Tinta Media: Moral
Tampilkan postingan dengan label Moral. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Moral. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 April 2024

Kerusakan Moral Generasi Buah Sistem Pendidikan Sekuler


Tinta Media - Moral generasi kian menjadi-jadi dan kian miris, marak pelajar dan anak-anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan. Di Lampung Utara seorang pelajar SMP berinisial N (15) di perkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubug pada Sabtu (17/2/2024), adapun pelaku 6 orang di antaranya masih di bawah umur. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung Komisaris Besar (Kombes) Umi Fadilah pada Senin (11/3/2024) mengungkapkan;

“Korban disekap selama 3 hari tanpa diberi makan. Selama penyekapan itu, korban mengalami kekerasan seksual,” katanya (Kompas.com)

Di Kabupaten Bekasi perang sarung sesama pelajar memakan korban, satu orang berinisial AA (17) tewas dalam tawuran perang sarung di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Tawuran yang terjadi pada pukul 00.30 WIB, Jumat (15/30). Kapolsek Cikarang Barat Kompol Gurnald Patiran mengungkapkan bermula perang sarung itu hari Rabu tanggal 13 Maret 2024 sekitar pukul 22.38 WIB korban menghubungi NIR melalui WhatsApp mengajak untuk perang sarung. Pelaku MAA membawa kunci shock berbentuk T lalu ikut berangkat bersama NIR dan kelompoknya. Dalam perang sarung tersebut MAA mengayunkan kunci shock itu ke kepala korban sebanyak 3 kali. Hingga mengakibatkan luka di kepala korban dan terkapar tidak sadarkan diri. Pelaku dan kelompoknya pun melarikan diri dan meninggalkan korban. Korban sempat dibawa ke rumah sakit namun tidak tertolong. (Sumber CNN Indonesia.com) 

Pastinya masih banyak lagi kasus serupa, generasi menjadi pelaku kejahatan dan kekerasan. Dan tak jarang dengan usia yang masih belia. Pemuda merupakan generasi penerus peradaban. Maka pemuda seharusnya dijaga dan dibina sehingga mereka memiliki pola pikir dan perilaku yang benar. Namun, sayangnya generasi saat ini mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku kejahatan dan kekerasan mencerminkan rusaknya generasi. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran pendidikan. Kurikulum pendidikan saat ini berasaskan pada sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Ketika agama dipisahkan dalam kehidupan maka akan menimbulkan kekacauan. Disisi lain menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas. Generasi di didik hanya cerdas dalam ilmu akademik tapi minim dalam keimanan dan akhlak. Hingga melahirkan generasi yang memiliki moral rusak meskipun masih di bawah umur. Mereka menjadi pelaku kekerasan seperti pemerkosa atau pelaku tawuran. Hal itu karena generasi tidak ada rasa takut akan dosa dan perbuatan yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, perilaku individualis dan liberal menjadi bagian pendorong generasi berbuat kemaksiatan sebab tidak ada saling menasihati antar sesama, membiarkan dengan dalih kebebasan berperilaku. Termasuk juga maraknya tayangan dan konten kekerasan seksual menjadi bahan konsumsi generasi, konten-konten yang tidak mengedukasi, kekerasan dan lain-lain menjadi konsumsi generasi sehari-hari. Maka wajar jika pemuda menjadi generasi yang rusak dan melakukan kerusakan, serta menjadi pelaku kekerasan. Hal demikian sangat berbeda ketika diatur dengan sistem Islam.

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak memisahkan aturan Allah swt., dari kehidupan, Islam mewajibkan agar semua hal dikaitkan dengan aturan Allah swt., Islam memandang generasi sebagai aset peradaban. Islam memerintahkan negara berperan untuk menjaga, dan mendidik generasi menjadi pemuda yang berkualitas. 

Hal itu, melalui sistem pendidikan yang diterapkan. Dengan pendidikan seseorang akan memiliki ilmu dan dapat berpikir untuk memilih antara yang baik dan tidak. Dengan ilmu generasi akan bersemangat untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat karena berasaskan pada akidah Islam, sehingga standar mereka bukan lagi kepuasan dunia tapi Ridha Allah. Hal demikian akan membuat mereka bersemangat untuk melakukan banyak kebaikan. Islam menentukan metode pengajaran secara talqiyan fikriyan. Dengan metode pengajaran talkiyan fikriyan semua ilmu akan di arahkan untuk membangun pemahaman generasi tentang kehidupan sekaligus menjadi landasan sikap dan perilaku dan semua ilmu diarahkan untuk meningkatkan tarap berpikir generasi sehingga generasi akan mampu untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Dengan metode talqiyah fiqriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman dan bertaqwa.

Tidak hanya itu, negara juga akan menutup konten-konten porno, kekerasan dan lainnya, Adapun konten yang dibolehkan hanyalah konten seputar edukasi syariat Islam, berita sehari-hari, perkembangan sains, dan teknologi, kewibawaan khilafah dimata dunia, maupun kehebatan pasukan khilafah dalam berjihad dengan demikian di benak generasi akan diliputi kebaikan-kebaikan karena mereka berada dalam suasana keimanan dan ketaatan (sumber MMC)

Dengan dukungan penerapan Islam dalam berbagai sistem kehidupan, maka akan membentuk generasi yang berkepribadian Islam dan jauh dari kata “menjadi pelaku” kekerasan ataupun kejahatan. Allahu A’lam bishawab.[]

Oleh: Haniah
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 31 Maret 2024

Kerusakan Moral Generasi Buah Busuk Sistem Pendidikan Sekuler

Tinta Media - Kualitas generasi makin kesini makin ngeri, miris dan was-was. Kehidupan remaja saat ini begitu dekat dengan tindak kriminal. Pastinya usia muda  yang semestinya menjadi usia cemerlang  dalam karakter akhlak prestasi dan kebaikan, kondisinya justru sangat kontradiktif dengan fakta hari ini. Seperti dengan adanya beberapa waktu lalu diberitakan seorang pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara Sabtu (17/02/2024) menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 10 orang. Korban ditemukan dalam kondisi  mengenaskan di sebuah gubuk.  Ada lagi kejadian Perang Sarung, Sabtu 16 Maret 2024. Lokasi pertama terjadi di jalan Gandaria Kelurahan Kacang Pedang Pangkal Pinang.

Pemuda adalah generasi penerus peradaban. Sebagai aset pemuda wajib di jaga, di lindungi  dan di bina. Memiliki pola pikir dan pola perilaku yang benar.

Sayangnya generasi saat ini mengalami kerusakan yang  begitu parah hingga banyak menjadi pelaku ragam kejahatan. Rusaknya generasi tidak bisa di lepaskan dari peran pendidikan sebagai mana yang dirasakan bersama bahwa kurikulum pendidikan saat ini berasas pada sekularisme (akidah yang memisahkan agama dari kehidupan).

Fitrah manusia terikat dengan aturan Sang Pencipta. Ketika di pisahkan dari kehidupan niscaya menghasilkan kekacauan yang luar biasa hebat. Pendidikan saat ini telah terbukti gagal mencetak generasi yang berkualitas. Generasi hanya dididik pandai dan cerdas dalam ilmu alat namun minim dalam keimanan dan akhlak. Maka lahirlah generasi yang memiliki moral yang bejat meski masih duduk di bangku  SMP atau SMA. Mereka menjadi pribadi kriminal seperti pemerkosaan atau pun pelaku tawuran.

Semua terjadi karena tidak ada rasa takut terhadap dosa dan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan lingkungan mempengaruhi kualitas pembentukan kepribadian generasi. Perilaku individualis dan liberalis menjadi sarana bagi generasi untuk berbuat kemaksiatan, sebab tidak ada nasehat antara sesama dan pembinaan atas nama  kebebasan perilaku.

Tayangan konten kekerasan dan seksual menjadi bahan konsumsi sehari-hari maka wajar  menjadi pemuda perusak dan gemar melakukan kerusakan.

Berbeda ketika di atur dengan sistem Islam yang di tetap kan secara praktis oleh negara Islam. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak memisahkan aturan Allah dari kehidupan. Mewajibkan agar semua hal dikaitkan dengan aturan Allah. Mewujudkan generasi  membutuhkan sistem yang mendukung. Tanpa sistem ini segala upaya yang dilakukan akan menghambat lahirnya generasi  berkualitas. Oleh karenanya menyelamatkan dan melindungi generasi dari kerusakan hanya bisa di lakukan dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh.

Negara Islam adalah sebagai instansi yang menerapkan hukum Allah. Islam memandang generasi sebagai sebuah aset peradaban. Islam memerintahkan negara berperan untuk menjaga, mendidik dan membentuk generasi berkualitas.

Negara menerapkan  sistem pendidikan Islam yang berasas aqidah Islam. Bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian  Islam. Menuntun generasi memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam. Standar mereka bukan lagi kepuasan namun ridho Allah, ikhlas dan bersabar mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang di larang Allah. Dan berupaya terus menerus berlomba dalam amal shalih bersemangat meninggalkan  kemaksiatan.

Islam menentukan metode pengajaran  talqiyan fikriyan. Metode ini menjadikan semua ilmu yang diajarkan pada anak didik di arahkan untuk membangun pemahamannya tentang kehidupan sekaligus menjadi landasan sikap dan perilaku. Selain itu semua ilmu diajarkan dan diarahkan untuk mencerdaskan akal dan meningkatkan taraf berpikir. Sehingga kaum Muslimin mampu menyelesaikan masalah kehidupan. Islam melarang semua  tayangan yang merusak seperti konten porno, kekerasan dan sejenisnya. Konten yang boleh dikonsumsi  seputar edukasi syariat Islam, berita sehari-hari, perkembangan sains dan teknologi. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Nifa (Sahabat Tinta Media)

Minggu, 03 Maret 2024

Rusaknya Mental dan Moral Remaja di Sistem Kapitalisme


Tinta Media - Pemuda hari ini banyak yang terkena penyakit mental illness. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) dalam survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. ( UGM.CO 24/10/2022)

Ini tentunya tidak terjadi tanpa sebab. Ini semua berasal dari kesalahan pendidikan di Indonesia. Kita tahu bahwa pendidikan di Indonesia hanya berdasar pada transfer ilmu saja dan hanya terbatas pada nilai semata, sehingga menjadikan remaja hanya kuat dalam teori keilmuan, tetapi lemah dalam mental dan adab. Belum lagi hukum di negeri ini yang seakan menjadikan murid lebih berkuasa daripada guru .

Kita bisa lihat bahwa kehidupan remaja saat ini begitu rusak.  Adab remaja saat ini membuat kita merasa miris. Mereka  berani melawan dan membentak guru, tidak mau disalahkan atas  kesalahannya, bahkan jika guru melawan dengan fisik yang terukur, maka guru seakan bersalah dengan dilaporkan ke polisi. Tidak sedikit dari guru yang sudah tertangkap hanya karena masalah tersebut. Ini kan aneh? 

Guru yang memberikan pendidikan dan arahan yang benar dengan mengingatkan dan melakukan amar makruf nahi mungkar justru disalahkan. Bagaimana Remaja di negeri ini bisa menjadi penerus bangsa yang hebat, penerus yang layak mengemban amanah dakwah terhadap negeri ini, jika adab mereka rusak dan mental mereka lemah?

Oleh karena itulah dibutuhkan sistem pendidikan yang benar, yang bisa mencetak pemimpin hebat selayak Muhammad al-Fatih. Beliau dibina dengan pendidikan yang benar dengan tsaqafah dan keimanan yang kuat, sehingga menjadikannya bukti bisyarah Rasulullah saw. 

Beliau dibina dengan fisik dan mental yang kuat. Bahkan, beliau sering dipukul dengan rotan saat menempuh pendidikan. Belum lagi transfer karakter yang dilakukan oleh gurunya, Syekh Aaq Syamsudin dan Ahmad Al Qurani yang menjadikannya pemimpin berkarakter Rasulullah saw.

Inilah yang menjadikan Muhammad al-Fatih sebagai pemimpin hebat sepanjang masa. Ia menaklukkan konstantinopel di usia 21 tahun dan pandai dalam 7 bahasa sekaligus di usia 17 tahun. 

Pendidikan seperti ini tentunya tidak bisa dilakukan dalam sistem demokrasi sekuler seperti sekarang. Pendidikan yang dibutuhkan saat ini adalah pendidikan dengan sistem Islam yang mendidik remaja untuk menjadi pemimpin masa depan.
Ketika meneliti sejarah, kita bisa menyaksikan bahwa semua itu telah terbukti secara nyata. Islam menjadi pusat peradaban ilmu yang besar. Peradaban Islam menghasilkan ilmuwan-ilmuwan muslim terkenal yang hingga saat ini karya mereka tetap abadi. menjadi awal perkembangan pendidikan ketika Barat masih dalam Dark Age. 

Tentunya, sistem pendidikan ini tidak akan bisa terwujud tanpa sebuah institusi yang menerapkan Islam secara sempurna, yaitu sistem khilafah yang menaungi seluruh umat yang ada di negeri ini. Sistem inilah yang akan menerapkan aturan terbaik dari Sang Pencipta Yang Maha Baik. Oleh karena itu, inilah waktunya untuk umat bersatu (it is time to be one ummah), beralih ke sistem yang berdasar pada Al-Qur'an dan Sunnah.



Oleh: Azzaky Ali Amrullah
Santri Kelas X Ponpes Al Amri

Sabtu, 17 Februari 2024

Etika dan Moral di Atas Hukum


Tinta Media - Etika dan hukum menjadi marak diperbincangkan. Hal ini setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, maraknya pelanggaran etik yang dilakukan oleh pejabat negara, khususnya terkait Ketua Mahkamah Konstitusi yang mendapat sorotan akibat pelanggaran etiknya. Kedua, putusan DKPP terhadap KPU terkait pencalonan Gibran. 

Secara teoretis ataupun filosofis, etika dan hukum (dalam pendekatan nonpositivis) adalah dua entitas yang sangat berkaitan, tetapi berbeda dalam penegakannya. Etika adalah ladang tempat hukum ditemukan dan hukum sendiri merupakan pengejawantahan hukum yang telah diberi sanksi dan diformalkan. 

Dalam filsafat hukum, kita mengenal tingkatan hukum yang berawal dari nilai, asas, norma, dan undang-undang. Dalam konsepsi tersebut, etika berada pada tataran norma dan asas, dengan demikian posisi etika adalah jauh di atas hukum. 

Implikasinya, pelanggaran etika secara sosiologis mendapatkan celaan sama atau bahkan lebih dari pelanggaran hukum. 

Etika turut berpengaruh terhadap penegakan hukum. Penegakan etika ini dapat mendorong keberhasilan penegakan hukum. Tegaknya etika di suatu negara, maka tegak pula hukum yang berlaku di sana. 

Etika di atas hukum, hilang etika maka akan hilang rasa malu, hilang etika dan rasa malu dalam menjalankan kekuasaan akan cenderung menjadi perilaku koruptif terhadap kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki. Sebagaimana adagium "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)." 

Pejabat negara dan penegak hukum yang menjalankan kekuasaan dan kewenangan tanpa kontrol etika, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat, kemudian menghasilkan pembangkangan publik yang dapat saja berakibat runtuhnya atau bubarnya negara. Sejarah telah mencatat banyaknya negara yang bubar akibat perilaku pejabatnya yang tidak memiliki etika dan malu. 

Banyak yang mengatakan politik sebagai seni menggunakan kekuasaan. Karenanya kekuasaan politik harus diberikan kepada orang-orang bijak atau orang-orang yang punya etika moral yang baik. Penggunaan kekuasaan tepat dan tidaknya bergantung dari siapa yang memegang kekuasaan. Pijakan berpikir inilah yang digaungkan oleh para pendukung moral-etis sebagai tolak ukur mendiskusikan persoalan kebangsaan. Bahkan moral politikus yang pada kenyataannya terhubung dengan persoalan kemiskinan yang sedang dihadapi rakyat Indonesia. Moral dan mental politisi yang korup berkontribusi pada kemiskinan rakyat. 

Filosof Immanuel Kant pernah menyindir, ada dua watak binatang terselip di setiap insan politik; merpati dan ular. Politisi memiliki watak merpati yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, ia juga punya watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya memangsa merpati. Celakanya, yang sering menonjol adalah “sisi ular” ketimbang watak “merpati”-nya. Metafora sang filosof yang normatif dan simbolik itu sudah menjadi pengetahuan umum, ketika berbicara soal etika politik. Bahkan ekstrimitas watak politisi pun diasosiasikan dengan “watak binatang”. 

Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang sering kali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan dll. 

Demikian
IG@chandrapurnairawan


Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
(Ketua LBH PELITA UMAT dan Mahasiswa Doktoral) 

Sabtu, 23 Desember 2023

Etika Politik “Ndasmu Etik”, IJM: Perlu Standar Moral Para Penguasa



Tinta Media - Pernyataan Prabowo Subianto “ndasmu etik” yang tersebar ke publik, dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana perlu untuk merenung ulang standar moral para penguasa dalam mengurus negara. 

“Bangsa ini perlu merenung ulang standar moral para penguasa dalam mengurus negara,” ujarnya dalam video: Etika Politik ”Ndasmu Etik” di kanal YouTube Indonesia Justice Monitor, Kamis (21/12/2023). 

Ia menjelaskan bahwa istilah ‘ndasmu etik’ sebuah istilah yang bagi orang Jawa terdengar sangat kasar dan menyoal urusan politik etik. “Ini baru soal MK, hanyalah sebagian dari soal etik yang ada dalam kekuasaan rezim Jokowi,” jelasnya. 

Menurutnya, seorang pemimpin harusnya memperbaiki moralitas politik etik pasca rezim Jokowi bukan malah diam atau malah ingin meneruskannya. “Jangan sampai kehidupan bernegara, memang lebih dikendalikan hawa nafsu berkuasa dan menjalankan kekuasaan untuk kepentingan segelintir orang,” katanya. 

Ia berharap siapa pun yang memimpin bangsa ini ke depan perlu memastikan etika politik dan sistemnya berubah. “Negara harus mempunyai standar moral dan sistem politik yang baik dalam mengarahkan berbagai kebijakan nasional ke depan,” harapnya. 

Menurutnya, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan sistem politik yang adil sesuai syariah bukan alat kekuasaan tirani dan diskriminatif. “Oleh karena itu, syariah Islam akan menjadi solusi penting dalam menata moral etik dan juga sistem yang baik ke depan,” pungkasnya. [] Azzaky Ali

Minggu, 18 Juni 2023

Bayi Dibuang, Tanda Penurunan Moral

Tinta Media - Umat digegerkan dengan beberapa kali kasus pembuangan bayi, dengan kondisi hidup maupun tak bernyawa lagi. Infobekasi.co.id saja menyampaikan setidaknya 7 kasus pembuangan bayi di Bekasi selama Januari-Juni 2023. Kasus ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia dan jumlahnya meningkat setiap tahun. Alasannya beragam, mulai dari hasil hubungan di luar nikah, ekonomi, hingga ketidaksiapan pasangan untuk memiliki bayi. Namun pada dasarnya, ini terjadi karena penurunan moral, hingga rasa tanggung jawab orang tua pada bayi berkurang. Mereka tidak siap konsekuensi dari suatu perbuatan.

Mestinya ketika seseorang berbuat sesuatu, harus siap menerima konsekuensinya. Pembuangan bayi menunjukkan orang tuanya tidak mau menerima konsekuensi dari perbuatannya. Jika bayi tersebut dari pasangan yang sudah menikah, artinya ia belum siap menjadi orang tua. Padahal, seharusnya ia telah siap secara fisik, materi maupun psikologis sebelum memilih memiliki anak bahkan sejak memutuskan menikah. Di sinilah pentingnya persiapan pra nikah yang juga harus difasilitasi negara.

Negara pun harus bertanggung jawab pada pembuang bayi karena alasan ekonomi. Pasalnya negara wajib menyejahterakan rakyatnya meski Allah telah menjamin rezeki manusia sebagaimana firman-Nya, yang artinya: “…janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan mereka, janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun tersembunyi…,” (QS. Al-An’am:151). Maka, negara harus mendorong dan menyediakan lapangan kerja agar pencari nafkah mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.

Sedangkan kasus pembuangan bayi dari hasil hubungan di luar nikah, tentu melanggar hukum. Perbuatan terlarang di luar nikah sendiri bertentangan dengan nilai-nilai moral dan larangan Allah, sebagaimana Firman-Nya, yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk.”(QS. Al-Isra’:32).

Selain itu, pembuangan bayi juga bisa terjadi karena efek sosial media dan kurangnya tingkat spiritual pelaku, termasuk pemberitaan yang di blow up. Selama ini media tidak menyampaikan konsekuensi bagi pelaku, hingga pembuang bayi mungkin berpikir “tetap ada yang mengadopsi bayinya”. Seharusnya media juga memberikan informasi yang menonjolkan konsekuensi dan dampak yang bagi bayi dan pelaku. Ini tidak lepas dari peran negara yang tegas dalam memberikan sanksi dan penyedia informasi.

Memang, di Indonesia ada sanksi pidana maksimum 9 tahun bagi pelaku pembuangan bayi. Namun faktanya kasus ini kian bertambah. Artinya ada hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah sebagai pengayom rakyat. Butuh aturan yang benar bagi masyarakat, bukan sekadar sanksi. Aturan itu adalah hukum syarak yang berasal dari Allah. Syarak berupa perintah dan larangan untuk mencegah kemungkaran, sekaligus sanksi tegas bagi pelakunya. Namun, di negara dengan sistem liberal(kebebasan) akan sulit diterapkan syarak, karena dibenturkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Bagaimana tidak, ketika syarak misalnya mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dibilangnya melanggar HAM karena dianggap menghambat kebebasan manusia. Padahal kebebasan tersebut bisa mengarah pada perbuatan asusila dan berakibat kehamilan di luar nikah. Ujungnya, mereka membuang bayi hasil perbuatan terlarangnya. Itulah HAM yang dihembuskan kaum liberal, dengan pandangan bahwa segala perbuatan berpusat pada kepentingan dan kebebasan manusia. Hal ini berbeda dengan pandangan Islam.

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus didasarkan pada syarak sebagai tolak ukurnya, tak ada hubungannya dengan HAM. Penerapan syarak oleh negara, menjadikan rakyat terikat dengan aturan Allah, sehingga moral terjaga, zina, pembuangan bayi dan kasus lain bisa diminimalisasi bahkan dihilangkan. Maka, segeralah terapkan syarak di semua lini kehidupan dengan kontrol negara, insya Allah kemungkaran termasuk pembuangan bayi tak akan ada lagi. Allahu’alam.
Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Senin, 08 Mei 2023

Sistem Politik Demokrasi Melahirkan Individu Bermoral Rusak

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menegaskan bahwa lsistem politik demokrasi yang diterapkan menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini. 

"Sistem politik demokrasi ini menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini," tuturnya dalam program Serba-Serbi MMC: Korupsi Lagi! Sistem Kapitalisme Melahirkan Individu Bermoral Rusak, Jumat (5/5/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, standar kebahagiaan dalam pandangan masyarakat kapitalis adalah materi. "Sehingga mengejar harta sebanyak-banyaknya meski melalui jalan yang haram adalah hal yang mutlak dalam sistem bobrok ini," ujarnya.

Ia menilai, penerapan sistem politik demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tidak hanya biaya penyelenggaraannya tetapi juga biaya kampanye para calon pejabat. Dana kampanye untuk memenangkan kursi kekuasaan tentu berasal dari kantong pribadi dan paling banyak berasal dari sponsor yang tidak lain adalah para pemilik modal atau korporat. 

“Alhasil ketika mereka telah menang dan berkuasa, berlaku hukum balik modal dan persiapan modal untuk kampanye selanjutnya. Disinilah jalan korupsi menjadi pilihan termudah. Ditambah lagi regulasi yang dibuat oleh akal mereka sendiri menjadikan celah korupsi lebih mudah diadakan,” ungkapnya.

Narator mengatakan, badan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi belum mampu mencegah dan menghentikan kasus korupsi yang ada. 

"Undang-undang yang berlaku berikut sangsi bagi pelaku korupsi pun nampak belum memberi efek jerat terhadap pelaku apalagi mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama. Korupsi seolah sudah menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini," ujarnya. 

Solusi

Narator menjelaskan bahwa hanya Islam yang dapat memberikan solusi secara sistematis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. Islam memiliki sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi antara lain:

Pertama, penerapan ideologi Islam. Penerapan ideologi Islam meniscahyakan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemimpinan. “Karena itu dalam Islam pemimpin negara atau khalifah diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,” tuturnya. 

Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, khilafah menetapkan syarat taqwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas. Ketakwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. 

“Para penguasa dalam sistem Islam paham betul bahwa menjadi pemimpin pejabat atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan izzul Islam wal Muslimin, bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya,” imbuhnya. 

Ketiga, pelaksanaan politik secara syar'i. Dalam Islam politik itu intinya adalah ri’ayah syar'iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam, bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki pemilik modal atau elit rakus.

Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. 

“Dalam Islam keimanan dan ketakwaan penguasa dan para pejabat tentu penting. Namun sistem yang menjaga mereka agar tidak melenceng itu jauh lebih penting. Sistem itu adalah khilafah Islamiyah yang berasaskan aqidah Islam dan menjadikan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan yang diterapkan,” pungkasnya.[] Prama AW

Minggu, 24 Juli 2022

Analis: Citayam Fashion Week Perlihatkan Dua Krisis

Tinta Media - Analis Sosial Media Rizqi Awal mengatakan, viralnya Citayam Fashion Week (CFW) di media sosial memperlihatkan adanya dua krisis.

“Sebenarnya ada dua krisis yang diperlihatkan," tuturnya dalam Kabar Petang: Sisi Gelap Citayam Fashion Week, Sabtu (23/7/2022) di Kanal Youtube Khilafah News. 

Pertama, krisis identitas. "Anak-anak muda kita, remaja-remaja ini pada akhirnya kekurangan identitas. Bagaimana membangun sikap mental yang baik,” ungkapnya.

Menurutnya, ada dua serangan utama yang dilakukan kapitalisme yaitu kehidupan sekuler dan Islamofhobia yang membuat wajah remaja saat ini menjadi suram. “Kenapa bisa begitu? Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan anak-anak remaja kita nantinya tidak mau tunduk pada aturan agama. Sehingga, norma-norma kehidupan mereka banyak terjadi penyimpangan. Kedua, wacana Islamofhobia ini akan muncul terus menerus,” ungkapnya. 

Bung Rizky, sapaan akrabnya membuat pengandaian, jika di kawasan Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok (SCBD) itu ada pembacaan Al Qur’an serentak, seperti halnya di Jogja dan bebarapa daerah yang sempat heboh sebelumnya, tentu akan dituding sebagai radikalisme. “Akan dituding sebagai gerakan intoleran yang bisa membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
 
Padahal, menurutnya, seharusnya kawasan SCBD jika digeneralisai bisa dihidupkan wacana syariah, bisa dihidupkan dengan kajian, dengan baca Al Quran dan segala macam. “Lagi-lagi, kehidupan negara kita itu tertekan dengan baca-baca yang saya bilang tadi,” jelasnya.  

Kedua, krisis moral. Menurutnya, jika mengharapkan anak-anak muda punya persepsi yang berbeda, moralnya harus dibenerin dulu. 

“Kenapa? Karena antara identitas dan moral tidak ada dasar yang menjadi penopang anak-anak muda ini memiliki eksistensi yang baik. Harusnya, anak-anak muda saat ini kita dorong dengan dasar beragama yang bagus. Sehingga ketika mereka menampilkan aktualisasi, menjadi aktualisasi yang positif. Aktualisasi yang membanggakan bagi orang tuanya, masyarakat dan negara,” pungkasnya. [] Ikhty
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab