Tinta Media: Moderasi Agama
Tampilkan postingan dengan label Moderasi Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Moderasi Agama. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 September 2024

Program Moderasi Beragama di Institusi Pendidikan, untuk Apa?

Tinta Media - Sangat disayangkan, Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia (setelah Pakistan, rri.co.id), bukannya kembali kepada kesucian dan solusi Islam agar dapat menuntaskan permasalahan dekadensi moral di kalangan pelajar, pemerintah malah gencar menggaungkan ide asing moderasi beragama yang tidak ada kaitannya dengan solusi permasalahan pelajar yang telah banyak terlibat kasus perundungan, seks bebas, aborsi, narkoba, kriminalitas, pembunuhan dan lainnya.

Oleh karena itu, jika tidak ada kaitannya dengan solusi atas permasalahan di kalangan pelajar, tentu perlu dipertanyakan, untuk apakah sebenarnya program moderasi beragama yang juga terus-menerus digaungkan di institusi pendidikan ini?

Terbaru, yaitu pada Rabu (11/9/2024), menjelang purna tugas, Ibu Negara Iryana Joko Widodo (Istri Presiden) bersama dengan Ibu Wuri Ma'ruf Amin (Istri Wapres) pun diketahui juga turut aktif  mempromosikan program moderasi beragama kepada pelajar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur .

Kegiatan yang juga dihadiri para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) itu, diikuti oleh peserta sebanyak 500 pelajar lintas agama dari sekolah Madrasah Aliyah (MA) dan SMA yang berada di Kota Balikpapan.

Menangkal Ideologi Islam

Padahal, jika dicermati program moderasi beragama yang demikian gencar dipromosikan di institusi pendidikan atau di kalangan pelajar pada dasarnya adalah ditujukan untuk menangkal Islam ideologis yang sering dituduh sebagai Islam radikal.

Hal itu juga sesungguhnya ditujukan agar umat Islam termasuk para pemudanya tidak kembali mengambil Islam sebagai sebuah sistem kehidupan atau ideologi sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., bukan  sebatas agama spiritual seperti yang diaruskan oleh Barat.

Menjaga Kapitalisme

Tak terkecuali di negeri ini, ideologi Islam dipandang sebagai musuh oleh sistem kehidupan yang bercokol sekarang ini, yakni ideologi kapitalisme yang berasal dari ide-ide kufur yang hingga kini diadopsi dan terus dipasarkan oleh imperialis Barat.

Seorang mujtahid dari Palestina, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya "Nizhamul Islam", Bab Qiyadah Fikriyah menjelaskan bahwa kapitalisme adalah ideologi yang dibangun dari dasar pemikiran yang memisahkan aturan agama dari kehidupan (sekularisme).

Manusia berhak membuat hukum sehingga sistem kehidupan ini akan mempertahankan hak kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik dan kebebasan pribadi.

Disebut kapitalisme sebab hal yang paling menonjol atas ideologi ini adalah sistem ekonominya yang lahir dari kebebasan kepemilikan, karena itu para pemilik modal atau para kapital merupakan penguasa sesungguhnya.

Mereka melakukan penjajahan ekonomi secara hard approach (tindakan keras bersenjata) seperti di Palestina ataupun soft approach (tindakan halus) melalui undang-undang seperti di negeri mayoritas muslim pada umumnya.

Dengan begitu, mereka (asing/Barat) pada akhirnya bisa menguasai kekayaan sumber daya alam (SDA) yang notabenenya milik rakyat melalui perusahaan Freeport, Exxon Mobil dan sejenisnya.

Karena itu, ideologi kapitalisme pasti memandang ideologi Islam sebagai musuh yang merintangi kepentingan mereka, pasalnya ideologi Islam tidak memberikan hak untuk membuat hukum kepada manusia secara mutlak, hukum hanyalah milik Allah Swt.

Dan manusia juga tidak akan diberi kebebasan tanpa batas, namun akan dibatasi dalam koridor syariat.

Strategi Menjegal Islam

Ideologi kapitalisme akan terus dijaga eksistensinya oleh pengembannya yaitu negara-negara Barat demi kepentingan penjajahan ekonomi, sehingga mereka berusaha untuk menidurkan umat Islam dari ideologi Islam.

Moderasi beragama adalah salah satu strateginya. Itu dilakukan untuk menjegal Islam ideologis sebagaimana yang tertulis dalam dokumen Open Source RAND Corporation yang berjudul "Building Moderate Muslim Networks".

Dengan ide moderasi beragama, Barat sebagai pengemban ideologi kapitalisme hendak membuat umat Islam menjadi tidak ideologis (dengan keislamannya), sehingga hanya memahami Islam sebatas ajaran ritual sesuai dengan kepentingan mereka, yakni menerima ide liberal seperti demokrasi, kesetaraan gender, HAM, pluralisme dan ide-ide Barat lainnya.

Maka, dalam pandangan kapitalisme, moderasi beragama harus dimasifkan agar tercetak generasi Islam yang memiliki profil moderat dalam beragama sesuai keinginan Barat, bahkan 'ikhlas' mengemban ide-ide Barat.

Jadi sangat jelas sekali, moderasi beragama justru menjauhkan profil kepribadian Islam dari diri pelajar Muslim. Kehadirannya tidak ada kaitannya dan juga bukan sebagai solusi atas permasalahan kerusakan dekadensi moral di kalangan pelajar.

Bahkan masifnya ide moderasi beragama yang diaruskan oleh negara menunjukkan masalah yang menjadi kekhawatiran negara, yaitu ancaman akan datangnya kebangkitan ideologi Islam sebagai musuh ideologi kapitalisme.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa penguasa sedang menjalankan peran sebagai penjaga sistem kapitalisme sesuai arahan Barat.

Padahal seharusnya, pelajar Muslim dicetak menjadi duta Islam dengan ideologi Islam yang mengambil Islam seutuhnya yang tidak bercampur dengan pemikiran-pemikiran yang lahir dari pandangan hidup atau ideologi Barat.

Karena Allah Swt. telah menegaskan, bahwa satu-satunya agama yang diridhai-Nya adalah hanyalah Islam, berdasarkan Al-Quran surah Ali Imran ayat 19.

Allah Swt. juga mengancam bagi siapa pun yang mengambil hukum selain hukum yang telah Allah Swt. tetapkan sebagai bagian dari golongan orang-orang kafir, zalim dan fasik, berdasarkan Al-Quran surah Al-Maidah ayat 44, 45 dan 47,

Islam adalah Sistem Kehidupan

Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt. sebagai sistem kehidupan yang menjelaskan segala sesuatu. Hal ini berdasarkan Al-Quran surah An-Nahl ayat 89.

Maka, umat Islam termasuk pelajar Muslim semestinya tidak boleh merendahkan dirinya dengan mengambil ide-ide Barat termasuk terpengaruh dengan ide moderasi beragama yang terus menerus mereka gaungkan bersama para penguasa boneka yang mengikutinya.

Cukuplah ridha dan murka Allah yang dijadikan standar amal perbuatan. Bukan kebebasan sebagaimana yang dipasarkan kapitalisme Barat tanpa batas.

Pelajar Muslim harus hidup untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Mereka harus senantiasa sadar bahwa amal perbuatan di dunia akan dituai di akhirat.

Dengan pemahaman Islam yang benar, yakni sebagai agama sekaligus sistem kehidupan (ideologi), maka akan lahir profil generasi Muslim yang produktif, tangguh dan pembangun peradaban Islam yang mulia.

