Tinta Media: Monkeypox
Tampilkan postingan dengan label Monkeypox. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Monkeypox. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 September 2022

Cacar Monyet, Solusi Jitu sampai ke Akarnya

Tinta Media - Pandemi 2020 selayaknya menjadi pembelajaran bersama agar ke depannya bisa menghadapi masalah dengan solusi yang benar-benar solutif. Tahun 2022, dunia kembali dihebohkan dengan kemunculan wabah cacar monyet. Dikutip dari Wikipedia, wabah cacar monyet dikonfirmasi pada 6 Mei 2022 di Britania Raya, yang diawali pada saat penduduk Inggris bepergian ke Nigeria di Afrika Barat, tempat penyakit ini bersifat endemis. 

Bagaimanakah perkembangan selanjutnya? Dikutip dari Republika.co.id--Satgas Cacar Monyet (Monkeypox) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengungkapkan bahwa sudah 23 kasus suspek cacar monyet di Indonesia. Dari 23 kasus tersebut, 21 di antaranya sudah discarded, satu kasus terkonfirmasi dan satu kasus masih menunggu hasil.

Diketahui, sudah ada satu kasus konfirmasi cacar monyet di Indonesia pada Sabtu (20/8/2022) pekan lalu. Pasien pertama tersebut merupakan pria berusia 27 tahun yang tinggal di DKI Jakarta dan diketahui sempat melakukan perjalanan ke luar negeri.

Fakta ini sekali lagi membuktikan bahwa tidak ada proteksi dari penyakit yang bisa masuk melalui kasus imported (dari luar negeri). Seharusnya negara memberikan edukasi yang lengkap terkait penyakit ini dan memberikan pelayanan perawatan, serta perlakuan yang tepat pada para pelaku perjalanan dari dan ke luar negeri.

Heboh Pernyataan Menkes

Lantas bagaimanakah respon dari Menteri Kesehatan? Dikutip dari suara.com--"Because it only affects your skin, basically. Yeah, you look ugly definitely, but at least you will survive. (Pada dasarnya itu hanya memengaruhi kulit Anda. Benar, Anda pasti terlihat jelek, tapi setidaknya Anda bisa bertahan)," kata Budi, saat agenda The 3rd G20 Health Working Group, dikutip dari siaran YouTube Kemenkes, Selasa (23/8/2022).

Sebuah pernyataan yang sangat memilukan dan selayaknya tidak dikeluarkan oleh pejabat negara. Walaupun fatality rate atau tingkat kematian pada kasus cacar monyet secara global berkisar 0,04 hingga 0,05 persen, tetapi angka tersebut merupakan nyawa manusia yang selayaknya dilindungi dan tidak diremehkan.

Islam Menjaga Jiwa Manusia

Dunia kapitalisme saat ini tidak memberikan jaminan pada kesehatan dan jiwa manusia, terbukti dengan adanya peremehan pada penyakit cacar monyet. Menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, wabah cacar monyet telah dilaporkan lebih dari 16 ribu kasus, dan menyebar di 75 negara.

Tentu ini sangat berbeda dengan pandangan Islam yang sangat menghargai walaupun hanya satu nyawa manusia. Terkait penanganan wabah, Rasulullah telah menyampaikan dalam salah satu hadis: 

"Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar dari tempat itu" (HR. Muslim).

Sehingga, menjadi urgen bagi kaum muslimin untuk mengambil tuntunan dari Rasulullah dalam menyikapi wabah penyakit. Negara sebagai pengurus umat harus segera melakukan tracking untuk menelusuri siapa saja di antara warganya yang terkena penyakit menular. Kemudian mereka segera mengisolasi warga yang terkena, merawat, dan mengobati sampai sembuh secara gratis. Sedangkan untuk warga yang sehat, tetap bisa beraktivitas secara normal.

Tak cukup sampai disitu, negara punya kewajiban untuk meneliti terkait virus ini, sejauh mana dampak mortalitas (kematian) dan morbiditasnya (kesakitan). Negara juga harus mengembangkan vaksin berkualitas yang seefektif mungkin dan segera menyebarkan secara merata di seluruh lapisan masyarakat.

Inilah langkah jitu dalam Islam saat terjadi wabah penyakit menular. Jika solusi Islam ini diambil, maka rakyat akan merasa terlindungi dan masalah wabah akan bisa tuntas sampai ke akarnya. 

Wa ma tawfiqi illa billah, 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib

Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Jumat, 02 September 2022

Penyakit Menular Melanda, Minim Proteksi Negara

Tinta Media - Kementerian kesehatan telah mengumumkan temuan kasus cacar monyet atau monkeypox pertama di Indonesia melalui konferensi pers pada Sabtu, 20 Agustus lalu. Dilaporkan bahwa pasien cacar monyet pertama adalah seorang WNI, yakni pria berusia 27 tahun yang sempat melakukan perjalanan luar negeri (Republika, 27/08/2022).

Cacar monyet telah ditetapkan berstatus darurat kesehatan global sejak Sabtu, 23 Juli 2022 lalu oleh WHO karena telah terjadi di lebih dari 70 negara. Saat ini, sedikitnya 40.000 orang dari 90 negara terinfeksi virus cacar monyet dan 12 orang di antaranya meninggal dunia.

Penularan dari binatang ke manusia diyakini terjadi akibat perjalanan internasional ke negara-negara yang terpapar virus ini atau melalui binatang impor. Kemenkes menegaskan bahwa penyakit ini menular lewat kontak langsung dengan orang yang terjangkit virus cacar monyet, misalnya dengan droplet, lesi kulit dan benda yang terkontaminasi virus tersebut. Artinya, meskipun monkeypox tidak seganas Covid-19, tetap saja merupakan penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja yang kontak dengan penderita. 

Masuknya cacar monyet membuktikan tiadanya proteksi atas penyakit menular di negeri ini sejak awal kemunculannya.
Dunia kapitalisme tidak segera mengambil tindakan untuk menghentikan penyebaran virus di awal kemunculannya. Hal ini nampak dari penetapan darurat penyakit menular setelah tersebar di lebih dari 70 negara.
Kematian akibat penyakit ini pun diukur dengan persentase dan dianggap tidak berbahaya selama kematian di bawah satu persen dari total pasien tertular. Dari sini, negara diharapkan bisa bersikap tegas, jangan sampai kesalahan penanganan Covid-19 kembali terulang. 

Namun, negara kapitalis sendiri telah menempatkan kepentingan materi di atas kepentingan pemeliharaan jiwa manusia. Penutupan akses antarnegara untuk mencegah penularan virus yang belum tersebar luas tentu dipandang sebagai kerugian bagi negara-negara yang menerapkan sistem kapitalis. Sebab, hal ini akan menghambat distribusi barang dan jasa dan tentunya merugikan para korporasi yang sejatinya menjadi pengendali dunia hari ini, meskipun kesehatan dan nyawa manusia jadi taruhannya. 

Berbeda dengan khilafah atau negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Sistem Islam memandang bagaimana seluruh problematika manusia selesai. Menjaga jiwa manusia adalah salah satu tujuan dari penerapan syariat Islam. Karena itu, saat ditemukan satu saja pasien yang terinfeksi penyakit menular, maka khalifah sebagai pemimpin negara akan segera mengambil tindakan untuk mencegah penularan tanpa menunggu penemuan pasien di wilayah lain ataupun kematian yang diakibatkannya.

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar dari tempat itu" (HR. Muslim)

Kemudian negara akan segera memisahkan antara yang sehat dan yang sakit. Hal ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan, 

Pertama, penelusuran orang yang terjangkit penyakit menular. pada setiap pasien yang mengalami keluhan kesehatan, dilakukan pengecekan apakah ada yang terpapar. 

Kedua, melakukan penelusuran umum, yakni pemeriksaan pada warga masyarakat umum agar diketahui apakah terjadi penyakit menular. Hal ini bisa dilakukan melalui tempat-tempat publik, seperti bandara, stasiun, terminal, dan lain-lain.

Khalifah juga akan segera melakukan penelitian terkait virus yang menimbulkan penyakit dan dampak mortalitas atau kematian, serta mengembangkan vaksin dengan prosedur yang efektif dan efisien. Khalifah juga mengembangkan dan menyediakan obat-obatan yang penting untuk mengobati pasien yang terinfeksi penyakit menular. Penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan mencegah penyakit menular dan menuntaskan hingga ke akarnya.

Sebagai orang beriman yang memiliki tanggung jawab besar, sudah selayaknya para pemimpin muslim belajar dari sejarah. Jangan sampai kasus Covid-19 kembali terulang. Wallahu alam.

Oleh: Riana Annisa
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab