Tinta Media: Meratus
Tampilkan postingan dengan label Meratus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Meratus. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 April 2024

Save Meratus, Pemkab dan Masyarakat Tolak Kegiatan Pertambangan


Tinta Media - Pegunungan Meratus merupakan sebuah kawasan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua. Wilayah kawasan Pegunungan Meratus terbentang melewati hampir semua kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan, hingga ke perbatasan Kalimantan Timur.  Inilah rumah bagi banyak suku Dayak yang beragam. Kawasan ini memiliki ekosistem hutan hujan yang penting untuk keanekaragaman hayati dan konservasi.

Namun sebagian besar kawasan Pegunungan Meratus saat ini sudah banyak mengalami deforestasi (pengurangan hutan), akibat banyaknya pertambangan yang menyebabkan hilangnya akses terhadap ruang hidup. Hampir semua wilayah di Kalimantan Selatan yang memiliki sumber daya alam pasti ditemukan perusahaan tambang, hanya tersisa satu kabupaten yang masih bertahan dengan kerusakan lingkungan dari pertambangan yaitu Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kabupaten ini menjadi satu-satunya kabupaten yang kaya akan sumber daya alam seperti batu bara tetapi melarang adanya aktivitas pertambangan.

Hingga hari ini pemerintah setempat beserta masyarakat konsisten menolak adanya tambang dan perkebunan sawit. Alasannya adalah untuk menjaga lingkungan dan kelestarian alam dari dampak industri ekstraktif tersebut. Sebab kawasan pegunungan meratus menjadi sumber penting bagi lingkungan hidup yang tersisa saat ini.

Wilayah HST sendiri sering menjadi langganan banjir ketika musim hujan, padahal tidak ada perusahaan tambang di daerah tersebut. Apalagi jika ditambah dengan aktivitas pertambangan, yang membuat daya dukung lingkungannya semakin berkurang. Januari tahun 2021 lalu, banjir melanda wilayah HST serta hampir seluruh wilayah Kalsel. Ini merupakan banjir paling dahsyat dan terparah, kemudian menyusul beberapa kali banjir bandang membuat warga setempat menjadi tidak tenang. Tentu saja masyarakat tidak menginginkan bencana yang lebih parah di masa mendatang.  

Penolakan ini pun sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Hulu Sungai Tengah nomor 16 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005-2025. Dalam Perda Kabupaten Hulu Sungai Tengah nomor 6 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2021-2026 menegaskan hal yang sama terkait pembangunan yang berkelanjutan.

Pemkab HST, melalui gerakan Save Meratus sejak lama sudah menolak masuknya perusahaan pertambangan dan perkebunan sawit di wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Meratus itu.

Sungguh disayangkan, ketika pemerintah setempat dan masyarakat menolak adanya tambang, ada upaya percobaan pertambangan secara ilegal terjadi di Kabupaten ini. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini saja, praktik ini terus berulang di Desa Mangunang Seberang, Kecamatan Haruyan dan diduga tidak ada upaya penegakan hukum yang jelas terhadap pelakunya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan pun dibuat gerah dengan kejadian tersebut. Walhi menilai lemahnya penegakan hukum membuat pelaku maupun otak di belakang praktik tersebut tidak jera dan terus mengulanginya.

Inilah sejatinya hidup dalam sistem kapitalisme yang membiarkan sumber daya alam bebas dikuasai oleh perusahaan swasta dan negara berlepas tangan dari mengelolanya. System kapitalisme yang menjadikan sumber daya alam diserahkan kepada individu swasta atau asing.

Akibatnya pertambangan besar-besaran yang dilakukan oleh para pengusaha yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha yang bermodal saja. Sementara masyarakat tidak mendapatkan apa-apa kecuali rusaknya ruang hidup mereka. Maka wajar, warga yang telah merasakan dampak dan akibatnya menolak adanya usaha pertambangan.

Sistem kapitalisme telah menjadikan perusahaan hanya berfokus pada peraihan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, sehingga perusahaan akan berusaha terbebas atau lari dari tanggung jawab dalam mengelola kerusakan lingkungan. Merekalah para oligarki yang tidak ingin dibebani dengan permasalahan hidup dan kerusakan lingkungan sekitar yang terdampak aktivitas pertambangan.

Ditambah lagi dengan adanya konsep liberalisasi sumber daya alam dalam sistem ekonomi kapitalis telah membuka kesempatan yang lebar bagi pengusaha atau korporasi baik swasta lokal maupun asing untuk mengelolanya. Hal ini diperparah dengan kebijakan negara hari ini yang sangat kental dengan kepentingan korporasi.

Hal ini jelas sekali mengindikasi kebijakan yang penuh dengan kepentingan bisnis. Negara seolah menjaga korporasi agar tetap aman beroperasi di tengah penderitaan rakyat yang hidupnya semakin sengsara.

Pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta jelas bertentangan dengan Islam. Sebab, Islam memiliki aturan tersendiri dalam pengelolaan sumber daya alam. Pihak swasta atau asing tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum seluruh rakyat.

Rasulullah SAW bersabda:

Kaum muslim bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Al-Bukhari)

Yang dimaksud dengan air, padang rumput dan api dalam hadits tersebut merupakan sarana-sarana umum, yakni harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk dimiliki secara pribadi, seperti barang tambang atau sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas.

Maka berdasarkan hadits tersebut, barang tambang dengan jumlah deposit yang melimpah, seperti batu bara, nikel, migas dan lain-lain, adalah termasuk kepemilikan umum (milkiyyah al-’amah).  Syariat Islam melarang individu atau segelintir orang untuk menguasai dan mengelola barang tambang, seperti batu bara dan barang-barang tambang lain yang depositnya melimpah.

SDA dalam Islam dikelola oleh negara. Negara bisa bekerja sama dengan swasta dalam mengelola SDA dengan akad kerja ijarah (upah). Jadi perusahaan swasta hanya sebagai pekerja yang diupah dalam mengelola SDA seperti tambang, bukan sebagai pemilik lahan tambang.

Selain itu, industri pengelola sumber daya alam di dalam Islam didirikan dengan tujuan untuk meraih kemaslahatan umat manusia semata. Maka keberadaan perusahaan tambang hanya untuk kemaslahatan manusia, bukan untuk mengambil keuntungan besar dengan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Adapun keberadaan pemimpin dalam Islam adalah sebagai pengurus urusan rakyat. Karena itu saat seorang pemimpin mengurus rakyatnya, wajib menghindarkan rakyatnya dari berbagai mudharat (bahaya) termasuk bahaya kerusakan hutan yang mengakibatkan pada banjir di satu wilayah, dikarenakan aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan lingkungan.

Adapun hasil dari pengelolaan SDA yang diperoleh semuanya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Hasil SDA akan digunakan untuk membangun fasilitas jalan, jembatan, sekolah, kesehatan dan fasilitas umum lainnya yang dapat dirasakan rakyat secara langsung dan merata.

Dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh akan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat sekaligus menjaga lingkungan dari kerusakan. Dan yang paling utama adalah Ketika syariat Islam diterapkan seluruhnya maka akan mendatangkan keberkahan dari Allah SWT Sang Pencipta Alam ini.

Oleh: Gusti Nurhizaziah (Aktivis Muslimah)

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab