Jumat, 13 September 2024
Kamis, 12 September 2024
Makna Semangat Kemerdekaan Mewujudkan Indonesia Emas 2045
Tinta Media - "Nusantara Baru, Indonesia Maju" adalah tema yang diangkat untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Berkaitan dengan perayaan itu, Bupati Bandung Dadang Supriatna yang akrab disapa Kang DS memperlihatkan komitmen untuk mendukung visi besar Indonesia Emas 2045 dengan 13 program prioritas yang telah dijalankan, (liputan6.com, Sabtu 17 Agustus 2024). Tema yang diangkat diharapkan menjadi simbol bagi semangat baru untuk terus membangun khususnya di Kabupaten Bandung.
Kang DS bertekad untuk membangun kemandirian masyarakat dari berbagai aspek, dan memastikan masa depan yang lebih baik untuk seluruh warga Kabupaten Bandung. Salah satu program prioritas Kang DS adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia khususnya bagi generasi muda dan kaum millenial Kabupaten Bandung.
Semangat kemerdekaan di negeri ini memang tinggi. Dari rakyat hingga istana terlihat dalam kemeriahan pesta rakyat dengan berbagai acara yang beragam. Hingga dijadikan momentum yang mendorong untuk bekerja keras dan cerdas dalam membangun bangsa. Tetapi kemeriahan pesta tak selaras dengan kondisi riil rakyat. Lalu, benarkah kita sudah merdeka? Padahal tingkat kemiskinan masih tinggi, anak putus sekolah masih sangat banyak, harga berbagai barang kebutuhan mahal, biaya pendidikan dan kesehatan tak terjangkau, hutang negara tinggi, SDA dikuasai oligarki, dan masih banyak lagi fakta miris bagi negara yang katanya merdeka. Sungguh sangat jauh dari makna merdeka yang hakiki.
Merdeka yang hakiki harus bisa menjadikan manusia yang beriman kepada Allah semakin taat kepada Allah dan mengikatkan semua pola pikir dan pola sikapnya kepada aturan Islam. Selain itu merdeka yang hakiki tidak semata hanya bebas dari penjajahan fisik saja melainkan juga harus merdeka segala hal dari tekanan pihak atau bangsa lain baik pemikiran maupun tingkah laku.
Penderitaan yang dirasakan oleh rakyat ini seharusnya tidak terjadi jika mereka di urus oleh kepemimpinan Islam. Karena sistem ini benar-benar akan memerdekakan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan yang utuh kepada Allah SWT. Negara yang merdeka akan memprioritaskan kesejahteraan negara dan rakyatnya tanpa tekanan dari bangsa lain ataupun pihak tertentu. Sehingga kesejahteraan rakyat tidak akan tergadaikan.
Negara Islam tegak di atas paradigma yang benar yaitu akidah Islam dengan standar amal berupa hukum-hukum Islam yang diterapkan sebagai sistem kehidupan. Seluruh aspek kehidupan sudah tersedia Aturannya di dalam Islam. Dan syariat Islam menetapkan bahwa pemimpin umat (Khalifah) adalah penjaga bagi seluruh rakyatnya. Semua tugas ini dipandang sebagai amanah besar yang akan dimintai pertanggung jawaban. Bukan hanya atas umat secara komunal, tetapi atas mereka secara individual.
Sudah saatnya umat kembali ke pangkuan sistem kepemimpinan Islam dan segera mencampakkan sistem yang jelas-jelas memberikan banyak kemudaratan. Hanya saja, tentu dibutuhkan proses penyadaran di tengah umat tentang pentingnya dan kewajiban menerapkan syariat Islam sekaligus memahamkan bahwa hal itu sejatinya merupakan konsekuensi dari keimanan dan keislaman. Sehingga kemerdekaan yang hakiki dengan negeri yang sejahtera dan mandiri bisa dicapai. Maka Indonesia Emas 2045 bukan sekedar semangat peringatan kemerdekaan saja tapi sebuah keniscayaan terwujudnya SDM yang unggul dalam berbagai bidang serta SDA yang melimpah untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Bebas dari berbagai bentuk penjajahan fisik maupun pemikiran.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Oleh: Lala Komala, Sahabat Tinta Media
Jumat, 06 September 2024
Gaza Belum Merdeka
Sabtu, 31 Agustus 2024
𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑𝐊𝐀𝐇 𝐊𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑-𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑 𝐌𝐄𝐑𝐃𝐄𝐊𝐀?
Rabu, 21 Agustus 2024
Tiap Tahun Agustusan, Memangnya Sudah Merdeka Beneran?
Tinta Media - Di Indonesia, bulan Agustus itu bulan penuh sejarah. Bulan di mana negeri ini dikatakan telah lepas dari penjajahan fisik yang dilakukan oleh Jepang maupun Belanda. Di Bulan ini, masyarakat diidentikkan dengan kegiatan meriah, bersenang-senang dan bergembira. Katanya sih, sebagai tanda syukur karena mereka telah merdeka. Berbagai perlombaan, mulai dari jenis lomba legendaris makan kerupuk, panjat pinang, balap karung, tarik tambang hingga jenis lomba lucu-lucuan yang jauh dari esensi kemerdekaan. Namun sebagian besar rakyat merasa senang dan terhibur. Tanpa memikirkan apakah di tiap bertemu dengan bulan Agustus, mereka benar-benar telah merdeka atau makin terjajah.
Sebenarnya sangat miris melihat kondisi masyarakat yang makin ke sini, semakin jelas sengsaranya. Namun sayang, mereka begitu jauh dari sekadar berpikir tentang muara dari kesengsaraan yang menimpa. Yang bisa mereka lakukan hanya melihat fakta semakin zalimnya penguasa. Usia kemerdekaan negeri ini makin tua, tetapi kedaulatannya semakin renta, lemah tak berdaya.
Bagaimana tidak? Makin hari, ancaman PHK, tingginya tingkat pengangguran, jumlah utang negara, hingga urusan Ibu Kota Negara makin tak jelas ujung solusinya. Belum lagi masalah yang menimpa keluarga, para perempuan dan generasi negeri ini. Mayoritas keluarga Indonesia masih setia di garis kemiskinan, meskipun katanya tetap masih bisa bahagia. Tidak tahu bahagianya dilihat dari sisi mananya. Para perempuan dihadapkan dengan berbagai ancaman yang makin menjauhkan mereka dari kata bahagia. Jebakan yang memaksa mereka masuk dalam barisan 'independent women', hingga menjadi objek masalah kekerasan seksual, kekerasan fisik yang mereka alami di dunia kerja. Dan masih banyak lagi berbagai fakta mengerikan di tengah 'euforia' harus ikutan Agustusan.
Begitu pun kondisi generasi kita, jauh.. jauh... sekali dari harapan yang tertuang dalam UU Pendidikan yang ada. Katanya sistem pendidikan nasional diselenggarakan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, bagaimana perjalanannya? Gonta ganti kurikulum ternyata malah makin membuat generasi jauh dari tujuan pendidikan. Output cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia ternyata hanya slogan saja. Faktanya dari 2,7 juta rakyat Indonesia yang terlibat judi online, sebagian besar didominasi kaum muda usia 17-20 tahun.
Belum lagi jika bicara kesejahteraan generasi negeri ini. Sangat menyayat hati, di tengah munculnya generasi yang menanggung beban ganda ekonomi alias generasi 'sandwich', masalah pengangguran masih setia membersamai. Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,2 persen tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara yang ada di daftar. (CNN Indonesia/19/7/2024)
Kondisi generasi muda negeri ini sangat jauh dari kata merdeka, tapi dengan riang gembira mereka terbawa suasana Agustusan yang dipenuhi hura-hura semata. Apakah dampak Agustusan yang meriah akan membuat rakyat menjadi lebih baik kondisinya? Atau malah semakin menjauhkan rakyat dari kesadaran bahwa negeri ini sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
Memprihatinkan sekali, kemeriahan dan kemewahan dalam merayakan kemerdekaan negeri ini malah justru semakin menunjukkan bahwa kita sebenarnya makin masuk ke dalam jurang penjajahan. Lihatlah pembangunan Ibu Kota Negara yang baru, apakah mencerminkan negeri ini merdeka? Bagaimana nasib warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara yang menunggu ketidakjelasan uang ganti rugi pembebasan lahan milik mereka seluas 2.600 hektar demi pembangunan IKN?
Lalu, bagaimana dengan pembengkakan dana anggaran negara untuk pelaksanaan upacara bendera 17 Agustus 2024 di IKN lantaran digelar di dua tempat sekaligus? Sedangkan anggaran untuk sewa kendaraan saja mencapai Rp.1,25 miliar. Belum anggaran bendera, sewa kamar hotel bagi para tamu, tiket pesawat dan lain-lain. Asumsi total anggaran tambahan yang dibutuhkan sekitar Rp.19,175 miliar. (CNN Indonesia/8/8/2024)
Capek iya, banyak maksiatnya iya, makin terjajah iya, makin miskin iya, makin sengsara rakyatnya iya. Begitulah hasil akhir dari peringatan Agustusan. Astagfirullah...Apakah kehidupan yang seperti ini yang kita impikan? Ataukah gambaran pemerintahan yang begini yang kita harapkan? Jika memang bukan, mengapa kita masih mempertahankannya?
Bukankah kita mayoritas muslim di negeri ini? apakah kita tidak pernah menengok pada sebuah pemerintahan yang telah Rasulullah Muhammad, Rasul serta Junjungan kita contohkan? Beliau Saw. sungguh telah memberikan teladan terbaik dalam segala hal di kehidupan kita sebagai manusia, sekaligus sebagai muslim.
Islam begitu jelas telah menggambarkan kehidupan yang penuh berkah. Di mana keberkahannya meliputi langit dan bumi seisinya. Hal itu karena manusia benar-benar memerdekakan dirinya dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah SWT saja. Penghambaan ini terwujud dalam segala aspek kehidupan manusia. Tak hanya urusan aqidah, ibadah, akhlak, namun juga dalam urusan bernegara. Semuanya merujuk pada Islam sebagai satu-satunya agama dan sistem hidup yang Allah SWT ridlai.
Maka, tidak ada siapa pun yang bisa mendikte kita, menguasai kita, menindas kita, merampas tanah kita, bahkan menindas dan menjajah kita, jika kita memang benar-benar merdeka. Ketika kita menjadi orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan tidak menyekutukan Allah SWT dengan yang lain. Maka Allah SWT janjikan kekuasaan dan kepemimpinan negeri ini untuk kita (QS. An-Nur ayat 55). Begitu pula, Dia telah berjanji akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi bagi suatu kaum yang beriman dan bertakwa, yakni menjalankan semua syariat-Nya secara kaffah (menyeluruh).
Jadi, tidak bisa dikatakan merdeka siapa pun yang masih menolak, menjauhi bahkan memusuhi syari’at Allah. Dan tidak bisa dikatakan merdeka jika apa yang dilakukan masih dalam rangka menyenangkan tuan-tuan Kapitalisme dan masih menyembah pada sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara).
Maka, merdeka itu bukan saat anggaran negara habis untuk foya-foya atas nama merayakan kemerdekaan. Merdeka itu bukan saat semua sumber daya alam kekayaan negeri kita masih dikelola bahkan diserahkan kepada asing dan aseng. Tetapi kita akan bangga mengatakan kita merdeka saat hukum Allah SWT diterapkan secara sempurna sebagai wujud ketundukan dan penghambaan kita hanya kepada-Nya semata. Merdeka! Wallahua’lam.
Oleh: Yulida Hasanah, Pembina Komunitas Smart Moslem Generation Brebes
Senin, 13 Mei 2024
Mewujudkan Generasi Berkualitas dengan Kurikulum Merdeka Belajar, Jauh Panggang dari Api
Selasa, 26 September 2023
Om Joy: Jika Serius Ingin Merdeka, Terapkan Islam Kaffah dalam Naungan Khilafah!
Minggu, 10 September 2023
UIY: Negeri Ini Merdeka Atas Rahmat Allah
Kamis, 31 Agustus 2023
Euforia Kemerdekaan yang Semu
Tujuh Puluh Delapan Tahun Indonesia Merdeka, Akankah Sejahtera Tercipta?
Sabtu, 26 Agustus 2023
Kamu Merdeka, Kamu Mulia
Rabu, 14 Desember 2022
IJM: Kemerdekaan Bukan Solusi Hilangkan Ketidakadilan Ekonomi Papua
Kamis, 01 Desember 2022
Rusaknya Moral Generasi Vs Implementasi Kurikulum Merdeka
Rabu, 24 Agustus 2022
𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑𝐊𝐀𝐇 𝐊𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑-𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑 𝐌𝐄𝐑𝐃𝐄𝐊𝐀?
Rabu, 17 Agustus 2022
Benarkah Kita Sudah Merdeka?
Rabu, 04 Mei 2022
Presiden IMLC: Hakikat Kemerdekaan Palestina adalah Hengkangnya 1srael
"Bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina," tulisnya dalam akun IG @chandrapurnairawan, Selasa (03/5/2022).
Menurutnya, kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya 2 (dua) negara yaitu Israel dan Palestina. "Apabila itu terjadi, sesungguhnya Palestina belum merdeka," tegasnya.
Chandra memandang, bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan. "Saya pernah melaporkan atau menggugat ke International Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon," terangnya.
Ia memaparkan, untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah, dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina.
Bahwa, lanjutnya, berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).
"Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)," kutipnya.
Ia juga menyampaikan, bahwa berdasarkan Pasal 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan: “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté complètes.”)
"Bahwa mengacu pada sejarah sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat "dibebaskan" dari penjajahan sementara kaum muslimin masih "terkungkung" dalam negara kebangsaan," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka