Tinta Media: Modus Operandi
Tampilkan postingan dengan label Modus Operandi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Modus Operandi. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 April 2023

MEMBENTUK ENTITAS ANTARA (PERUSAHAAN FIKTIF), MODUS OPERANDI MAFIA TANAH MERAMPAS HAK ATAS TANAH RAKYAT



“Kalau masih ada mafia yang main-main silakan detik itu juga gebuk. Ini meruwetkan ngurus sertifikat. Tidak bisa kita biarkan rakyat tidak dilayani urus sertifikat, setuju enggak?”

[Presiden Joko Widodo, 22 Agustus 2022]

Tinta Media - Saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto serius memberantas mafia tanah karena menyulitkan masyarakat yang mengurus sertifikat, penulis mengapresiasi tindakan tersebut namun belum dapat sepenuhnya percaya. Mengingat, praktik perampasan tanah oleh mafia melalui penerbitan sertifikat aspal secara umum marak terjadi dan meresahkan masyarakat.

Hanya saja, sejak menangani kasus SK Budihardjo, pemilik tanah yang diserobot tanahnya namun malah menjadi tersangka pemalsuan dokumen, penulis baru memahami detail cara kerja dan modus operandinya. Mereka, membentuk sejumlah langkah dan tahapan sebelum akhirnya melakukan perampasan tanah berdalih telah membeli.

Selasa, 4 April 2023, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, JPU menghadirkan Saudara ROHMAT, yang menjadi Direktur PT Bangun Marga Jaya (PT BMJ). Dari PT BMJ inilah, dalih PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA, anak usaha Agung Sedayu Group) menguasai tanah seluas 112.840 M2 melalui transaksi jual beli, yang diatas tanah tersebut dibangun perumahan GOLF LAKE RESIDENCE.

Sayangnya, kehadiran Saksi ROHMAT bukannya membuktikan dakwaan JPU tentang pemalsuan dokumen dan menempatkan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP dan pasal 266 KUHP. Keterangan Saksi ROHMAT, justru membuka kotak pandora bagaimana modus operandi dan cara kerja mafia tanah.

ROHMAT mengaku menjadi Direktur PT BMJ sejak 15 Maret 2007 sampai dengan 29 Januari 2010. Dia membeli 500 lembar saham PT BMJ senilai Rp 7,5 Miliar. Berdalih tidak ada hasil selama mengelola PT BMJ, lalu ROHMAT menjual 500 lembar dengan harga Rp 10 Miliar.

Lucunya, saat membeli saham, ROHMAT tidak melakukan sejumlah tindakan yang lazimnya dilakukan bagi siapapun yang hendak membeli saham, apalagi senilai Rp7,5 Miliar. Dalam fakta persidangan terdapat sejumlah keganjilan, diantaranya:

*Pertama,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui dan/atau mendapatkan rincian laporan keuangan dan kinerja PT BMJ, yang menurut klaim ROHMAT telah berdiri sejak tahun 1982. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Kedua,* Saksi ROHMAT tidak memiliki akte pengesahan Kemenkumham PT BMJ yang diklaim berdiri sejak tahun 1982, sementara hasil pengecekan data DITJEN AHU PT BMJ baru berdiri pada tahun 2008, dengan SK No. AHU-01306.AH.01.02 Akta No. 24, tanggal 25 November 2008. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Ketiga,* Saksi ROHMAT tidak mampu menjelaskan, kenapa dia membeli saham dari PT BMJ yang bergerak di bidang property, namun sejak tahun 1982 hingga dia beli (tahun 2007), tidak ada satupun perumahan karya PT BMJ. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Keempat,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui batas-batas tanah milik PT BMJ yang sahamnya dia beli, padahal semestinya dia sangat berkepentingan untuk mengetahui detail aset perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli sahamnya. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH, dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Kelima,* Saksi ROHMAT sengaja menutupi fakta bahwa PT BMJ telah kalah berperkara dengan ABDUL HAMID SUBRATA dengan perkara No. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT yang diputus tanggal 17 Juli 2007 (periode ROHMAT masih menjabat direktur PT BMJ). ABDUL HAMID inilah, selaku pemilik tanah dengan Girik C.1906 yang telah dijual dan dibeli oleh klien penulis SK Budihardjo. 

Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Keenam,* Saksi ROHMAT sengaja menutupi fakta bahwa PT BMJ telah diberi surat tembusan dari BPN Jakbar yang ditujukan ke BPN Kanwil DKI, yang isinya menindaklanjuti No. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT yang telah berkekuatan hukum tetap, *untuk mengeluarkan tanah Girik C 1906 seluas 2.231 M2 dari tanah seluas 112.840 M2 dengan No SHGB No. 1633 a/n PT BMJ.*

Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

*Ketujuh,* Saksi ROHMAT tidak mengetahui asal usul tanah seluas 112.840 M2 dengan 
SHGB No. 1633 a/n PT BMJ. Saat ditanya di persidangan, Saksi ROHMAT hanya menjawab sejumlah pertanyaan dari hakim dan Tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

Dan banyak lagi pertanyaan penting dan mendasar, untuk membuktikan kepemilikan tanah PT BMJ seluas 112.840 M2 dengan SHGB No. 1633 a/n PT BMJ, benar-benar diperoleh secara sah, namun tidak mendapatkan jawaban. Hal ini penting diungkap, mengingat, NONO SAMPONO selaku direktur PT SSK saat diperiksa, mengklaim memiliki tanah secara sah melalui transaksi jual beli dari PT BMJ.

Dari fakta persidangan tersebut, patut diduga PT BMJ hanyalah entitas antara yang sengaja dibentuk sebagai dasar legitimasi kepemilikan PT SSA. Apalagi, setelah selesai menjalankan tugas perantara untuk mentransaksikan tanah ke PT SSA, selanjutnya PT BMJ bubar (tidak ada aktivitas).

Kalau dalam kasus kejahatan Money Loundry (pencucian uang), kasus menghindari pajak, biasanya para pelaku kejahatan membentuk perusahaan cangkang (offshore) sebagai modus operandi untuk menyembunyikan atau mencuci uang hasil kejahatannya, atau untuk menghindari pajak. Nah, dalam kasus mafia tanah pembentukan perusahaan antara seperti PT BMJ sebelum akhirnya tanah dikuasai PT SSA ini, patut diduga menjadi modus operandi untuk merampas hak tanah rakyat berdalih jual beli.

PT SSA berdalih telah membeli tanah dari PT BMJ, sementara PT BMJ tidak dapat menjelaskan asal usul tanah yang dijual kepada PT SSA kecuali hanya menjawab dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU. Dengan begitu, patut diduga PT BMJ adalah entitas (perusahaan) bentukan mafia tanah, sementara ROHMAT hanya nomine, hanya alibaba yang ditempatkan di perusahaan sebagai direkturnya. 

Semoga, melalui kasus ini Presiden Joko Widodo bisa paham modus operandi mafia tanah bekerja dan segera menggebuknya. Sebab, jika kasus mafia tanah ini dibiarkan, penulis khawatir pribumi penduduk negeri ini lama-lama akan terusir dari tanah kelahirannya sendiri. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum SK Budihardjo

[Catatan Persidangan Kasus SK Budihardjo & Nurlela, Korban Kriminalisasi Mafia Tanah 'Golf Lake Residence' Persembahan Agung Sedayu Group]

https://heylink.me/AK_Channel/
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab