partai politik sehingga membuka peluang parpol untuk memiliki otonomi secara finansial.

Namun, usulan tersebut mendapat komentar dari Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Hadar melihat bahwa kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasan lain, yaitu di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Karena itu, kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, dirasa kurang pantas.

Sungguh ironis, pemerintah mendorong kenaikan dana partai agar segera direalisasikan, sementara saat ini rakyat sedang mengalami kondisi ekonomi sulit akibat kenaikan harga BBM dan bahan-bahan pokok.

Parpol dalam Sistem Demokrasi

Parpol dalam sistem demokrasi, baik bercorak Islam maupun umum, pasti tidak terlepas dari transaksi politik. Selain itu, dalam pelaksanaan pemilu, partai politik harus memiliki dana yang tinggi yang digunakan untuk melakukan kampanye. 

Biaya politik yang mahal menjadikan partai-partai politik dalam sistem demokrasi menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana partai. Salah satunya menuntut pemerintah menaikkan bantuan dana parpol yang diatur dalam UU. Bantuan tersebut harus ditanggung oleh APBN yang tidak lain adalah uang rakyat.

Sayangnya, biaya politik yang mahal tidak sebanding dengan hasil yang diraih setelah memenangkan pemilu, yakni terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Ironisnya, pemimpin yang merupakan kader partai terpilih justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Belum lagi UU yang mereka hasilkan saat menduduki kursi kekuasaan justru malah menyengsarakan rakyat.

Lalu, apakah partai yang berdana besar akan memberi perhatian besar pada perbaikan nasib rakyat? Jawabannya tentu tidak. 

Partai politik dalam sistem demokrasi tidak akan membawa pada kebaikan pada rakyat. Sebab, parpol-parpol di atas berdiri dengan landasan sistem demokrasi.

Parpol dalam sistem demokrasi sangat erat kaitannya dengan politik uang dan banyak kecurangan. Kekuasaan dan uang merupakan kunci kemenangan, bukan pada kapabilitas parpol dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial. Suara rakyat mudah dibeli dengan iming-iming sekian rupiah saja, sungguh ironis.

Jargon demokrasi 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat', tetapi tampak hanya isapan jempol semata. Kenyataannya, kekuasaan hanya berpusat pada segelintir orang saja yang memiliki kepentingan, kekuasaan, dan uang, bukan berada di tangan rakyat. Semua yang mereka lakukan demi asas manfaat saja.

Parpol Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, politik tidak sepicik demokrasi yang berasaskan kepentingan dan manfaat. Politik dalam Islam bermakna riayah suunil umat. Artinya, melakukan pengurusan, perbaikan, dan pelurusan atas seluruh urusan rakyat.

Pada dasarnya, keberadaan parpol Islam dalam sistem Islam didirikan untuk melakukan kontrol dan muhasabah terhadap penguasa, terutama terkait dengan penerapan syariat Islam di dalam negeri, serta berbagai kebijakan luar negeri.

Oleh karena itu, berpolitik sangat penting. Tanpa adanya politik, maka urusan rakyat akan terabaikan. Sebab, salah satu fungsi utama parpol dalam Islam adalah muhasabah lil hukam, yakni parpol akan mengawasi berjalannya pemerintah.

Jika penguasa melakukan penyimpangan, maka parpol Islam akan melakukan koreksi dan muhasabah terhadap penguasa. Selain itu, tugas utama parpol Islam yaitu mendidik kesadaran politik umat.

Pada prinsipnya, parpol akan melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan penguasa. Namun, parpol akan memberikan dukungan penuh terhadap Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah selagi sejalan dengan syariat Islam.

Oleh sebab itu, parpol dalam sistem Islam tidak akan pernah berpihak kepada kepetingan penguasa maupun kepentingan rakyat. Parpol berdiri untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika penguasa melakukan kesalahan, maka tugas parpol adalah mengoreksi penguasa. Begitu juga dengan rakyat yang melakukan kesalahan, maka parpol juga akan mengoreksi dan mendidik rakyat agar memiliki kesadaran.
Wallahualam.

Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab