Ilusi Feminisme dan Gender bagi Perempuan, Saatnya Muslimah Ber-Islam Kaffah!
Tinta Media - Permasalahan mengenai perempuan sepertinya masih menjadi isu yang krusial untuk dibahas. Faktanya, di zaman yang semakin modern ini, ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa perempuan masih dianggap sebagai kelas kedua. Mereka menganggap kaum perempuan diperlakukan lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berupaya menyuarakan ide kesetaraan dan keadilan gender. Sederhananya, kesetaraan gender menginginkan agar perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama tanpa ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Kesetaraan gender semakin meluas seiring bertambahnya negara yang mengemban ide kapitalisme-sekuler, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri pemerintah menindaklanjuti ide kesetaraan gender dengan mengintegrasikannya pada pembangunan nasional, yaitu dengan melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan melalui pendekatan kesetaraan dan keadilan gender (KKG).
Terkini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG). Perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa.
Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara. Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (06/01/2024), sebagaimana yang dilansir oleh republika.co.id (06/01/2024).
Di tengah berbagai problematika yang menghantam perempuan saat ini, benarkah ide kesetaraan gender mampu menjadi solusi? Mampukah ide ini memberikan kesejahteraan dan kemuliaan bagi perempuan?
Feminisme-Gender, Buah dari Sistem Batil Kapitalisme-Sekuler
Jika melihat sejarah munculnya ide kesetaraan gender, maka tidak bisa dilepaskan dari paham feminisme ekstrem yang lahir di Barat. Pada saat itu, Barat memang menganggap wanita sebagai kelas kedua. Maka, lahirnya gerakan feminisme memiliki tujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menetapkan kesetaraan pada seluruh aspek.
Ide feminisme atau kesetaraan gender juga sengaja disebarkan dan dicekokkan pada umat Islam. Barat menilai bahwa ajaran Islam bersifat membatasi dan menindas kaum perempuan.
Akibat adanya sekularisme di tengah umat Islam, maka ide feminisme dan gender pun mulai diusung oleh sebagian Muslimah yang teracuni pemikirannya dengan pemikiran Barat tersebut.
Sejatinya, semua ide tersebut, baik feminisme dan gender merupakan buah dari sistem kapitalisme-sekuler yang batil, karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Mereka menghambakan diri pada ide kebebasan (liberalisme) sehingga dalam kehidupannya menganggap manusia bebas melakukan apa pun tanpa batasan, termasuk membuat aturan kehidupan sendiri.
Paham kapitalisme-sekuler nyatanya berkelindan dengan segala kerusakan yang terjadi saat ini. Kerusakan yang terjadi juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan perempuan. Gagalnya negara kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, khususnya perempuan bukanlah isapan jempol belaka. Sekalipun ide feminisme dan gender telah digaungkan, faktanya saat ini perempuan masih saja mendapatkan permasalahan dalam hidup. Ini terbukti dengan tingginya KDRT, banyaknya angka perceraian, pelecehan, dan kekerasan seksual yang dialami perempuan.
Adapun tuduhan ajaran Islam membatasi dan menindas kaum perempuan hanyalah fitnah keji yang lahir dari para pembenci Islam. Mereka mengambinghitamkan dan menyerang syariat Islam. Mereka menuduh hal yang sebenarnya tidak terjadi dalam Islam. Segala kemalangan yang menimpa umat, termasuk perempuan saat ini adalah akibat tidak adanya penerapan syariat Islam secara kaffah. Sejatinya, Islam itu menyejahterakan, melindungi, bahkan memuliakan perempuan.
Adapun sumber masalah saat ini adalah karena penerapan sistem kapitalisme sebagai dasar kehidupan manusia. Kapitalisme jelas menjadikan manusia sangat menderita.
Ekonomi kapitalis melahirkan kemiskinan yang mengerikan, yang memaksa para perempuan bekerja keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga. Banyak perempuan yang mengeksploitasi diri sendiri demi mendapatkan uang, akibat sulitnya lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki.
Alhasil, tak sedikit kaum ibu yang berganti peran menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai pendidik generasi (madrasatul ula' atau pendidik pertama bagi anak-anaknya).
Tekanan ekonomi yang berat ditambah lagi mahalnya biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar baik biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan kebutuhan sandang, pangan, dan papan menjadikan perempuan atau kaum ibu sangat rentan mengalami stres, bahkan kehilangan naluri keibuannya.
Fakta di atas menjadi bukti gagalnya negara dengan asas kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan umat, khususnya perempuan. Oleh karena itu, berharap pada ide feminis ataupun kesetaraan gender adalah hal yang sia-sia. Alih-alih menyejahterakan dan memuliakan perempuan, ide tersebut justru membawa perempuan jatuh pada kehinaan dan jauh dari fitrah perannya yang mulia. Dengan demikian, jelas bahwa feminisme dan gender hanyalah ilusi bagi perempuan.
Hanya Islam yang Mampu Memuliakan Perempuan
Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi daulah khilafah pastinya akan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini karena sejatinya Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang memiliki aturan yang sempurna akan menjalankan mekanisme yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat, termasuk kaum perempuan.
Islam tak pernah menempatkan perempuan pada kelas kedua, atau lebih rendah posisinya dari laki-laki. Allah Swt. tidak memuliakan seseorang berdasarkan jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan kedudukannya sama di mata Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Hujurat, ayat 13,
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa."
Adapun posisi perempuan dalam Islam di tempatkan pada posisi yang terhormat dan mulia, karena perempuan memiliki peran yang luar biasa yaitu melahirkan dan mencetak generasi. Oleh karenanya, khilafah akan memastikan terjaminnya peran perempuan tersebut.
Penerapan Islam secara kaffah yang khas dan sempurna dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik akan tegas menjaga kehormatan perempuan. Adanya syariat yang melarang perempuan untuk bertabaruj, larangan perempuan keluar rumah tanpa mahram jika lebih dari sehari-semalam, dan kewajiban menutup aurat secara sempurna (dengan menggunakan jilbab dan kerudung) bukanlah bentuk pengekangan Islam terhadap kebebasan perempuan, melainkan sebuah aturan yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya.
Sebagai pengurus urusan rakyat, khilafah akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga tak akan ada lagi perempuan yang terpaksa keluar rumah untuk bekerja, apalagi berperan sebagai tulang punggung keluarga. Jika tak ada wali yang mampu menafkahi, maka khalifah akan bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokoknya secara langsung. Dengan begitu, para ibu bisa fokus untuk menjalankan kewajiban utamanya, yaitu sebagai pengurus keluarga dan anak-anaknya (al umm wa robbatul bait).
Hukum perempuan bekerja dalam Islam adalah mubah. Oleh karenanya, Islam tidak akan memaksa perempuan keluar rumah untuk bekerja. Bahkan, khalifah akan melarang perempuan bekerja jika pekerjaan tersebut justru bertujuan mengeksploitasi sisi sensualitas mereka. Misalnya sebagai model dan peragawati, karena pekerjaan semacam itu justru menghinakan kaum perempuan.
Pengontrolan negara terhadap media massa dan konten-konten yang ditayangkan pun akan menjadi upaya untuk menjaga keamanan dan kehormatan perempuan. Konten berbau maksiat, pornografi-pornoaksi, ataupun yang bersifat kekerasan akan dilarang total karena hal-hal tersebut bisa menyuburkan kemaksiatan di tengah masyarakat dan akan berakibat pada pelanggaran kehormatan perempuan.
Selain pengontrolan media, upaya lain yang juga akan dilakukan khalifah untuk memberikan jaminan keamanan bagi perempuan adalah dengan menerapkan sistem persanksian Islam (uqubat Islam). Setiap pelaku pelanggaran akan dikenai sanksi sesuai ketetapan syariah dan kebijakan khalifah. Dengan begitu, perempuan akan merasa aman dari kejahatan yang mengancam dirinya, seperti kekerasan, pelecehan, pemerkosaan, dll.
Demikianlah mekanisme Islam dalam menyejahterakan dan memuliakan kehormatan perempuan. Hal ini sudah terbukti selama 13 abad lamanya ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi daulah khilafah. Oleh karenanya, sebagai seorang muslimah yang taat, kita harus sadar dan yakin bahwa ide feminisme ataupun kesetaraan gender bukanlah solusi bagi permasalahan perempuan saat ini. Justru kita harus semakin yakin bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang mampu menjamin kehormatan, ketenteraman, dan kemuliaan perempuan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media)