Tinta Media: Mukmin
Tampilkan postingan dengan label Mukmin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mukmin. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Desember 2023

Ciri-Ciri Mukmin yang Ideal


Tinta Media - Sobat. Orang yang beriman kepada Allah, maka ia akan terjaga dari segala sesuatu. Siapa yang tunduk kepada Allah, maka ia akan sedikit bermaksiat kepada-Nya. Jika ia bermaksiat, maka dia akan meminta ampunan, maka Allah akan mengampuninya. 

Sobat. Ada lima sifat mukmin yang sangat ideal yaitu mereka yang mampu menggabungkan amaliah lahir dan batin, antara iman dan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT  QS  Al-Anfal ayat 2 – 4 : 

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ  

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” ( QS. Al-Anfaal : 2 – 4 ) 

Sobat. Allah menjelaskan bahwa orang-orang mukmin ialah mereka yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat seperti tersebut dalam ayat ini. Tiga sifat disebutkan dalam ayat ini, sedang dua sifat lagi disebutkan dalam ayat berikutnya. 

1. Apabila disebutkan nama Allah bergetarlah hatinya karena ingat keagungan dan kekuasaan-Nya. Pada saat itu timbul dalam jiwanya perasaan penuh haru mengingat besarnya nikmat dan karunia-Nya. Mereka merasa takut apabila mereka tidak memenuhi tugas kewajiban sebagai hamba Allah, dan merasa berdosa apabila melanggar larangan-larangan-Nya. 

Bergetarnya hati sebagai perumpamaan dari perasaan takut, adalah sikap mental yang bersifat abstrak, yang hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Sedang orang lain dapat mengetahui dengan memperhatikan tanda-tanda lahiriah dari orang yang merasakannya, yang terlukis dalam perkataan atau gerak-gerik perbuatannya. 

Sikap mental itu adakalanya tampak dalam perkataan, sebagaimana tergambar dalam firman Allah: 

"Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya". (al-Muminun/23: 60) 

Dan adakalanya tampak pada gerak-gerik dalam perbuatan, firman Allah : 

"Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan, "salam." Dia (Ibrahim) berkata, "Kami benar-benar merasa takut kepadamu." (al-Hijr/15: 52) 

2. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah, maka akan bertambah iman mereka, karena ayat-ayat itu mengandung dalil-dalil yang kuat, yang mempengaruhi jiwanya sedemikian rupa, sehingga mereka bertambah yakin dan mantap serta dapat memahami kandungan isinya, sedang anggota badannya tergerak untuk melaksanakannya. 

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa iman seseorang dapat bertambah dan dapat berkurang sesuai dengan ilmu dan amalnya, 

Rasulullah bersabda:
"Iman itu lebih dari 70 cabang, yang tertinggi adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) 

Dengan demikian bertambahnya iman pada seseorang dapat diketahui apabila ia lebih giat beramal. Iman dan amal adalah merupakan satu kesatuan yang bulat yang tak dapat dipisahkan. 

Firman Allah Swt.:
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (ali Imran/3: 173) 

Dan firman Allah: 

Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (al-Ahzab/33: 22) 

3. Bertawakal hanya kepada Allah Yang Maha Esa, tidak berserah diri kepada yang lain-Nya. Tawakal merupakan senjata terakhir seseorang dalam mewujudkan serangkaian amal setelah berbagai sarana dan syarat-syarat yang diperlukan itu dipersiapkan. Hal ini dapat dipahami, karena pada hakikatnya segala macam aktivitas dan perbuatan, hanya terwujud menurut hukum-hukum yang berlaku yang tunduk di bawah kekuasaan Allah. Maka tidak benar apabila seseorang itu berserah diri kepada selain Allah. 

Sobat. Allah menjelaskan sifat-sifat lahiriyah orang-orang mukmin sebagai kelanjutan dari sifat-sifat yang telah lalu. 

4. Selalu mendirikan salat lima waktu dengan sempurna syarat-syarat dan rukun-rukunnya, serta tepat pada waktunya, sedang jiwanya khusyu mengikuti gerak lahiriyah dan tunduk semata kepada Allah. 

5. Menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan kepadanya. Yang dimaksud dengan membelanjakan harta dalam ayat ini ialah meliputi pengeluaran zakat, memberi nafkah kepada keluarga dekat ataupun jauh, atau membantu kegiatan sosial dan kepentingan agama, serta kemaslahatan umat. 

Sobat. Allah menegaskan bahwa orang-orang yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut adalah orang-orang mukmin yang sejati. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa sifat-sifat ini adalah sifat-sifat yang dapat diketahui orang lain dari dirinya, maka apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya telah beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad Saw dan meyakini bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, sedang orang itu mengikrarkan semua pengakuannya itu dengan lisan, maka ia wajib mengatakan bahwa ia telah menjadi orang mukmin yang benar. 

Sobat. Di akhir ayat Allah menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin yang benar-benar beriman dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang telah disebutkan, yaitu mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang mulia di sisi Allah, karena kuasa Allah semata. Kalau Allah berkuasa menciptakan segala macam bentuk kehidupan. Maka Dia berkuasa pula memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. 

Derajat yang tinggi itu, dapat berupa keutamaan hidup di dunia dan dapat berupa keutamaan hidup di akhirat, atau kedua-duanya. Allah berfirman: 

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.(at-Taubah/9:20)
Dan firman Allah : 

Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain. (al-Anam/6: 165) 

Sobat. Orang mukmin itu sakinah. Sakinah adalah hadirnya Allah Yang Mahabenar (al-Haq) tanpa ada sebab, dan kembali kepada yang haq tanpa ada keraguan, kecuali untuk terpenuhinya penghambaan. Maka saat itu bagian jiwa adalah khidmah ( pelayanan kepada Tuhan), bagian hati adalah makrifat, bagian akal adalah tersingkapnya tabir ilahi (mukasyafah), dan bagian roh adalah cinta. 

Sobat, Yang diminta oleh Allah dari kaum mukmin tidaklah begitu banyak yaitu suasana hati yang patuh kepada Allah, kemudian  mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mukmin yang demikian ini selalu memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Allah sangat suka yang demikian itu. 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 09 Mei 2022

Indah dan Nikmatnya menjadi Orang Mukmin


Tinta Media  - Wahai Umat  Islam, kemenangan kita ditentukan  oleh Pertaubatan kita  kepada Allah  dan sekuat apa  kita memegang  tali Allah  yang kokoh. Kemenangan kita ditentukan oleh kemenangan kita melawan nafsu  dan kebersatuan kita sebagai sesama  muslim  yang saling mencinta dan mengasihi  ( Ibnu  Athaillah )

Sobat. Orang-orang yang diciptakan Allah untuk melayani-Nya dan masuk  surga.  Mereka adalah  para nabi, para wali, orang-orang sholeh dan orang-orang mukmin  yang  hidup di dunia dengan  melaksanakan  sunah-sunah Nabi  serta cahaya-cahaya-Nya. Hati  mereka  tenang  dengan  berdzikir  kepada  Allah. Kehidupan  mereka  senang  dengan taat kepada Allah. Cahaya  mereka  tinggi  dengan  cinta  kepada Allah. Sebutan nama mereka diangkat ke malakut.

Allah  berfirman :

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
 (٩٧)
“ Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS. An-Nahl (16) : 97 )

Sobat. Kemudian Allah swt dalam ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda:

Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang hati atas pemberian Allah. (Riwayat Ahmad)

Sobat. Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.

Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Sobat. Maka, jika kau ingin  terus dilimpahi  rezeki  dan keberkahan  dari  Allah , kau harus menjaga ketaatan, bertaubat, dan merenungkan firmanNya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسَۡٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ (٢٨٢)

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Baqarah (2) : 282 )

Sobat. Dengan adanya perintah membelanjakan harta di jalan Allah, anjuran bersedekah dan larangan melakukan riba, maka manusia harus berusaha memelihara dan mengembangkan hartanya, tidak menyia-nyiakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa harta itu bukan sesuatu yang dibenci Allah dan dicela agama Islam. Bahkan Allah di samping memberi perintah untuk itu, juga memberi petunjuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan umum serta hukum-hukum yang mengatur cara-cara mencari, memelihara, menggunakan dan menafkahkan harta di jalan Allah. Harta yang diperoleh sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah adalah harta yang paling baik, sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

"Harta yang paling baik ialah harta kepunyaan orang saleh." (Riwayat Ahmad dan ath-thabrani dari 'Amr bin 'Ash).

Sobat. Yang dibenci Allah dan yang dicela oleh Islam ialah harta yang diperoleh dengan cara-cara yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah swt dan harta orang-orang yang menjadikan dirinya sebagai budak harta. Seluruh kehidupan, usaha, dan pikirannya dicurahkan untuk menumpuk harta dan memperkaya diri sendiri. Karena itu timbullah sifat-sifat tamak, serakah, bakhil dan kikir pada dirinya, sehingga dia tidak mengindahkan orang yang miskin dan terlantar. Rasulullah saw bersabda:

"Celakalah budak dinar, celakalah budak dirham." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang yang beriman agar mereka melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah setiap melakukan transaksi utang piutang, melengkapinya dengan alat-alat bukti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul di kemudian hari.

Pembuktian itu bisa berupa bukti tertulis atau adanya saksi.

1. Bukti tertulis
"Bukti tertulis" hendaklah ditulis oleh seorang "juru tulis", yang menuliskan isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat-syarat juru tulis itu ialah:

a. Orang yang adil, tidak memihak kepada salah satu dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sehingga tidak menguntungkan pihak yang satu dan merugikan pihak yang lain.

b. Mengetahui hukum-hukum Allah terutama yang berhubungan dengan hukum perjanjian dan transaksi, sehingga dia dapat memberi nasihat dan petunjuk yang benar kepada pihak-pihak yang berjanji. Karena juru tulis itu ikut bertanggung jawab dan menjadi saksi antara pihak-pihak yang berjanji, seandainya terjadi perselisihan di kemudian hari. Juru tulis dalam era modern sekarang ini diwujudkan dalam bentuk notaris/pencatat akte jual beli dan utang piutang.

Sobat. Dalam susunan ayat ini didahulukan menyebut sifat "adil" daripada sifat "berilmu", adalah karena sifat adil lebih utama bagi seorang juru tulis. Banyak orang yang berilmu, tetapi mereka tidak adil, karena itu diragukan kebenaran petunjuk dan nasihat yang diberikannya. Orang yang adil sekalipun ilmunya kurang, dapat diharapkan daripadanya nasihat dan petunjuk yang benar dan tidak memihak.

Tugas juru tulis ialah menuliskan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berjanji. Caranya ialah pihak yang berutang mendiktekan kepada juru tulis tentang sesuatu yang telah dipinjamnya, cara serta pelaksanaan perjanjian itu dan sebagainya. Tujuan mendiktekan isi perjanjian itu oleh pihak yang berjanji, ialah agar yang ditulis itu merupakan pengakuan dari pihak yang berutang, karena dengan tulisan semata-mata tanpa ada ucapan yang dilakukan oleh pihak yang berutang, maka yang ditulis itu saja tidak dapat dijadikan sebagai pengakuan.

Allah memperingatkan orang yang berjanji agar dia selalu menepati janjinya dengan baik. Hendaklah dia takut kepada Allah, dan komitmen terhadap janji yang telah diucapkan. Hendaklah bersyukur kepada Allah yang telah melunakkan hati orang yang telah membantunya dalam kesukaran. Bila dia bersyukur, Allah akan selalu menjaga, memelihara serta memberinya petunjuk ke jalan yang mudah dan ke jalan kebahagiaan.

Jika orang yang berjanji itu, orang yang lemah akalnya atau dia sendiri tidak sanggup untuk mendiktekan, maka hak untuk mendiktekan itu pindah ke tangan wali yang bersangkutan. Hendaklah wali itu orang yang adil dan mengetahui tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan muamalah. Hendaklah para wali berhati-hati dalam melaksanakan tugas perwalian itu.

Yang dimaksud dengan "orang yang lemah akalnya" ialah orang yang belum cakap memelihara dan menggunakan hartanya. Orang yang tidak sanggup mendiktekan ialah seperti orang bisu, orang yang gagap dan sebagainya.

2. Saksi

"Saksi" ialah orang yang melihat dan mengetahui terjadinya suatu peristiwa. Persaksian termasuk salah satu dari alat-alat bukti (bayyinah) yang dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau perkara.

Menurut ayat ini persaksian dalam muamalah sekurang-kurangnya dilakukan oleh dua orang laki-laki, atau jika tidak ada dua orang laki-laki boleh dilakukan oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan.

Mengenai syarat-syarat "laki-laki" bagi yang akan menjadi saksi adalah sebagai berikut:

a. Saksi itu hendaklah seorang Muslim. Pendapat ini berdasarkan perkataan min rijalikum (dari orang laki-laki di antara kamu) yang terdapat di dalam ayat. Dari perkataan itu dipahami bahwa saksi itu hendaklah seorang Muslim. Menurut sebagian ulama: beragama Islam itu bukanlah merupakan syarat bagi seorang saksi dalam muamalah. Karena tujuan persaksian di dalam muamalah ialah agar ada alat bukti, seandainya terjadi perselisihan atau perkara antara pihak-pihak yang terlibat di kemudian hari. Karena itu orang yang tidak beragama Islam dibolehkan menjadi saksi asal saja tujuan mengadakan persaksian itu dapat tercapai.
b. Saksi itu hendaklah orang yang adil, tidak memihak sehingga tercapai tujuan diadakannya persaksian, sesuai dengan firman Allah:

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu ... (ath-thalaq/65: 2)

Selanjutnya ayat ini membedakan persaksian laki-laki dengan persaksian perempuan. Seorang saksi laki-laki dapat diganti dengan dua orang saksi perempuan. Para ulama berbeda pendapat tentang apa sebabnya Allah membedakan jumlah saksi laki-laki dengan jumlah saksi perempuan. Alasan yang sesuai dengan akal pikiran ialah bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing diciptakan Allah mempunyai kelebihan dan kekurangan. Masing-masing mempunyai kesanggupan dan kemampuan dalam suatu perkara lebih besar dari kesanggupan pihak yang lain. Dalam bidang muamalah, laki-laki lebih banyak mempunyai kemampuan dibandingkan dengan perempuan. Pada umumnya muamalah itu lebih banyak laki-laki yang mengerjakannya. Karena perhatian perempuan agak kurang dibandingkan dengan perhatian laki-laki dalam bidang muamalah, maka pemikiran dan ingatan mereka dalam bidang ini pun agak kurang pula. Bila persaksian dilakukan oleh seorang perempuan, kemungkinan dia lupa, karena itu hendaklah ada perempuan yang lain yang ikut sebagai saksi yang dapat mengingatkannya.

Sobat. Menurut Syekh Ali Ahmad al-Jurjani: laki-laki lebih banyak mengguna-kan pikiran dalam menimbang suatu masalah yang dihadapinya, sedang perempuan lebih banyak menggunakan perasaannya. Karena itu perempuan lebih lemah iradahnya, kurang banyak menggunakan pikirannya dalam masalah pelik, lebih-lebih apabila dia dalam keadaan benci dan marah, dia akan gembira atau sedih karena suatu hal yang kecil. Lain halnya dengan laki-laki, dia sanggup tabah dan sabar menanggung kesukaran, dia tidak menetapkan suatu urusan, kecuali setelah memikirkannya dengan matang.)

Bidang muamalah adalah bidang yang lebih banyak menggunakan pikiran daripada perasaan. Seorang saksi dalam muamalah juga berfungsi sebagai juru pendamai antara pihak-pihak yang berjanji bila terjadi perselisihan di kemudian hari.

Berdasarkan keterangan Syekh Ali Ahmad al-Jurjani dan keterangan-keterangan lainnya diduga itulah di antara hikmah mengapa Allah menyamakan seorang saksi laki-laki dengan dua orang saksi perempuan.

Menurut Imam asy-Syafi'i: Penerimaan kesaksian seorang saksi hendaklah dengan bersumpah. Beliau beralasan dengan sunah Rasulullah saw yang menyuruh saksi mengucapkan sumpah sebelum mengucapkan kesaksiannya. Sedang menurut Abu Hanifah: penerimaan kesaksian seseorang tidak perlu disertai dengan sumpah.

Dalam ayat ini disebutkan "janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil." Maksudnya ialah:

1. Hendaklah seseorang bersedia menjadi saksi dalam suatu kejadian atau peristiwa, bila kesaksian itu diperlukan.
2. Hendaklah seseorang bersedia menjadi saksi bila terjadi suatu perkara, sedang dia adalah orang yang mengetahui terjadinya peristiwa itu.
3. Hendaklah seorang bersedia menjadi saksi terhadap suatu peristiwa yang terjadi, bila tidak ada orang lain yang akan menjadi saksi.

Diriwayatkan oleh ar-Rabi' bahwa ayat ini diturunkan ketika seorang laki-laki mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta persaksian mereka, tetapi tidak seorang pun yang bersedia.

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan "janganlah mereka enggan" ialah: jangan mereka enggan menerima permintaan menjadi saksi dan melaksanakannya. Enggan melakukan keduanya itu hukumnya haram. Hukum melakukan persaksian itu fardu kifayah.

Kemudian Allah menjelaskan perintah-Nya, agar orang-orang yang beriman jangan malas dan jangan jemu menuliskan perjanjian yang akan dilakukannya, baik kecil maupun besar, dan dijelaskan syarat-syarat dan waktunya. Dalam ayat ini Allah mendahulukan menyebut "yang kecil" daripada "yang besar", karena kebanyakan manusia selalu memandang enteng dan mudah perjanjian yang terkait dengan hal-hal yang remeh (kecil). Orang yang meremehkan perjanjian yang terkait dengan hal-hal yang remeh (kecil) tentu dia akan menganggap enteng perjanjian yang terkait dengan hal-hal primer (besar). Dari ayat ini juga dapat dipahami bahwa Allah memperingatkan manusia agar berhati-hati dalam persoalan hak dan kewajiban, sekalipun hak dan kewajiban itu terkait dengan hal-hal yang sekunder/remeh.

Allah menyebutkan hikmah perintah dan larangan yang terdapat pada permulaan ayat ini, ialah untuk menegakkan keadilan, menegakkan persaksian, untuk menimbulkan keyakinan dan menghilangkan keragu-raguan. Jika perdagangan dilakukan secara tunai, maka tidak berdosa bila tidak ditulis.

Dari ayat ini dipahami bahwa sekalipun tidak berdosa bila tidak menuliskan perdagangan secara tunai, namun yang paling baik ialah agar selalu dituliskan.

Sekalipun tidak diwajibkan menuliskan perdagangan tunai, namun Allah memerintahkan untuk mendatangkan saksi-saksi. Perintah di sini bukan wajib, hanyalah memberi pengertian sunat. Tujuannya ialah agar manusia selalu berhati hati di dalam muamalah.

Selanjutnya Allah memperingatkan agar juru tulis, saksi dan orang-orang yang melakukan perjanjian memudahkan pihak-pihak yang lain, jangan menyulitkan dan jangan pula salah satu pihak bertindak yang berakibat merugikan pihak yang lain. Sebab terlaksananya perjanjian dengan baik bila masing-masing pihak mempunyai niat yang baik terhadap pihak yang lain.
Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu¦ (al-Baqarah/2: 237)

Jika seseorang mempersulit atau merugikan orang lain, maka perbuatan yang demikian adalah perbuatan orang fasik, dan tidak menaati ketentuan dari Allah.

Pada akhir ayat ini Allah memerintahkan agar manusia bertakwa kepada-Nya dengan memelihara diri agar selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dia mengajarkan kepada manusia segala yang berguna baginya, yaitu cara memelihara harta dan cara menggunakannya, sehingga menimbulkan ketenangan bagi dirinya dan orang-orang yang membantunya dalam usaha mencari dan menggunakan harta itu. Allah mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia, dan Dia akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan itu.

Oleh: DR. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab