Tinta Media - Kebijakan pemerintah mengenai minyak goreng terus berubah, seakan-akan inkonsistensi sudah dianggap lumrah dan biasa. Beberapa waktu lalu, kebijakan kran ekspor minyak goreng ditutup dengan tujuan menjaga ketersediaan stok minyak goreng curah dalam negeri agar tercapai titik harga ekonomis. Namun, kini pemerintah telah mencabut larangan ekspor minyak goreng beserta bahan bakunya.
Mengutip dari CNBC Indonesia (24/05/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Meski pada awalnya larangan tersebut akan dicabut jika harga minyak goreng curah seluruh Indonesia merata dengan angka Rp14.000 per liter. Selain itu, Jokowi juga mengatakan, pantauan lapangan menunjukkan pasokan minyak goreng dalam negeri semakin berlimpah.
Kebijakan Setengah Hati yang Tak Memihak Rakyat
Harga minyak goreng memang berangsur-angsur turun di kisaran Rp17.200 - Rp17.600 perliter. Namun, harga tersebut masih jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga target pemerintah yang Rp14.000 per liter. Masih tingginya harga minyak goreng di pasaran tidak terlepas dari aspek distribusi yang masih terbatas karena stok yang masuk ke pasar juga masih terbatas.
Dibukanya kembali kran ekspor dikuatirkan menjadi salah satu sebab harga minyak goreng akan merangkak naik. Para pemain minyak goreng tentu akan memanfaatkan kebijakan ini dengan melakukan ekspor yang berakibat menjadi berkurangnya stok migor dalam negeri serta menciptakan kepanikan di tengah masyarakat sehingga harga minyak goreng kembali meningkat, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kembali fenomena kelangkaan minyak goreng.
Rakyat akan menjadi korban plin-plannya kebijakan pemerintah. Kebijakan yang selalu tidak memihak rakyat, tetapi melayani sepenuhnya kepentingan bisnis para pemilik modal senantiasa akan dapat ditemukan dalam sistem kehidupan yang berlandaskan kapitalisme.
Merupakan suatu hal yang wajar jika para penguasa hasil dari sistem kehidupan kapitalisme, menganggap bahwa hubungannya dengan rakyat tak ubahnya seperti pedagang dan pembeli. Rakyat merupakan objek dalam meraup keuntungan semata. Dalam sistem kapitalis, negara juga bukan merupakan satu-satunya penyedia barang dan jasa. Negara mempersilahkan pihak swasta untuk ikut berperan dan menikmati keuntungan dari rakyat, di antaranya melalui skema investasi.
Sebenarnya problematika harga minyak goreng tidak luput dari penerapan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Terbuka celah yang lebar bagi para pemilik modal dengan dalih investasi untuk menguasai sumber daya alam milik negara, termasuk di antaranya yang menjadi kebutuhan pokok hidup rakyat.
Hal ini karena negara yang mengusung sistem kehidupan sekuler kapitalis tidak lagi mengindahkan ajaran agama, serta menjadikan materi sebagai tolak ukur. Itu sebabnya negara menjadi tak memedulikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai regulator bagi para korporasi untuk mengambil keuntungan sebanyak mungkin dari rakyat.
Islam Memberikan Solusi Gemilang
Hanya negara yang meletakkan pondasi berdasar syariat Islam yang mampu melakukan pengurusan rakyat paling maksimal. Kegemilangan dan keagungan peradaban Islam tidak bisa dipisahkan dari kesadaran para pemimpin negara akan kewajibannya untuk mengurusi umat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:
"Imam (Khalifah) adalah pelayan dan pengurus rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang wajib dia urus." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Misalnya dalam distribusi barang di pasaran, negara dilarang mematok harga. Harga di pasaran dibiarkan mengikuti pasar sesuai hukum penawaran dan permintaan, sehingga persaingan dalam berdagang berjalan alamiah, dan harga menjadi stabil serta terjangkau.
Di satu sisi, dalam sistem ekonomi Islam ada tiga macam kepemilikan, di antaranya kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Dengan tiga macam pembagian kepemilikan menurut syariah Islam, maka celah para pemodal asing maupun swasta untuk menguasai kekayaan negara Islam yang merupakan milik umum menjadi tertutup rapat. Hal tersebut didukung oleh sistem hukum yang berkeadilan.
Wallahu a'lam