Tinta Media: Moderat
Tampilkan postingan dengan label Moderat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Moderat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Oktober 2024

Pengangkatan Menag Mengindikasikan Rezim Prabowo Meneruskan Proyek Moderat Mudarat-nya Jokowi

Tinta Media - Menanggapi diangkatnya Prof. Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama di Kabinet Gendut, Jurnalis Senior Joko Prasetyo menilai bahwa rezim Prabowo meneruskan proyek moderat mudarat-nya rezim Jokowi.

"Diangkatnya Prof. Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama di Kabinet Gendut mengindikasikan rezim Prabowo meneruskan proyek moderat mudarat-nya rezim Jokowi," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (24/10/2024).

Indikasinya, ujarnya kembali, tidak ada yang membantah betapa moderat mudaratnya sosok Nasaruddin Umar ini. Contoh terbaru, ketika dirinya menyambut kedatangan Paus dengan cium tangan penuh takzim dan cium sayang di kening Paus, yang berpidato memberi kesan semua agama sama, serta membaca Al-Qur’an (yang dibacakan oleh qari’ah) yang dikesankan orang Kristen juga masuk surga.

Om Joy, sapaan akrabnya juga mengatakan Nasaruddin Umar tidak menjelaskan bahwa yang dimaksud masuk surga itu orang Kristen sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat.

"Tidak dijelaskan oleh Nasaruddin Umar bahwa yang dimaksud masuk surga itu adalah orang Kristen sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah SWT.  Eh, setelah atraksi moderat mudarat tersebut, diangkatlah Nasaruddin Umar sebagai menteri agama," ungkapnya.

Itu dari sosok Nasaruddin Umar-nya, sambungnya, dari kampanye Prabowo sendiri, berulang kali menegaskan bahwa jika dirinya menjadi presiden, akan melanjutkan kebijakan Jokowi.

Terakhir, ia menegaskan bahwa rezim sebelumnya yaitu rezim Jokowi adalah mengarusutamakan moderat mudarat yakni berislam sesuai kacamata kafir Barat.

"Seperti kita ketahui, salah satu kebijakan rezim sebelumnya (Jokowi) adalah membuat berbagai regulasi yang mengarusutamakan moderat mudarat, yaitu berislam sesuai kacamata kafir Barat, serta memerangi radikal radikul (berislam yang tidak sesuai dengan keinginan kafir Barat)," pungkasnya.[] Nur Salamah

Senin, 29 Januari 2024

Bayangan Islam Moderat


Tinta Media- Islam moderat, program global yang terus menjadi aksi internasional. Sebetulnya program ini telah lama dihembuskan Barat. Sebagai upaya untuk mencegah bangkitnya kembali jiwa Islam politik yang shahih. 

Islam Moderat, Konsep yang Keliru 

Pemikiran umat pun semakin terselewengkan dengan adanya Islam moderat. Mulai dari toleransi, pencampuradukan akidah agama Islam dengan agama lain, hingga menyamakan persepsi bahwa semua agama itu sama. Paham yang mengandung kesalahan besar. Pemikiran demikian sangat berbahaya bagi umat. 

Parahnya lagi, kurikulum pendidikan yang ada saat ini pun,  kental dengan tujuan memoderasikan pemahaman kaum terpelajar. Melalui berbagai program asing yang jelas-jelas aroma liberalisasinya. Internasionalisasi kampus (kompas.com, 27/6/2023), visa pendidikan, beasiswa ke negeri-negeri Barat, dan program lain yang tampak "keren". 

Namun faktanya, jelas-jelas program ini sebagai program yang mem-brain wash pemikiran kaum pemikir dan cendekiawan. Tidak heran saat pemikiran-pemikiran yang kini ada adalah pemikiran liberal yang sekuleristik. 

Saat ini, umat Islam pun terbuai dengan "buaian" manis moderasi Islam. Islam yang moderat, "dipercaya" dapat menghilangkan radikalisme, fanatisme dan kekacauan dalam kehidupan. Moderasi Islam, digadang-gadang mampu menyatukan umat dalam persatuan dan kesatuan ala nasionalisme. 

Namun, betulkah demikian? 

Faktanya, Islam moderat adalah suguhan yang disajikan Barat untuk menghambat kebangkitan Islam. Barat yakin, bahwa Islam dan Khilafah akan bangkit kembali. Saking yakinnya, mereka pun berpikir keras sekuat mungkin untuk menghambat kebangkitan kaum muslimin. Caranya, dengan terus menghembuskan moderasi Islam yang "soft" dan terasa sangat indah bagi kaum muslimin. 

Namun, ternyata, jerat bayang Islam moderat sangat berbahaya untuk Islam kaffah, yang memperjuangkan kesejahteraan hakiki untuk umat. Boleh ber-"Islam", asal tidak Islam politis. 

Demikian syarat yang diberikan Barat bagi kaum muslimin. Kaum muslimin tetap boleh melakukan ritual ibadah, namun kaum muslimin yang memiliki pemikiran kritis tentang dakwah politik, akan digerus, ditindak, dicekal tanpa rasa kemanusiaan. 

Padahal, Islam dan politik adalah dua saudara kembar yang tak terpisahkan. Dalam Islam, politik diartikan sebagai pengurusan seluruh kebutuhan umat. 

Sangat berbeda dengan arti "politik" yang saat ini dipahami umat kebanyakan. Politik yang kini diterapkan dalam sistem sekularisme saat ini justru menjadikan kehidupan kian tidak terarah. Bahkan kehidupan dikendalikan salah arah. Kepentingan rakyat terus dicabik-cabik atas nama kepentingan penguasa dan oligarki. Miris. 

Islam Membangkitkan Pemikiran Umat 

Islam kaffah adalah aturan (syariat) yang Allah turunkan untuk mengatur segala urusan dan kebutuhan umat melalui jalan dakwah politis. Dakwah politis merupakan metode dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW, untuk mewujudkan Islam yang kaffah. 

Hanya dengan metode inilah Islam yang "real" bisa terwujud. Melalui wadah Khilafah manhaj An Nubuwwah, Islam yang kaffah dapat menjadi solusi semua masalah ummah. Rahmat Allah pun pasti tercurah untuk langit dan bumi. Innaka laa tukhliful mii'ad. Allah pasti tak akan menyalahi janji-Nya. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah: 208) 

Islam wajib diterapkan secara utuh dan menyeluruh demi keselamatan seluruh umat. Tanpa memilih-milih. Karena Islam sifatnya kaffah, bukan parsial. Konsep moderasi merupakan konsep penerapan Islam yang setengah-setengah. Dan jelas, konsep ini keliru dan berseberangan dengan konsep Islam yang shahih. 

Inilah satu-satunya jalan agar rahmat Allah SWT. tercurah bagi kehidupan manusia. Dan hanya dengan sistem Islam-lah pemikiran umat dapat dibentuk dengan konsep yang shahih berdasarkan syariah Islam demi menggapai kebangkitan umat yang sempurna. 

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 

Minggu, 25 Desember 2022

Deradikalisasi, Komitmen Barat Memoderatkan Umat

Tinta Media - Peristiwa bom bunuh diri kembali terjadi di Indonesia, tepatnya di Astanaanyar, Bandung pada Rabu 7/12/2022. Peristiwa ini menewaskan 2 orang, yaitu satu orang pelaku pemboman dan satu orang anggota polisi. Hal ini sontak menjadi highlight di berbagai media masa.

Berdasarkan laporan yang di lansir media BBC News Indonesia (8/12/22), kepolisian berhasil mengungkap identitas pelaku, yaitu Agus Sudjadno yang dikenal sebagai Agus Muslim yang ternyata merupakan mantan napi teroris dan pernah menjalani rehabilitasi di lapas Nusakambangan. Terungkapnya identitas pelaku hasil dari penggeledahan tim densus 88 ini lantas menjadikan tanggapan yang serius berbagai pihak, baik dari kepolisian maupun pemerintah.

Kasus bom bunuh diri di Bandung menjadi pemantik peningkatan deradikalisasi, apalagi adanya dugaan 10% napi teroris kembali beraksi. Wakil presiden (Wapres), KH Ma’ruf Amin segera mengimbau MUI untuk mengefektifkan kembali program tim penanggulangan terorisme (TPT) untuk menanggulangi benih-benih terorisme.

“Terorisme ini mulai lagi. Dulu MUI di awal-awal membangun tim penanggulangan terorisme, dan kita melakukan beberapa langkah. Saya kira lembaganya masih ada, ya. Karena itu, ternyata ini masih perlu diefektifkan lagi," ujar Ma'ruf dalam sambutannya saat membuka Mukernas Kedua Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2022 di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kejadian aktifnya kembali mantan napi terorisme ini diakibatkan adanya tantangan besar dalam proses rehabilitasinya. Sulitnya menjalankan program deradikalisasi tersebut karena kurangnya koordinasi dan kolaborasi antar pihak terkait. Di antaranya, yaitu harus ada kerjasama antara masyarakat dan keluarga karena tidak bisa hanya mengandalkan BNPT dan kepolisian melulu. (BBC News 8/12/22)

Benar, kasus terorisme tersebut memang harus diatasi. Namun, solusi yang diberikan pemangku wewenang sudah terbaca jelas. Peningkatan  efektivitas program deradikalisasi baik di lembaga rehabilitasi maupun di masyarakat berisi pengerdilan umat beragama untuk taat pada agamanya sendiri, khusunya umat Islam. 

Dari kejadian yang sudah-sudah, program ini menyasar pada kriminalisasi para ulama yang ingin berdakwah secara menyeluruh mengenai segala aspek dalam Islam. Namun, lagi-lagi berbagai pembatasan, bahkan pemboikotan dai-dai gencar terjadi. Para pendakwah hendaknya tidak boleh menyampaikan Islam secara fundamentalis, tetapi harus moderat dan bisa toleran terhadap agama lain.

Program yang berjalan sebelumnya pun hanya membuat gaduh sesama umat Islam. Pembubaran majelis-majelis kajian pun sering terjadi. Alasannya karena ilmu yang disampaikan mengandung unsur pemberontakan terhadap negara atau membawa ideologi lain. Padahal, sebenarnya ilmu yang disampaikan seluruhnya termasuk dalam Islam. Sudah sepatutnya kita sebagai muslim menjalankan ajaran agama secara keseluruhan atau kaffah, tidak setengah-setengah atau pilih-pilih. 

Hal ini bahkan diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya: 

”Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” 

Solusi yang tidak tepat pihak berwenang terhadap masalah ini jelas hanya menambah gaduh. Namun, jika di tilik lebih dekat lagi, program tersebut tak lain merupakan agenda besar kaum barat untuk menyerang secara sistematis umat muslim.

Komitmen ini makin nyata dengan pengesahan RKUHP dengan adanya Pasal 191 RKUHP yang menyatakan bahwa makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.

Cakupan makar setidaknya ada tiga jenis, yakni; makar terhadap Presiden, makar terhadap NKRI, dan makar terhadap pemerintah yang sah. Hal ini semakin menyederhanakan definisi makar  sehingga semakin mudah memidanakan seseorang. Negara juga semakin represif terhadap rakyat dan semakin gencar melakukan upaya deradikalisasi. 

Tidak adanya ruang bagi masyarakat untuk mengkritik penguasa yang zalim dan salah, sedikit demi sedikit membungkam suara umat. Ini menjadikan penguasa lebih otoriter. Hal ini juga menunjukkan bahwa negara makin taat pada komitmen global, yaitu memoderatkan para pemeluk agama, terkhusus Islam, menjadikan para pemeluknya tidak mau menampakan identitas agamanya. Mereka menjadi pemeluk yang biasa-biasa saja, toleran secara berlebihan, dan terpengaruh presepsi sesat liberal lainnya. Sejatinya, hal ini merupakan bentuk serangan sistematis terhadap Islam. Wallahualam bii shawab.

Oleh: April Rain 
Aktivis Dakwah

Rabu, 14 Desember 2022

Islam Moderat Mengkompromikan Hak dan Batil

Tinta Media - Wiwing Noraeni dari Lingkar Studi Tsaqofah mengatakan Islam moderat mengkompromikan hak dan batil.
 
“Islam moderat  ini mengkompromikan antara  hak dan batil, tentu ini sesuatu yang haram, dilarang di dalam Islam,” ungkapnya di Kultum Khaira Ummah: Ketika Pemuda Menjadi Aktor Penyeru Kebatilan, Sabtu (10/12/2022) melalui kanal You Tube Musimah Media Center.
 
Perang antara hak dengan batil akan senantiasa terjadi. Bisa jadi kebatilan itu yang menang sebagaimana kondisi hari ini. “Tapi itu tidak akan lama karena hak atau kebenaran itulah yang akan menang sebagaimana janji Allah Swt. dalam surat Al-Anbiya ayat 18,” yakinnya.
 
Wiwing menegaskan bahwa syarat kebenaran itu akan menang jika ada yang menjelaskan di tengah umat.  Ia mencontohkan Rasulullah Saw. ketia diutus dengan risalah Islam mendapatkan penolakan sehingga Islam hanya diyakini oleh beberapa gelintir orang.
 
“Tapi ketika Rasulullah berdakwah menyampaikan kebenaran, apa yang kemudian terjadi? Lambat laun masyarakat pun menerima kebenaran itu maka hancurlah kebatilan sehingga Islam diterima oleh khalayak,” ungkapnya.
 
Bahkan, lanjutnya,  puncak dari kemenangan ini adalah ketika fathu Mekkah, berhala-berhala dihancurkan dan manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam. Ini diabadikan dalam Al-Quran surat An-Nasr.
 
Islam Moderat
 
Menurut Wiwing, perang antara hak dan batil juga terjadi hari ini yaitu antara Islam moderat versus Islam kafah.
 
“Dakwah Islam kafah yang dilakukan secara terus menerus lambat laun diterima masyarakat. Masyarakat juga memahami bahwa sistem kapitalisme yang hari ini diterapkan adalah sistem yang rusak, tidak membawa kebaikan. Umat pun akhirnya berharap Islam kafah ini bisa diterapkan,” urainya.
 
Ketika umat banyak yang menyambut dakwah Islam kafah, ucapnya, rezim lalu mengaruskan Islam moderat yang diversuskan Islam kafah.
 
“Mereka memburuk-burukkan Islam kafah sebagai radikal yang tidak menghormati perbedaan. Islam kafah dikatakan sebagai ideologi berbahaya sebagaimana komunisme sehingga harus dijauhkan dari umat, dari masyarakat. Inilah perang antara hak dan batil,”tegasnya.
 
Menyasar Pemuda
 
Wiwing mengungkap bahwa perang  antara hak dan  batil ini juga menyasar pemuda. Pemuda dijadikan aktor untuk melakukan kontra narasi Islam kafah yang dibungkus dengan istilah radikal.
 
“Wakil Menteri Agama menyatakan para pemuda harus dilibatkan untuk mengimbangi narasi-narasi radikal di dunia maya. MUI juga berencana membuat pelatihan generasi  Z untuk bisa melakukan kontra narasi radikal di media sosial,” ungkapnya.
 
Menyebut Islam kafah sebagai Islam radikal adalah tuduhan keji, tegas Wiwing. Ia memberikan alasan bahwa Islam kafah ini perintah Allah Swt.  sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah 208.
 
“Khilafah juga dinarasikan sebagai pemikiran radikal, padahal sistem khilafah adalah ajaran Nabi Saw. Khilafah adalah negara warisan Rasulullah Saw. Ketika Nabi wafat Khilafah dilanjutkan oleh para sahabat yang menerapkan Islam kafah,”jelasnya.
 
Sementara, tegas Wiwing, Islam moderat adalah Islam batil karena berusaha mengkompromikan antara ajaran Islam dengan pemikiran-pemikiran kufur seperti demokrasi, hak asasi manusia dan kesetaraan gender.
 
“Kompromi antara hak dan batil dilarang dalam Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 42, janganlah kalian mencampuradukkan antara yang hak dengan yang batil,” bebernya.
 
Wiwing lalu mengajak kaum muslimin untuk menyadarkan umat termasuk menyadarkan pemudanya agar mereka tidak menjadi agen untuk mengkampanyekan Islam moderat agar para pemuda berbalik menjadi agen untuk mengaruskan Islam kaffah.
 
“Saatnya kita mengokohkan ajaran Islam yang benar dan memperjuangkan agama ini hingga Allah memenangkan agama ini atau kita binasa karenanya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Selasa, 15 November 2022

Ustazah Wiwing: Rasulullah Sama Sekali Tidak Melakukan Diplomasi Moderat

Tinta Media - Ustazah Wiwing Noraeni dari Lingkar Studi Tsaqafah menegaskan bahwa 
Rasulullah SAW sama tidak melakukan diplomasi moderat.

"Rasul tidak mengambil jalan tengah sama sekali, karena akan membawa kepada hal-hal yang mencampuradukkan antara yang benar dan yang salah, dan ini dilarang oleh Allah SWT (dalam Quran surat al-baqarah ayat 42)," tegasnya dalam acara Kuntum Khaira Ummah: Benarkah Rasulullah saw Melakukan Diplomasi Moderat? Sabtu (12/11/2022)
melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, adanya klaim bahwa Nabi SAW lebih banyak diplomasi daripada perang, sehingga nabi telah mengedepankan  semangat persahabatan yang penuh keragaman, dan nabi adalah sosok yang melakukan diplomasi secara moderat adalah tidak benar. "Diplomasi itu negosiasi untuk mencari jalan tengah. Diplomasi rasul berkaitan dengan dakwah sebelum memulai perang, Rasul mengutus para sahabatnya untuk melakukan dakwah terlebih dahulu sebelum menyatakan perang," tuturnya.

Menurut Ustazah Wiwing, Nabi tidak memperlakukan kaum kafir sebagai sahabat, karena hal itu dilarang Allah Swt  (dalam Quran surat al-imron ayat 118). "Hubungan rasul dengan orang yang diseru untuk beriman adalah dakwah islam, mengajak mereka masuk Islam bukan memperlakukan mereka sebagai sahabat," ujarnya.

Ustazah Wiwing mengatakan, sifat dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah dakwah dan jihad yang bersifat offensif dan seharusnya umat Islam teladani dari Rasulullah SAW, supaya menggantikan kekufuran dengan keimanan (dalam Quran Surat At taubah ayat 29). 

"Dakwah yang seperti itu tidak mungkin terwujud selama belum ada Daulah Khilafah Islamiyah," pungkasnya.[] Evi

Selasa, 25 Oktober 2022

Arab Saudi Kian Moderat

Tinta Media - Tampaknya sekarang negara Arab Saudi kian moderat dan bebas. Padahal, dulu penulis mendapat framing bahwa negara Arab Saudi merupakan ikon dan implementasi dari Islam. Di Arab Saudi, hijab diwajibkan bagi muslimah dan minuman beralkohol dilarang di seluruh negeri Arab. Namun, framing tersebut penulis rasakan mulai memudar belakangan ini, karena beberapa kewajiban syara' telah dilonggarkan atau bahkan dibebaskan.

Beberapa bulan lalu, Saudi membebaskan kewajiban hijab bagi perempuan Arab. Kini Saudi dilaporkan berencana mengizinkan konsumsi minuman alkohol secara publik di daerah tertentu.

Melalui sebuah dokumen yang didapat The Wall Street Journal (WSJ), Saudi berencana mengizinkan penjualan dan konsumsi wine, cocktails, hingga sampanye di sebuah resort yang terdapat di Kota Neom.
Jika terkonfirmasi, ini akan menjadi aturan terbaru pemerintah kerajaan Saudi yang menjadikannya semakin moderat. Pasalnya, selama ini Saudi melarang penjualan dan konsumsi minuman alkohol di seluruh negeri.

Menurut dokumen pemerintah Saudi yang dirilis Januari 2022, selain membuka bar, Saudi juga akan mengizinkan toko-toko retail menjual wine secara terbuka di kota. (CNN Indonesia, 19/9/22)

Apakah hal di atas akan menyebabkan umat Islam di negara lain ikut tidak mewajibkan hijab dan melonggarkan alkohol, karena menganggap di Arab Saudi saja dibolehkan? 

Sebagai umat Islam, kita harus ingat bahwa setiap perbuatan harus berlandaskan kepada akidah Islam dan dikembalikan bagaimana syara' menghukuminya. Dalam Al-Qur'an maupun hadis, jelas bahwa hijab wajib bagi perempuan muslimah (Q.S. Al-Ahzab ayat 59) dan alkohol hukumnya haram bagi seluruh kaum muslimin baik sedikit maupun banyak (Q.S Al-Maidah ayat 90-91). Tidak terdapat ijtihad yang bertentangan dengan hal tersebut. 

Jadi, harus diingat bahwa sumber hukum Islam ada 4, yakni Al-Qur'an, Hadis, Ijma, dan Qiyas. Keputusan negara Arab Saudi maupun undang-undangnya bukanlah sumber hukum Islam. Titik!

Allah berfirman di dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 50 yang artinya:

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)

Tak hanya itu, pelonggaran lain juga banyak diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Misalnya, mengizinkan laki-laki dan perempuan bercampur di ruang publik, mengizinkan perempuan mengemudi, mendatangi konser maupun acara olahraga, membolehkan pergi ke luar negeri tanpa mahram, membuka kembali bioskop, hingga mengizinkan penggunaan bikini di pantai privat di kota internasional tertentu.

Pelonggaran-pelonggaran tersebut terkait dengan rencana reformasi Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman agar Arab Saudi tidak terlalu bergantung pada minyak dan mengedepankan sektor industri dalam ekonomi mereka. Salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja perempuan.

Dari sini semakin jelas menunjukkan bahwa Arab Saudi bukanlah negara Islam, karena aturan Islam tidak diterapkan secara menyeluruh walaupun mayoritas penduduknya muslim. Ini juga menunjukkan bahwa saat ini belum ada satu pun negara yang mengadopsi ideologi Islam. Di dalam Ideologi Islam, jelas bahwa fikrah dan thariqahnya adalah lahir dari akidah Islam. 

Negara yang menerapkan ideologi Islam akan melaksanakan politik dalam maupun luar negerinya dengan asas Islam, yakni dakwah dan jihad demi menerapkan dan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslimin meneladani Rasulullah dalam mewujudkan tegaknya Daulah Islam, seperti penegakan Madinah Al-Munawarah. Sebab, mengambil teladan seharusnya hanya pada Rasulullah, bukan yang lain, termasuk bukan pada pemimpin negara Arab Saudi. 

Allah berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: 

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

Oleh: Wida Nusaibah
Aktivis Dakwah Muslimah

Sabtu, 25 Juni 2022

𝐈𝐍𝐈𝐋𝐀𝐇 𝐌𝐀𝐊𝐍𝐀 𝐒𝐄𝐒𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔𝐇𝐍𝐘𝐀 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐑𝐀𝐃𝐈𝐊𝐀𝐋 𝐃𝐀𝐍 𝐌𝐎𝐃𝐄𝐑𝐀𝐓


Tinta Media - Kafir penjajah itu radikal (memegang teguh sampai ke akarnya) terhadap akidah sekuler (memisahkan kehidupan ruang publik/bernegara dari agama). Sedangkan Islam mewajibkan menegakkan khilafah (sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah) dan jihad (berperang melawan kafir penjajah). 

Oleh karena itu kafir penjajah meracuni umat Islam dengan ide kufur moderat/moderasi agama (jalan tengah/mengaku Islam tetapi menuruti maunya kafir penjajah) dan membangga-banggakannya seolah sebagai kebaikan. 

Dalam waktu bersamaan, kafir penjajah mencap umat Islam yang berpegang teguh pada akidah dan syariat Islam sebagai radikal (tentu saja karena memegang teguh Islam sampai ke akarnya) dan menghinadinakan dengan berbagai fitnah buruk.  

Untuk apa mereka melakukan itu? Tujuannya hanya satu, agar kaum Muslim tak memegang teguh akidah dan syariat Islam sehingga dengan mudah kafir penjajah merampok SDA dan memperbudak SDM negeri-negeri Islam. Sialnya, para penguasa negeri Islam malah bangga jadi antek penyebar ide kufur jebakan kafir penjajah tersebut.

Itulah makna sesungguhnya di balik kata radikal dan moderat, tak ada hubungannya sama sekali dengan toleransi. Istilah toleransi hanyalah kedok untuk menutupi kebusukan ide kufur moderat/moderasi. 

Lagian, kaum Muslim yang taat syariat Islam paham betul apa itu toleransi (tidak memaksa orang kafir masuk Islam, tidak mengganggu orang kafir beribadah, hidup bertetangga dengan baik dengan orang kafir) tak perlu lagi diajari oleh kafir penjajah dan anteknya yang kerap kali mempersekusi dan mengkriminalisasi Islam dan pengembannya.[] 


Depok, 20 Safar 1443 H | 27 September 2021 M


Joko Prasetyo
Jurnalis

Senin, 16 Mei 2022

Ajengan YRT: Dalil Islam Moderat Sama Sekali Tak Nyambung


Tinta Media  - Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menilai dalil terkait Islam moderat sama sekali tidak nyambung.


"Setelah saya periksa dari berbagai aspeknya (seperti takhrij dan syarahnya), saya hanya tersenyum, karena sama sekali tidak nyambung," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (16/5/2022).

Menurutnya, diksi Islam moderat sebenarnya problematik. Karena Islam adalah Din dengan seperangkat akidah dan syariahnya. "Islam adalah jalan hidup yang unik dan berbeda dengan agama dan ideologi lain," ujarnya.

Ia mempertanyakan, mengapa harus ada istilah Islam moderat? Allah memerintahkan untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), "Tanpa memberikan peluang untuk memilah dan memilih mana yang sesuai dengan selera kita," ulasnya.

Ia menjelaskan bahwa kalau yang dimaksud adalah "muslim moderat" masih mungkin diterima secara redaksi. Namun juga akan menyisakan masalah yaitu definisi dan batasan "moderat". Kalau dibiarkan bebas, maka akan sangat berbahaya. "Istilah tersebut sering dimaknai pertengahan antara radikal dan liberal. Saat radikal dialamatkan pada mereka yang memiliki komitmen berislam secara mengakar, maka istilah moderat telah melahirkan kegamangan dalam berislam," paparnya.

"Lebih dari pada itu, moderat jadi alat adu domba karena pada faktanya ia juga berpihak," ungkapnya.

"Fenomena asal menempatkan dalil sering terjadi. Biasanya datang dari mereka yang tidak mengerti ilmu-ilmu syariah seperti bahasa Arab, Ushul fikih dan musthalah hadits. Asal tempel. Itu sangat berbahaya," tandasnya.[] Ajirah

Kamis, 24 Maret 2022

Bahaya Moderat di Balik Narasi Kearifan Lokal

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1jtZwgSwhq-DocvZmIzvAqQnuGd6GqbHE

Tinta Media - Memang benar, penduduk Indonesia hingga kini masih kental dengan aliran kepercayaan atau animisme. Pemerintah bahkan melegalisasi animisme tersebut dan menjadikannya bagian dari keberagaman adat dan budaya di Indonesia. Keterlibatan pemerintah tersebut menjadikan rakyat Indonesia yang masih berpegang pada kepercayaan aninisme sulit untuk dipisahkan dari kepercayaan tersebut.

Hal tersebut menjadi kontras dengan realita Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Islam datang dan berkembang di Indonesia sejatinya untuk memberantas kepercayaan-kepercayaan masyarakat yang sesat tersebut. Logikanya, banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang telah memeluk Islam seharusnya menjadikan paham animisme tak lagi berkembang dan tumbuh subur.

Namun, realitasnya tidaklah demikian, terlebih setelah pemerintah sendiri sebagai pengurus rakyat mencontohkan animisme tersebut. Ritual klenik dipertontonkan secara nyata. Kesyirikan dilakukan oleh pemimpin di negara yang katanya bercita-cita menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Praktik klenik kendi atas ritual yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo beserta 34 gubernur se-Indonesia di lokasi Ibu Kota Negara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah salah satunya. Ritual yang disebut sebagai titik nol IKN Nusantara tersebut diisi dengan ritual menyatukan air dan tanah yang dibawa oleh para gubernur dari wilayahnya masing-masing ke dalam kendi. Ritual tersebut kemudian dinamakan ritual Kendi Nusantara.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi tersebut mengundang banyak komentar dari khalayak. Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun misalnya memberi komentar sebagaimana dilansir Kompas.com (14/3). Ubedilah mengatakan bahwa praktik Kendi Nusantara tersebut merupakan sesuatu yang mengada-ada, tetapi diyakini sebagai sebuah hal yang mengandung pesan mistis.

Selain mengada-ada, klaim bahwa praktik klenik tersebut merupakan prosesi adat yang mengandung makna filosofis untuk mengenang selalu asal-muasal nenek moyang dan mempertahankan kearifan leluhur adalah sangat tidak masuk akal.

Sebab, jika yang dimaksud nenek moyang manusia adalah Nabi Adam alaihi salam, semua sumber literatur sepakat bahwa Nabi Adam tidak ada kaitannya dengan praktik klenik, juga tidak pernah mengajarkan ritual mistis seperti itu. Nabi Adam justru mengesakan Allah Swt. dan beribadah serta berdoa hanya kepada Allah Swt, tidak mempersekutukan Allah Swt. dengan sesuatu apa pun.

Jika yang dimaksud adalah warisan pendahulu Indonesia sebelum datangnya ajaran Islam, seharusnya cahaya Islam yang telah menerangi rakyat Indonesia me-nasakh (menghapus) praktik syirik yang diharamkan dalam Islam. Sebab, ajaran Islam mengharuskan pemeluknya yaitu kaum muslimin untuk menyembah hanya kepada Allah dan wajib meninggalkan segala macam aliran kepercayaan yang mempersekutukan Allah.

Belumlah hilang dari benak kaum muslimin atas praktik kesyirikan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, muncul lagi praktik perdukunan lainnya yang lagi-lagi diinisiasi oleh pemerintah, bahkan viral ke mancanegara. Deorang wanita bernama Rara Istiati ditunjuk menjadi pawang hujan di Sirkuit Mandalika pada Minggu (20/3) berdasarkan usulan dari Menteri BUMN Erick Thohir. Dengan penuh keyakinan, pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara MotoGP Mandalika 2022 mempercayakan kepada Rara Istiati untuk mengendalikan hujan agar tak mengguyur Mandalika selama pertandingan berlangsung.

Lagi-lagi hal itu disebut sebagai bagian dari kearifan lokal. Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB, Maman Imanulhaq pada laman Detiknews.com (21/3)

Lucu memang, di era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih seperti saat ini, negeri yang katanya turut mengikuti perkembangan industri 5.0 masih mempercayai hal-hal yang tak masuk akal seperti itu.

Wajar jika tingkah si pawang hujan yang sempat menjadi bahan tertawaan pembalap asal luar negeri juga membuat Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Harsoyo juga ikut tergelitik. Dikutip dari Detiknews.com (21/3), Budi Harsoyo menjelaskan secara ilmiah bahwa sejak tanggal 18-20 Maret 2022, kaidah saintifik TMC sudah diminta untuk dioperasikan di Sirkuit Mandalika, yakni dengan melakukan penyemaian awan, di mana TMC melepaskan bahan semai awan dari unsur kimia yang mampu menjatuhkan hujan di seluruh area sirkuit. Sehingga, sebelum awan-awan hujan mendekat, TMC mencegat dan menjatuhkan hujannya di luar Mandalika.

Bisa disimpulkan bahwa pemerintah di lain sisi telah menggunakan teknologi yang secara ilmiah dapat melakukan pengalihan gerak awan. Dari sini muncul pertanyaan, lantas apa tujuan pemerintah menghadirkan sosok pawang hujan, bahkan aksinya seolah sengaja disorot kamera media?

Tak lain dan tak bukan, langkah pemerintah mulai dari menampilkan ritual kendi, bahkan menghadirkan sosok pawang hujan yang hanya menjadi sebatas gimmick adalah untuk melanggengkan paham moderat. Indonesia menjadi salah satu negeri muslim yang menjadikan isu moderasi beragama sebagai salah satu isu yang di back up oleh kekuatan politik.

Bukan tanpa tujuan, moderasi yang kian massif dipropagandakan melalui tangan-tangan penguasa menunjukkan dukungan penguasa negeri tersebut untuk menjalankan agenda negara-negara Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang kaffah.

Penting kiranya umat Islam memahami bahwa negara Barat, dalam hal ini Amerika Serikat (AS) telah menjadikan Islam sebagai musuhnya kini. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Samuel Huntington dalam buku berjudul Who Are We? The Challenges to America’s National Identity, 2004 yang berhasil meyakinkan George Bush dan pemimpin Barat lainnya bahwa Islam militan telah menggantikan posisi Uni Soviet sebagai musuh utama Amerika.

Dalam proposal Rand Corporation juga tercantum rencana busuk AS untuk menghancurkan Islam dengan cara mengotak-kotakkan umat Islam menjadi Islam tradisional, Islam moderat dan liberal, serta Islam fundamental dan radikal.

Indonesia menjadi salah satu negara yang diarahkan oleh AS untuk memelihara Islam Tradisional dan mengokohkan kekuatan Islam Moderat dan Liberal. Lantas, Islam Fundamental dan Radikal dibidik dan dibuatkan skenario fitnah keji. Kelompok Islam radikal lantas diletakkan di barisan ‘penjahat’ yang layak untuk dibenci dan dimusuhi, bahkan dihantam dengan kekuatan undang-undang dan militer.

Nahdatul Ulama (NU) lantas dipilih sebagai Ormas Islam terbesar dan tertua sebagai laskar pejuang untuk memerangi kelompok Islam yang dicap radikalisme. Said Aqil Siradj, saat masih menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di tahun 2021 mengatakan bahwa NU dilahirkan oleh KH Hasyim Asy’ari dengan prinsip Islam moderat dan toleran. NU anti radikalisme, anti ekstrimisme apalagi terorisme. (AntaraNews.com, 20/8/2021)

Praktik klenik dan perdukunan yang dibalut indah atas nama kearifan lokal sejatinya adalah paham moderat. Sebab, paham moderat mengarahkan agar umat Islam tetap mengakui dan bersikap toleran atas perbedaan agama, termasuk mau untuk tetap menjalankan ajaran  animisme sebagai bagian dari pemeliharaan adat istiadat yang ada di negeri ini.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang mengemban Islam moderat. Padahal, paham moderat ini sangat berbahaya bagi akidah umat Islam. Bukannya melindungi akidah umat dari paham-paham menyesatkan, pemerintah justru memberi contoh praktik ritual yang menggerus akidah umat Islam di negeri ini.

Telah sangat jelas dalam Islam, bahwa perbuatan syirik adalah dosa besar yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan aktivitas kesyirikan tersebut.

Allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik). Dan Dia mengampuni (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Ia kehendaki. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar.” (AQ An-Nisa: 48)

Bisa dibayangkan rusaknya akidah umat jika paham moderat tersebut dibiarkan tetap ada dan umat dicekoki dengan paham sesat itu. Seharusnya, seorang pemimpin berkewajiban menjaga dan melindungi akidah umat, bukan justru mengambil peran menyebarkan paham moderat dan terlibat dalam mengobok-obok keimanan umat.

Namun, demikianlah wajah penguasa dalam sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi tegak di atas asas sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan, politik, hingga negara. Jangankan bisa menjadi wadah bagi tegaknya syariat Islam kaffah, demokrasi bahkan akan menghantam segala upaya untuk menegakkan Islam kaffah. Sebab demikianlah adanya, demokrasi sebagai produk pemerintahan negara Barat dijadikan alat untuk menghalangi kebangkitan Islam dan kaum muslimin.

Melihat realita di atas, sudah seharusnya umat Islam menyadari racun mematikan di balik paham moderat, sekaligus memahami bahwa demokrasi takkan pernah bisa melindungi keimanan mereka.

Hanya khilafah sajalah satu-satunya sistem pemerintahan yang berasaskan akidah Islam sehingga penjagaan terhadap akidah umat akan dilakukan. Segala pemikiran, aliran, paham, dan keyakinan yang mengancam akidah umat tidak akan dibiarkan masuk ke dalam benak kaum muslimin. Sebaliknya, penguatan akidah akan terus dilakukan melalui penyenggaraan pendidikan berbasis akidah Islam di segala jenjang. Sebab, tujuan dari khilafah adalah mewujudkan masyarakat yang taat kepada Allah Swt. secara totalitas serta tersebarnya cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia.

Oleh: Suriani, S.Pd.I
Pemerhati Kebijakan Publik
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab