Tinta Media: Miras
Tampilkan postingan dengan label Miras. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Miras. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 November 2024

Analis: Tujuan Penerapan Syariah Islam adalah Menjaga Akal

Tinta Media - Analis dari Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menyebutkan, salah satu tujuan dari penerapan syariah adalah menjaga akal.

“Salah satu tujuan dari penerapan syariah Islam itu menjaga akal. Sehingga, Islam menjauhkan hal-hal yang itu dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan akal,” ujarnya dalam program Kabar Petang: Membasmi Miras, Menjaga Akal Tetap Waras, di kanal YouTube Khilafah News, Jumat (8/11/2024).

Karenanya, lanjut Hanif, larangan dalam Islam juga menjadi salah satu cara sebagai tindakan preventif (pencegahan).

Ia pun mengutip firman Allah SWT surat al-Maidah ayat 90 yang artinya,

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung,” kutipnya.

Dalam ayat itu, terang Hanif, Allah SWT telah menegaskan bahaya miras. “Jadi kalau manusia diminta Allah untuk menjauhi khamr (miras) dan sebagainya, berarti itu ada mudharat (keburukan) yang besar,” yakinnya.

Rasulullah SAW, sambungnya, juga dengan tegas bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah khamr (miras) dan setiap khamr adalah haram. Hadis riwayat Muslim,” tambahnya.

Sedikit ataupun banyak, sebutnya, sama-sama haram. Ini yang menjadi catatan penting bahwa Islam sangat jelas melarang miras, karena tidak hanya dampak yang ditimbulkan, lebih dari itu merusak akal dan bisa jadi merusak jiwa. Bahkan, ada juga tindakan-tindakan yang di luar nalar ketika orang itu mabuk terpengaruh miras.

Dampaknya, kabar yang terbaru ungkap Hanif, ada santri menjadi korban penganiayaan dan penusukan yang ternyata pelakunya diketahui dalam keadaan mabuk akibat pengaruh miras.

Ia melanjutkan, belum lagi bicara kecelakaan dan sebagainya. Beberapa waktu yang lalu (1/11/2024) pada momen perayaan halloween di Surabaya, ada pengemudi mobil akibat pengaruh miras sampai menabrak menewaskan dua orang pengunjung warung.

Makanya, saran Hanif, bagi pemerintah atau penguasa baik tingkat daerah maupun pusat, seharusnya sebagai Muslim juga melindungi moral dan akal masyarakat.

“Jangan sampai membiarkan miras beredar, apalagi diproduksi secara massal. Nah, apakah itu legal atau ilegal, ya sama saja,” geramnya memungkasi.[] Muhar

Jumat, 15 November 2024

Miras Dilegalkan, FDMPB: Konsekuensi Sistem Kapitalisme yang Tak Kenal Halal Haram

Tinta Media - Menanggapi pelegalan miras oleh negara, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menilai hal ini sebagai konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang tidak mengenal halal haram.

"Inilah konsekuensi penerapan sistem demokrasi sekuler kapitalis yang memang tidak mengenal halal haram," ujarnya kepada Tinta Media, Ahad (10/11/2024).

Menurut Ahmad, kapitalisme tidak peduli akan dampak buruk sosial akibat miras, sebab yang dipikirkan hanya keuntungan materi semata.

"Secara sosiologis, akan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat. Namun karena ada kepentingan materi, maka miras dianggap sebagai penghasil materi yang menggiurkan," ujarnya.

"Sementara para pengusaha kapitalislah yang akan mereguk keuntungan materi," imbuhnya.

Ahmad mengatakan, para kapitalis jahat akan menghitung uang sambil ongkang-ongkang kaki di depan televisi yang sedang menayangkan berita kriminalitas yang disebabkan oleh konsumsi miras. "Kurang ajar!" pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 10 November 2024

UIY Beberkan Alasan Masalah Miras Tidak Kunjung Selesai

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) membeberkan alasan terkait persoalan miras yang tidak kunjung selesai. 
 
"Kalau orang Jawa bilang itu argumennya enggak maton (pasti). Sebenarnya kita ini mau berpihak pada apa? Berpihak kepada kepentingan ekonomi, atau kepentingan sosial, atau dasar agama," ujarnya dalam acara diskusi Focus To The Point: Santri Ditusuk di Jogja, Miras Merajalela, Kamis (7/11/24) di kanal Youtube UIY Official.  
 
Menurutnya, jika manusia tidak punya dasar yang maton, maka akan selalu dalam kebimbangan dan selalu di dalam rasa semacam simalakama. 
 
"Tapi kalau kita mendasarkan kepada satu titik yang maton dan titik itu tak lain adalah pandangan-pandangan yang didasarkan kepada keimanan kita kepada Allah SWT, ketentuan Allah SWT, maka tak akan pernah ada keraguan. Apa itu? Satu keyakinan bahwa barang yang haram itu pasti buruk," tuturnya. 
 
Karena, lanjutnya, Allah SWT mengatakan hurimat ‘alaikumul khamru artinya diharamkan bagi kalian itu khamr. “Jadi ketika Allah SWT mengharamkan maka itu barang pasti buruk. Meskipun mungkin ada katakanlah manfaatnya, tetapi manfaatnya itu tidak seberapa dibanding dengan kerugian yang akan ditimbulkan," jelasnya.  
 
UIY lalu membeberkan manfaat yang mungkin didapat dari miras semisal untuk kepentingan penyediaan lapangan kerja, cukai, dan keuntungan yang didapat baik oleh produsen maupun pengecer, tetapi dari semua kemanfaatan itu nilainya sangat kecil dibanding dengan kerusakan yang terjadi.  
 
"Nabi mengatakan khamr itu pangkal dari segala keburukan, segala kejahatan. Kalau orang sudah mabuk dia bisa melakukan apa pun bahkan digambarkan sampai dia menyetubuhi ibunya," tegasnya. 
 
UIY lalu mengaitkan keburukan miras itu dengan peristiwa penusukan santri di Yogyakarta yang ditusuk oleh pemabuk. 
 
"Sekarang pertanyaan sederhananya, berapa harga dari orang yang mati itu? Itu tak ternilai! Apalagi kalau yang menjadi korban itu adalah mereka-mereka yang sebenarnya diharapkan kelak menjadi seorang ulama,” sesalnya.   
 
Untuk mengatasi masalah miras ini, menurut UIY, setidaknya ada tiga hal yang harus diberlakukan dengan tegas. Pertama, ucapnya, harus bertumpu kepada akidah Islam.  
 
“Sepanjang tidak bertumpu pada akidah Islam, maka selalu dalam posisi gamang. Kedua, yang haram ya haram! Tidak boleh lagi ada toleransi untuk boleh dijualbelikan. Ketiga, hukuman yang setimpal bagi mereka yang memproduksi dan mengedarkan," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Kamis, 10 Oktober 2024

Miras dan Kenakalan Remaja, Problematika yang Tak Kunjung Reda


Tinta Media - Kenakalan remaja terus meningkat dan kondisinya pun sangat memilukan. Seperti yang terjadi di Desa Neglasari, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Tak sedikit pemuda yang berkumpul hingga larut malam disertai perilaku yang mengganggu, seperti melakukan kebisingan, balap liar, dan tindakan-tindakan tidak sopan. Parahnya, aktivitas itu dibarengi dengan konsumsi miras sehingga sering kali menimbulkan keributan, perkelahian, merusak fasilitas umum, mencorat-coret tembok, bahkan tindakan kriminal. 

Banyak warga yang mengeluhkan hal tersebut. Mereka berharap, ada tindakan dari pihak yang berwenang, baik penertiban, edukasi, maupun pemberian fasilitas yang dapat menyalurkan energi dan kreativitas remaja ke arah yang positif.

Sejatinya, masalah miras dan kenakalan remaja ini tidak akan teratasi hanya dengan melakukan aksi razia oleh satpol PP atau hanya dengan menyediakan aktivitas positif dan memberikan edukasi mengenai bahaya miras. Akan tetapi, diperlukan kerja sama antara masyarakat, pihak sekolah, aparat keamanan, dan pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan pengawasan dan memberlakukan sanksi tegas kepada para pelaku.

Tidak dimungkiri bahwa penerapan sistem sekulerisme-liberalisme telah merusak para remaja saat ini. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini menjadikan pemuda bebas melakukan apa saja yang disukai. 

Nampak jelas bahwa minuman keras adalah biang dari kejahatan yang menimbulkan berbagai permasalahan saat ini. Selama sistem ini masih bercokol dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka masalah ini pasti tidak akan pernah terselesaikan.

Lain halnya dengan sistem Islam yang mampu memecahkan berbagai problematika kehidupan. Maka, dibutuhkan adanya perubahan sistem untuk mewujudkan perubahan terarah dalam naungan khilafah yang mampu menyelesaikan segala persoalan dengan tuntas. Dengan tiga faktor pendukung, Islam mampu meng-counter masalah tersebut hingga akarnya, yaitu faktor individu yang senantiasa menjaga ketaatan, masyarakat yang mampu mengontrol dengan amar maruf nahi mungkar, dan penguasa sebagai pihak yang paling berwenang menjalankan aturan yang dilengkapi sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang berperan penting melahirkan generasi berkualitas juga seperangkat sanksi bagi pelaku. Wallahu' alam bishsawab.



Oleh: Heni Ruslaeni
Sahabat Tinta Media

Jumat, 17 Mei 2024

Miras Legal dan Ilegal, Adakah?


Tinta Media - Sebuah gudang di Jalan Kapten Sumarsono, kecamatan Medan Helvetia digerebek oleh petugas gabungan pada hari Kamis, 25 April 2024 lalu. Gudang tersebut ternyata digunakan untuk tempat pembuatan minuman keras (miras) oplosan. Penggerebekan ini pun membuat kehebohan para warga sekitar dan berbondong-bondong datang ke lokasi. Warga sekitar juga tidak pernah menaruh curiga karena gudang itu dianggap kosong. (Tribun-Medan.com, 25/04/2024)

Penggerebekan kembali dilakukan oleh aparat karena yang diproduksi adalah miras oplosan. Hal ini menjadi perhatian oleh negara karena banyak korban yang jatuh akibat minuman oplosan. Sehingga miras oplosan mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

Miras oplosan dikatakan jauh berbeda dengan minuman beralkohol resmi yang dapat dibeli di hotel atau supermarket. Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana dalam perbincangan bisnis yang diadakan di Restoran Salero Jumbo pada Rabu, 21 September 2021 lalu. Hal ini disampaikannya karena dia merasa negara mencampuradukkan masalah ekonomi dengan masalah sosial ketika pemerintah membahas mengenai pelarangan minuman beralkohol (minol).

Beginilah gambaran negeri yang menerapkan sistem kapitalis-liberal yang mana berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan dan segala sesuatu dinilai dengan materi (keuntungan) sehingga semua lini kehidupan dijadikan lahan bisnis tanpa melihat apakah hal tersebut halal/haram. Dalam sistem kapitalis setiap barang yang memiliki permintaan dipasar dianggap barang ekonomis. Sehingga, produksi, distribusi/peredaran dan konsumsinya bebas dalam sistem kapitalis. Negara berperan sebagai regulator sehingga yang beredar adalah miras/minol yang legal menurut undang-undang. Sedangkan miras oplosan dianggap ilegal karena dapat memakan korban.

Baik miras oplosan maupun miras yang katanya legal yang dijual di hotel dan supermarket sama saja. sama-sama memberikan efek memabukkan yang pada akhirnya menimbulkan kejahatan. Kasus pembunuhan satu keluarga yang dilakukan remaja pada bulan Februari yang lalu juga dimulai dengan pesta miras. Tidak hanya membunuh. Remaja tersebut pun memperkosa anak perempuan dan ibunya. Ini hanya secuil kasus dampak dari miras.

Miras Induk Kejahatan

Miras tidak hanya merusak pribadi yang meminumnya tapi juga menyebabkan kerusakan terhadap orang lain. Peminum miras yang rusak akalnya berpotensi melakukan berbagai kejahatan, mencuri, memperkosa bahkan membunuh. Sehingga Baginda Rasulullah mengatakan Miras/khamr merupakan ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan).

Islam dengan jelas dan tegas mengharamkan segala macam miras. Apakah miras oplosan atau bukan. Tidak ada miras legal dan ilegal. Islam juga melarang total segala yang berkaitan dengan miras (khamr) mulai dari produksi (pabrik-pabrik miras), distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Karena dalam sistem ekonomi Islam khamr bukan barang ekonomis. khamr sesuatu yang tegas hukumnya haram.

Islam telah menetapkan sanksi bagi peminum khamr dengan cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra. Menuturkan, "Rasulullah SAW mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai” (HR Muslim).

Selain peminum maka sanksinya dikenakan sanksi ta’zir yang diserahkan kepada khalifah sesuai dengan ketentuan syariah. Tentu saja seharusnya produsen dan yang menjadi distributor/pengedarnya dikenakan sanksi yang lebih berat karena mereka menyebabkan kerusakan yang luas ditengah-tengah masyarakat. Hal ini hanya dapat terlaksana dan miras/khamr dapat dibabat habis hingga akar dengan diterapkannya syariah Islam secara kaffah dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh kepala negara yakni Khalifah.

Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H. (Sahabat Tinta Media)

Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Senin, 08 Januari 2024

Resolusi 2024, Hapus Miras dari Bumi Indonesia

 


Tinta Media - Menjelang malam tahun baru 2024, sejumlah daerah di Indonesia melakukan razia minuman keras (miras), tidak terkecuali di kota Bandung. Kepolisian Resor Kota Bandung dalam rangka Gelar Pasukan Operasi Lodaya 2023 memusnahkan barang bukti 15.700 botol miras, 52.100 butir obat ilegal dan 5 kg narkotika jenis ganja, hasil razia selama 6 bulan terakhir (Berita Antara Jabar, 21/12/23). 

Wakapolresta Bandung, AKBP Imron Ermawan mengatakan bahwa pemusnahan barang bukti hasil razia itu bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mencegah adanya pelanggaran hukum di malam pergantian tahun. Pihaknya akan mengantisipasi adanya pesta miras di malam tahun baru dengan menempatkan ribuan personel di beberapa titik rawan. Masyarakat diimbau untuk tidak melakukan aksi konvoi karena rawan terjadi kecelakaan serta mengganggu ketertiban umum. 

Kanti Rahmillah (Muslimah News, Opini), mengungkapkan bahwa razia miras yang dilakukan pemerintah tidak benar-benar serius. Kebijakan pemerintah terkesan setengah hati dengan hukum tebang pilih. 

Kenapa? Karena di samping ada razia miras, ada juga undang-undang minuman beralkohol (minol) yang menyebutkan bahwa miras boleh dijual di tempat-tempat tertentu, seperti hotel atau tempat wisata, karena miras menjadi daya tarik bagi para wisatawan luar negeri untuk berlama-lama di Indonesia.  

Budaya mengonsumsi minuman beralkohol memang berasal dari Barat melalui pergaulan, yang kemudian ditiru oleh orang kita dengan alasan ikut tren. 

Pemerintah masih mengizinkan beredarnya miras karena alasan ekonomi. Bahkan, Presiden Jokowi membuka investasi industri miras yang tertuang dalam Peraturan Presiden no 10 tahun 2021 (CNN Indonesia, 2021).  Obyek yang dirazia hanya pemakai dan penjual di toko-toko kecil, sedang pabrik dan penjual di hotel-hotel tidak dirazia. 

Padahal, sudah jelas miras merupakan barang yang berbahaya untuk dikonsumsi karena merusak kesehatan fisik dan mental. Konsumsi miras dapat menurunkan kesadaran akibat pengaruh alkohol terhadap sel-sel syaraf pusat. 

Miras menimbulkan efek samping gangguan berpikir, merasakan dan berperilaku. Peminum menjadi mudah tersinggung, bicara tidak terkontrol dan hilang konsentrasi sehingga mengalami masalah interaksi sosial. Mereka mudah tersulut emosi dan membuat keributan dan tindak kejahatan. Alkohol yang tinggi akan merusak organ hati, sistem kekebalan tubuh, bahkan otak sehingga dalam jangka panjang, mereka dapat mengalami kanker hati, osteoporosis, atau stroke. 

Seperti itulah kebijakan dalam sistem kapitalis sekuler, kebijakan setengah hati dan tebang pilih. Di satu sisi dilarang karena ingin keamanan dan ketertiban, tetapi di sisi lain didukung karena menghasilkan uang. Tidak dipertimbangkan kemudharatan bagi rakyat. Tidak juga ada pertimbangan halal haram menurut agama. 

Sungguh berbeda dengan agama Islam. Sebagai ideologi, Islam menganggap miras adalah induk kejahatan. Hukumnya haram untuk dikonsumsi. Miras haram secara zatnya. Jadi, tidak dilihat berapa persen kadar alkoholnya, miras (khamr) tetap haram.  

Maka, untuk menciptakan kehidupan yang aman, harus ditegaskan pelarangan minuman keras, baik produksi, konsumsi, maupun pendistribusiannya. 

"Allah melaknat khamr." (HR Ahmad).  

Peminum khamr akan terkena sanksi berupa cambukan 40x di masa Rasulullah saw. dan di masa Utsman 80x cambukan. 

Maka, satu-satunya cara untuk menjauhkan umat dari miras adalah dengan mengganti sistem kapitalis sekuler saat ini dengan sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiah sehingga kesehatan dan keamanan umat terjaga.  

Untuk saat ini, setelah pergantian tahun, kiranya kita tetapkan resolusi untuk tahun 2024 adalah Hapus Miras dari Bumi Indonesia! 

Wallahu'alam bish shawwab.


Oleh: Wiwin
Ibu Rumah Tangga 

Rabu, 06 September 2023

UIY: Miras Induk Segala Kejahatan


 
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa miras (minuman keras) adalah induk dari kejahatan.
 
“Miras itu induk dari segala  kejahatan. Kalau orang sudah kena miras dia bisa melakukan apapun. Nabi menggambarkan bisa saja dia menzinai ibunya sendiri, dan itu terbukti,” tuturnya dalam Focus To The Point: Aneh! "Wine Halal" Nabidz Tidak Sesuai Aturan, Tapi Kok Terdaftar? Di kanal Youtube UIY Official, Rabu (30/8/2023).
 
Menurut UIY, masyarakat Barat sekalipun menyadari bahaya minuman beralkohol ini, tetapi tidak bisa mencegahnya, karena tidak memiliki basis keyakinan.
 
Ia menuturkan, basis pencegahan alkohol itu ada dua, basis empirik dan basis keyakinan.
 
“Kalau basis empirik masih bisa dibantah, karena kelebihan, tidak ada pengawasan, begini, begitu. Tapi kalau basis keyakinan itu muncul dari sesuatu yang lebih dalam lagi,” jelasnya.
 
Indonesia, menurutnya  masih in between, antara  punya basis  keyakinan dan empirik. “Karenanya peraturan tentang miras, undang-undang miras, undang-undang minol,  sudah lebih dari 10 tahun tidak jalan,” imbuhnya.
 
Mandegnya aturan itu, menurut UIY, karena terjadi kontroversi menyangkut tiga hal. “Pertama, pariwisata, kedua, cukai, ketiga, lapangan pekerjaan,” tukasnya.
 
Terkait basis keyakinan, menurut UIY,  Islam sudah punya kriteria sendiri. “Persoalannya, apakah kita mau tunduk atau tidak? Kalau kita punya kriteria sendiri, kenapa tidak!” pungkasnya. [] Muhammad Nur
 
 

Jumat, 04 Agustus 2023

Miras adalah Induk Kejahatan


 
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menegaskan bahwa minuman keras adalah induk kejahatan.
 
“Minuman keras (miras) harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sebab Islam menganggap miras adalah induk dari kejahatan,” tuturnya, di program Aspirasi: Heboh Produk Wine Berlogo Halal, Kok Bisa? Di kanal You Tube Justice Monitor, Selasa (1/8/2023).
 
Agung melanjutkan, Nabi saw. bersabda, minuman keras itu induk dari segala  hal yang buruk.  Allah Swt. telah jelas melarang peredaran miras hingga yang terkena dosa, bukan peminumnya saja, tetapi juga penjualnya dan orang-orang yang terlibat di dalam peredarannya, seperti sopir pengangkut mirasnya, orang yang mengambil untung dari penjualan miras, kuli angkutnya, yang mengoplosnya dan lain lain.
 
“Allah melaknat khammar, peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya,” ucapnya membacakan hadis riwayat Ahmad.
 
Kehidupan Aman
 
Menurut Agung, untuk menciptakan kehidupan yang aman, salah satu yang harus ditegakkan adalah pelarangan miras baik pelarangan produksinya, konsumsinya, maupun distribusinya.
 
Ia menyesalkan beredarnya  produk minuman beralkohol wine baru-baru ini yang diklaim memiliki sertifikat halal. “Produk wine itu viral dan ramai dibahas di media sosial Twitter. Kegaduhan muncul setelah Indonesia Halal Corner di Twitter mengatakan bahwa, wine halal tidak melalui mekanisme sertifikasi halal MUI,” paparnya.
 
Proses sertifikasi halal tersebut, lanjutnya, melalui Kementerian Agama lewat prosedur self declare atau pengakuan mandiri.
 
“Untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari miras bukan hanya diberlakukan larangan secara mutlak, tetapi juga harus dibangun pemahaman pada diri umat bahwa miras adalah benda yang haram karena zatnya. Dengan demikian umat akan menjauhkan dirinya dari hal tersebut sekalipun seolah olah mendatangkan manfaat bagi dirinya,” tutupnya. [] Abi Bahrain

Senin, 13 Maret 2023

Islam Solusi Maraknya Kasus Miras

Tinta Media - Berdasarkan hasil penyelidikan terkait adanya peredaran miras impor palsu di wilayah Kabupaten Bandung, Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo berhasil mengungkap dan mengamankan dua orang tersangka S (41) dan F (50) warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dengan kasus home industry miras impor palsu. F merupakan pemodal untuk S, sang peracik miras tersebut. Kedua tersangka ditangkap dan 259 botol miras impor palsu berhasil disita. Aktivitas tersebut sudah berlangsung 6 bulan dan dijual secara online di Facebook dengan harga100 ribu per botol. Dalam aksinya, mereka mengumpulkan botol-botol miras impor dari para pemulung.
(Antv/28/2/2023).

Fenomena miras terus bergulir tiada henti, semakin mengkhawatirkan dan sangat mengancam generasi muda saat ini. Namun, kejadian yang terus berulang seolah sudah menjadi hal yang wajar dan memang sangat sulit diberantas. Ini terbukti dari dulu hingga sekarang masih marak dan semakin parah. 

Generasi muda sudah semakin rusak dengan pergaulan bebas, ditambah lagi dengan adanya kasus miras yang tak ada ujungnya. Padahal, khamr adalah pangkal dari keburukan.

"Khamr itu adalah induk keburukan (ummul khobaits) dan barang siapa meminumnya, Allah tidak menerima salatnya 40 hari. Maka, apabila ia mati, sedang khamr itu ada di dalam perutnya, maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah." (HR at-Thabrani, ad-Daraquthni dan lainnya)

Kenapa miras susah diberantas dan semakin menggurita penyebarannya di negeri ini?  

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah hanya memberi solusi setengah-setengah dan itu tidak akan memberi efek jera sama sekali. Pemerintah melalui aparatnya telah menggerebek dan menangkap pelaku, tetapi tidak menghentikan produksinya atau menutup celah masuknya khamr dari luar negeri melalui wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. 

Itu semua adalah efek dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme sekuler liberal. Liberalisasi perdagangan internasional menyebabkan kemudahan masuknya miras dan dijual secara bebas. Artinya, sistem kapitalisme sekuler menjadi gerbang masuknya segala problematika kehidupan manusia.  

Miras bisa diperjualbelikan di negeri ini dengan bebas, tanpa ada rasa takut dan berdosa. Padahal, miras adalah barang haram yang merusak dan sangat membahayakan rakyat, terutama para generasi muda. Pemerintah seakan lepas tangan dan gagal dalam mengurus dan melindungi rakyatnya. Penggerebekan dan penangkapan terhadap pengguna dan pengedar miras tidak terbukti solutif untuk menyelesaikan masalah. Penyebabnya adalah  sistem yang salah.

Sejatinya, pemerintah tidak mempunyai ketegasan dalam membuat kebijakan. Pemerintah hanya tunduk dan patuh pada kebijakan yang dibuat oleh pengusaha atau para kapital. Maka, wajar jika khamr susah diberantas.

Hanya Islamlah satu-satunya solusi yang tepat untuk menghentikan khamr dari peredaran sampai ke akar-akarnya. Negara khilafah akan menuntaskan masalah miras dan melindungi rakyat dari barang haram tersebut. 

Ini karena Islam melarang secara tegas meminum khamr, apalagi memperjualbelikannya. 
Islam mempunyai cara yang efektif dalam mengatasi miras, agar masyarakat atau rakyat dalam negara Islam terlindungi, yaitu dengan menutup rapat peredaran miras.

Khilafah mempunyai beberapa cara  untuk melindungi rakyatnya dari barang haram tersebut di antaranya:

Pertama, dengan mengedukasi masyarakat melalui pembinaan
Pendidikan berbasis Islam akan memperkuat akidah dan keimanan sehingga tidak mudah terjerumus kedalam perkara yang diharamkan syariat.

Kedua, Islam membentuk lingkungan yang kondusif dalam rangka membentuk masyarakat yang islami dan sangat dianjurkan untuk beramar ma'ruf nahi mungkar agar tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan.

Ketiga, hukum Islam sangat tegas dan membuat jera. Dalam masalah miras, sanksi tegas akan diberlakukan untuk yang mengonsumsi, mengedarkan, dan yang memproduksinya. Ini karena ketiganya adalah sebuah tindak kriminal yang harus dikenakan ta'zir atasnya.

Keempat, melakukan aktivitas dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Begitulah cara negara khilafah meriayah (mengurusi) rakyatnya agar terhindar dan terlindungi dari kejahatan khamr. Dalam negara khilafah, akan kecil kemungkinan terjadi penyelundupan atau pengedaran dan jual beli Miras/ khamr. 

Inilah solusi yang tepat dan mendasar untuk menghilangkan atau meminimalisir terjadinya penyalahgunaan miras, yaitu dengan menerapkan sistem Islam dan meninggalkan sistem bobrok kapitalisme sekuler yang terbukti merusak. Hanya dengan penyelesaian secara sistemik semua akan tercabut dari akar-akarnya. Karena itu, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh), masyarakat akan terlindungi dan teraih kemaslahatannya di seluruh alam. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 Desember 2022

Bebas Miras Hanya Saat Nataru?

Tinta Media - Menyambut Natal dan tahun baru (nataru) 2023, pihak kepolisian Kabupaten Bandung gencar melakukan operasi penggerebekan minuman keras. Hal ini dilakukan untuk mengamankan perayaan Natal dan tahun baru yang telah dua tahun terhalang karena Covid-19. Bahkan, polisi menggerebeg sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan minuman keras ilegal. Sebanyak 8.400 botol miras berbagai merk diamankan dari sebuah rumah di salah satu komplek perumahan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung pada Jumat (9/12/2022).

Mirisnya, pemilik gudang miras tersebut bukan kali ini saja terkena razia. Bahkan, warga sekitar tidak merasa heran akan razia tersebut karena memang sudah sebanyak tiga kali terulang. Yang lebih mencengangkan lagi, warga sekitar mengetahui adanya gudang dan penjualan miras, tetapi tidak merasa terganggu. Pasalnya, miras tersebut tidak dijual kepada warga sekitar, terlebih pemilik gudang miras merupakan sosok yang baik dan dermawan.

Minuman keras atau yang sering disebut miras merupakan minuman mengandung senyawa alkohol atau etanol. Adanya alkohol pada minuman tersebut mengakibatkan minuman mempunyai sifat khamr atau memabukkan hingga menghilangnya kesadaran. Ketika tingkat kesadaran menurun, seseorang akan lepas kontrol terhadap apa yang dia lakukan. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. Mereka bisa melakukan apa saja, mulai dari tindakan asusila hingga kriminalitas, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Nabi Muhammad saw. sendiri secara tegas telah menyebut bahwa khamr adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan).

“Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)

Jauh-jauh hari, Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Dalam kehidupan masyarakat, termasuk di negeri ini, begitu banyak fakta yang menegaskan bahwa mengonsumsi miras erat kaitannya dengan kasus kejahatan. Salah satu fakta yang pernah terjadi, adalah seorang oknum polisi yang dalam keadaan mabuk, menembak empat orang, tiga di antaranya meninggal. 

Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya, tetapi juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Oleh karena itu, pemberantasan miras harus dilakukan secara sistematis bukan hanya untuk pengamanan sesaat, seperti menjelang nataru.

Faktanya selalu berulang, pasca natura, miras kembali diizinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi peredarannya, semisal untuk di tempat hiburan malam dan pariwisata. Namun, sudah menjadi rahasia umum, bahwa peredaran miras cenderung menyebar di tengah masyarakat secara ilegal, dengan dukungan dari oknum aparat yang meraup keuntungan dari praktek ilegal tersebut. 

Inilah realitas masyarakat kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini. Aturan agama (syariah) dicampakkan. 
Selain asas manfaat yang menjadi landasan dalam kehidupan, dan moral oknum aparat yang lemah, serta masyarakat yang hidup bebas dan hedonis, menjadikan aturan buatan manusia melalui mekanisme demokrasi yang erat dengan kapitalisme, sebatas formalitas, termasuk dalam pelarangan miras selama nataru ini, hanya sesaat saja. 

Tolok ukur kapitalisme dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat adalah keuntungan atau manfaat semata, terutama manfaat ekonomi. Ini menjadikan penguasa negeri ini mengeluarkan kebijakan yang justru membuka keran investasi miras.

Perpres investasi miras, tepatnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. mengindikasikan legalisasi produksi miras oleh penguasa. Alasan investasi yang dipandang akan memberi keuntungan secara ekonomi, telah mengalahkan efek buruk dari miras yang terjadi di tengah masyarakat. Gaya hidup sekular- kapitalis, liberal, dan hedon telah meniscayakan hadirnya sarana-sarana pemenuhannya, termasuk miras.

Oleh karena itu, selama sistem sekulerisme kapitalisme masih diterapkan dan syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala madaratnya. 

Hal ini tentu berbeda jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Keharaman miras begitu jelas dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 219.

Keharaman khamr (miras) ini diperkuat dengan penerapan sanksi tegas bagi orang yang meminum miras, berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Selain itu, pihak-pihak yang berhubungan dengan miras walaupun tidak meminumnya, akan dikenai sanksi berupa ta'zir, yang bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Yang jelas, sanksi itu harus memberikan efek jera. 

Produsen dan pengedar khamr akan dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya, mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat. Mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang telah melanggar keharaman miras, sebagaimana hadits berikut:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi)

Maka pelarangan khamr (miras) wajib secara totalitas, yang hanya dapat diberlakukan ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah.

Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Thaqqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 29 November 2022

Pelajar Mabuk Miras, Islam Solusinya

Tinta Media - Beberapa waktu yang lalu, sejumlah pelajar SMP terciduk berada di sebuah taman di Kota Bandung pada jam pelajaran sekolah oleh petugas Linmas Satpol PP yang sedang berpatroli. Para pelajar ini bolos sekolah sambil mengonsumsi minuman beralkohol (miras) hingga mabuk. Tim Satpol PP menemukan barang bukti berupa minuman beralkohol dan anggur merah yang sebagian sudah habis diminum. Para pelajar ini pun digiring ke kantor Satpol PP untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan. Setelah itu, mereka pun diserahkan ke pihak sekolah,  untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan lebih lanjut dari pihak sekolah dan orang tua masing-masing.

Peristiwa pelajar bolos sekolah dan mabuk miras hanyalah salah satu bentuk kenakalan pelajar dari ratusan atau bahkan ribuan kasus kenakalan pelajar yang terjadi di negeri ini. Tidak jarang tindakan tersebut mengarah pada kriminalitas. Kondisi ini menyadarkan kita bahwa sedemikian buramnya wajah dunia pendidikan kita. Hal itu tampak dari perilaku anak didik sebagai output pendidikan yang diterapkan di negeri ini.

Sosok pelajar yang berperilaku bebas, hedonis, dan materialistis dalam menjalani kehidupannya, merupakan gambaran dari hasil penerapan sistem pendidikan yang liberal (bebas) dan sekuler (menjauhkan aturan agama dari kehidupan), di bawah penerapan ideologi kapitalisme-demokrasi yang mengagungkan kebebasan individu. 

Selain itu, kebijakan negeri ini yang kapitalistik telah membenarkan produksi dan peredaran miras hanya untuk kemanfaatan dan keuntungan materi, yaitu untuk menambah pemasukan kas negara, atau sebagai lapangan pekerjaan bagi sebagian masyarakat, tanpa memandang bahayanya bagi masyarakat secara luas. Yang lebih parah lagi, mereka tidak peduli halal atau haram, karena agama dilarang campur tangan dalam masalah kehidupan.

Jelaslah sudah bahwa sistem kapitalisme-sekularisme telah gagal menjaga kualitas para pelajar. Bagaimanakah nasib bangsa ini jika para pelajarnya terbiasa mabuk-mabukan? Padahal, pelajar merupakan generasi harapan bangsa. Di pundak merekalah keberlangsungan bangsa ini diletakkan. Kita tentunya tidak bisa mengharapkan para pelajar tersebut terus terjebak dalam konsumsi miras, karena miras akan melemahkan kemampuan akal mereka. Artinya semua tindakan yang dilakukannya sebatas mengikuti hawa nafsu mereka saja. 

Indonesia sebagai negeri dengan jumlah muslim terbesar di dunia, harus menyelamatkan para pelajar (Islam) ini demi keberlangsungan umat Islam berikutnya. Allah Swt. berfirman:

"Janganlah kalian meninggalkan generasi yang lemah di belakang kalian ..." (TQS. An Nisa;9)

Hanya dengan Islam saja sosok pelajar  penerus umat ini akan terjaga. Salah satunya adalah  penjagaan akalnya. Khamr (miras) sebagai minuman yang dapat melemahkan akal, bukan hanya meminumnya yang dilarang, tetapi juga pembuatnya (pabrik dan produsen), penjualnya, pembelinya, orang yang menghidangkannya, serta semua yang terlibat dengan miras.

Sebagai seorang muslim, merupakan suatu kewajiban untuk menaati perintah dan larangan dari Allah Swt. dan Rasul-Nya. Ini terkait dengan segala sesuatu, termasuk tentang makanan dan minuman. Walaupun mungkin ada sebagian manusia yang memandang bahwa di dalam khamar ada kemanfaatan, tetapi keharamannya sudah jelas dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ  كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,"
QS. Al-Baqarah[2]:219

Ketaatan kepada aturan Allah ini hanya dapat dijalankan dalam sebuah masyarakat yang menerapkan aturan Islam kaffah, yaitu institusi khilafah. Khilafah tegak atas asas ketakwaan individu dan masyarakat yang gemar menghidupkan amar makruf nahyi munkar. Dengan kekuatan khilafah, keimanan dan ketakwaan yang kuat pada masyarakat akan terjaga, termasuk para pelajarnya. 

Khilafah menjalankan kewajiban tersebut melalui penerapan kurikulum pendidikan dengan berbasis pada akidah Islam. Tujuannya adalah untuk membentuk kepribadian Islam. 

Selain itu, khilafah menopangnya dengan penerapan hukum Islam yang sempurna, termasuk melarang khamar dalam berbagai bentuk aktivitasnya. Khilafah juga memberikan sanksi tegas dan keras bagi orang-orang yang beraktivitas seputar khamar ini. Dengan begitu, akan terbentuk masyarakat yang kondusif bagi tumbuh kembang pelajar, sebagai generasi penerus umat menuju khairu ummah.

Kondisi seperti inilah yang tampak di masa awal peradaban Islam di bawah kepemimpinan  Rasulullah saw. hingga masa khulafaur rasyidin dan kekhilafan berikutnya, selama lebih dari 13 abad. Para pelajar muda lahir sebagai pemuda Islam yang tangguh dan hanya berorientasi pada kemuliaan  Islam, baik di dunia maupun akhiratnya. Di antara mereka adalah:

_Arqam bin Abi Arqam_ berusia  16 tahun. Ia mejadikan rumahnya sebagai tempat Rasulullah saw membina dan mengader para sahabat, juga sebagai markas dakwah Islam di Mekah selama sekitar 13 tahun.

_Mushab bin Umair_, duta dakwah pertama yang diutus Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan dan menyebarkan Islam di sana. Hanya dalam tempo satu tahun, ia dapat menjadikan orang-orang Madinah berbondong bondong masuk ke dalam Islam, bahkan merindukan untuk diatur oleh aturan Islam dalam kehidupan mereka.

_Muhammad al-Fatih_, saat berusia 22 tahun, telah menjadi khalifah kaum muslimin dan berhasil menaklukan Kota Konstantinopel di tahun 1453 M. Ia menjadi sebaik-baik panglima yang memimpin sebaik-baiknya pasukan, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah dalam sabda beliau.

Masih banyak lagi nama-nama generasi muda umat Islam yang cemerlang. Mereka terlahir dari peradaban Islam yang agung dan maju, ketika Islam diterapkan dalam naungan khilafah. 

Allah Swt. berfirman:
"Hai orang orang yang beriman, sesungguhnya, meminum khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah merupakan perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (TQS. Al Maidah; 90)

Oleh: Yuli Shabira 
Ibu Rumah Tangga
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab