Meranti Protes Keras dan Ancam Akan Angkat Senjata, Begini Kata Pamong Institute
Tinta Media - Protes kerasnya Bupati Kepulauan Meranti bahkan yang katanya akan angkat senjata terkait kebijakan pusat dalam pembagian migas mendapat tanggapan dari Direktur Pamong Institut Wahyudi al Maroky.
“Terkait protes kerasnya Bupati Meranti menurut saya ini bagian dari dinamika di pemerintahan daerah yang sudah tidak bisa ditahan. Bisa jadi juga karena daerah merasa tidak nyaman atau senang dengan kebijakan-kebijakan pusat,” tuturnya dalam rubrik Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Meranti Protes Keras, Bahkan Angkat Senjata, Bolehkah? pada Kamis (15/12/2022) di kanal Youtube Megapolitan News Forum.
Kabupaten Meranti, menurut Wahyudi, bukan satu-satunya daerah yang merasa terzalimi tapi daerah lain pun ada namun tidak berani protes atau tidak tersampaikan ke publik. “Kejadian seperti ini unik karena semestinya bupati bisa langsung menyampaikan aspirasinya melalui jalur struktural di kenegaraan, baik melalui gubernur atau langsung menghadap presiden. Jadi sebaiknya tidak harus keluar ke ruang publik,” imbuhnya.
Menurutnya, protes atau suara pemerintah daerah hingga ke ruang publik menandakan saluran-saluran secara legal atau formal sudah menyempit, buntu, bahkan mampet komunikasinya. “Jika dibicarakan baik-baik tentang kebijakan pembagian hasil migas dan aspek-aspek terkait, saya pikir tidak akan sampai terjadi protes keras meledak-ledak seperti itu,” ujarnya.
Ia mengingatkan ada yang butuh dipahami bersama dengan adanya protes keras tersebut jangan serta merta dipandang sebagai pembangkangan. Justru seharusnya ini dipandang sebagai alarm besar bagi pemerintah pusat jika ada daerah yang merasa kurang nyaman dengan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat.
Bagi pemerintah daerah, Wahyudi menyarankan agar penyampaian suara atau protes ke pemerintah pusat menggunakan diksi yang tepat sehingga substansi isi protesnya bisa tersampaikan dengan baik. Pemerintah pusat pun harus bijak dalam setiap menanggapi masukan, kritik, ataupun protes dari pemerintah daerah.
Ia melihat bahwa substansi protes Kabupaten Meranti adalah ketidakadilan dalam pembagian hasil migasnya bagi pandangan rakyat di Meranti yang harusnya nambah namun tidak. Sedangkan pemerintah pusat tidak memberikan jawaban memusakan secara rasinonal dan menentramkan jiwa serta hati rakyat Meranti.
“Dalam memberikan jawaban atas protes dari daerah, pemerintah pusat jangan arogan bahkan langsung mencap tidak setia NKRI. Jika ini yang terjadi, menunjukkan gagalnya pemerintah pusat berkomunikasi dengan daerah,” ulasnya.
Jika para pejabat dalam menjalankan amanahnya berorientasi ikhlas dan ingin melayani atau mensejahterakan rakyatnya, Maroki memastikan tidak akan terjadi seperti ini. Apalagi ditambah mempunyai visi dan misi sama. “Saat ini yang harus dilakukan pemerintah pusat adalah mengevaluasi diri dan berefleksi diri untuk mencegah makin banyak daerah yang berani memprotes bahkan mengancam negara sendiri. Ini rawan. Jangan sampai negeri ini terkoyak dan terpisah,” harapnya.
Pengaturan Migas
Dalam pengelolaan migas, Wahyudi memaparkan ada perbedaan nyata antara pengelolaan menurut Kapitalis dan Islam.
“Pengelolaan kekayaan milik umum termasuk di dalamnya ada migas menurut Islam adalah dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Daerah bisa memberikan masukan melalui mekanisme majelis wilayah di daerahnya masing-masing. Majelis wilayah adalah majelis umat yang berada di daerah,” bebernya.
Di akhir, ia memberikan masukan kepada saudara-saudara di Meranti agar lebih bertakwa, bersabar, dan berikhtiar kuat untuk mengembalikan pengelolaan kekayaan alam dengan mengusulkan perubahan sistemik lepas dari sistem Kapitalis.
"Sebagai muslim saya tawarkan mari kita mengkaji bersama konsep-konsep Islam untuk menjadi salah satu solusi memperbaiki negeri ini. Harapannya minimal kita paham mana yang lebih ideal dan kurang ideal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembagian hasilnya,” pungkasnya.[] Erlina