Tinta Media: Motor Listrik
Tampilkan postingan dengan label Motor Listrik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motor Listrik. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

Kebijakan Ramah Lingkungan yang Dipaksakan

Tinta Media - Ragu dan khawatir, mengetahui wacana pembagian rice cooker gratis dan subsidi motor listrik oleh pemerintah di tahun 2023 nanti. Meski dalam pemberitaan yang ada, kebijakan tersebut untuk mewujudkan energi bersih dan sehat bagi generasi mendatang. Selain juga adanya upaya penghematan penggunaan gas elpiji 3 kilogram. 

Memang penggunaan energi melalui gas, hasil pengolahan fosil menimbulkan pencemaran lingkungan dan merusak kesehatan. Gas metana yang dihasilkan dari pembakaran gas elpiji, bisa menimbulkan sesak napas dan lingkungan yang semakin panas. Sehingga upaya mewujudkan lingkungan yang bersih, dan sehat patut diapresiasi. Namun, wacana pembagian rice cooker gratis sebanyak 680.000 buah dengan anggaran sebanyak 340 miliar dan telah mendapat dukungan dari Komisi VII DPR ini, dirasa tidak tepat sasaran. Jika yang menjadi tujuan untuk mencipta lingkungan bersih, adanya pemakaian kompor gas masih banyak digunakan. Sehingga efek metana yang ditimbulkan dari nyala gas, masih terwujud. Belum adanya kekhawatiran duplikasi barang yang dibagi. Karena saat ini, masyarakat sudah banyak memiliki penanak nasi listrik tersebut.

Sementara wacana pemberian subsidi sebesar 6 sampai 6,5 juta, untuk konversi ke motor listrik, banyak pengamat menilai hal ini akan bermasalah, tidak efektif dan hanya pemborosan. Penggunaan motor listrik, dipandang belum saatnya. Di mana kita masih melihat sarana infrastruktur di pedalaman atau desa-desa masih kurang, termasuk adanya tempat pengisian baterainya pun masih minimal.

Wacana kebijakan penggunaan energi listrik sebagai pengganti minyak, sebenarnya tidak salah jika negara sudah mampu secara mandiri mencukupi kebutuhan listrik masyarakat. Namun celakanya listrik saat ini, telah diprivatisasi. Privatisasi PLN telah membolehkan swasta baik dari dalam maupun luar negeri mengelola bahkan memiliki sebagian besar perusahaan milik pemerintah ini. Sehingga wajar, standar keuntungan pun menjadi hal utama. Efeknya pemakaian listrik masyarakat pun digenjot besar-besaran, agar keuntungan lebih besar. Mulai dari kenaikan daya 450VA ke 900VA, maupun program kompor, motor bahkan mobil listrik. 

Kemudian jika mengamati akar penyebab rusaknya lingkungan, semua berujung pada sistem yang dipakai oleh dunia sekarang, yaitu kapitalisme-sekular. Keserakahan manusia dalam mengeruk semua sumber daya alam (SDA) termasuk minyak, menyebabkan kerusakan ekosistem alam. Asas meraih keuntungan setinggi-tingginya, dengan produksi sebesar-besarnya tanpa melihat aturan agama. Akhirnya pengelolaan SDA bukan untuk kemakmuran rakyat namun hanya demi kepentingan para korporat (pengusaha).


Maka inilah kebobrokan sistem kapitalisme, negara dikuasai oleh para pemilik modal yang menguasai hajat hidup masyarakat. Semua SDA yang seharusnya dimiliki negara, agar digunakan bagi kemakmuran rakyat, kini telah diprivatisasi/ dijual ke swasta. Negara hanya sebagai regulator (pembuat aturan) belaka, sementara pelaksananya diserahkan ke swasta. Padahal Islam sebagai agama yang memiliki kesempurnaan syariat telah mengatur bahwa adanya kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, adalah milik umat/masyarakat. Negara diberi tanggung jawab untuk memanfaatkannya bagi kemakmuran masyarakat bukan sekelompok rakyat yang memiliki modal (pengusaha).

Walhasil ketika syariat Islam yang dijadikan pedoman kehidupan, baik dalam tatanan individu, masyarakat dan negara akan terwujud kehidupan yang tidak hanya sejahtera, namun juga adanya keberkahan dari Allah Swt. bagi seluruh umat manusia.

Oleh: Nita Savitri 
Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Dakwah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab