Tinta Media: Mitigasi
Tampilkan postingan dengan label Mitigasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mitigasi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Oktober 2024

Mitigasi Tidak Pas, Banjir Tidak Tuntas

Tinta Media - Beberapa ruas jalan di Kota Medan kembali tergenang banjir setelah hujan deras mengguyur kawasan tersebut sejak pukul 13.00 WIB. Lokasi yang terendam termasuk beberapa jalan, seperti Jalan Setia Budi, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Zainul Arifin, Jalan Gatot Subroto, dan beberapa jalan yang lain. Pengendara di Jalan Gatot Subroto harus mencari jalan lain atau menuntun kendaraan mereka di tepi trotoar karena ketinggian air mencapai 15-20 cm.

Kondisi tersebut bukanlah hal baru karena banjir sering kali melanda kawasan tersebut. Upaya mitigasi dari pemerintah masih terkesan setengah-setengah. Jika tidak ada tindakan yang tepat, maka masyarakat akan mengalami penderitaan terus-menerus.

Mitigasi yang Tepat

Mitigasi banjir adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko yang muncul akibat bencana ini. Proses mitigasi meliputi tindakan yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah terjadinya banjir. Ini mencakup pembangunan fisik yang dapat mengurangi dampak banjir serta peningkatan kapasitas masyarakat untuk menghadapi bencana.

Salah satu penyebab banjir di Medan adalah curah hujan yang tinggi. Namun, dampak mitigasi yang tepat dapat mengurangi korban jiwa, kerugian materiil, dan kerusakan infrastruktur. Sayangnya, mitigasi bencana di Indonesia masih tergolong lemah.

Upaya mitigasi sebelum terjadinya bencana harus dimulai dengan kebijakan pembangunan yang bijak. Misalnya, melarang pembangunan permukiman di daerah rawan banjir serta melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sedimen untuk meningkatkan kapasitas tampung sungai.

Akibat dari kegagalan pemerintah dalam melaksanakan mitigasi yang memadai, masyarakat sering kali harus menanggung beban berat. Mereka kehilangan harta benda, menghadapi kerusakan rumah, dan bahkan kehilangan nyawa. Banyak orang harus mengeluarkan biaya besar untuk memperbaiki kerusakan setelah banjir. Hal ini menambah penderitaan di tengah kesulitan yang sudah ada.

Jika langkah-langkah mitigasi tidak diimplementasikan secara serius, maka tragedi yang sama akan terus berulang, dan masyarakat akan tetap menjadi korban. Karena itu, ada banyak hal penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan komitmen dan tindakan nyata agar banjir tidak lagi menjadi momok yang menghantui kehidupan sehari-hari di Medan.

Sering kali, korban banjir harus tinggal di pengungsian untuk waktu yang cukup lama, sampai menunggu air surut. Selama di tempat pengungsian, mereka hidup dengan kondisi yang sangat sederhana—makan, tidur, dan beraktivitas dengan serba terbatas. Dalam situasi ini, banyak dari mereka tidak dapat bekerja dan kehilangan sumber penghasilan.

Dari segi kesehatan, kondisi di pengungsian cukup memprihatinkan. Pengungsi sering mengalami masalah kesehatan, seperti penyakit kulit dan diare akibat terpapar air banjir yang kotor.

Sayangnya, kebutuhan pangan para pengungsi tidak sepenuhnya diberikan oleh pemerintah. Banyak bantuan yang datang justru bersumber dari masyarakat, melalui upaya sukarela. Banyak relawan yang bersedia berkorban demi membantu korban banjir, sementara bantuan yang disediakan pemerintah tidak optimal.

Kondisi ini mencerminkan kurangnya perhatian dan pengelolaan yang memadai dari negara. Akibatnya, masyarakat sering kali harus mencari solusi sendiri untuk masalah yang dihadapi, sementara pemerintah terkesan absen dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Islam Sebagai Solusi Lingkungan

Islam menawarkan solusi untuk seluruh permasalahan manusia, termasuk masalah lingkungan. Allah Swt. mengharuskan umat-Nya untuk merujuk pada syariat-Nya dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam Al-Qur'an terdapat pedoman tentang keseimbangan ekologi yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar kelestarian dan keutuhan ekosistem terjaga.

Allah Swt. berfirman, 

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 56)

Kemudian dalam hadis, ketika Rasulullah bepergian dengan Sa’ad bin Abi Waqash, beliau bersabda, 

“Janganlah menggunakan air berlebihan.” Sa’ad bertanya, “Apakah menggunakan air juga terhitung berlebihan?” Rasulullah menjawab, “Ya, sekalipun engkau menggunakannya di sungai yang mengalir.” (HR Ibnu Majah)

Oleh karena itu, Islam memberikan aturan rinci tentang cara menjaga kelestarian lingkungan. Namun, penerapan aturan-aturan ini akan lebih efektif jika dilaksanakan dalam sistem Khilafah. 

Berikut adalah kebijakan Khilafah untuk kelestarian lingkungan:

Pertama, mengembalikan kepemilikan sumber daya alam (SDA). SDA yang termasuk milik umum. Karena itu, harus dikelola oleh negara secara mandiri demi kemaslahatan bersama. Hutan, air, sungai, dan danau adalah milik rakyat. 

Nabi saw. bersabda, 

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Kedua, memulihkan fungsi ekologis dan hidrologis. Negara akan memastikan bahwa fungsi hutan, sungai, dan danau sebagai pengatur iklim global tidak akan diganggu fungsinya. SDA ini harus digunakan secara berkelanjutan.

Ketiga, rancangan tata ruang wilayah (RTRW). Kebijakan ini akan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, termasuk ketersediaan kawasan hijau sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota.

Keempat, memperketat izin pembangunan dan alih fungsi L
Lahan. Walaupun alih fungsi lahan terkadang diperlukan, maka pengawasan harus dilakukan pula agar tidak merusak lingkungan.

Kelima, pengawasan terhadap industri swasta. Negara akan mengawasi izin dan operasional industri untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.

Keenam, mendorong penelitian dan teknologi ramah lingkungan. Negara akan mendukung penelitian dan pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan dengan dana dan memberdayakan para ahli di bidangnya.

Ketujuh, sanksi terhadap perusak lingkungan. Khilafah akan memberikan hukuman tegas kepada pelaku perusakan lingkungan. Dalam Islam, kejahatan ini termasuk dalam kategori jarimah takzir, di mana hukumannya bisa berupa denda, penjara, atau sanksi lainnya sesuai dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Selasa, 30 April 2024

Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil


Tinta Media - Bulan Syawal tahun ini selain ditandai dengan membludaknya arus mudik kaum muslimin, juga banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (20/4/24), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang mencatat bahwa ada 4 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya debit air sungai, 4 kecamatan terdampak banjir lahar gunung Semeru, serta 1 kecamatan terdampak banjir dan longsor.  Tiga korban jiwa meninggal dalam bencana ini.

TribunPalu.com  (19/4/24) mengabarkan bahwa telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang mengakibatkan 173 rumah terendam air bercampur lumpur dan 419 kepala keluarga terdampak bencana. Fasilitas umum berupa sekolah, rumah adat, dan jembatan rusak.

Banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu (16/4/2024). Sebanyak 24 desa di 7 kecamatan terdampak banjir menyebabkan 162 rumah rusak dan 741 jiwa mengungsi.  Banjir juga merusak infrastruktur dan lahan pertanian  (Antara Bengkulu.com, 19/4/24).

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada saat musim hujan, banjir terjadi di mana-mana karena curah hujan tinggi. Banjir terjadi setiap tahun dengan kerugian yang tidak sedikit. Banjir dan longsor seakan-akan jadi langganan. Rakyat pun pasrah dengan berulangnya banjir di tempat mereka, bahkan pasrah saat terjadi banjir,  Bantuan yang mereka terima hanya mie instan dan bantuan ala kadarnya dari pemerintah setempat. Bahkan pembersihan jalan serta perbaikan rumah pun ditanggung sendiri.

Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyiapkan mitigasi banjir yang kuat sehingga wilayah dan warga yang terdampak dapat berkurang. Faktanya, wilayah terdampak semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak pernah banjir, sekarang jadi banjir. Hal ini menunjukkan lemahnya mitigasi bencana dari pemerintah.

Mitigasi bencana banjir adalah segala upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Mitigasi dilakukan oleh pihak pemerintah. Mitigasi terbagi atas Mitigasi sebelum bencana, Saat bencana dan Sesudah bencana.

Mitigasi sebelum banjir merupakan usaha pencegahan berupa perbaikan saluran air, pengerukan sungai atau aturan dilarangnya membangun pemukiman di daerah rawan banjir dan di daerah hijau, tempat kantung-kantung air alami.

Mitigasi saat banjir berupa penyiapan tempat pengungsian serta evakuasi korban terdampak dilakukan secara cepat sehingga terhindar dari jatuhnya korban. Selain itu, kebutuhan para korban dipenuhi oleh pemerintah, bukan mengandalkan swadaya masyarakat.

Begitu juga dengan mitigasi setelah banjir berupa pembersihan sarana umum seperti jalan, perbaikan rumah warga, dan infrastruktur yang rusak segera dilaku. Semua itu untuk menghindari warga terdampak terlalu lama tinggal di pengungsian yang bisa berakibat terkena sakit.

Rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemerintah yang menerapkan sistem batil seperti sekarang karena tidak ada konsep mengurus dan melayani rakyat. Bagi mereka, rakyat adalah beban, tidak ada dana yang cukup untuk mitigasi.

Akan berbeda dengan pemerintah yang menerapkan Sistem Islam. Pemerintah Islam (Khalifah) adalah raa'in, yaitu pengurus segala urusan rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Negara Khilafah tidak akan kekurangan dana seperti negeri ini dengan APBNnya. Banyak sumber keuangan yang dikelola dan dikumpulkan oleh Baitul maal, seperti dari pengelolaan sumber daya alam, ghanimah, fa'i, wakaf, kharaj, dan lainnya. Dengan sumber dana yang cukup dan pemerintah yang amanah, maka tidak mustahil mitigasi bencana dapat terselenggara dengan optimal dan dapat meminimalisir dampaknya.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media


Jumat, 26 Januari 2024

Islam Hadirkan Mitigasi Membumi Atasi Gempa Bumi



Tinta Media - Di penghujung tahun 2023, negeri ini dikejutkan dengan bencana gempa bumi yang terjadi di Sumedang. Bencana gempa bumi yang datang tiba-tiba ini menghancurkan apa saja yang tidak mampu menahan getarannya. Bencana ini membuat masyarakat khawatir karena selain merusak bangunan juga menimbulkan korban jiwa.

Terkait hal itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung,  melakukan persiapan kendaraan dan pelatihan pemasangan tenda dalam menghadapi bencana alam. BPBD juga mengedukasi masyarakat mengenai bencana gempa bumi, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

BPBD mengatakan bahwa kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan hal yang penting guna menghadapi bencana dan menanggulangi risiko gempa bumi. Selain itu, BPBD juga mempersiapkan keamanan dari sisi potensi kebencanaan menjelang pesta demokrasi 2024.

Gempa bumi merupakan bencana alam yang sudah menjadi qada Allah Swt. Akan tetapi, bencana gempa bumi ini bisa juga terjadi karena ulah tangan manusia. Bencana ini sebagai pertanda dan alarm, seolah ingin mengatakan bahwa bumi ini sedang tidak baik-baik saja.

Selain itu, negeri ini memang berada di kawasan ring of fire (cincin api) Pasifik, yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Oleh sebab itu Indonesia termasuk negeri rawan bencana.

Disadari atau tidak, banyak juga aktivitas manusia yang menjadi pemicu terjadinya bencana ini, seperti injeksi (penyuntikan) air ke dalam tanah, penyuntikan air limbah ke dalam tanah, aktivitas hidrolik untuk memecah formasi bebatuan, peledakan dinamit, pengerukan material dari dalam tanah, aktivitas pertambangan, dan lain sebagainya.

Aktivitas-aktivitas tersebut tentu bukan dilakukan oleh individu masyarakat, melainkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang sudah mengantongi restu pemerintah. Dalam sistem liberal kapitalisme, peran pemerintah hanya sebagai regulator saja. Pemerintah membuka peluang selebar-lebarnya agar para investor besar bisa berinvestasi di negeri ini, sehingga para pengusaha atau investor bebas mengeksploitasi sumber daya alam dan mendulang keuntungan materi sebesar-besarnya tanpa memikirkan dampak buruk yang akan terjadi.

Kalau seperti itu, apakah persiapan kendaraan, pelatihan mendirikan tenda, dan edukasi bencana kepada masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi bencana gempa bumi? Faktanya, pemerintah sepertinya tidak serius mengantisipasi dan menanggulangi bencana. Mitigasi yang pemerintah lakukan hanya mitigasi sesaat yang tidak menyentuh pada akar permasalahan.

Di tengah kekhawatiran masyarakat menghadapi gempa bumi, pemerintah malah sibuk dengan rencana mega proyek dan mengajak para investor besar untuk berbondong-bondong datang ke negeri ini. Kekayaan sumber daya alam yang luar biasa menjadi daya tarik para investor untuk berinvestasi.

Di sisi lain, menjelang pemilu 2024, BPBD juga mempersiapkan keamanan dari sisi potensi kebencanaan menjelang pesta demokrasi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pemilu adalah hajatan akbar dalam sistem demokrasi kapitalisme. Menurut kementerian keuangan, biaya yang sudah dipersiapkan sebesar Rp71,3 triliun. Biaya tersebut sudah mulai diberikan 20 bulan sebelum pemilu.

Besar kemungkinan, pemerintah malah lebih khawatir jika bencana gempa bumi datang tiba-tiba dan menggagalkan pesta demokrasi ini. Dengan angka yang luar biasa besar, pastinya akan merugikan pemerintah dan pihak-pihak yang menyokong, termasuk para kapitalis. 

Inilah yang ditakutkan sistem ekonomi kapitalis, karena target pencapaiannya adalah keuntungan materi dan tidak ingin dirugikan. Ini bukti bahwa pemerintah lebih peduli pada para kapitalis dan abai terhadap keselamatan rakyat.

Andaikan negeri ini mau belajar dari sistem Islam. Sistem ini sudah terbukti dan tercatat dalam sejarah mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada rakyat hampir 14 abad lamanya dalam naungan Daulah Islamiyah.

Sistem Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah ini mampu meriayah umat dalam semua aspek kehidupan, termasuk antisipasi  dan mitigasi bencana. Khalifah sebagai junnah akan mengupayakan dengan keras untuk memberikan perlindungan dan keselamatan kepada rakyat.

Khalifah merealisasikan bentuk ketakwaan kepada Allah Swt. dengan memelihara alam dan manusia. Salah satunya dengan melakukan upaya antisipasi dan mitigasi bencana gempa bumi yang bisa terjadi kapan saja.

Pertama, khalifah akan mengelola sumber daya alam secara mandiri dan tidak akan pernah memberi peluang kepada pihak asing yang jelas-jelas akan merusak alam dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.

Kedua, khalifah akan memberikan edukasi kepada masyarakat, baik secara teknis ataupun ideologis. Edukasi teknis misalnya, ketika gempa terjadi, kita jangan panik, jangan berlindung di bawah pohon besar, jika di dalam rumah berlindung di bawah meja, jika di luar ruangan berlindung ke tempat yang lapang, dan sebagainya. 

Edukasi ideologis yaitu jika segala daya dan upaya sudah dilakukan untuk mengantisipasi bencana, sebagai manusia yang beriman sudah sepantasnya menjadikan musibah ini sebagai peringatan dari Allah Swt. agar kita bermuhasabah, menyadari dan memohon ampun atas dosa-dosa yang kita lakukan.

Allah Swt. berfirman, "Katakanlah (Muhammad) tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." ( TQS.At.taubah 9: 51).

Ketiga, jika bencana terjadi, khalifah akan dengan sigap mengevakuasi rakyatnya yang terdampak ke tempat yang lebih aman. Khalifah akan menjamin segala kebutuhan, seperti makanan, pakaian, kebutuhan medis, dan lain sebagainya bisa tercukupi.

Atas dasar itu, Islam mampu menghadirkan mitigasi yang membumi atasi gempa bumi, bukan mitigasi sesaat yang mudah dilupakan. Hanya Islam yang mampu menjaga keselamatan manusia di dunia dan juga di akhirat.

Apabila kita mau introspeksi diri secara arif, kita harus meyakini bahwa bencana alam yang menimpa manusia sebenarnya karena manusia itu sendiri yang mengundangnya. Oleh sebab itu, marilah kita bermuhasabah dan berdoa kepada-Nya agar kita diberi kemudahan dan kekuatan untuk menghadapi musibah yang datang silih berganti.
Walluhualam.

Oleh: Neng Mae,
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 28 November 2023

Bencana Berulang, Bukti Kegagalan Mitigasi Ala Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menggelar apel siaga mengenai antisipasi dan mitigasi bencana. Acara ini diikuti oleh berbagai instansi dan dipimpin oleh PLT Gubernur Jabar, Bey Machmudin. Apel digelar terkait potensi bencana banjir, longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Bandung yang wilayahnya terdapat dataran rendah, seperti Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, Majalaya dan pegunungan cukup tinggi seperti Ciwidey, Pangalengan, Cimenyan dan Kertasari.

Cakra mengatakan bahwa kita harus siap menghadapi musim penghujan dan harus mewaspadai adanya bahaya bencana. Oleh karena itu, pihaknya mengonsolidasikan di internal lingkup Pemda Bandung dengan jajaran Forkopimda dan jajaran dari Provinsi di bawah kordinasi dan arahan dari BPBD Provinsi. Sehingga, masyarakat siap melaksanakan, baik mitigasi maupun penaggulangan bencana saat musim hujan.

Musim hujan yang selama ini dinanti akhirnya datang juga. Sudah beberapa bulan hujan tak turun, sekali turun malah membuat banjir. Akan tetapi, di negeri ini, terjadinya banjir saat hujan datang sudah lumrah mm. Apalagi jika intensitas hujan yang tinggi bisa menyebabkan daerah aliran air, seperti sungai tidak lagi dapat menahan curah air hujan, akhirnya bisa beresiko banjir bandang dan tanah longsor di daerah yang rawan bencana.

Bencana banjir dan tanah longsor di negeri ini menjadi permasalahan yang belum bisa diatasi dengan maksimal. Lagi dan lagi, curah hujan selalu dikambinghitamkan ketika bencana ini datang. Padahal, hujan adalah berkah dari langit yang Allah Swt. turunkan untuk makhluk di muka bumi.

Namun, saat ini musim hujan menjadi momok yang menakutkan karena bisa mengakibatkan banjir yang kemudian bisa berdampak buruk karena banyak pemukiman yang terendam, memicu masalah kesehatan, fasilitas umum terganggu, kegiatan ekonomi tersendat, dan bahkan bisa merenggut nyawa.

Sebetulnya banjir dan tanah longsor bisa disebabkan oleh beberapa faktor. 

Pertama, faktor alam, seperti curah hujan yang tinggi, erosi tanah, kapasitas tanah serapan air rendah, posisi daratan yang rendah, dan kenaikan permukaan air laut. 

Kedua, faktor manusia, seperti terjadinya penyumbatan saluran air karena penumpukan sampah, penebangan pohon ilegal, dan pemakaian lahan serapan air.

Bencana yang terjadi karena faktor alam adalah sudah menjadi ketentuan dari Allah Swt. dan manusia tidak mampu mengendalikan. Akan tetapi, bencana akibat faktor manusia harusnya bisa dicegah  dan ditanggulangi agar banjir dan tanah longsor tidak terus terjadi.

Banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di negeri ini membuktikan bahwa pemerintah kurang serius melaksanakan antisipasi dan mitigasi bencana, terutama di daerah-daerah rawan bencana. Harus diakui bahwa budaya nyampah di negeri ini sulit diubah. 

Selain itu, alih fungsi lahan akibat pembangunan yang jor-joran di kawasan penyangga air terbilang tinggi. Banyak lahan pesawahan berubah menjadi industri dan perumahan-perumahan. Reklamasi besar-besaran dan penambangan pasir terus terjadi. Aktivitas tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi daya dukung lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada bencana ekologis secara berulang dan meluas. 

Inilah kenyataan ketika pemerintahan dikelola dengan sistem kapitalisme. Penguasa telah berhasil melegalkan asing ataupun aseng untuk mengintervensi undang-undang, membuat pengambilalihan fungsi lahan sebagai pengatur keseimbangan. 

Dalam sistem ini, pemerintah hanya sebagai pembuat regulasi saja dan lebih mementingkan kepentingan korporasi, bukan rakyatnya. Sistem kapitalisme ini mempunyai prinsip kebebasan berekonomi sehingga pemerintah membebaskan para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, mereka punya andil besar terhadap kerusakan alam yang terjadi di negeri ini.

Sistem pemerintahan Islam tentu saja memiliki kebijakan yang canggih dan efisien. Islam mempunyai seperangkat aturan yang sempurna karena berasaskan Al-Qur'an dan as.Sunnah dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah soal antisipasi dan mitigasi bencana banjir dan tanah longsor. 

Pertama, jika banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air hujan, maka khalifah akan membangun bendungan-bendungan berbagai tipe.

Kedua, khilafah akan membuat kebijakan  untuk pembangunan-pembangunan, menyediakan lahan serapan air atau drainase yang memadai. Jika ada yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan khalifah, maka akan dikenakan sanksi berat karena telah melanggar hak rakyat dan menimbulkan kemudaratan.

Ketiga, jika ada korban akibat bencana, maka khilafah akan dengan sigap menangani para korban untuk segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman dengan menyediakan segala kebutuhan, seperti makanan, pakaian, tenda, dan kebutuhan medis.

Khilafah akan terus mengupayakan agar rakyatnya merasa aman dan nyaman, termasuk dalam hal antisipasi dan mitigasi bencana. Khilafah tidak akan membiarkan banjir dan tanah longsor atau bencana lainya terus terjadi tanpa solusi yang pasti. Oleh karena itu, khilafah akan sangat berhati-hati terhadap pembangunan infrastuktur yang sejatinya dibangun untuk kebutuhan rakyat. Jangan sampai malah merusak kondisi alam sehingga menjadi malapetaka di masa yang akan datang.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR.Bukhari). 

Atas dasar itulah, seorang khalifah akan selalu terikat dengan syariah Islam dalam kepemimpinannya. Baginya tanggung jawabnya bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga pada Sang Pemilik Alam Semesta. Maka dari itu, khalifah akan tercegah dari konflik kepentingan dalam kebijakan-kebijakannya.

Sungguh, hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, keberkahan dari langit dan bumi akan didapatkan. Sudah saatnya kaum muslimin berbenah diri, sebelum datang isyarat langit yang lebih dahsyat. Khilafahlah yang mampu menjauhkan manusia dari bencana di dunia dan di akhirat. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
(ibu rumah tangga)

Minggu, 12 November 2023

Wacana Mitigasi Bully, Akankah Menjadi Solusi?



Tinta Media - Dunia pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Setiap hari selalu ada berbagai isu. Salah satunya adalah isu bullying. Isu bully yang sering terjadi ini membuat Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung merasa khawatir jika kejadian tersebut sampai terjadi di Kabupaten Bandung. Karena itu, ini menjadi PR besar bagi Pemerintah Kabupaten Bandung dan Dinas Pendidikan, sehingga pihaknya harus bersama-sama membenahi komunikasi antara orang tua dan sekolah. Selain masalah bullying, masih banyak lagi yang menjadi PR di dunia pendidikan untuk dibenahi dan diperbaiki, di antaranya kurikulum, kualitas lulusan dan tenaga pengajarnya, fasilitas, infrastruktur, kemudian administrasinya. 

Fenomena bully terhadap guru oleh anak didik yang tidak terima saat diberikan sanksi, sesama anak didik yang saling mem-bully hingga melakukan kekerasan, merupakan fakta yang memprihatinkan bagi dinas pendidikan saat ini. Maka dari itu, ketua komisi D DPRD Kabupaten Bandung berencana melakukan mitigasi bullying dengan konsep bagaimana mencegah bully, bagaimana ketika terjadi, bagaimana menolak bully, dan bagaimana memberikan saran kepada siswa dan juga orang tua siswa agar peristiwa itu tidak terulang kembali. Hal itu bisa terkonversi dan diimplementasikan melalui pelatihan-pelatihan, sosialisasi. Harus ada visualisasi antara guru dan orang tua siswa. Mindset dan tujuan harus disamakan.

Pemerintah pun menyadari bahwa kurikulum sekolah yang kerap mengalami perubahan menjadikan pro dan kontra di masyarakat. Namun, semua itu tidak dianggap lebih. Pemerintah lebih memfokuskan diri tentang bagaimana memiliki lulusan pendidikan yang berkualitas dan bisa berdaya saing dengan daerah lain.

Jika kita cermati, maraknya bullying dan bentuknya  yang semakin sadis bisa terjadi karena 3 faktor,  yaitu: 

(1) Faktor internal. Ini disebabkan karena toxic parents (kurang perhatian, korban KDRT), mental illness (stress, depresi, tidak bisa mengendalikan emosi, dll). 

(2) Faktor eksternal, yaitu sistem yang menjadikan masyarakat mengalami berbagai tekanan, seperti tekanan ekonomi akibat  penerapan sistem ekonomi kapitalistik, tekanan sosial materialistis dan individualis, hukum yang tidak adil dan tidak tegas kepada pelaku, sistem pendidikan sekuler yang hanya bertujuan pada materi, tetapi minim adab, dll. 

(3). Faktor media yang menjadi corong Barat untuk merusak pemikiran kaum muslimin khususnya, dengan menyuguhkan berbagai tontonan yang tak patut dijadikan tuntunan.

Adapun wacana mitigasi bullying yang dijadikan sebagai solusi, tentu ini tidak cukup, sebab mitigasi sehebat apa pun tidak akan bisa menyelesaikan masalah selama sistemnya belum diganti. Karena itu, dibutuhkan solusi komprehensif (solusi sistem) karena sesungguhnya persoalan bullying adalah persoalan sistem, bukan individual. 

Bisa kita lihat, akar permasalahan makin masifnya kasus bullying adalah pemahaman sekuler liberal yang tertancap sangat kuat di segala sektor. Pemahaman sekuler liberal menjadikan umat jauh dari ajaran agama. Rutinitas sehari-hari hanya fokus terhadap dunia. Aktivitasnya tak mengenal halal dan haram, baik ataupun buruk. Umat lebih suka mengedepankan hawa nafsu dalam berbuat dan bertindak. Alhasil, pola sikapnya tak terikat dengan hukum syariat. Umat lupa bahwa sejatinya mereka diciptakan oleh Allah Swt hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Jika pola pikir seseorang dilandasi paham sekularisme dan liberalisme, maka dia akan menjalani kehidupannya tanpa arah dan tujuan yang pasti. Dunia dia genggam erat, sementara akhirat tak dihiraukan. Lain halnya jika kita memiliki pola pikir berlandaskan Islam, tentu fenomena bullying tidak akan muncul dalam keseharian. Sebab, yang diterapkan dalam setiap aspek kehidupan adalah aturan Islam, di baik ranah keluarga, sekolah, hingga negara. Sistem Islam memiliki aturan hukum guna mencegah ataupun memberantas bullying di antaranya:

Pertama, Islam mengajarkan agar umatnya berlaku baik kepada sesama. Umat akan mampu mengontrol diri agar tidak mencelakai orang. Sebaliknya, mereka akan menjadi sebaik-baik manusia, yaitu yang bermanfaat bagi manusia lainnya dengan meneladani akhlak Rasulullah saw.

Kedua, membentengi keluarga dengan akidah Islam hingga sampai kepada derajat sakinah mawadah dan rahmah, dan saling menguatkan dalam keimanan. 

Ketiga, sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang mampu mencetak generasi yang bersyahksiyah Islam, pola pikir dan pola sikapnya berlandaskan Islam. Maka, akan tercipta interaksi antar-siswa yang senantiasa diliputi kebaikan akhlak mereka. 

Keempat, negara akan menjaga kondisi ketakwaan masyarakat dan melakukan kontrol terhadap media sosial agar tidak terjadi hal-hak yang bertentangan dengan syariat Islam. Adapun jika terjadi perundungan ataupun hal-hal yang bisa merusak moral masyarakat, maka negara akan secara langsung memberikan sanksi keras sesuai dengan aturan syariat. Maka dari itu, hanya sistem Islamlah yang mampu memberikan solusi bagi seluruh problematika kehidupan.
Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Aktivis Muslimah Bandung

Kamis, 01 Desember 2022

Gempa Cianjur, IJM: Otoritas Mitigasi Bencana Tidak Melaksanakan Tupoksi dengan Baik

Tinta Media - Terkait gempa Cianjur, Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai otoritas mitigasi bencana tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik.

"Kejadian gempa Cianjur Senin kemarin menunjukkan bagaimana otoritas mitigasi bencana seperti BMKG, BNPB, PPMBG tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik," tuturnya dalam Aspirasi Rakyat: Ada Acara Relawan Jokowi di GBK, Ditengah Cianjur Berduka? Di kanal YouTube Justice Monitor, Ahad (27/11/2022). 

Menurutnya, kinerja otoritas mitigasi bencana yang sudah dibekali dengan dana APBN belum menggembirakan dalam menghindari korban jiwa dan kerugian ekonomi. Karena selain dibekali APBN, otoritas mitigasi bencana Indonesia seperti BMKG juga banyak mendapat bantuan teknologi dan bantuan teknik teknis dari internasional. "Namun BMKG belum sesuai harapan yaitu memberikan peringatan dini bencana terutama di daerah rawan bencana," ujarnya.

Berkenaan dengan musibah ini, IJM menyatakan turut berbelasungkawa dan prihatin yang mendalam atas musibah ini. 

Ia mengingatkan, meski musibah ini menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan rida dengan qada yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Maka atas dorongan iman, musibah harus kita sikapi dengan lapang dada, bersabar, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan semuanya kepada Allah zat yang Mahakuasa," tukasnya.

Jadi, lanjutnya, semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong umat untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariat-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan yang diwajibkannya. "Penolakan terhadap Allah dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam segala aspek kehidupan adalah bukti sikap durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya.

Ia juga menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya untuk menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan. Termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada. "Pemerintah harus bertanggung jawab dengan kelalaian ini dan melakukan langkah-langkah kongkret terkait pencegahan kemungkinan terjadinya bencana serupa di masa yang akan datang," paparnya.

Ia juga menyerukan agar umat Islam peduli terhadap penderitaan saudaranya dan mengulurkan bantuan apa saja yang bisa diberikan. 

Ia juga berharap semoga musibah ini bisa menghapus dosa para korban, menghantarkan pada derajat syahid untuk yang meninggal. "Dan memberi hikmah kepada kita untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, zat yang menciptakan alam semesta ini, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara," tandasnya.[] Ajira

Senin, 28 November 2022

Gempa Cianjur, MMC: Negeri Ini Rawan Bencana Namun Minim Mitigasi dan Tata Kelola Bencana

Tinta Media - Menanggapi peristiwa gempa Cianjur, Muslimah Media Center (MMC) merasa cukup miris melihat realitas mitigasi bencana dan tata kelola bencana di Indonesia yang masih ala kadarnya padahal sudah diketahui secara pasti bahwa Indonesia adalah negeri rawan bencana. 

"Mitigasi bencana yang seadanya dan tata kelola yang ala kadarnya disebabkan karena ketiadaan atau sulitnya koordinasi di antara pejabat dan instansi terkait serta minimnya prioritas anggaran negara untuk antisipasi,” beber narator dalam rubrik Serba-Serbi MMC : Gempa Cianjur: Gempa Dangkal dengan Kerusakan Parah, Mitigasi Seadanya? pada Rabu (23/11/2022) di kanal youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, sudah menjadi fakta bahwa Indonesia berada di wilayah tiga patahan lempeng bumi membuat negeri ini rawan bencana seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Ini, karena tata kelola urusan rakyat belum menjadi visi utama para pemangku kebijakan tak terkecuali dalam menangani bencana baik secara preventif maupun kuratif. Pembangunan fasilitas publik masih berorientasi pada keuntungan dan pasar.  

“Tata kelola urusan rakyat yang ala kadarnya adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Sistem yang telah memposisikan penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi pengurus kepentingan korporasi,” urainya.

Yang memprihatinkan lagi, menurut narator, dalam sistem kapitalisme ini rakyat dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba.  Yang kuat adalah yang mampu bertahan hidup sementara yang lemah akan tumbang. 

“Bagi rakyat yang kaya, mereka bisa membangun bangunan yang tahan gempa, sementara yang miskin hanya pasrah dengan tempat tinggal yang bisa roboh hanya dengan guncangan kecil,” tuturnya prihatin.

Narator menyampaikan bahwa keberadaan potensi bencana alam di suatu tempat merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari, akan tetapi ada upaya atau ikhtiar yang harusnya dilakukan manusia untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan.  

Kebijakan Khilafah 

Dalam penanganan musibah, menurut narator, Islam atau khilafah telah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak di atas aqidah Islam serta prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam. 

“Khilafah sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyat  wajib mengatasi potensi terjadinya bencana alam sehingga tujuan kemaslahatan untuk rakyat pun tercapai,” tegasnya.

Narator menguraikan Khilafah akan menempuh dua langkah strategi sekaligus yaitu preventif dan kuratif.  “Kebijakan preventif dilakukan sebelum terjadinya bencana atau pra bencana. Tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Sedangkan kebijakan kuratif dilakukan setelah terjadinya bencana,” bebernya.

Lebih lanjut, narator menjabarkan kegiatan preventif meliputi pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana dan pemetaan pemanfaatan lahan serta penyediaan alokasi dana. 

“Semua hal terkait pencegahan bencana, khalifah  akan mempersiapkannya dengan baik dan memadai dalam menghadapi bencana,” sambungnya.

Narator menguraikan untuk kebijakan kuratif meliputi  recovery korban  bencana dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stres, ataupun dampak-dampak psikologis kurang baik lainnya.

“Keberhasilan penanganan bencana dalam Khilafah disebabkan berpegang teguhnya Khilafah pada syariat Islam dalam menyelesaikan seluruh urusan rakyatnya,” pungkasnya.[] Erlina YD
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab