Sistem Ekonomi Anti Miskin, Mungkinkah?
Menurut
pemerintah setempat, warga dikatakan miskin ekstrem jika pendapatan per harinya
rata-rata Rp10.000 per hari atau sekitar Rp300.000 per bulan, dan mereka yang
belum sama sekali menerima bantuan ini bisa disebabkan banyak faktor,
seperti belum masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau mungkin
sudah masuk tapi belum diverval lagi. (sumselsatu.com, 31/8/2023).
Sungguh
ironis, bagi suatu kota modern serta banyak kemajuan di bidang infrastruktur,
namun masih banyak sekali warga miskin. Bahkan, untuk menerima bantuan saja
masyarakat harus melalui proses administrasi dengan aturan yang rumit. Padahal
mereka butuh bantuan dengan cepat karena ini menyangkut hajat hidup mereka.
Seharusnya dipermudah bukan malah dibuat pusing dengan data-data yang entah
mereka mengerti atau tidak.
Penguasa
adalah Pelayan Umat
Ekonomi
dalam suatu negara atau bangsa memang pondasi utama untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Apabila ekonomi sebuah negara kuat, maka negaranya
akan kuat pula. Akses terhadap kemudahan dalam bidang ekonomi, yang meliputi
ketersediaan lapangan pekerjaan, daya beli masyarakat, dan kemudahan mengakses
kebutuhan pokok akan mendorong terjadinya dinamika kehidupan yang normal dan
maju.
Sayang,
kenyataan yang terjadi malah pemerintah justru terlihat kewalahan dalam
mengatur hal tersebut, seperti halnya bansos yang kerap kali tidak
datang bahkan sekalinya datang pun tidak tepat sasaran. Dari sini,
pentingnya peran pemimpin dalam mengurus itu semua. Ekonomi dan kawan-kawannya
tidak bisa berjalan sendiri melainkan dijalankan oleh penguasa yang cerdas,
bijaksana dan tepat dalam mengerjakan tugasnya.
Tapi,
tentu saja tidak cukup sampai di sana, sebab harus dilandasi aturan yang
memadai, terutama aturan yang lugas dan jelas. Seorang penguasa idealnya memang
harus paham agama. Bagaimana tidak, agama sendiri adalah pondasi segala aspek
terutama politik dalam mengatur tatanan negara. Agama tidak bisa di pisahkan
dari kehidupan, sebab agama adalah suatu aturan yang bersumber langsung dari
sang pencipta.
Allah
Swt. menurunkan syariat, seperangkat aturan sebagai acuan kita dalam mencari
kriteria seorang pemimpin adil dan bertanggung jawab serta mampu mengemban
tugasnya dengan baik sehingga tidak ada hukum tumpang tindih, pilih kasih serta
rakyat yang terzalimi atas kepemimpinannya.
Allah
berfirman : “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS An-Nisa: 58)
Dan
hadist Rasulullah saw. terkait pentingnya peran pemimpin hingga sanksi atas apa
yang di perbuatannya : “Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat
kemudian ketika ia mati, ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah
mengharamkan baginya surga.” (HR Bukhari).
Carut
Marut Ekonomi Kapitalisme
Pemimpin
yang shalih dan bertakwa akan mampu menggerakkan baik itu roda ekonomi,
penegakan hukum, dan tatanan sosial suatu negara sesuai dengan
syariat-Nya, sehingga tidak amburadul dan menyebabkan ketidakadilan. Sejatinya,
seorang pemimpin dalam pandangan Islam adalah meri’ayah atau mengurusi
masyarakatnya dengan baik dan benar.
Pemimpin
yang shalih dan bertakwa juga akan mampu menjadikan rakyatnya beriman pada
Allah swt. Namun, selain pemimpin, negara juga membutuhkan sebuah sistem
untuk mengatur. Sistem yang akan menyelesaikan segala problematika
kehidupan. Lalu, sistem apa yang dianut pemerintah saat ini, sehingga
masih banyak masyarakat yang miskin, bahkan seperti fakta yang di kutip di
atas, bahwasanya bantuan sosial saja tidak mereka dapatkan.
Sistem
saat ini adalah sistem kapitalisme. Sebuah pandangan kehidupan yang membuat
orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Tanpa disadari telah
membudaya di setiap lapisan masyarakat dunia, tidak terkecuali di negara
Indonesia. Kapitalisme sendiri telah menaungi ke seluruh penjuru
dunia dan menyebabkan bergesernya tatanan dunia perekonomian.
Sehingga,
terjadilah carut-marut sebuah ekonomi negara. Selain kapitalisme, negara kita
juga telah menganut ajaran sekuler dimana agama dijauhkan dari kehidupan.
Padahal agama adalah pondasi politik dalam suatu negara. Apabila politik tidak
dilandaskan pada agama maka yang terjadi adalah seperti sekarang, mengadopsi
hukum buatan manusia yang lemah dan mudah diubah demi kepentingan golongan.
Hidup sudah susah malah makin susah karena jauh dari Allah SWT. Ibarat kata
sudah jatuh tertimpa tangga, sakit sekali rasanya.
Solusi
Satu untuk Semua
Sudah
saatnya kita berganti sistem kehidupan dengan kembali kepada aturan yang sudah
Allah swt berikan, yang bersumber langsung dari sang pencipta alam semesta.
Tidak ada keraguan sedikit pun atas apa yang sudah Allah swt. tetapkan di
dalamnya.
Allah
swt. menciptakan dunia dan isinya seperangkat dengan aturannya. Sederhananya,
ketika kita membeli suatu produk elektronik maka kita akan dapati sebuah buku
panduan cara pemakaian. Begitu juga dengan hidup ini, Allah sudah memberikan
Al-Quran dan As-Sunah sebagai panduan hidup, maka itulah satu-satunya cara
untuk mengembalikan kehidupan menjadi normal, teratur, adil, dan sejahtera.
Pun
dalam masalah ekonomi, mengentaskan kemiskinan, maka Islam juga memiliki
pandangan yang khas untuk mengatur kepemilikan harta baik untuk individu,
masyarakat, atau negara. Maka, tidak pernah di dalam Islam seseorang /
perusahaan tertentu yang menguasai sumber daya alam tertentu, karena statusnya
adalah milik umat. Begitu pun sistem ekonomi Islam mempunyai mekanisme tertentu
dalam perputaran harta kekayaan dengan memaksimalkan potensi zakat yang
disalurkan ke delapan asnaf. Serta, sumber-sumber pendapatan negara yang
terbebas dari ribawi dan utang. Semuanya bisa terlaksana jika seluruh elemen masyarakat,
dan penguasa mau mengambil Islam sebagai aturan kehidupan.
Wallohua’lam
bishowwab
Oleh: Mulia (Photographer, dan Aktivis Dakwah)