Oleh: Muhar, Sahabat Tinta Media

Minggu, 03 Maret 2024

Moderasi Agama Kembali Digaungkan melalui KUA



Tinta Media - Melansir dari Cnn.indonesia Yaqut Cholil Qoumas selaku menteri agama (menag) menyatakan rancangan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai sentra pelayanan urusan pernikahan semua agama. (24/02/2024)

Seperti diketahui, sebelumnya untuk agama non-muslim mengurus pernikahannya di Pencatatan Sipil. Dengan adanya aturan baru pasti akan menimbulkan kontroversi untuk saudara kita yang non-muslim, karena memang selama ini KUA identik dengan Islam. Biasanya ketika kebijakan baru sudah berlaku, pasti akan melewati prosedur pranikah lebih panjang lagi.

Problem pernikahan di negeri ini begitu beragam khususnya perceraian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat perceraian di negeri ini katagori tinggi. Pada tahun 2022 sebesar 516.334 kasus perceraian.  Tentu ini menjadi tugas bersama, seharusnya Menag lebih fokus lagi dalam merancang kebijakan untuk pranikah.

Selain itu, berdasarkan riset BPS  sepanjang tahun 2022 kasus KDRT masih tinggi sebanyak 5.526 kasus per tahun. Data ini menunjukkan rapuhnya kualitas pernikahan di negeri ini. Harusnya Kementerian Agama fokus pada akar masalah. (19/12/23)

Terkait rancangan mencampurkan urusan semua agama justru mengiring opini publik pada moderasi beragama. Semua dipaksa untuk menyatukan paradigma berpikir terkait pluralisme. Ketika mendudukkan semua agama sama jelas ini adalah paradigma rancu dan menyesatkan.

Problema hari ini ada pada aturan yang mengikat sehingga menimbulkan banyak tindak kriminal, seperti mayoritas kasus perceraian dan KDRT karena kesenjangan ekonomi. Dapat dipastikan ini adalah masalah sistematik yang bersumber dari sistem yang mengikat yaitu sekularisme.

Agama tidak boleh ikut campur mengurus negara. Sehingga orang dengan aturan Ini akan cenderung berpikir liberal atau bebas. Mendudukkan semua agama sama adalah contoh masalah cabang yang dilahirkan  dari menerapkan sistem ini.

Moderasi agama terus digaungkan dengan narasi toleransi, padahal sejatinya produk lama yang tidak laku. Berbeda ketika Islam diterapkan ditengah-tengah masyarakat. Tidak ada paradigma menyesatkan dan rancu justru kebijakan yang diterapkan memuaskan akal dan sesuai fitrah manusia karena sejatinya Islam adalah mabda. 

Islam merupakan seperangkat aturan dari Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain. Sehingga ketika islam diterapkan tidak ada perpecahan karena Islam rahmatanlil'alamin.

Seperti halnya dalam rancangan kebijakan ini sejatinya hanya mendatangkan murkanya Allah karena mencampuradukkan yang haq dengan yang batil. Seperti firman Allah, “Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Dan (janganlah) kamu menyembunyikan kebenaran. Sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS.Al-Baqarah:42).

Sejatinya seluruh perintah yang Allah berikan merupakan mapping atau rambu-rambu aturan kehidupan makhluk seluruh alam. Menyoal toleransi, Islam adalah agama paling toleransi, seperti tertuang di QS. Al-Maidah ayat 3, "...
Ini merupakan simbol toleransi terbaik, dalam tataran kepercayaan pun tidak dipaksakan di dalam Islam tanpa ikhtilat (campur baur)

Dalam Islam, tata cara pernikahan diserahkan kepada agama masing-masing. Misalnya pernikahan sesuai syariat Islam telah ditetapkan di masa pemerintahan Rasulullah di Madinah hingga pemerintahan Islam terakhir di masa Khilafah Utsmaniyah. Penerapan peraturan yang komprehensif ini mampu membentuk keluarga yang harmonis dan membentuk generasi emas dan mulia di masa itu.

Misalnya Umar bin Abdul Aziz, Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq Bin Ziyad, serta Muhammad Al-Fatih yang mampu memimpin negara dengan amanah. Begitu pula mampu mencetak para mujtahid seperti Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Maliki serta sebagainya di masa itu. 

Khilafah sangat memahami bahwa lahirnya generasi bangsa yang baik pasti keluarga yang baik pula. Sehingga harusnya negara fokus bagaimana setiap umatnya taat kepada sang pencipta. Sehingga ketika sudah menikah, sudah memahami peta kehidupan, mampu melewati setiap ujian yang Allah berikan karena itu yang akan mendatangkan kehidupannya dipenuhi dengan rezeki yang barakah dan anak penakluk dan pembebas peradaban.

Sudah saatnya Islam kembali menjadi mabda untuk diterapkan ditengah-tengah masyarakat. Karena hanya dengan mabda Islam seluruh  problem kehidupan bisa terurai dan dituntaskan.

Wallahu'alam Bisowab.


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Sahabat Tinta Media)

Minggu, 24 September 2023

Proyek Kampung Moderasi Beragama Melemahkan Akidah Umat

Tinta Media - Merespon launching seribu Kampung Moderasi Beragama  (KMB) yang diluncurkan Kementerian Agama beberapa waktu lalu, Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah, Dra. Irianti menyebut proyek KMB ini akan melemahkan akidah umat Islam.
 
“Proyek Kampung Moderasi Beragama ini akan melemahkan akidah umat Islam,” tuturnya di acara Bincang Islam Bersama Komunitas Mengenal Islam Kafah: Kampung Moderasi Beragama, Proyek Barat untuk Merusak Islam? di Bandung, Ahad (24/9/2023).
 
Ia melanjutkan, salah satu konsep moderasi beragama adalah pengakuan terhadap pluralisme yang menganggap semua agama benar, sehingga tidak ada klaim kebenaran, tidak ada kebenaran tunggal.
 
“Pluralisme ini mengikis keyakinan bahwa Islam satu-satunya agama yang diakui Allah Swt. sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19 dan 83,” jelasnya.
 
Selain itu, ucapnya, pluralisme juga akan menghilangkan superioritas Islam atas agama yang lain, serta mengikis keinginan menjadi umat terbaik.
 
“Padahal Al-Qur’an jelas menyebut bahwa umat Islam adalah umat terbaik, saat risalah Islam yang dibawa Rasulullah saw. diterapkan dalam kehidupan serta didakwahkan ke seluruh penjuru dunia agar dunia dinaungi Islam sehingga Islam menjadi rahmat bagi dunia,” bebernya.
 
Dampak berikutnya, terang Irianti, melemahkan pemahaman umat Islam terhadap syariah Islam. Syariat Islam yang seharusnya menjadi solusi dari setiap persoalan kehidupan, sering diklaim sebagai pemecah belah umat, intoleran.
 
“Akibatnya, umat islam lebih memilih menyelesaikan masalahnya dengan standar hak asasi manusia ketimbang menyelesaikan dengan syariat Islam,” sesalnya.
 
Saat pemahaman umat islam terhadap syariat Islam lemah, lanjutnya, umat Islam lalu terjebak dalam toleransi yang kebablasan seperti ikut dalam perayaan agama lain, doa bersama, pengakuan terhadap adat istiadat yang bertentangan dengan Islam dan lain-lain.
 
“Proyek KMB ini akan menjauhkan umat Islam dari syariah Islam kafah, karena moderat sebagaimana definisi Angel Rabasa dari rand corporation artinya orang-orang yang mau menerima pluralisme, feminisme, kesetaraan gender, demokrasi, humanisme,” paparnya.

Terakhir ia berpesan kepada umat Islam agar berhati-hati terhadap istilah yang bukan berasal dari pemahaman Islam. Jangan sampai mengadopsi istilah tanpa diberikan definisi yang benar.
 
“Apalagi menjadi corong untuk mempopulerkan istilah yang maknanya sudah dikendalikan dan diatur sesuai agenda barat untuk memecah belah umat Islam,” pungkasnya. [] Umi Arief
 
 
 
 

Selasa, 20 Desember 2022

TERORISME, MODERASI AGAMA DAN KONTROVERSI PENGESAHAN RKHUP

Tinta Media - Jum'at Sore lalu (9/12) antara pukul 15.45 sd 17.15 WIB, penulis berkesempatan berdiskusi memenuhi undangan Cak Slamet dari PKAD (Surabaya). Tema yang diangkat 'Bomber Bandung Bawa Berkas Protes RKUHP, Ada Apa ??!!'.

Memang agak aneh, teroris dikaitkan dengan RKUHP. Biasanya narasi soal terorisme tak pernah dikaitkan dengan produk legislasi nasional, karena memang mereka tidak punya kepentingan dengan itu.

Tapi dalam kasus bom Astana Anyar, Bandung ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan langsung mengatakan pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung meninggalkan pesan yang memprotes RKUHP yang baru saja disahkan DPR RI. Meski dengan 'Cover' temuan ini pun masih didalami polisi. (08/12).

Sementara itu, pihak Istana melalui Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardhani juga langsung mengaitkan aksi protes KUHP dengan bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat. 

Penulis sendiri dalam diskusi Dialogika (Bogor, Sabtu, 10/12)  bersama DR Muhammad Taufik, SH MH dan Aziz Yanuar, SH MH, menegaskan bahwa dalam mengamati peristiwa terorisme ini, harus dibedakan mana fakta mana opini. Beberapa tela'ah logika kritis dibawah ini bisa menjadi rujukan, misalnya:

Pertama, adanya bom di Polsek Astana Anyar Bandung adalah fakta, sementara nomenklatur 'Bom Bunuh Diri' adalah opini. Darimana kita bisa menyimpulkan itu bom bunuh diri?

Apakah, karena pelaku sendiri, bom meledak dan  pelaku ikut menjadi korban, lalu disimpulkan itu bom bunuh diri? Bagaimana, kalau ternyata pelaku tidak mengetahui dirinya membawa bom, misalnya hanya membawa tas atas perintah seseorang, lalu ada bom yang diledakkan melalui remote control?

Kedua, adanya bom di Polsek Astana Anyar Bandung adalah fakta, bom terkait protes pengesahan RKUHP adalah opini. Sebab, darimana dapat diketahui itu motifnya memprotes RKUHP sedangkan pelakunya mati? Padahal, motif baru dapat diketahui setelah memeriksa keterangan pelaku. Beda kasusnya, kalau pelaku bisa dihidupkan kembali, lalu di BAP polisi dan ditanya motifnya.

Lagipula, aneh saja ada motor hanya dengan tempelan solasi menggantung, ada poster terkait RKUHP, lalu bom dikaitkan dengan protes terhadap RKUHP.

Siapa yang menjamin, tempelan RKUHP itu ditempel pelaku? Atau bahkan, siapa yang menjamin foto motor yang beredar adalah foto motor pelaku? Bahkan, hingga identitas yang beredar adalah identitas pelaku?

Ketiga, satu-satunya dasar kepercayaan publik bahwa bom Astana Anyar adalah bom bunuh diri dan terkait dengan protes pengesahan RKUP adalah karena pernyataan itu dikeluarkan resmi dari polisi. Namun, sekali lagi, pertanyaannya, apakah keterangan polisi dapat dipercaya?

Pada tragedi duren tiga yang lalu, publik dicekok'i informasi dari polisi telah terjadi peristiwa tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J dan berakhir dengan tewasnya Brigadir J. Tapi kemudian, ternyata peristiwa sesungguhnya adalah pembunuhan berencana yang didalangi oleh polisi berpangkat bintang dua, bahkan menjabat Kepala Divisi Propam Mabes Polri.

Apa jaminannya, apa yang terjadi di duren tiga tidak terjadi pada kasus bom Astanaanyar Bandung?

Kembali ke diskusi PKAD, penulis tertarik dengan pernyataan Laks. Muda Purn. Soleman B. Ponto, yang menekankan bahwa terorisme harusnya diterapkan pada perbuatan bukan pikiran. Faktanya, narasi radikalisme dalam isu terorisme telah membuat migrasi kriminalisasi pemikiran yang distempeli dengan radikal, dan dijadikan dalih memerangi terorisme.

Pak Soleman juga tak sependapat dengan ide moderasi agama. Karena ide ini seolah menuduh agama adalah biang terorisme, sehingga harus dimoderasi.

Dalam diskusi tersebut, Laks. Muda Purn. Soleman B. Ponto juga banyak mengkritik materi RKUHP yang sulit dimengeri awam. Pasal-pasalnya dibuat sangat obscuur. Beberapa topik seperti soal pasal zina, pasal penghinaan presiden, penghinaan lembaga negara (DPR, Kepolisian, MPR), pasal makar, pasal paham yang bertentangan dengan pancasila, dikritik habis oleh punawirawan Jenderal TNI AL mantan Kabais ini.

Sayangnya, Komjen Purn. Susno Duadji tidak bisa membersamai karena pas ada kegiatan lain sehingga izin kepada panitia.

Penulis sendiri juga sangat menyayangkan Polri yang terlalu gegabah mengaitkan teror bom Astananyar dengan protes RKUHP. Sebab, hal itu telah menimbulkan stigma seolah yang menolak pengesahan RKUHP adalah kelompok teroris seperti pelaku bom Astana Anyar.

Lagipula, banyak tuduhan polisi dalam isu terorisme yang tak terbukti di pengadilan. Namun, polisi tak peduli dengan dampak atas tuduhan itu.

Misalnya saja di kasus yang penulis tangani yakni Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung Al Hamat. 

Pada saat ditangkap Densus 88, ketiga Ustadz dituduh melakukan tindakan terorisme. Bahkan, juga dituduh terlibat pendanaan terorisme, melalui modus mengumpulkan dana infak dan shodaqoh dari kotak-kotak amal. Saat itu, sejumlah kotak amal disita dan dijadikan barang bukti.

Saat persidangan, tidak ada dakwaan pendanaan terorisme. Kotak-kotak amal yang disita densus 88 tidak pernah dihadirkan dimuka persidangan. Tuntutan Jaksa juga bukan pasal melakukan tindakan teror (pasal 7 jo 15 UU Terorisme). Namun, hanya menuntut dengan pasal 13 c UU Terorisme terkait menyembunyikan informasi terorisme.

Pertanyaannya, apakah Polri setelah salah kemudian memberikan klarifikasi atas kesalahan mereka menyita kotak amal infak sedekah umat Islam yang tidak terkait terorisme? Apakah Polri meminta maaf kepada umat Islam karena penyitaan atas kotak amal, infak dan shodaqoh itu berdampak pada ketakutan umat Islam untuk beramal karena takut disalahgunakan untuk pendanaan terorisme?

Sekali lagi, kita semua harus cermat dan kritis menyikapi isu terorisme. [].


Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum LBH LESPASS (Lex Sharia Pakta Sunt Servanda)

https://youtu.be/1QMh2qEHIGE

Catatan Hukum Akhir Pekan, Kritik atas kengototan Pemerintah & DPR mengesahkan RKUHP



Jumat, 16 Desember 2022

Potensi Pemuda Tergerus Arus Moderasi Agama

Tinta Media - Pemuda adalah aset berharga dalam sebuah peradaban. Sumbangsih para pemuda melalui kepribadian dan pemikirannya mampu membawa mereka pada kebangkitan atau jurang kehancuran.

Menurut data Word Population Prospect tahun kedua, jumlah populasi penduduk dunia akan mencapai 8 miliar jiwa pada bulan November 2022, termasuk di dalamnya adalah pemuda. Negara-negara dengan mayoritas muslim ini begitu kaya dengan potensi pemuda, termasuk Indonesia. Diperkirakan bahwa 70% dari populasi adalah kelompok muda atau usia produktif pada tahun 2045.

Tentunya ini merupakan bonus demografi yang harus dikelola dengan bijaksana. Potensi pemuda muslim wajib diarahkan kepada perubahan hakiki untuk mengembalikan kejayaan Islam. 

Ironisnya, hari ini alarm para pemuda muslim kian berdering kencang. Krisis moral, akidah hingga pemikiran meracuni jiwa pemuda muslim. Belum lagi diperparah dengan arus moderasi beragama yang merupakan proyek besar dari musuh-musuh Islam untuk menghambat kejayaan Islam.

Kita wajib membuka mata dan menyadarkan umat bahwa moderasi agama adalah propaganda musuh-musuh Islam. Program moderasi agama menyerang banyak lini kehidupan. Para pemuda terbius bujuk rayu moderasi agama, hingga idealisme dan heroismenya kian redup.

Moderasi agama lahir dari rahim sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Pemikiran Islam moderat telah merobohkan akidah para generasi. Sebagai contoh ketika kita meyakini bahawa hanya Islam satu-satunya agama yang benar, justru pemikiran moderat mengajarkan bahwa semua agama benar. Ini sangat miris, karena berpindah agama dari Islam atau murtad adalah hal yang biasa. 

Begitu pun ketika Islam mengajarkan untuk berpakaian syar'i, justru pemikiran moderat mengajarkan bahwa my body is mine. Mereka berpendapat bahwa tidak perlu berpakaian syar'i asal sopan, sebab pakaian syar'i adalah budaya Arab. Lebih parah lagi, di saat Islam mengajarkan tentang batasan pergaulan dengan lawan jenis, justru pemikiran moderat mengusung ide kebebasan dalam pergaulan. Alhasil, kasus pemerkosaan dan sex bebas marajalela hingga bermuara meningkatnya penderita HIV/AIDS.

Pemikiran moderat sangat massif diaruskan melalui program moderasi beragama. Betapa banyak informasi hari ini yang menggiring para pemuda untuk jauh dari Islam. Isu terorisme dan narasi radikalisme yang menyasar umat Islam membuat pemuda jauh dari identitasnya sebagai muslim. Mereka enggan mempelajari Islam karena takut dicap sebagai teroris dan radikalis. Sungguh, ini adalah fitnah yang keji. Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan apalagi bertindak sebagai pelaku teroris. 

Moderasi agama juga menyasar program pendidikan dan budaya. Tidak sedikit orientasi pemuda dalam mengenyam pendidikan bermuara pada materi. Standar harta dan kekayaan adalah capaian sukses bagi pemuda. Alhasil, flexing atau pamer menjadi budaya yang menjamur di kalangan para pemuda. Hedonisme, konsumerisme hingga individualisme menjadi watak mereka. 

Maka, memperbaiki kondisi pemuda hari ini adalah tugas kita bersama, baik dimulai dari lingkup individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. 

Pertama, perlu adanya dakwah di tengah-tengah umat, mengajak para pemuda untuk sadar kembali kepada Islam sehingga tertancap keimanan dan ketakwaan yang kokoh dalam diri pemuda. 

Kedua, membangun pemahaman bahwa taat kepada Allah adalah harga mati, mengajak para pemuda berpikir untuk menentukan tujuan hidup, sehingga mereka senantiasa taat dan menjauhi maksiat. 

Ketiga, memahamkan kepada para pemuda bahwa berislam secara kaffah atau menyeluruh adalah cara beragama yang benar (Lihat: QS. al-Baqarah [2]:2018). Sebaliknya, berislam secara moderat adalah cara beragama yang salah dan bertentangan dengan Islam yang shahih. Karena itulah, kita harus benar-benar membekali para pemuda dengan tsaqafah Islam yang cukup dan mengajak mereka untuk siap mendakwahkan Islam. Wallahua'lam

Oleh: Reni Adelina
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab