Mitigasi Bencana Lemah, di Mana Peran Pemerintah?
Tinta Media - Di tengah malam yang sunyi, Kabupaten Sanggau diguncang oleh gempa, menambah daftar tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat yang sudah terpuruk akibat cuaca ekstrem dan banjir. Pada Selasa malam, 24 September 2024, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kembali dilanda gempa dengan kekuatan magnitudo 2.7 yang terdeteksi pada pukul 23.49 WIB. Gempa ini berlokasi di 0,44 LU, 110,45 BT, sekitar 34 km barat laut Sanggau. Selain itu, hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang terjadi sejak dini hari juga menyebabkan banjir di Desa Kedakas, Kecamatan Tayan Hulu, akibat meluapnya Sungai Semaong yang melintasi desa tersebut (beritasatu.com).
Banjir yang melanda Sanggau bukanlah fenomena baru; dalam enam bulan terakhir, bencana ini telah berulang kali terjadi setiap kali hujan deras turun. Meskipun curah hujan akhir-akhir ini cukup tinggi dan lahan serapan air berkurang akibat banyaknya lahan sawit, tidak seharusnya hujan menjadi pihak yang disalahkan. Penyebab utama banjir ini adalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan manusia, seperti ekspansi lahan sawit dan pembalakan hutan secara besar-besaran.
Bencana banjir yang terus berulang menunjukkan bahwa mitigasi bencana di Indonesia masih sangat rendah. Penanganan tidak cukup hanya dilakukan oleh badan penanggulangan bencana; kerja sama masyarakat juga sangat diperlukan. Seharusnya negara hadir untuk menjaga kestabilan, tetapi kenyataannya, banyak aturan yang dibuat justru menguntungkan korporasi, bukan melindungi keselamatan rakyat. Inilah wajah kapitalisme, di mana selama keuntungan terus mengalir dari sektor sawit, dampak negatif terhadap masyarakat sering diabaikan.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki aturan yang komprehensif dan terintegrasi dari hulu ke hilir. Islam juga menyediakan pengaturan yang jelas mengenai penggunaan lahan dan hutan, sehingga pengelolaannya tidak sembarangan. Dalam Islam, mitigasi bencana tidak hanya berfokus pada solusi praktis, tetapi juga mencari akar masalah untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Oleh: Nur Afifah, Sahabat Tinta Media