Tinta Media: Merdeka
Tampilkan postingan dengan label Merdeka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Merdeka. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 September 2024

Sudahkah Negeri Kita Merdeka?



Tinta Media - Upacara Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia beberapa waktu lalu berlangsung dengan penuh khidmat di Lapangan Upakarti, Komplek Pemerintahan Kabupaten Bandung. Ribuan masyarakat turut hadir menyaksikan jalannya upacara.

Bupati Bandung Dadang Supriatna bertindak sebagai inspektur upacara mengenakan pakaian adat. Ini bukan hanya sekadar seremonial, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap keberagaman budaya dan kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa. 

Dalam upacara yang mengusung tema “Nusantara Baru, Indonesia Maju” tersebut, Bupati Bandung menyampaikan bahwa usia 79 tahun Indonesia harus menjadi momentum untuk introspeksi sekaligus memacu semangat kerja demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, tetapi alat untuk menyusun tata kehidupan yang lebih baik, terutama dalam menghadapi isu-isu sentral seperti kemiskinan ekstrem, stunting, inflasi, pengangguran, dan ketahanan pangan.

Pada momen Kemerdekaan RI ini, Bupati Bandung mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Bandung ikut berkontribusi mengisi kemerdekaan dengan mewujudkan Kabupaten Bandung yang lebih maju dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045. Salah satu upaya tersebut adalah peningkatan kualitas SDM, yakni melalui program Beasiswa Ti Bupati (BESTI). 

Semangat kemerdekaan di negeri ini memang tinggi. Mulai dari rakyat jelata hingga istana, semua ikut terlibat dalam euforia pesta rakyat dengan berbagai perhelatan yang beragam, hingga  dijadikan momen yang mendorong mereka untuk bekerja keras dan cerdas dalam membangun bangsa.

Akan tetapi, benarkah kita telah merdeka? Menurut KBBI, merdeka berarti bebas dari belenggu penjajahan. Merdeka juga bisa berarti tidak terkena atau lepas dari berbagai tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung pada pihak tertentu dan leluasa. 

Secara kasat mata, kemerdekaan yang selama ini diperingati setiap tahun hanyalah kemerdekaan semu. Indonesia hanya sedang beralih dari penjajahan fisik menjadi penjajahan sistemik. Ini terlihat dari campur tangan serta peran bangsa penjajah di negeri ini. 

Tampak jelas terlihat bahwa Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme-sekuler. Aroma kapitalisme-sekuler telah menjadi tatanan pendidikan di negeri ini. Dampak dari sistem pendidikan kapitalisme-sekuler adalah rusaknya generasi bangsa dan jauhnya mereka dari nilai-nilai agama. 

Generasi muda sekarang banyak yang pragmatis. Mereka terjebak pada kesenangan dunia yang sifatnya sesaat. Semua ini merupakan bukti nyata hasil pendidikan ala kapitalisme-sekuler.

Dari aspek hukum, ekonomi, dan politik, tidak dimungkiri bahwa negeri ini berkiblat pada negara penjajah. Kebijakan yang ada lebih memihak pada konglomerat asing dan aseng daripada rakyat kecil. Justru rakyat semakin menderita dengan berbagai UU dan kebijakan tersebut. 

Lebih dari itu, ternyata negeri ini sedang menjadi rebutan aseng dan asing sehingga makin memperparah kerusakan negeri ini. Ideologi kapitalisme dan komunisme keduanya bersama-sama mencengkeram negeri tercinta ini. Cina dengan mega proyeknya, sementara Amerika dengan utang ribawinya semakin mencekik Indonesia. 

Ini semua membuktikan bahwa secara dejure Indonesia telah merdeka, tetapi secara defacto Indonesia sesungguhnya belum merdeka. Lalu, sebenarnya seperti apa kemerdekaan secara hakiki itu?

Menurut pandangan Islam, merdeka adalah penyerahan kekuasaan untuk menentukan hukum halal dan haram kepada Allah semata, menghamba hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, pemilik alam semesta, bukan kepada makhluk yang terbatas. Dengan kata lain, makna kemerdekaan hakiki adalah membebaskan diri dari penghambaan sesama makhluk dan manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah dan membebaskan manusia dari perbudakan hawa nafsu. 

Keselamatan dan kebahagiaan seorang muslim adalah ketika ia bisa menundukkan hawa nafsunya kepada aturan Allah. Jika diterapkan pada sebuah negara, tentunya negara yang merdeka adalah negara yang bebas dari belenggu negara penjajah dalam bentuk apa pun. 

Kemerdekaan hakiki tersebut tidak akan mampu diraih oleh sebuah negara jika masih menerapkan sistem/aturan kafir penjajah. Kemerdekaan akan diraih jika negara tersebut menerapkan sistem dan aturan yang bersumber dari Allah Swt. yaitu syariat Islam kaffah dalam bingkai khilafah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasullullah saw.

Oleh karenanya, sudah selayaknya negeri ini mengambil alih segala hal yang berada di bawah tekanan penjajah, mewujudkan kemerdekaan hakiki seperti yang di contohkan oleh Rasullullah saw. 

Untuk meraih kemerdekaan ini, tidak lain adalah dengan kembali kepada ajaran Islam, yaitu menerapkan Islam secara kaffah. Hanya dengan jalan ini penghambaan manusia kepada Allah Swt. akan sempurna. dengan kata lain, hanya dengan khilafah kemerdekaan hakiki benar-benar akan terwujud.
Wallahualam bissawab.




Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Kamis, 12 September 2024

Makna Semangat Kemerdekaan Mewujudkan Indonesia Emas 2045


Tinta Media - "Nusantara Baru, Indonesia Maju" adalah tema yang diangkat untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Berkaitan dengan perayaan itu, Bupati Bandung Dadang Supriatna yang akrab disapa Kang DS memperlihatkan komitmen untuk mendukung visi besar Indonesia Emas 2045 dengan 13 program prioritas yang telah dijalankan, (liputan6.com,  Sabtu 17 Agustus 2024). Tema yang diangkat diharapkan menjadi simbol bagi semangat baru untuk terus membangun khususnya di Kabupaten Bandung.

Kang DS bertekad untuk membangun kemandirian masyarakat dari berbagai aspek, dan memastikan masa depan yang lebih baik untuk seluruh warga Kabupaten Bandung. Salah satu program prioritas Kang DS adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia khususnya bagi generasi muda dan kaum millenial Kabupaten Bandung.

Semangat kemerdekaan di negeri ini memang tinggi. Dari rakyat hingga istana terlihat dalam kemeriahan pesta rakyat dengan berbagai acara yang beragam. Hingga dijadikan momentum yang mendorong untuk bekerja keras dan cerdas dalam membangun bangsa. Tetapi kemeriahan pesta tak selaras dengan kondisi riil rakyat. Lalu, benarkah kita sudah merdeka? Padahal tingkat kemiskinan masih tinggi,  anak putus sekolah masih sangat banyak, harga berbagai barang kebutuhan mahal, biaya pendidikan dan kesehatan tak terjangkau, hutang negara tinggi, SDA dikuasai oligarki, dan masih banyak lagi fakta miris bagi negara yang katanya merdeka. Sungguh sangat jauh dari makna merdeka yang hakiki.

Merdeka yang hakiki harus bisa menjadikan manusia yang beriman kepada Allah semakin taat kepada Allah dan mengikatkan semua pola pikir dan pola sikapnya kepada aturan Islam. Selain itu merdeka yang hakiki tidak semata hanya bebas dari penjajahan fisik saja melainkan juga harus merdeka segala hal dari tekanan pihak atau bangsa lain baik pemikiran maupun tingkah laku.

Penderitaan yang dirasakan oleh rakyat ini seharusnya tidak terjadi jika mereka di urus oleh kepemimpinan Islam. Karena sistem ini benar-benar akan memerdekakan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan yang utuh kepada Allah SWT. Negara yang merdeka akan memprioritaskan kesejahteraan negara dan rakyatnya tanpa tekanan dari bangsa lain ataupun pihak tertentu. Sehingga kesejahteraan rakyat tidak akan tergadaikan.

Negara Islam tegak di atas paradigma yang benar yaitu akidah Islam dengan standar amal berupa hukum-hukum Islam yang diterapkan sebagai sistem kehidupan. Seluruh aspek kehidupan sudah tersedia Aturannya di dalam Islam. Dan syariat Islam menetapkan bahwa pemimpin umat (Khalifah) adalah penjaga bagi seluruh rakyatnya. Semua tugas ini dipandang sebagai amanah besar yang akan dimintai pertanggung jawaban. Bukan hanya atas umat secara komunal, tetapi atas mereka secara individual.

Sudah saatnya umat kembali ke pangkuan sistem kepemimpinan Islam dan segera mencampakkan sistem yang jelas-jelas memberikan banyak kemudaratan. Hanya saja, tentu dibutuhkan proses penyadaran di tengah umat tentang pentingnya dan kewajiban menerapkan syariat Islam sekaligus memahamkan bahwa hal itu sejatinya merupakan konsekuensi dari keimanan dan keislaman. Sehingga kemerdekaan yang hakiki dengan negeri yang sejahtera dan mandiri bisa dicapai. Maka Indonesia Emas 2045 bukan sekedar semangat peringatan kemerdekaan saja tapi sebuah keniscayaan terwujudnya SDM yang unggul dalam berbagai bidang serta SDA yang melimpah untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Bebas dari berbagai bentuk penjajahan fisik maupun pemikiran.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Lala Komala, Sahabat Tinta Media 

Jumat, 06 September 2024

Gaza Belum Merdeka


Tinta Media - Perang yang terjadi antara Gaza, Palestina dengan Zionis Yahudi masih terus berkecamuk hingga saat ini. Sudah sejak 07 Oktober lalu perang dimulai, hingga kini sudah terhitung sepuluh bulan lebih, tetapi faktanya Gaza belum merdeka.

PBB blak-blakan ungkap fakta baru tentang perang di Gaza, Palestina. Mengutip laman CNBN INDONESIA pada 23 Agustus 2024, PBB mengabarkan perkembangan terkini di Gaza, Palestina bahwasanya wilayah itu masih terus menjadi sasaran serangan tentara Zionis. Pejabat tinggi kemanusiaan wilayah Palestina (Associated Prees) menyebut bahwa saat ini perintah evakuasi Zionis telah mengungsikan 90 persen dari 2,1 juta penduduk Palestina.

Hampir 40.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Zionis Yahudi di Gaza sejak 7 Oktober lalu. Sedangkan para Zionis mangaku kehilangan 329 tentara. Penduduk Gaza terjebak dan tidak memiliki tempat untuk pergi. Mereka terus diminta pindah ke lokasi-lokasi pengungsian yang tidak layak. Mereka telah kehilangan segalanya, sementara perundingan-perundingan damai untuk menghentikan serangan ini terus mengalami kegagalan. Nyatanya, perundingan damai tidak terealisasi hingga kini.

Gaza belum merdeka, hingga kini masih dalam penjajahan. Perang yang terjadi antara Palestina dengan para Zionis masih saja berkecamuk. Perjanjian damai yang dijanjikan PBB nyatanya tidak terealisasi. PBB nyatanya tidak berdaya dalam memberi perlindungan terhadap Palestina. 

Penerapan ideologi yang salah seharusnya menjadi koreksi bagi dunia. Harusnya mereka terdorong untuk mengganti ideologi yang rusak menjadi ideologi yang benar.

Idiologi yang diterapkan saat ini adalah idiologi kapitalisme yang membunuh  jutaan jiwa  di seluruh dunia. Peraturan-peraturan yang ada dalam sistem tersebut adalah peraturan yang berasal dari manusia. Wajar saja jika tidak bisa menjangkau manusia secara keseluruhan. Peraturan yang diterapkan dalam ideologi kapitalisme cenderung memberi manfaat pada segelintir orang dan menindas kebanyakan masyarakat. Ini menjadi bukti bahwasa sistem di dunia saat ini  adalah sistem rusak yang harus diganti. 

Para pemimpin muslim tak lagi peduli terhadap Gaza, bahkan mereka menjadi antek-antek musuh Islam. Hal ini mencerminkan betapa rusaknya kepemimpinan dunia Islam.

Genosida yang terjadi di Gaza adalah salah satu cermin perang ideologi. Dalam ideologi kapitalisme, menindas adalah keniscayaan, sedangkan dalam ideologi Islam, penindasan adalah perbuatan yang zalim, sehingga tidak boleh dilakukan, apalagi membunuh jiwa-jiwa yang tidak bersalah seperti yang dilakukan oleh penjajah Yahudi laknatullah.

Perang yang terjadi antara Palestina dan entitas Yahudi adalah perang antarnegara, yakni perang antara idiologi Islam (Palestina) dan kapitalisme (Yahudi) sehingga membutuhkan tegaknya negara ber-ideologi Islam, yaitu Khilafah yang akan mendorong adanya jihad (perang di jalan Allah).  

Jadi, solusi dari perang tersebut bukan perjanjian damai ataupun hanya sekadar memberi bantuan finansial kepada masyarakat Palestina, tetapi dengan mengirim pasukan ke Palestina untuk membantu mereka melawan para Zionis. Kekuatan harus dilawan kekuatan, tentara dilawan dengan tentara. Maka, harus ada kekuatan besar yang dihimpun oleh satu kepemimpinan Islam, yaitu  Khilafah. 

Untuk mewujudkan tegaknya khilafah dibutuhkan kesadaran yang sama pada setiap diri umat  Islam. Karena itu, keberadaan kelompok dakwah ideologis sangat dibutuhkan untuk menyadarkan umat bahwasanya Gaza butuh bantuan kita dan apa yang terterap dalam kehidupan saat ini adalah idiologi yang salah, idiologi yang berasal dari manusia, bukan berasal dari Allah. 

Allah berfirman dalam surah al-Maidah 50 artinya:

"Apakah (hukum) jahiliah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik selain hukum Allah, bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Demikianlah apa yang diterangkan dalam ayat tersebut. Sudah seharusnya kita kembali pada hukum Allah Ta'ala.
Allahu a'lam bishawwab.



Oleh: Sarinah 
(Komunitas Literasi Islam Bungo)

Sabtu, 31 Agustus 2024

𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑𝐊𝐀𝐇 𝐊𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑-𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑 𝐌𝐄𝐑𝐃𝐄𝐊𝐀?

Tinta Media - Benarkah kita sudah benar-benar merdeka? Kalau dari penjajahan secara militer, bolehlah dikata kita sudah merdeka. Bila secara nonmiliter sampai detik ini kita masih dijajah.
.
Kita mesti bersyukur atas merdekanya negeri ini dari penjajahan secara militer. Berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan para sultan, ulama dan santri yang memobilisasi jihad maka penjajahan secara militer sudah reda.
.
Namun kita juga mesti tetap berjuang meneruskan perjuangan para sultan, ulama dan santri di masa penjajahan militer tersebut untuk melawan penjajahan nonmiliter yang masih berlangsung hingga saat ini bahkan semakin mencengkeram di berbagai bidang. Mulai dari ideologi, politik, ekonomi, pendidikan, pergaulan, pemerintahan, hiburan, hubungan internasional, dan lain sebagainya.
.
Karena, Allah SWT juga mewajibkan kita untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah, haram kalau hanya setengah-setengah. Apalagi sampai mempersekusi dan mengkriminalisasi dakwah penerapan syariat Islam secara kaffah, lebih haram lagi.
.
Maka, kita akan benar-benar merdeka secara hakiki bila di semua bidang tersebut hanya diatur pakai aturan Islam saja. Selama diatur pakai aturan buatan manusia, apalagi pada faktanya ternyata manusia yang membuatnya adalah kafir penjajah, sudah barang tentu kita belumlah merdeka.
.
Saatnya kita mengevaluasi, apakah ritual perayaan kemerdekaan tiap tahun ini dapat membuat kita sadar akan realitas yang sebenarnya bahwa kita ini masih terjajah di sektor nonmiliter?
.
Apakah lomba makan kerupuk dengan berdiri dan tergesa-gesa, serta tangan tidak boleh memegang kerupuk akan menyadarkan akan penjajahan di berbagai bidang tersebut? Yang pasti itu menyalahi adab Islam dalam tata cara makan.
.
Apakah lomba panjat pinang dengan memperlihatkan pusar dan paha untuk memperebutkan harta secuil itu akan membuat kita kompak melawan penjajahan di bidang ekonomi? Yang pasti menyalahi ajaran Islam yang mewajibkan menutup aurat secara sempurna.
.
Apakah main sepak bola bapak-bapak dengan mengenakan daster istrinya masing-masing akan membuat bangsa ini sadar untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kaffah? Yang pasti itu perbuatan maksiat karena haram lelaki menyerupai perempuan maupun perempuan menyerupai lelaki.
.
Apakah lomba tarik tambang itu akan membuat tambang emas, tambang minyak, tambang batu bara, tambang lainnya yang kini dirampok habis-habisan oleh kafir penjajah dan oligarki itu akan menumbuhkan kesadaran bahwa semua tambang itu dalam pandangan Islam wajib dikelola oleh negara haram diserahkan kepada swasta apalagi asing? Enggak, sama sekali enggak.
.
Bahkan bila dalam berbagai permainan dan perlombaan yang dilakukan itu hukum asalnya adalah mubah (boleh), bisa menjadi haram bila dilakukan dalam rangka merayakan kekufuran.
.
Merayakan berdirinya negara bangsa, dengan dasar sekularisme dan sistem yang diterapkannya buatan manusia itu jelas perbuatan yang sangat diharamkan karena sama saja dengan merayakan tegaknya ikatan dan sistem kufur.
.
Mirisnya, ritual maksiat ini dilakukan setiap tahun oleh kaum Muslim. Sampai kapan akan terus seperti ini? Kapan akan sadarnya? Kapan akan sadarnya bahwa ritual ini sama saja dengan merayakan pelanggengan penjajahan secara nonmiliter?
.
Sudah saatnya mempelajari Islam secara kaffah hingga ke masalah ideologi, pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, pergaulan, hubungan luar negeri dan lainnya. Kemudian sama-sama berjuang untuk menegakkannya. Bila hanya ibadah mahdhah saja yang dipelajari, apalagi ibadah mahdhah juga ogah, maka sampai kiamat pun kita tidak akan pernah merdeka secara hakiki. 𝑊𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢 𝑎’𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑠ℎ 𝑠ℎ𝑎𝑤𝑎𝑏.[]
.
.
Depok, 20 Muharram 1444 H | 18 Agustus 2022 M
.
.
Joko Prasetyo
Jurnalis

Rabu, 21 Agustus 2024

Tiap Tahun Agustusan, Memangnya Sudah Merdeka Beneran?

Tinta Media - Di Indonesia, bulan Agustus itu bulan penuh sejarah. Bulan di mana negeri ini dikatakan telah lepas dari penjajahan fisik yang dilakukan oleh Jepang maupun Belanda. Di Bulan ini, masyarakat diidentikkan dengan kegiatan meriah, bersenang-senang dan bergembira. Katanya sih, sebagai tanda syukur karena mereka telah merdeka. Berbagai perlombaan, mulai dari jenis lomba legendaris makan kerupuk, panjat pinang, balap karung, tarik tambang hingga jenis lomba lucu-lucuan yang jauh dari esensi kemerdekaan. Namun sebagian besar rakyat merasa senang dan terhibur. Tanpa memikirkan apakah di tiap bertemu dengan bulan Agustus, mereka benar-benar telah merdeka atau makin terjajah.

Sebenarnya sangat miris melihat kondisi masyarakat yang makin ke sini, semakin jelas sengsaranya. Namun sayang, mereka begitu jauh dari sekadar berpikir tentang muara dari kesengsaraan yang menimpa. Yang bisa mereka lakukan hanya melihat fakta semakin zalimnya penguasa. Usia kemerdekaan negeri ini makin tua, tetapi kedaulatannya semakin renta, lemah tak berdaya.

Bagaimana tidak? Makin hari, ancaman PHK, tingginya tingkat pengangguran, jumlah utang negara, hingga urusan Ibu Kota Negara makin tak jelas ujung solusinya. Belum lagi masalah yang menimpa keluarga, para perempuan dan generasi negeri ini. Mayoritas keluarga Indonesia masih setia di garis kemiskinan, meskipun katanya tetap masih bisa bahagia. Tidak tahu bahagianya dilihat dari sisi mananya.  Para perempuan dihadapkan dengan berbagai ancaman yang makin menjauhkan mereka dari kata bahagia. Jebakan yang memaksa mereka masuk dalam barisan 'independent women', hingga menjadi objek masalah kekerasan seksual, kekerasan fisik yang mereka alami di dunia kerja. Dan masih banyak lagi berbagai fakta mengerikan di tengah 'euforia' harus ikutan Agustusan.

Begitu pun kondisi generasi kita, jauh.. jauh... sekali dari harapan yang tertuang dalam UU Pendidikan yang ada. Katanya sistem pendidikan nasional diselenggarakan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, bagaimana perjalanannya? Gonta ganti kurikulum ternyata malah makin membuat generasi jauh dari tujuan pendidikan. Output cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia ternyata hanya slogan saja. Faktanya dari 2,7 juta rakyat Indonesia yang terlibat judi online, sebagian besar didominasi kaum muda usia 17-20 tahun.

Belum lagi jika bicara kesejahteraan generasi negeri ini. Sangat menyayat hati, di tengah munculnya generasi yang menanggung beban ganda ekonomi alias generasi 'sandwich', masalah pengangguran masih setia membersamai. Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran  di Indonesia sebesar 5,2 persen tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara yang ada di daftar. (CNN Indonesia/19/7/2024)

Kondisi generasi muda negeri ini sangat jauh dari kata merdeka, tapi dengan riang gembira mereka terbawa suasana Agustusan yang dipenuhi hura-hura semata. Apakah dampak Agustusan yang meriah akan membuat rakyat menjadi lebih baik kondisinya? Atau malah semakin menjauhkan rakyat dari kesadaran bahwa negeri ini sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.

Memprihatinkan sekali, kemeriahan dan kemewahan dalam merayakan kemerdekaan negeri ini malah justru semakin menunjukkan bahwa kita sebenarnya makin masuk ke dalam jurang penjajahan. Lihatlah pembangunan Ibu Kota Negara yang baru, apakah mencerminkan negeri ini merdeka? Bagaimana nasib warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara yang menunggu ketidakjelasan uang ganti rugi pembebasan lahan milik mereka seluas 2.600 hektar demi pembangunan IKN?

Lalu, bagaimana dengan pembengkakan dana anggaran negara untuk pelaksanaan upacara bendera 17 Agustus 2024 di IKN lantaran digelar di dua tempat sekaligus? Sedangkan anggaran untuk sewa kendaraan saja mencapai Rp.1,25 miliar. Belum anggaran bendera, sewa kamar hotel bagi para tamu, tiket pesawat dan lain-lain. Asumsi total anggaran tambahan yang dibutuhkan sekitar Rp.19,175 miliar.  (CNN Indonesia/8/8/2024)

Capek iya, banyak maksiatnya iya, makin terjajah iya, makin miskin iya, makin sengsara rakyatnya iya. Begitulah hasil akhir dari peringatan Agustusan. Astagfirullah...Apakah kehidupan yang seperti ini yang kita impikan? Ataukah gambaran pemerintahan yang begini yang kita harapkan? Jika memang bukan, mengapa kita masih mempertahankannya?

Bukankah kita mayoritas muslim di negeri ini? apakah kita tidak pernah menengok pada sebuah pemerintahan yang telah Rasulullah Muhammad, Rasul serta Junjungan kita contohkan? Beliau Saw. sungguh telah memberikan teladan terbaik dalam segala hal di kehidupan kita sebagai manusia, sekaligus sebagai muslim.

Islam begitu jelas telah menggambarkan kehidupan yang penuh berkah. Di mana keberkahannya meliputi langit dan bumi seisinya. Hal itu karena manusia benar-benar memerdekakan dirinya dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah SWT saja. Penghambaan ini terwujud dalam segala aspek kehidupan manusia. Tak hanya urusan aqidah, ibadah, akhlak, namun juga dalam urusan bernegara. Semuanya merujuk pada Islam sebagai satu-satunya agama dan sistem hidup yang Allah SWT ridlai.

Maka, tidak ada siapa pun yang bisa mendikte kita, menguasai kita, menindas kita, merampas tanah kita, bahkan menindas dan menjajah kita, jika kita memang benar-benar merdeka. Ketika kita menjadi orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan tidak menyekutukan Allah SWT dengan yang lain. Maka Allah SWT janjikan kekuasaan dan kepemimpinan negeri ini untuk kita (QS. An-Nur ayat 55). Begitu pula, Dia telah berjanji akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi bagi suatu kaum yang beriman dan bertakwa, yakni menjalankan semua syariat-Nya secara kaffah (menyeluruh).

Jadi, tidak bisa dikatakan merdeka siapa pun yang masih menolak, menjauhi bahkan memusuhi syari’at Allah. Dan tidak bisa dikatakan merdeka jika apa yang dilakukan masih dalam rangka menyenangkan tuan-tuan Kapitalisme dan masih menyembah pada sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara).

Maka, merdeka itu bukan saat anggaran negara habis untuk foya-foya atas nama merayakan kemerdekaan. Merdeka itu bukan saat semua sumber daya alam kekayaan negeri kita masih dikelola bahkan diserahkan kepada asing dan aseng. Tetapi kita akan bangga mengatakan kita merdeka saat hukum Allah SWT diterapkan secara sempurna sebagai wujud ketundukan dan penghambaan kita hanya kepada-Nya semata. Merdeka! Wallahua’lam.

Oleh: Yulida Hasanah, Pembina Komunitas Smart Moslem Generation Brebes

Senin, 13 Mei 2024

Mewujudkan Generasi Berkualitas dengan Kurikulum Merdeka Belajar, Jauh Panggang dari Api



Tinta Media - Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pada tahun ini, 2024, pemerintah menetapkan tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar” (nasional.kompas.com, 25/04/2024). Dalam rangka menunjukkan perwujudan kebebasan Merdeka Belajar, Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media berkolaborasi dengan Titimangsa dan SMKN 2 Kasihan menggelar konser musikal bertajuk “Memeluk Mimpi-Mimpi: Merdeka Belajar, Merdeka Mencintai” pada Kamis, 25 April 2024 di Jakarta (liputan6.com, 26/04/2024). 

Sayangnya, gegap gempita perayaan Hari Pendidikan Nasional tidak diiringi dengan baiknya kondisi pendidikan yang ada di lapangan. Berbagai masalah di dunia pendidikan terus bermunculan dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, bahkan semakin hari semakin miris dan mengerikan. 

Sebut saja kasus bullying di kalangan pelajar yang hingga saat ini masih terus terjadi (tribunnwes.com, 8/03/2024). 
Dari sisi kualitas akademis, tidak ada prestasi signifikan yang diraih oleh Kurikulum Merdeka Belajar yang tengah diimplementasikan hari ini. 

Menurut Direktur Eksekutif Bajik, Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka Belajar belum layak menjadi kurikulum nasional karena bagian esensinya belum ada, yakni, kerangka kurikulumnya (detik.com, 26/02/2024).

Alih-alih menjadi solusi bagi dunia pendidikan, dari awal kemunculannya, kurikulum Merdeka Belajar justru semakin mengaburkan arah maupun indikator-indikator keberhasilan pendidikan. 

Praktisi pendidikan di berbagai tingkat mempertanyakan pelaksanaan kurikulum ini. Banyak konsep yang tidak relevan untuk diterapkan di lapang bahkan mempersulit guru dalam menyiapkan perangkat pembelajaran sekaligus menguras habis energi mereka pada hal-hal remeh.  

Belum lagi perubahan materi pelajaran dengan alasan dangkal, bahkan tanpa dasar. Sebut saja konsep materi Khilafah dan Jihad yang awalnya ada di dalam mata pelajaran Fiqih yang kemudian dimasukkan ke dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tanpa alasan yang jelas. 

Fakta ini menunjukkan betapa buruk dab tidak jelasnya kurikulum ini. Hal ini juga mengesankan bahwa pendidikan kita memang disetir oleh orang-orang tidak berilmu dan penuh kepentingan. 

Fakta yang tak kalah buruk juga terjadi pada pendidikan tinggi. Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar di perguruan tinggi mengharuskan mataku kuah berorientasi pada peningkatan kompetensi kerja yang harus dimiliki oleh lulusan mereka tanpa memedulikan kebaikan moral dan mental. 

Mahasiswa terus dimotivasi untuk berkompetisi mendapatkan pekerjaan di perusahaan, berwirausaha untuk mendapatkan keuntungan materi yang banyak, dan seterusnya dan seterusnya. Sebagai akibat, peserta didik hanya berpikir tentang materi, materi, dan materi. Mereka tidak peduli dengan lingkungan sosial, etika, moral, dan hal-hal yang tidak menghasilkan keuntungan berupa materi. 

Lantas, apa yang akan terjadi jika satu-satunya tujuan pendidikan hanyalah sebatas nilai-nilai materi? Berbagai kerusakan dapat dengan gampang kita temukan. Produk pendidikan yang mengukur semua dengan materi juga akan menghargai semua hal dengan materi. 

Maka, terciptalah kehidupan sosial yang memungkinkan bagi seorang guru dengan gaji kecil tidak layak dihormati, meskipun jasa mereka sangat besar dalam mendidik generasi. Sebaliknya, orang-orang kaya akan dijunjung tinggi, dihormati dan dielu-elukan, meskipun mereka mendapatkan harta dengan cara yang tidak benar semacam korupsi, menipu, menguasai harta masyarakat, dan berbagai cara licik lain. 

Selain itu, generasi dengan didikan yang berorientasi materi juga memiliki mental yang sangat lemah dan niretika. Ketika materi tidak berhasil didapatkan dalam hidup, mereka akan sangat mudah merasa tertekan, menganggap diri tak berguna, rendah, dan tidak layak mendapatkan penghargaan dari masyarakat sekitarnya. 

Akibatnya, tindak kriminal terjadi di mana-mana. Para pelaku bullying sering kali adalah mereka yang secara mentalitas tidak terdidik dengan baik. Berbagai kasus perzinaan remaja yang menjual diri mereka untuk mendapatkan materi secara instan, dan berbagai kasus yang hari ini bertebaran di mana-mana. 

Dengan fakta seperti ini, Kurikulum Merdeka jelas menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan masyarakat. Generasi semakin terkungkung dengan konsep yang salah tentang tujuan mereka dalam menuntut ilmu, bahkan tujuan hidup mereka. 

Mereka gagal memahami dengan benar hakikat kehidupan. Pertanyaannya, masihkah perlu untuk meneruskan kurikulum yang buruk ini jika tujuan kita mendidik generasi adalah menjadikan kualitas mereka unggul dalam segala aspek? Jawabannya sudah jelas, tentu saja tidak. 

Generasi unggul hanya akan lahir dari kurikulum pendidikan yang valid dan teruji hasilnya. Hingga hari ini, belum pernah ada kurikulum pendidikan mana pun yang mampu menandingi keandalan kurikulum pendidikan yang diterapkan dalam sistem Islam. 

Sistem Pendidikan Islam telah menghasilkan sangat banyak ilmuwan yang tidak hanya unggul dalam sains dan teknologi, tetapi juga saleh dan faqih dalam agama mereka. 

Al Khawarizmi, Ibu Rusyd, Ibnu Sina, Mariam al Asturlabi, Muhammad Al Fatih, Shalahuddin Al Ayubi dan banyak lagi yang lain, siapa yang tidak mengenal nama-nama ini? Mereka adalah generasi unggul hasil sistem pendidikan Islam. 

Sistem pendidikan Islam memastikan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil, dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver bagi umat. 

Kurikulum dalam pendidikan Islam mengarahkan peserta didik memahami hakikat dan tujuan hidup. Jelasnya, bahwasanya tujuan hidup mereka adalah untuk beribadah kepada Allah. Maka, mereka juga akan berbuat yang terbaik untuk mencapai berbagai prestasi demi memuliakan agama Allah dan kaum muslimin. Wallahu a’lam bish-shawab.


Oleh: Fatmawati 
(Aktivis Dakwah)

Selasa, 26 September 2023

Om Joy: Jika Serius Ingin Merdeka, Terapkan Islam Kaffah dalam Naungan Khilafah!

Tinta Media - Terkait maraknya penjajahan gaya baru berkedok investasi sebagaimana yang saat ini terjadi dalam kasus Rempang, Jurnalis Joko Prasetyo menyatakan bahwa jika serius ingin merdeka dari penjajahan, kaum Muslim harus menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah.

“Bila ingin serius merdeka dari penjajahan tiada lain pilihan bagi kaum Muslim yakni dengan menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah,” ungkapnya dalam kelas Training Jurnalistik: Penulisan Reportase, Jumat (22/9/2023) di grup WA Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok.

Pasalnya, menurutnya dalam ajaran Islam, barang tambang yang hasilnya berlimpah termasuk pasir silika di Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Dabo, dan Pulau Singkep yang akan ditambang dan dibuat industri hilirisasinya oleh perusahaan dari negara Cina yakni Xinyi Group, merupakan milkiyyah ammah (kepemilikan umum). Haram diserahkelolakan kepada swasta, asing, apalagi kafir penjajah Amerika Serikat dan negara Cina.

“Yang berhak dan berkewajiban mengelolanya hanya khilafah! 100 persen keuntungan dari pengelolaannya dikembalikan kembali kepada seluruh rakyat khilafah. Bisa berupa pembagian barangnya, uangnya, bisa juga disalurkan untuk infrastruktur dan operasional sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga seluruh rakyat, baik kaya maupun miskin, dapat mengakses kesehatan dan pendidikan dengan sangat murah bahkan gratis,” beber jurnalis yang akrab disapa Om Joy tersebut.

Namun, menurut Om Joy, lain halnya dengan sistem demokrasi. Sistem kufur demokrasi jebakan kafir penjajah ini melegalkan sumber daya alam di negeri kaum Muslim yang hasilnya melimpah untuk dikelola kepada pihak swasta bahkan Amerika maupun Cina dengan dalih investasi atau privatisasi.

“Inilah akar permasalahan yang terjadi pada kasus Rempang, Wadas, Sangihe dan lainnya. Sehingga kasus serupa akan terus berulang sekalipun rezim berganti. Dan itu semua bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan para kafir Barat melalui investasi dan haram hukumnya,” pungkasnya.[] Sari Liswantini

Minggu, 10 September 2023

UIY: Negeri Ini Merdeka Atas Rahmat Allah

Menanggapi pernyataan dari sebagian orang yang mengatakan kalau mau memperjuangkan Khilafah keluar saja dari Indonesia, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan negeri ini merdeka atas rahmat Allah.
 
“Negeri ini merdeka diakui atas rahmat Allah. Bagaimana mungkin rakyat dari sebuah negara yang merdeka atas rahmat Allah, dengan pongahnya menganggap Khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam sebagai sesuatu yang dimusuhi. Bahkan yang memperjuangkan harus keluar dari negeri itu,” ungkapnya di Focus To The Point: Khilafah Ajaran Islam, Kok Tidak Cocok di Indonesia? Rabu (5/9/2023).
 
UIY menegaskan, sungguh sangat tidak layak siapa pun yang mengatakan bahwa Khilafah itu sesuatu yang buruk apalagi kemudian mengatakan Khilafah tidak cocok diterapkan di Indonesia.
 
“Khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Para ulama bahkan menyebut Khilafah sebagai mahkota kewajiban. Artinya jika Khilafah tidak diwujudkan, akan ada banyak sekali ketentuan-ketentuan dari ajaran Islam yang tidak bisa di dilaksanakan atau diterapkan,” terangnya.
 
UIY mengingatkan, sebagai seorang muslim sejati, sebagai hamba Allah sejati, semestinya memandang Khilafah itu sebagai bagian dari risalah Islam yang hukumnya wajib. Selain itu, lanjutnya, seharusnya turut berpartisipasi dalam mewujudkannya.
 
“Ajaran Islam bukan ajaran yang bersifat teoritik. Khilafah adalah ajaran yang dituntunkan kepada kita untuk diamalkan. Dalam fakta sejarah, juga pernah terwujud,” bebernya.
 
Bahkan, lanjutnya, terbentuknya negara ini tidak bisa dilepaskan dari sentuhan Khilafah di masa lalu. “Karena itu sangat tidak elok kalau hari ini ada orang yang membenci Khilafah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

Kamis, 31 Agustus 2023

Euforia Kemerdekaan yang Semu

Tinta Media - Agustus adalah bulan yang disakralkan rakyat Indonesia karena negeri ini dinyatakan merdeka dari penjajahan negara asing. Setiap bulan Agustus datang, rakyat seluruh negeri bergembira merayakannya dengan berbagai acara. Euforia kemerdekaan ini masih akan terus berlangsung hingga berakhirnya bulan Agustus.

Hanya saja sangat disayangkan, sebagian besar masyarakat salah kaprah dalam memaknai arti sebuah kemerdekaan.
Peringatan kemerdekaan sering kali diisi dengan beragam kegiatan yang lebih menonjolkan hura-hura dan kekonyolan saja. Anehnya, mereka beranggapan bahwa memang begitulah seharusnya merayakan kemerdekaan.

Kegiatan tersebut campur-baur antara laki-laki dan perempuan, bahkan tak jarang ibu-ibu rela meninggalkan rasa malu dengan dalih mengisi kemerdekaan. Tontonan yang mengumbar aurat seolah sudah menjadi tradisi. Bahkan, para waria ikut serta dalam kegiatan agar eksistensinya diterima oleh masyarakat.

Seperti yang termuat dalam situs berita online yang mengabarkan bahwa Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo menggelar hiburan musik dangdut guna menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia 2023, Kamis (3/8/2023) malam. (inewsProbolinggo.id 4/8/2023)

Bukan hanya pagelaran musik dangdut, banyak setingkat RT atau RW yang menggelar karnaval, gerak jalan, bahkan berbagai lomba. Tak jarang lomba tersebut menuai petaka.
Dikabarkan oleh detik.com bahwa Lomba panjat pinang di Desa Tandam Hulu I, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang, berakhir tragis. Salah satu peserta bernama Eka Prasetya (36) tewas akibat tertimpa temannya yang terjatuh.

Belum Merdeka

Merdeka dari penjajahan fisik merupakan anugerah dari Allah dan hasil dari perjuangan para ulama serta para pahlawan bangsa. Sejatinya, kemerdekaan ini harus disyukuri dengan berbagai kegiatan yang bisa mengarahkan pada keimanan dan ketakwaan anak bangsa, bukan diisi dengan kegiatan yang hura-hura.

Bahkan, kegiatan yang selama ini menjadi agenda tahunan terkesan penuh dengan kemaksiatan. Padahal, bersyukur dengan kemaksiatan hanya akan menambah kesengsaraan bagi bangsa. Berharap keberkahan bagi bangsa dan negara dengan melakukan kemaksiatan bukan wujud kemerdekaan.

Merdeka adalah bebas dari segala bentuk penjajahan, baik fisik maupun pemikiran, bebas dari penyembahan kepada makhluk menuju penyembahan kepada Allah Swt. Agenda yang masih penuh kemaksiatan itu menandakan bahwa bangsa ini masih terjajah, yaitu terjajah secara pemikiran, sebab semua kegiatannya dilandasi oleh sekularisme.

Negara gagal mengedukasi rakyat agar mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Inilah fakta kerusakan akibat penerapan sistem kapitalis sekuler yang berhasil masuk ke dalam benak pemikiran masyarakat.

Wujud Syukur

Rasa syukur atas didapatnya suatu nikmat wajib dilakukan oleh bangsa ini. Seharusnya, wujud syukur itu dengan banyak melakukan muhasabah, baik oleh semua warga negara maupun para penguasa. Banyaknya masalah dan prahara yang dialami bangsa ini harus bisa menjadi evaluasi bagi semua kalangan.
Korupsi, kemiskinan, kerusakan generasi, mahalnya kebutuhan pokok, karut marutnya dunia pendidikan, pengelolaan SDA yang merusak dan lain sebagainya, seharusnya bisa menjadi pertanda bahwa bangsa ini belum merdeka. Dari semua masalah itu, negara harus mencari tahu kenapa masih belum merdeka.

Jika dikaji secara mendalam, akar masalah dari berbagai persoalan negeri ini adalah kerusakan sistem kapitalis demokrasi. Maka, sudah sepatutnya wujud syukur itu dengan cara mencampakkan sistem kufur ini dan menggantinya dengan sistem yang sudah Allah perintahkan agar bisa merdeka.

Agenda tahunan itu harus diisi dengan muhasabah dan berbagai kegiatan yang membuat umat ini bisa hijrah dari sistem kufur menuju sistem Islam kaffah. Hanya penerapan sistem Islam kaffah saja yang akan membuat negeri ini merdeka. Wallahu A'lam.

Oleh: Sri Syahidah (Aktivis Muslimah)

Tujuh Puluh Delapan Tahun Indonesia Merdeka, Akankah Sejahtera Tercipta?

Tinta Media - Kamis, 17 Agustus 2023 tepat 78 tahun Indonesia merdeka. Bupati Bandung HM. Dadang Supriatna menyampaikan rasa syukur atas kemerdekaan Republik Indonesia di lapang Upakarti Pemerintah Kabupaten Bandung. 

Untuk  mengisi kemerdekaan, Kabupaten Bandung akan terus menggali berbagai potensi yang ada di daerah yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat demi terciptanya masyarakat yang baik dan sejahtera.

Kesejahteraan masyarakat akan difokuskan melalui tiga aspek, yaitu perekonomian, kesehatan, dan pendidikan, serta ditopang dengan program prioritas Pemkab Bandung, seperti pemberian kartu tani, insentif guru ngaji, bantuan modal bergulir tanpa bunga, pembangunan gedung rumah sakit daerah, juga gedung dekolah. Pemerintah yakin, dengan program yang telah dilaksanakan, akan terealisasikan Kabupaten Bandung yang Bangkit Edukatif Dinamis Agamis dan Sejahtera (BEDAS).

Merupakan suatu dambaan dalam hidup jika kesejahteraan dapat dirasakan seluruh masyarakat. Maka dari itu, semangat kemajuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan berbagai program tentu saja mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat. 

Hanya saja, meskipun bermodal SDA yang melimpah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem, stunting, revitalisasi pendidikan, dan pelatihan advokasi untuk pengurangan jumlah pengangguran, tetapi jika dikelola dengan sistem ekonomi kapitalis neoliberal, tak ubahnya bagaikan mimpi di siang bolong. Masyarakat justru akan semakin terjerumus dalam kemiskinan dan kebodohan, jauh dari kata sejahtera.

Lihat saja hari ini, pengelolaan semua bidang diserahkan kepada swasta, yaitu asing dan aseng, berkelindan beramai-ramai untuk berinvestasi. Sampai-sampai semua sumber daya alam mereka kuasai. Pendidikan, kesehatan dikapitalisasi, sementara masyarakat gigit jari. 

Kapitalisme yang menjadi penyangga sistem dunia saat ini terbukti telah gagal menciptakan kesejahteraan manusia. Kehancuran pada setiap lini kehidupan, kebobrokan pada setiap sistem kehidupan mulai dari sistem hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, ataupun sistem pemerintahan yang dengan nyata terpampang di depan mata dan dirasakan oleh setiap jiwa.

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Paradigma negara Islam adalah paradigma riayah (mengurusi semua urusan rakyat). Dalam arti, negara berkewajiban untuk memenuhi semua kebutuhan asasi warga negara, baik berupa jaminan kesehatan, pendidikan, pelayanan fasilitas publik, dan lain sebagainya. 

Semua itu wajib dipenuhi oleh negara dengan standar pelayanan terbaik, profesional dan mudah tanpa harus mengeluarkan biaya. Semua dilayani secara gratis. Begitu juga dengan kebutuhan sekunder dan tersier, akan dipenuhi oleh negara demi meningkatkan kualitas hidup warga negara sebagai khairu ummah (umat terbaik) sehingga berhak mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik. 

Pembiayaannya bersumber pada pengelolaan harta milik umum oleh negara. APBN dikelola oleh negara untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Negara dalam Islam tidak akan menyerahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam milik umum kepada swasta, baik lokal apalagi asing. Maka, tak akan terjadi intervensi dari pihak lain.

Dengan sistem ekonomi Islam, SDA akan dikelola dengan benar, sebab, prinsip dasar sistem ekonomi Islam adalah untuk kesejahteraan masyarakat, maka pemimpin Islam akan amanah dalam pengelolaannya. Hasil sumber daya alam akan diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan primer, bahkan sekunder dan tersier. Dengan demikian, masyarakat akan hidup sejahtera, aman, dan sentosa.

Hanya dalam Islam, kesejahteraan rakyat akan terwujud mulai dari hulu hingga ke  hilir sebab mekanisme yang digunakan adalah paradigma riayah yang diaplikasikan dan realisasikan oleh negara melalui seluruh regulasi. Dengan ini, cita-cita kesejahteraan dan kehidupan layak akan dapat tercapai.

Oleh: Tiktik Maysaroh, Sahabat Tinta Media

Sabtu, 26 Agustus 2023

Kamu Merdeka, Kamu Mulia

Tinta Media - Sebenarnya yang kita rasakan saat ini belum merdeka, ada tiga pokok masalah yang masih menjadi problem atau yang sedang menjajah kita.

Masalah yang pertama yaitu dijajah oleh teman sendiri. Yaitu sering dibuli, sering dihina, sering diajak dalam hal yang buruk-buruk.

Kita saat itu harus bisa memilih teman. Kenapa? Karena teman juga bisa mempengaruhi kita. Kita juga harus bisa mengukur diri kita. Kalau kita mampu bergaul dengan mereka yang agak nakal, maka kita boleh bergaul dengan mereka. 

Niat atau mindset kita harus diubah yaitu dengan tujuan, gimana caranya mereka bisa berubah? Tetapi jika kita merasa diri kita tidak mampu atau mudah terbawa arus, sebaiknya kita menjaga diri dan menguatkan diri.

Untuk masalah yang kedua yaitu mulai masuknya budaya Barat. Ini sangat berbahaya untuk umat muslim dan seluruh manusia. Kita tahu budaya Barat yang sangat buruk. Banyaknya L68T, pacaran, hamil di luar nikah, cara berpakaian, dan lain-lain. Hal itu bisa menurunkan kualitas muslim yang akan menimbulkan menurunnya tingkat orang yang menerapkan syariat Allah.

Oleh karena itu, kita harus bisa membentengi atau memperkuat diri dan iman untuk terhindar dari hal buruk itu.

Ketiga, dijajah oleh hawa nafsu. Kita tahu musuh kita sebagai manusia adalah nafsu kita sendiri. Kalau kita tidak bisa mengendalikan nafsu itu, maka nafsu yang akan mengendalikan kita. Dan kalau nafsu mengendalikan kita, maka apa yang akan terjadi, pasti sangat buruk.

Oleh karena itu, kita harus bisa membentengi diri kita dengan agama kita. Dekatkan diri kepada Allah, maka hidupmu akan selamat!

Jadi, sebagai muslim yang baik maka dekatkan diri kepada agama, dan kuncinya cuma satu "cintai Allah". Jika kamu mencintai Allah, maka kamu akan menjalankan apa yang diperintahkan Allah.

Jadi, merdeka yang sebenarnya yaitu kita bebas atau tanpa ada gangguan dalam beribadah dan menjalankan Islam dengan baik.

Oleh: Falih
Pelajar 

Resume materi pada Ahad, 20 Agustus 2023 yang diambil dari buletin Teman Surga, dengan tema MERDEKA.

Rabu, 14 Desember 2022

IJM: Kemerdekaan Bukan Solusi Hilangkan Ketidakadilan Ekonomi Papua

Tinta Media - Dalam pernyataan sikapnya Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa kemerdekaan bukan solusi untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi di Papua.
 
“Kemerdekaan bukanlah solusi untuk menghilangkan ketidakadilan ekonomi yang terjadi di Papua. Malah kemerdekaan bisa menjadi pintu yang lebih lebar bagi penetrasi pengelolaan ekonomi model kapitalisme,” ungkapnya dalam Pernyataan Sikap Indonesia Justice Monitor: Tumpas Gerakan Sparatisme dan Intervensi Asing, Selasa (13/12/2022) melalui kanal You Tube Indonesia Justice Monitor.
 
Apalagi jika kemerdekaan itu atas bantuan asing dalam hal ini misalnya Inggris, Eropa atau Australia.  “Dengan merdeka keberadaan Amerika Serikat dengan perusahaan multinasionalnya tidak serta-merta bisa diakhiri. Sebaliknya dengan merdeka justru membuka ruang bagi masuknya kepentingan lain yaitu kepentingan Inggris Eropa dan Australia,” ucapnya memberikan alasan.
 
Itu artinya, sambung Agung, dengan merdeka justru Papua makin menjadi jarahan pihak asing dan hampir dapat dipastikan bahwa model pengelolaan ekonominya juga akan tetap model kapitalisme. “Karenanya penjarahan kekayaan bumi Papua nantinya justru makin merajalela,” tegasnya.
 
Agung menilai masalah sebenarnya yang terjadi di Papua lebih disebabkan oleh sistem dan kebijakan pengelolaan perekonomian ala kapitalis yang menyerahkan kekayaan alam kepada swasta terutama swasta asing. “Pihak swasta asing itulah yang paling menikmati hasil dari kekayaan yang merupakan milik rakyat negeri ini secara keseluruhan,” imbuhnya.
 
Agung lalu menyimpulkan, selama pengelolaan kekayaan alam masih menggunakan model ekonomi kapitalisme maka keadaan ketidakadilan ekonomi semacam itu akan terus terjadi. “Kekayaan negeri tetap tidak akan terdistribusi secara merata. Kesenjangan sosial pun akan terus dan tetap menganga,” tukasnya.
 
Tolak dan Hentikan
 
Agung juga menekankan, segala bentuk gerakan separatisme dan intervensi asing  yang akan memisahkan Papua dari wilayah Indonesia harus ditolak dan dihentikan.
  
“Secara syar'i pemisahan suatu wilayah dari sebuah negeri muslim yang saat ini sudah terpecah belah hukumnya adalah haram. Bila kita runut  secara sejarah Papua adalah bagian dari negeri muslim,” tandasnya.
 
Menurutnya, penyelesaian tuntas masalah Papua hanya bisa dilakukan dengan pembangunan yang adil dan merata sehingga terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang,  pangan, papan dan juga infrastruktur ekonomi pendidikan dan kesehatan.
 
 “Dan itu hanya bisa diwujudkan oleh sistem ekonomi Islam yang menjadikan distribusi kekayaan secara adil sebagai fokus. Tidak bisa oleh sistem ekonomi kapitalisme seperti yang terus berlangsung selama ini di Papua dan juga di negeri Indonesia,” tegasnya.
 
Yang tidak kalah penting, ucap Agung, harus dilakukan integrasi masyarakat di Papua menjadi satu kesatuan masyarakat baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya yang di dalamnya tidak ada diskriminasi dan marginalisasi.
 
“Semua itu hanya bisa diwujudkan jika syariah Islam diterapkan utuh secara kafah.  Hanya itulah solusi tuntas bagi semua problem yang terjadi di Papua,” yakinnya.
 
Terakhir, Agung menegaskan, perlu segera menerapkan syariah Islam secara kafah di bumi Papua, di bumi Indonesia agar betul-betul terwujud keadilan yang sempurna, kemakmuran dan kesejahteraan untuk semua yang terdistribusi secara merata dan adil.
 
“Dan untuk diterapkannya syariah Islam secara kafah hanya bisa dibangun dalam naungan tegaknya Khilafah Islamiyah.  Satu-satunya cara, satu-satunya model yang  bisa menggantikan kapitalisme adalah penerapan syariah Islam secara kafah dalam naungan Khilafah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Kamis, 01 Desember 2022

Rusaknya Moral Generasi Vs Implementasi Kurikulum Merdeka


Tinta Media - Generasi muda adalah pelopor penting bagi peradaban bangsa. Kehadiran mereka sangat dibutuhkan karena merekalah yang melanjutkan estafet perjuangan. Sayangnya, saat ini generasi muda semakin jauh dari harapan. Kerusakan moral mereka semakin menjadi-jadi. 

Seperti yang baru-baru ini terjadi, viral sebuah video anak SD korban bullying teman sekelas di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel. Seorang siswa yang bersekolah di SD Negeri 159 OKU menjadi korban perundungan fisik dan psikis sembilan temannya saat wali kelas sedang keluar kelas. 

Korban dianiaya dengan ditendang, dipukul, dan diinjak-injak. Ironisnya, perbuatan ini direkam teman yang lainnya dan diviralkan di medsos. Hingga kini korban masih mengalami trauma dan enggan diajak bicara (TribunSumsel.com, 19/11/2022).

Sementara di tempat lain, kerusakan moral generasi terjadi pada dua pelajar SMP berinisial LX (14) dan MY (15) yang berkelahi karena hal sepele. Keduanya berkelahi di Jalan Baru, Kelurahan Bangun Jaya, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas, pada Rabu (9/11/22). MY meninggal dunia lantaran LX sempat memukul kepala korban dengan tangan sebanyak dua kali. Perkelahian terjadi karena korban emosi akibat semangkuk makanan miliknya secara diam-diam diberi sambal oleh terduga pelaku (iNewsSumsel.id, 9/11/22).

Koreksi Kurikulum Merdeka

Melihat banyaknya kasus kerusakan moralitas pelajar hari ini, perlu dipertanyakan bagaimana kualitas sistem pendidikan kita dalam mencetak generasi terbaik. Kerusakan generasi memang merupakan permasalahan sistemik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, salah satunya adalah koreksi sistem pendidikan di negeri ini.

Di Indonesia, penerapan kurikulum pendidikan sering berubah-ubah. Terbaru adalah kurikulum merdeka belajar. Menurut Mendikbudristek, kurikulum merdeka dinilai memiliki beberapa keunggulan, yakni lebih sederhana dan mendalam, lebih merdeka, relevan, serta interaktif. 

Kurikulum merdeka memberikan kebebasan bagi guru untuk menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Metode pembelajarannya mengacu pada bakat dan minat.

Sungguh amat jauh dari kebutuhan pembangunan karakter generasi. Kurikulum Merdeka dibangun bukan berdasarkan asas akidah Islam. Kurikulum ini sarat akan aroma kapitalistik yang mengedepankan manfaat materi, sehingga output pendidikan yang dihasilkan adalah generasi materi (uang). Terlebih, kebebasan yang memberikan fleksibilitas bagi guru dalam menentukan metode pembelajaran sendiri juga berpeluang memunculkan masalah. Guru harus mampu mengikuti perkembangan belajar siswanya.

Inilah tantangan pendidikan saat ini. Di dalam kehidupan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sangat sulit mewujudkan karakter generasi berkepribadian Islam.

Sekularisme mengaburkan tujuan sistem pendidikan, menjauhkan generasi dari predikat penggerak perubahan. Muatan pelajaran agama sangat minim, bahkan yang berislam secara keseluruhan dicurigai radikal atau intoleran.

Kualitas SDM yang dihasilkan dari pendidikan saat ini adalah mereka siap kerja dan bersaing di dunia industri, mencetak manusia pekerja bukan pengubah. Mereka dicetak sebagai orang-orang yang dibutuhkan perusahaan besar saja. Lalu, bagaimana mungkin bisa menciptakan generasi bermoral jika penyusunan kurikulumnya bercorak kapitalis sekuler?

Paradigma Pendidikan Islam

Islam memandang bahwa pendidikan merupakan aset penting bagi pembangunan karakter bangsa. Sistem pendidikan Islam telah mencontohkan dengan sangat gamblang cara menjadikan manusia berakhlak mulia. Penyusunan kurikulum tidak boleh dibiarkan bebas oleh para guru. Kurikulum pendidikan wajib dibangun berdasarkan akidah Islam.

Sebelum murid, guru harus lebih dulu memiliki kepribadian Islam dan akhlak yang baik. Guru adalah panutan murid-muridnya. Maka, guru seharusnya dapat membimbing, bukan sekadar menyampaikan ilmu. Setiap individu dibekali dengan akidah (iman) dan Islam, sehingga mereka mempunyai standar dan filter dalam melakukan perbuatan. Setiap perbuatan akan sejalan dengan hukum halal dan haram.

Tujuan sistem pendidikan Islam selain mencetak generasi yang unggul dalam ilmu terapan (pengetahuan dan teknologi) adalah mencetak generasi berkepribadian Islam. 

Lihatlah, penerapan sistem pendidikan Islam telah mampu mencetak generasi terbaik, seperti menjadi penemu matematika, yaitu Ibnu Al Khawarizmi; Imam Mazhab, yakni Imam Syafi'i; Imam Hanafi; Imam Maliki! Imam Hambali, dan lain-lain. 

Output pendidikan jelas bukan sekadar meraih materi. Ini karena kehadiran generasi sangat dibutuhkan untuk peradaban. Oleh sebab itu, sudah saatnya mengatasi masalah moral generasi dengan menerapkan kurikulum pendidikan Islam. Dengan penerapan sistem pendidikan Islam secara sempurna, manusia akan terbebas dari kerusakan. 

Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Ismawati
Sahabat Tinta Media

Rabu, 24 Agustus 2022

𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑𝐊𝐀𝐇 𝐊𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑-𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑 𝐌𝐄𝐑𝐃𝐄𝐊𝐀?


Tinta Media - Benarkah kita sudah benar-benar merdeka? Kalau dari penjajahan secara militer, bolehlah dikata kita sudah merdeka. Bila secara nonmiliter sampai detik ini kita masih dijajah. 

Kita mesti bersyukur atas merdekanya negeri ini dari penjajahan secara militer. Berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan para sultan, ulama dan santri yang memobilisasi jihad maka penjajahan secara militer sudah reda. 

Namun kita juga mesti tetap berjuang meneruskan perjuangan para sultan, ulama dan santri di masa penjajahan militer tersebut untuk melawan penjajahan nonmiliter yang masih berlangsung hingga saat ini bahkan semakin mencengkram di berbagai bidang. Mulai dari ideologi, politik, ekonomi, pendidikan, pergaulan, pemerintahan, hiburan, hubungan internasional, dan lain sebagainya. 

Karena, Allah SWT juga mewajibkan kita untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah, haram kalau hanya setengah-setengah. Apalagi sampai mempersekusi dan mengkriminalisasi dakwah penerapan syariat Islam secara kaffah, lebih haram lagi. 

Maka, kita akan benar-benar merdeka secara hakiki bila di semua bidang tersebut hanya diatur pakai aturan Islam saja. Selama diatur pakai aturan buatan manusia, apalagi pada faktanya ternyata manusia yang membuatnya adalah kafir penjajah, sudah barang tentu kita belumlah merdeka. 

Saatnya kita mengevaluasi, apakah ritual perayaan kemerdekaan tiap tahun ini dapat membuat kita sadar akan realitas yang sebenarnya bahwa kita ini masih terjajah di sektor nonmiliter?

Apakah lomba makan kerupuk dengan berdiri dan tergesa-gesa, serta tangan tidak boleh memegang kerupuk akan menyadarkan akan penjajahan di berbagai bidang tersebut? Yang pasti itu menyalahi adab Islam dalam tata cara makan. 

Apakah lomba panjat pinang dengan memperlihatkan pusar dan paha untuk memperebutkan harta secuil itu akan membuat kita kompak melawan penjajahan di bidang ekonomi? Yang pasti menyalahi ajaran Islam yang mewajibkan menutup aurat secara sempurna. 

Apakah main sepak bola bapak-bapak dengan mengenakan daster istrinya masing-masing akan membuat bangsa ini sadar untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kaffah? Yang pasti itu perbuatan maksiat karena haram lelaki menyerupai perempuan maupun perempuan menyerupai lelaki. 

Apakah lomba tarik tambang itu akan membuat tambang emas, tambang minyak, tambang batu bara, tambang lainnya yang kini dirampok habis-habisan oleh kafir penjajah dan oligarki itu akan menumbuhkan kesadaran bahwa semua tambang itu dalam pandangan Islam wajib dikelola oleh negara haram diserahkan kepada swasta apalagi asing? Enggak, sama sekali enggak. 

Bahkan bila dalam berbagai permainan dan perlombaan yang dilakukan itu hukum asalnya adalah mubah (boleh), bisa menjadi haram bila dilakukan dalam rangka merayakan kekufuran. 

Merayakan berdirinya negara bangsa, dengan dasar sekularisme dan sistem yang diterapkannya buatan manusia itu jelas perbuatan yang sangat diharamkan karena sama saja dengan merayakan tegaknya ikatan dan sistem kufur. 

Mirisnya, ritual maksiat ini dilakukan setiap tahun oleh kaum Muslim. Sampai kapan akan terus seperti ini? Kapan akan sadarnya? Kapan akan sadarnya bahwa ritual ini sama saja dengan merayakan pelanggengan penjajahan secara nonmiliter?

Sudah saatnya mempelajari Islam secara kaffah hingga ke masalah ideologi, pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, pergaulan, hubungan luar negeri dan lainnya. Kemudian sama-sama berjuang untuk menegakkannya. Bila hanya ibadah mahdhah saja yang dipelajari, apalagi ibadah mahdhah juga ogah, maka sampai kiamat pun kita tidak akan pernah merdeka secara hakiki. 𝑊𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢 𝑎'𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑠ℎ 𝑠ℎ𝑎𝑤𝑎𝑏.[]

Depok, 20 Muharram 1444 H | 18 Agustus 2022 M

Joko Prasetyo
Jurnalis

Rabu, 17 Agustus 2022

Benarkah Kita Sudah Merdeka?


Tinta Media - Merdeka ... !  Begitulah yang diucapkan para pejuang bangsa kala itu, setelah merasa berhasil terbebas dari jeratan penjajah. Begitu banyak pengorbanan yang mereka berikan. Harta, keluarga, bahkan nyawa pun ikut dipertaruhkan sebagai bentuk rasa cinta kepada tanah air. 

Tujuh puluh tujuh tahun telah berlalu, apa yang sudah kita berikan untuk negeri ini? Apakah segudang prestasi atau malah sebaliknya, menjadi polusi? Bukan perbaikan yang kita lakukan, tetapi justru kerusakan yang kita perbuat. Bagaimana tidak, negeri yang katanya merdeka ini ternyata masih menyimpan banyak persoalan, di antaranya kemiskinan, pengangguran, sosial, kriminalitas, dan sebagainya. Bahkan, mata hukum pun sekarang telah buta dengan keadilan. 

Lalu, apakah benar kita telah merdeka? Apakah benar kita telah bebas dari belenggu penjajah? Atau malah mungkin sebaliknya, kemerdekaan itu hanya semu belaka? 

Bagaimana bisa disebut merdeka jika nyatanya negeri ini sedang dijajah? Walaupun tidak secara fisik, tetapi bukankah kita merasakan akibat dari penjajahan itu? Banyak sumber daya alam, tetapi entah siapa yang punya, entah siapa yang menikmati hasil kekayaan itu. Apakah rakyat yang merasakan hasil kekayaan itu? Nyatanya Tidak.

Kekayaan yang seharusnya menjadi hak rakyat, nyatanya hanya dinikmati sebagian orang yang tidak bertanggung jawab. Bukan hanya itu, penjajahan pun dilakukan dengan memasukkan pemikiran sekuler kapitalis, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan kekayaan atau materi sebagai standar sosial. Yang miskin semakin jatuh, yang kaya semakin kaya.

Isu radikalisme pun selalu menjadi alasan untuk adu domba umat, padahal negeri kita ini mayoritas dihuni oleh umat Islam. Pada akhirnya, banyak di antara kita yang tidak paham dengan agamanya. Pemikiran sekuler yang diadopsi juga mengakibatkan umat lalai akan kewajibannya.

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupan agar tidak terjadi kerusakan di mana-mana akibat meninggalkan petunjuk dari Sang Khaliq. 

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 96, artinya:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan".

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah akan memberikan keberkahan kepada penduduk negeri yang beriman dan bertakwa. Namun, jika mereka dusta terhadap ayat-ayat Allah, maka Allah akan menyiksa mereka. Mungkinkah semua itu terjadi di negeri yang kita cintai ini? Mari kita renungkan bersama.

Memang banyak yang sadar tentang kerusakan yang terjadi, tetapi hanya sedikit yang mau mencari solusi. Islam telah mengatur kehidupan ini, dari masalah individu sampai masalah negara. Hanya Islamlah yang mampu menyelesaikan problematika umat saat ini. Lalu, masihkah ingin bertahan dengan sitem selain Islam?

Saatnya umat kembali MERDEKA, yaitu meraih takwa dengan Islam kaffah.

Oleh: Akni Widiana
Sahabat Tinta Media

Rabu, 04 Mei 2022

Presiden IMLC: Hakikat Kemerdekaan Palestina adalah Hengkangnya 1srael


Tinta Media - President of the International Muslim Lawyers Community (IMLC) yang juga ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, SH MH menyampaikan pendapat hukumnya  bahwa kemerdekaan hakiki bagi Palestina adalah hengkangnya 1srael dari Palestina.

"Bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina," tulisnya dalam akun IG @chandrapurnairawan, Selasa (03/5/2022).

Menurutnya, kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya 2 (dua) negara yaitu Israel dan Palestina. "Apabila itu terjadi, sesungguhnya Palestina belum merdeka," tegasnya.

Chandra memandang, bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan. "Saya pernah melaporkan atau menggugat ke International Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon," terangnya.

Ia memaparkan, untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah, dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina.

Bahwa, lanjutnya, berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).

"Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)," kutipnya.

Ia juga menyampaikan, bahwa berdasarkan Pasal 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan: “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”

(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté  complètes.”)

"Bahwa mengacu pada sejarah sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat "dibebaskan" dari penjajahan sementara kaum muslimin masih "terkungkung" dalam negara kebangsaan," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab