Tinta Media: Menulis
Tampilkan postingan dengan label Menulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menulis. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 April 2023

Mengapa Harus Nulis Opini? Ini Alasannya....

Tinta Media - Setidaknya ada enam alasan mengapa para penulis harus menulis opini. Hal itu disampaikan Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) dalam acara inspirasi: Tips Semangat Berdakwah Lewat Tulisan Bersama Om Joy, Rabu (19/4/2023) melalui kanal You Tube STT Hagia Sophia Sumedang.
 
Pertama, media massa menerima tulisan opini dari pembaca bukan tulisan berita apalagi tulisan asal-asalan. 

“Hampir semua ragam tulisan yang dimuat di media massa ditulis oleh kru (para jurnalisnya). Ya, Anda yang bukan bagian dari kru media tersebut juga diberi kesempatan menyampaikan sikap dalam rubrik yang khusus disediakan untuk pembaca, biasanya bernama rubrik opini, rubrik media pembaca, dan atau semisalnya. Melalui rubrik itulah kesempatan tulisan Anda dimuat oleh media.
Tentu bila dimuat media massa, peluang tulisan dibaca khalayak menjadi lebih besar lagi,” ujar Jurnalis Senior asal Depok tersebut.
 
Oleh karena itu, menurutnya, menulis opini dan dikirim ke media massa menjadi uslub (cara teknis) yang sangat strategis dan patut dijadikan alasan. “Ketersebarluasannya akan berlipat ganda bila sudah dimuat di media massa, Anda muat lagi di medsos,” imbuhnya.

Kedua, sebutnya, menunjukkan sikap penulis  atas suatu informasi/fakta aktual. Menunjukkan sikap penulis berupa dukungan kepada kebaikan dan ketidaksetujuan kepada keburukan yang  tengah faktual dan aktual terjadi di tengah masyarakat sangat penting dilakukan. Pasalnya, setiap Muslim diwajibkan melakukan amar makruf nahi mungkar. "Menulis opini bisa dijadikan sebagai salah satu uslubnya," ujarnya. 

Ketiga, sarana berbagi ilmu tentang suatu perkara yang penulis kuasai. "Karena tulisan opini juga berfungsi untuk menjelaskan suatu perkara (what) maka Anda juga bisa mengamalkan ilmu tentang suatu perkara yang dikuasai kepada khalayak. Misal, Anda menguasai bahasan mengenai kewajiban menutup aurat dan berpakaian yang sesuai aturan Islam, maka bahasan tersebut bisa ditulis dalam tulisan opini,” terangnya.  


Keempat, sarana berbagi ilmu tentang cara kerja (how to do) sesuatu yang penulis kuasai. Opini juga berfungsi untuk berbagi cara kerja, tips, langkah praktis suatu perkara yang dikuasai. “Bila Anda memiliki pengalaman/mengetahui kiat menggunakan kerudung dan jilbab yang trendi namun tidak melanggar hukum Islam, itu juga bisa dijadikan opini,” jelas Om Joy memberikan contoh.  

Kelima, lanjutnya, sarana berbagi berbagai faktor mengapa (why) harus melakukan sesuatu atau mengapa sesuatu itu bisa terjadi. “Misal, Anda mendengar berbagai alasan mengapa Muslimah enggan menutup aurat dengan sempurna, enggan menggunakan kerudung dan jilbab. Anda juga tahu cara mematahkan dalih mereka itu. Anda bisa menuliskannya dalam bentuk opini,” ujarnya. 

Keenam, bila seseorang bukanlah narasumber yang diwawancarai/diliput media massa sudah barang tentu dia tidak dijadikan rujukan dalam penulisan berita terkait poin kedua hingga kelima. “Jadi kalau bukan menulis opini dan mengirimkannya ke media massa, bagaimana caranya pendapat Anda tentang itu semua bisa dimuat di media massa?” tanyanya retoris.

Itulah enam alasan dari sekian banyak alasan yang tepat kiranya menjadikan menulis opini dan dikirim ke media massa sebagai uslub dalam berdakwah dan berbagi ilmu. “Semoga tulisan opini Anda menjadi salah satu mata air amal jariah Anda dari ilmu yang bermanfaat,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
.

Sabtu, 18 Maret 2023

Inilah Lima Alasan Om Joy Tidak Menyarankan Transkrip Pakai Aplikasi

Tinta Media - Terkait transkrip video atau audio dengan menggunakan aplikasi, Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) tidak menyarankan hal tersebut karena lima alasan.

"Bisa aja pakai aplikasi suara jadi teks. Hanya saja tidak saya sarankan, setidaknya karena lima alasan," tuturnya menanggapi pertanyaan dari salah satu penanya di akun facebook miliknya, Rabu (14/3/2023).

Pertama, Apabila proses transkrip dengan cara mendengarkan secara manual kemudian mencatatnya, maka ilmu yang kita dapatkan akan nempel. "Bila mendengarkan secara manual lalu mengetiknya insyaAllah ilmu yang dipaparkan narasumber lebih mudah menyerap dan terikat di dalam benak (sehingga lebih susah lupa dibanding dengan pakai aplikasi suara jadi teks)," tuturnya.

Kedua, dengan transkrip sendiri secara manual bisa dengan mudah memberikan tanda baca sesuai intonasi narasumber. "Lebih mudah memberi tanda baca sesuai dengan intonasi narasumber. Sedangkan aplikasi suara jadi teks (setahu saya) tanpa tanda baca. Maka, tanda baca yang diberikan bisa kurang presisi," terangnya.

Ketiga, transkrip menggunakan aplikasi kurang akurat. Karena jika narasumber pengucapannya tidak jelas maka hasil tulisan yang dihasilkan menjadi keliru. "InsyaAllah transkrip manual bisa lebih akurat ketimbang aplikasi suara jadi teks. Karena bila dalam satu kalimat ada satu kata yang kurang jelas pengucapannya maka biasanya akan keliru ketikannya kalau pakai aplikasi suara ke teks, tapi kalau ditranskrip manual nalar kita (umumnya) bisa menebak kata dimaksud," bebernya.

Keempat, menurut pengalamannya bahwa setelah selesai mentranskrip, selesai juga pemberian tanda baca, termasuk kata yang kurang jelas. "Begitu selesai transkrip (kalau pengalaman saya), selesai juga membubuhi tanda baca dan selesai juga mengambil keputusan terkait kata yang kurang jelas (apakah dihapus atau dicari yang paling masuk akal dalam kalimat," ujarnya.

"Pencariannya, biasanya dengan googling: terkait, kata yang kurang jelas, nama orang, istilah yang saya khawatir keliru penulisannya). Sedangkan kalau pakai aplikasi suara ke teks, itu semua masih mentah alias belum dibubuhi tanda baca dan sangat mungkin kita tidak menganggap keliru kata dari teks yang berasal dari suara narsum yang kurang jelas," tambahnya. 

Terakhir, ia menegaskan bahwa apabila aplikasi transkrip itu hasilnya akurat, boleh saja digunakan. Namun poin pertama itu tidak dapat tergantikan. 

"Andai saja sudah ada aplikasi suara ke teks yang sangat akurat mengubah suara ke teks, boleh-boleh saja menggunakannya karena masalah nomor dua sampai empat dapat teratasi. Tapi masalah nomor satu sangat mungkin tetap tidak dapat tergantikan," pungkasnya.[] Nur Salamah

Jumat, 20 Januari 2023

Yuk Cerahkan Umat dengan Tulisan!

Tinta Media - Ide cemerlang yang ada di kepala kita akan bernilai jika mampu disampaikan kepada orang lain. Terlebih, jika itu memberikan pencerahan dan bisa membuat seseorang hijrah dan menjadi lebih baik, setelah membaca tulisan kita dengan ide-ide Islami.

Gagasan harus terus dialirkan, dan cara paling aman adalah dengan menulis. Tidak usah takut didebat atau terjadi salah paham, seperti halnya saat gagasan disampaikan secara lisan. Bahasa tulis harus dipahami dulu baru dikomentari.  Baguslah jika ada yang komentar, berarti tulisan kita ada yang baca. 

Tidak perlu ragu ataupun bimbang untuk menyampaikan gagasanmu yang cemerlang, apalagi jika dikaitkan dengan Islam, karena Islam adalah agama yang benar dan sempurna dari al-Khalik, Yang Mahabenar dan Mahasempurna. 

Islam adalah solusi fundamental untuk semua masalah kehidupan. Semua masalah pasti ada solusinya, dan Islam adalah solusi terbaik agar kita menjadi lebih baik. Ibarat air sumur jika dialirkan dan digunakan, pemahamanmu tidak pernah berkurang, bahkan bertambah dan semakin mantap, dan jernih. Teruslah sampaikan kebenaran hakiki sesuai dengan pemahamanmu, meskipun hanya satu ayat, agar tsaqafah keislamanmu bertambah mantap. 

Tidak hanya pemikiran yang jernih dan terus bertambah, tetapi waktumu akan sungguh berharga untuk menciptakan jejak-jejak kebaikan dari orang-orang yang mungkin tercerahkan, berubah, dan hijrah. Hidup penuh warna dan indah karena dakwah yang kausebar untuk meninggikan syiar Islam, menolong agama Allah melalui goresan ide-ide yang inspiratif dan mencerahkan pemahaman umat. 

Berjalan sesuai dengan tujuan hidup sungguh menyenangkan karena setiap langkah bernilai ibadah karena dakwah. Setiap goresan yang berisi ide-ide Islami akan menciptakan jejak-jejak kebaikan yang akan mengantarkan ke surga-Nya.

Menuliskan ide islami untuk menginspirasi umat dengan kebenaran Islam akan menjadkanmu orang yang beruntung dan layak untuk mendapat nikmat-Nya. Kamu tidak pernah merugi, karena Allah tidak melihat hasil, tetapi usaha dakwahmu. 

Jangan jadikan dakwah beban dalam hidupmu, tetapi buatlah aktivitas yang menyenangkan dengan terus menuliskan gagasan cemerlang untuk menginspirasi umat dengan Islam. Jadilah orang-orang  yang beruntung dengan dakwah dengan mengangkat pena dan menggoreskan ide cemerlang. 
Agar bisa dibaca orang banyak, bagikan karyamu di sosial media.   

Beriman, berbuat kebaikan dan saling menasihati dengan kebenaran Islam dan dengan kesabaran adalah syarat bagimu agar tidak termasuk orang merugi. Sungguh dakwah akan menjadikan setiap waktumu berharga untuk kejayaan Islam. 

Teruslah menulis untuk menginspirasi umat agar lebih banyak orang tercerahkan dan terselamatkan dari bujuk rayu dan jeratan setan, musuh sejati manusia. Awalnya memang harus dipaksa, tetapi pada akhirnya terbiasa untuk menyampaikan gagasanmu agar bisa mudah dipahami oleh orang lain. Siapa tahu ada yang tercerahkan dan hijrah setelah membaca tulisanmu. Ini akan menjadi mesin pahala yang akan terus mengalirkan pahala jariyah. 

Jejak-jejak yang tercipta dari usaha dakwah lewat tulisan akan menjadi penolongmu saat harus kembali menghadap Illahi Rabbi. Jadi, tidak ada alasan untuk berhenti menulis karena setiap untaian kata-kata yang  tertulis indah dan menggugah pemahaman umat dengan cahaya Islam bisa menjadi tabungan jariyah yang menjadi bekal kita nanti mengarungi kehidupan setelah mati. Karena itu, tetaplah semangat dan terus menulis untuk menginspirasi umat agar kamu tidak termasuk orang-orang merugi, tetapi orang-orang beruntung di dunia, terlebih nanti di kehidupan akhirat yang kekal.

Kebiasaan menulis memang harus dipaksa agar terbiasa. Menulis pengalaman adalah cara mudah untuk memulai menulis. Pastilah semua orang mempunyai pengalaman hidup yang bisa dibagi lewat tulisan. Apalagi jika pengalaman itu dikaitkan dengan Islam sebagai solusi fundamental untuk semua masalah. Tentunya ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap kejadian. Pengalaman akan menjadi luar biasa karena ada sentuhan nilai Islam. Setiap kejadian ada nilai yang bisa diambil sebagai pelajaran hidup.

Kamu juga bisa menuliskan apa saja yang ada di sekitarmu. Menulis membuat kamu menjadi sosok yang peka terhadap apa yang ada di sekitar, dengan mendengar, melihat, dan merasakan apa saja yang memunculkan ide menarik untuk ditulis. 

Dengan menulis, kamu akan menjadi sosok yang menyenangkan, mudah memahami pemikiran orang yang diajak bicara, bertambah bijak karena bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang terjadi disekitar. Kamu juga akan menjadi pribadi hebat dan menyenangkan yang mampu menyikapi setiap hal dengan Islam. 

Karena itu, Bersyukurlah karena dilengkapi dengan akal yang  cemerlang yang terus terasah dengan menulis sehingga mampu menghasilkan kata-kata yang menarik dan menginspirasi umat agar mau bergerak mengikuti jalan lurus. 
Terlebih lagi jika ayat-ayat suci Al-Qur'an dijadikan sumber inspirasi menulis, sungguh dahsyat sehingga mampu menghasilkan tulisan yang menyentuh hati, menggugah kesadaran, meruntuhkan kesombongan dan menggetarkan jiwa, kemudian tunduk, berserah diri di hadapan Allah Swt. 

Seperti yang apa yang telah dituliskan Taufik Ismail yang terinspirasi oleh apa yang terkandung dalam Al-Qur'an, yaitu Surat Yasin ayat 65 saat menuliskan lirik lagu untuk Chrisye, "Saat Tangan dan Kaki Berkata." 

Apa yang telah ditulis mampu menggetarkan jiwa sang penyanyi saat harus menghafalkan lirik dan menyanyikannya. 

Menulis juga membuat seseorang jadi suka membaca, dengan mengumpulkan makna-makna yang ada disekitarnya. Aktivitas membaca bisa menambah pengetahuan dan juga memberi pencerahan pada pemahaman. Ide-ide menarik bisa tiba-tiba bermunculan saat kita dalam forum kajian atau saat berdiskusi dengan teman. Terlebih, saat membaca berita atau buku yang memang banyak mengandung makna yang bisa diikat dalam satu tulisan. 

Setiap hal bisa dijadikan ide menarik dan inspiratif yang tidak lagi menjadi biasa di tangan seorang penulis. Satu gagasan bisa dikupas dari berbagai sudut pandang yang menghasilkan tulisan berbeda dan penuh warna. Kebiasaan menulis harus dipertahankan agar hidup lebih punya arti dan warna yang menjadikan segala hal menjadi luar biasa, meskipun dianggap biasa bagi orang lain. Dengan terus menulis, pemahaman semakin cemerlang untuk menginspirasi umat agar mau hijrah dan berislam kaffah.

Oleh: Mochamad Efendi 
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 01 Desember 2022

Inilah Lima Manfaat Menulis SN

Tinta Media - Alumni Coaching with 𝑂𝑚 𝐽𝑜𝑦 (𝐶𝑊𝑂𝐽) 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑆𝑁 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑜𝑛𝑖𝑟/𝑃𝑒𝑚𝑖𝑚𝑝𝑖𝑛 𝑅𝑒𝑑𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑖𝑛𝑡𝑎𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎.𝑤𝑒𝑏.𝑖𝑑 𝐀𝐜𝐡𝐦𝐚𝐝 𝐌𝐮’𝐢𝐭 menjelaskan manfaat menulis SN.

“𝑆𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑎 𝑙𝑖𝑚𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑙𝑢𝑔𝑎𝑠 (𝑟𝑒𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛/𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑛𝑒𝑤𝑠/𝑆𝑁),” tuturnya dalam 𝑤𝑎𝑤𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟𝑎 dengan 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑛 𝑃𝑢𝑠𝑡𝑎𝑘𝑎 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑟𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑛 𝐴𝑢𝑓, Jumat (25/11/2022).

Ketika rajin menulis SN, Ustadz Mu’it mendapatkan banyak manfaat. 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, dapat banyak ilmu dari narsum. Reporter adalah orang yang pertama mendapat informasi dari narsum. “Dia menyampaikan kembali informasi dari narsum tersebut kepada umat melalui SN yang dia buat,” jelasnya. 

𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, dengan membuat SN pembuatnya juga ikut dapat pahala karena berperan serta ikut sebagai penyebar ilmu dari narsum. “Terlebih lagi jika pembaca menjadi sadar dan hijrah menjadi baik lantaran membaca SN yang kita buat, tentu pahalanya lebih berlipat ganda lagi,” terangnya.

𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎, menambah banyak teman dan kenalan. “Apalagi teman dan kenalan kita ini para tokoh yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Tentu ini sesuai nikmat yang luar biasa yang tak bisa ternilai dengan harta. Kita bisa belajar berbagai ilmu dari narsum yang kita wawancarai,” ungkapnya.

𝐾𝑒𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡, menurut Ustadz Mu’it membuat SN sekaligus melaksanakan perintah Allah. Berdakwah lewat tulisan. Ayat pertama yang turun (Surat Al Al-Alaq 1-5) kita diperintahkan untuk 𝑖𝑞𝑟𝑎 (bacalah). Apa yang dibaca? Tentu sebuah tulisan. “Di sinilah pentingnya bagi penulis ideologis untuk membuat tulisan yang mengajak kepada hukum Allah, mengajak agar umat mengikuti aturannya Allah,” jelasnya.

Masih di surat Al Alaq ayat 4, ia menjelaskan bagaimana Allah mengajari manusia dengan 𝑞𝑎𝑙𝑎𝑚 (pena). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya, “Yang mengajar (manusia) dengan pena" (QS al-'Alaq [96]: 4). Artinya, perintah membaca dan menulis ini tak bisa dipisahkan bagian dari perintah Allah. “Jadi menulis SN ini bagian dari perintah Allah,” tegasnya.

𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑎, tak ada waktu sia-sia. Sehari-hari senantiasa diisi dengan menuntut ilmu, bergaul dengan orang-orang shalih, memberikan pelayanan terbaik dengan SN yang kita buat sehingga umat menjadi tercerahkan dengan ide Islam. Apalagi jika tiap hari bikin SN (Seperti moto Sahabat Straight News: One Day One SN). “Tiada hari tanpa bikin SN. Tiada hari tanpa edit SN. Tiada hari tanpa melayani umat dengan SN yang kita buat,” tuturnya.

SN Sebagai Uslub Dakwah

Ustadz Mu’it, panggilan akrabnya 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐒𝐍 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐮𝐬𝐥𝐮𝐛 𝐝𝐚𝐤𝐰𝐚𝐡 karena dakwah bukan sebatas bicara tapi juga bisa lewat tulisan. “Apalagi saat ini perkembangan teknologi meniscayakan generasi saat ini untuk berkecimpung di dunia maya,” ucapnya.
 
Menurutnya, generasi milenial tidak bisa lari dari media sosial. “Cari informasi tidak lagi lewat televisi tapi mereka lebih suka berselancar dengan internet karena beritanya lebih cepat dan lebih 𝑢𝑝𝑑𝑎𝑡𝑒,” tamsilnya. 

Ia menyayangkan media 𝑚𝑎𝑖𝑛𝑠𝑡𝑟𝑒𝑎𝑚 lebih dikuasai oleh para kapitalis yang pemikirannya sekuler sehingga informasi yang dihasilkan banyak menyudutkan Islam dan juga banyak informasi sampah atau hoaks. “Di sinilah dibutuhkan banyak penulis ideologis dan juga media Islam untuk mengimbangi sekaligus meng- 𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 opini-opini dari media 𝑚𝑎𝑖𝑛𝑠𝑡𝑟𝑒𝑎𝑚 terutama yang menyudutkan Islam agar umat tidak teracuni ide-ide sekuler yang merusak,” jelasnya. 

Banyaknya pendakwah lewat bicara (𝑠𝑝𝑒𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔) dinilainya juga lebih banyak dan tidak seimbang dengan jumlah media 𝑜𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒 dan penulisnya. “Oleh sebab itu, saya berkomitmen menjadikan SN ini sebagai uslub dakwah,” paparnya. 

“Ciri SN yang _𝑡𝑜 𝑡ℎ𝑒 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡_, langsung pada pokok permasalahan sangat cocok dengan 𝑏𝑎𝑐𝑘𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 saya dari teknik. Tidak bertele-tele,” tambahnya.

Apresiasi, Saran dan Kritik

Ustadz Mu’it juga memberikan apresiasi, saran dan kritik terhadap cara Om Joy melatih membuat SN. Ia beserta angkatan pionir sangat beruntung bisa dipertemukan dengan Om Joy. Dengan bekal 𝑛𝑜𝑙 𝑝𝑢𝑡𝑜𝑙 (benar-benar awam) terkait dunia jurnalistik kami tertatih-tatih belajar bikin SN. “Dengan kesabaran dan kesungguhan Om Joy dalam membimbing kami, akhirnya kami pun bisa bikin SN,” ungkapnya. “Semoga pahala jariyyah senantiasa mengalir kepada guru kami, Om Joy. Aamiin,” doanya.

Saran kepada Om Joy agar peserta lebih cepat menguasai SN butuh pendampingan yang lebih intensif, sebaiknya sih langsung dari Om Joy. Pertemuan sekali dalam seminggu menurutnya terlalu lama bagi peserta untuk menguasai ilmu SN. “SN ini ilmu praktis. Jadi, harus sering dipraktikkan. Kami angkatan pionir saja butuh waktu sekitar 4 bulan baru benar-benar dikatakan bisa bikin SN,” sarannya. 

Ia juga menyadari aktivitas Om Joy pun sangat padat, apalagi jika sudah dikejar 𝑑𝑒𝑎𝑑𝑙𝑖𝑛𝑒 Media Umat dan Al-Wa’ie. Sehingga menurutnya memang butuh asisten. Namun, asisten ini semestinya orang yang betul-betul 𝑞𝑢𝑎𝑙𝑖𝑓𝑖𝑒𝑑 dan direkomendasikan oleh Om Joy, bukan yang baru belajar bikin SN atau baru lulus pelatihan bikin SN. “Jadi, saya sarankan perlu adanya 𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 khusus terkait asisten pendamping yang dipercayai Om Joy untuk mendampingi peserta pelatihan,” pungkasnya [] Raras

Senin, 31 Oktober 2022

𝐅𝐍 𝐈𝐓𝐔 ‘𝐌𝐄𝐒𝐈𝐍 𝐖𝐀𝐊𝐓𝐔’ 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐖𝐀 𝐏𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀 𝐊𝐄 𝐌𝐀𝐒𝐀 𝐋𝐀𝐋𝐔


Tinta Media - Masih ingat 𝑘𝑎𝑛 karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠 /FN) itu apa? Seperti yang sudah dibahas pada artikel yang berjudul 𝑆𝑒𝑛𝑖 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠𝑘𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑠𝑡𝑖𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑔𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎 (silakan klik https://bit.ly/3TdiUCG), FN merupakan rekonstruksi suatu peristiwa dalam bentuk cerita yang membuat pembaca seolah-olah berada dalam kejadian tersebut (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒/membayangkan). 
.
Pertanyaannya, lantas bagaimana agar pembaca seolah-olah berada di lokasi tempat peristiwa itu terjadi dan seakan menyaksikan kejadiannya? Ya tentu saja si penulis mereka ulang adegan-adegan yang terjadi dalam peristiwa tersebut dalam berbagai bentuk kalimat cerita. Bila tulisan dianalogikan dengan rekaman video, maka penulis kembali ke masa peristiwa itu berlangsung lalu merekamnya. Kemudian video tersebut ditayangkan kepada pembaca pada saat ini. 
.
Contoh kasus, saya hendak mengajak Anda pada peristiwa pendangkalan akidah yang terjadi di SMK Grafika Desa Putera yang terjadi pada 2005. Maka, dengan berbekal ‘kamera’ dan ‘mesin waktu’ saya masuk pada peristiwa tersebut melalui ‘portal’ berupa wawancara dengan salah satu aktor/tokoh yang terlibat yakni Guru Agama SMK Borobudur Cilandak KKO H Ace Suhaeri pada awal Februari 2012 di Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
‘Video’ rekamannya bisa Anda baca dari paragraf pertama hingga paragraf keenam FN 𝐴𝑑𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑖𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝐾 𝐺𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘𝑎 𝐷𝑒𝑠𝑎 𝑃𝑢𝑡𝑒𝑟𝑎 (silakan klik https://bit.ly/3zSQ2t3). Apakah adegan pada 2005 tersebut terbayang di benak Anda? Bila jawabannya iya, berarti saya telah berhasil mengajak Anda ke masa lalu dengan menggunakan ‘mesin waktu’. 
.
Jadi, kejadian di masa lalu (sedetik sebelum ditulis pun termasuk masa lalu ya), disampaikan ulang oleh penulis kepada pembaca. Sesuai definisinya, FN itu rekonstruksi peristiwa yang disampaikan dalam bentuk cerita. 
.
FN itu ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 menyampaikan kejadian 𝑠𝑎𝑗𝑎. (ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 dan 𝑠𝑎𝑗𝑎, kalau dalam bahasa Arab ini disebut taukid [penguatan]. Kalau dalam bahasa Indonesia ini termasuk pemborosan kata. Maksud saya sih, penguatan ya bukan pemborosan, he… he…).
.
𝑻𝒖𝒋𝒖𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂:
Untuk mengambarkan (feature) sedemikian rupa agar seolah-olah pembaca berada di lokasi kejadian dan menyaksikan peristiwa dimaksud.
.
𝑪𝒊𝒓𝒊-𝒄𝒊𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂: 
- Semua kalimat yang digunakan baik kalimat langsung maupun tidak langsung hanya kalimat-kalimat yang menginformasikan semua kejadian di waktu itu saja, bukan di waktu lainnya.
- Dialog atau pernyataan dalam kalimat langsung yang disampaikan pun hanya dialog atau pernyataan tokoh dalam peristiwa tersebut dan ditujukan kepada tokoh lainnya saat itu yang sama-sama ada dalam peristiwa tersebut. Bukan ditujukan kepada reporter/penulis ataupun pembaca naskah FN tersebut.
.
Sekilas membuat paragraf bercerita semacam itu mudah namun pada praktiknya tidak jarang penulis malah terjebak kepada dua hal. 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, salah pilih waktu kejadian. 𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, salah memilih gaya tulisan. 
.
.
𝐖𝐀𝐊𝐓𝐔 𝐊𝐄𝐉𝐀𝐃𝐈𝐀𝐍
.
Waktu kejadian ada dua macam. 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, waktu kejadian yang sesungguhnya alias waktu kejadian ketika peristiwa itu berlangsung. 𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, waktu kejadian ketika reporter/penulis mewawancarai narasumber atau mengutip daftar pustaka (teks, audio, foto, video, audio visual) terkait kejadian pada poin pertama.  
.
Nah, menulis FN yang benar adalah menggunakan tulisan gaya bercerita yang benar-benar masuk ke waktu kejadian poin pertama di atas, bukan poin kedua. 
.
Jadi, bila bermaksud merekonstruksi peristiwa pendangkalan akidah yang terjadi pada 2005, maka paragraf yang dibuat haruslah benar-benar paragraf yang merekonstruksikan kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian pada 2012 saat narasumber menceritakan pendangkalan akidah yang terjadi pada 2005.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡-𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒈𝒓𝒂𝒇 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒎𝒂𝒕 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒔𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒕𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 (2005).
.
.
Meskipun agak risih, namun H Ace Suhaeri, diam dan mendengarkan salah seorang siswa yang berdiri dan memimpin doa sekitar 20 siswa dengan membentuk salib oleh tangan ke kepala dan bahu, sesaat sebelum ujian nasional (UN) dimulai di SMK Grafika Desa Putra, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
.
Inilah yang dimaksud dengan paragraf bercerita yang tepat dalam memilih waktu. Karena ketika menargetkan merekonstruki kejadian di 2005 maka direkonstruksikanlah kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian 2012 saat wawancara tentang kejadian 2005.
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒈𝒓𝒂𝒇 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒎𝒂𝒕 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒔𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒍𝒊𝒓𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖, 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒖𝒅 𝒉𝒂𝒕𝒊 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 (2005), 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒕𝒆𝒓𝒋𝒆𝒃𝒂𝒌 𝒌𝒆 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒘𝒂𝒘𝒂𝒏𝒄𝒂𝒓𝒂 (2012).
.
.
𝐇 𝐀𝐜𝐞 𝐒𝐮𝐡𝐚𝐞𝐫𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚, dirinya diam dan mendengarkan salah seorang siswa yang berdiri dan memimpin doa sekitar 20 siswa dengan membentuk salib oleh tangan ke kepala dan bahu, sesaat sebelum ujian nasional (UN) dimulai di SMK Grafika Desa Putra, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Padahal, dirinya merasa risih melihat kejadian tersebut. 
.
.
Jelas sekali frasa yang ditebalkan itu menunjukkan waktu saat wawancara berlangsung (2012). Ini yang dimaksud dengan salah memilih waktu kejadian. Jadi, si penulis bukannya mengajak pembaca ke tahun 2005 tetapi malah ke tahun 2012. 
.
Frasa “bercerita” itu juga merupakan indikasi Ace sedang bercerita, tentu saja bila “Ace sedang bercerita” menunjukkan peristiwa kejadian 2012. Bercerita kepada siapa? Tentu saja kepada reporter/penulis atau pembaca. 
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒑𝒂𝒓𝒂𝒈𝒓𝒂𝒇 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒎𝒂𝒕 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒔𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒕𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 (2005).
.
.
Ace pun penasaran dan ingin tahu, apakah ada di antara siswa di kelas itu yang beragama Islam. “𝐀𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐠𝐚𝐦𝐚 𝐊𝐫𝐢𝐬𝐭𝐞𝐧?” 𝐩𝐚𝐧𝐜𝐢𝐧𝐠 𝐀𝐜𝐞. 
.
.
Namun, betapa kagetnya dia ketika mendengar jawabannya. “𝐄𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤, 𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢 𝐫𝐮𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐧𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐌𝐮𝐬𝐥𝐢𝐦!” 𝐮𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚.
.
.
Perhatikan kedua kalimat langsung di atas! Dalam paragraf pertama tersebut jelas sekali Ace berbicara kepada siswa-siswi (sesama tokoh dalam cerita pada 2005). Begitu juga dalam paragraf kedua salah seorang siswa di atas, jelas-jelas menjawab pertanyaan Ace (sesama tokoh dalam cerita pada 2005).
.
Inilah yang dimaksud dengan tepat dalam memilih waktu karena ketika menargetkan merekonstruki kejadian di tahun 2005 maka direkonstruksikanlah kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian 2012 saat wawancara tentang kejadian 2005.
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒎𝒂𝒕 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒔𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒍𝒊𝒓𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖, 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒖𝒅 𝒉𝒂𝒕𝒊 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒋𝒂𝒅𝒊𝒂𝒏 (2005), 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒕𝒆𝒓𝒋𝒆𝒃𝒂𝒌 𝒌𝒆 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒘𝒂𝒘𝒂𝒏𝒄𝒂𝒓𝒂 (2012).
.
.
Ace pun penasaran dan ingin tahu, apakah ada di antara siswa di kelas itu yang beragama Islam. “𝐒𝐚𝐲𝐚 𝒌𝒂𝒏 𝐩𝐞𝐧𝐚𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧, 𝐦𝐚𝐤𝐚 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚, ‘Apakah kalian semuanya beragama Kristen?’” ujar Ace.
.
.

Ace pun mengaku kaget ketika mendengar jawaban salah seorang siswa. “𝐒𝐚𝐲𝐚 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐭 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐰𝐚𝐛, ‘Enggak, bahkan di ruangan ini semuanya Muslim!’” ungkapnya. 
.
.

Perhatikan kedua contoh di atas! Dalam kedua contoh tersebut jelas sekali Ace berbicara kepada reporter/penulis (pada 2012) tentang kepenasarannya saat 2005. Indikasinya terlihat dari frasa yang ditebalkan. 
.
Begitu juga paragraf kedua, jelas sekali Ace berbicara kepada reporter/penulis (pada 2012) tentang jawaban salah seorang siswa yang membuat Ace kaget pada 2005. Indikasinya terlihat dari frasa yang ditebalkan.
.
.
𝐑𝐀𝐒𝐀 𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒𝐀𝐍
.
Rasa tulisan itu ada banyak macamnya, di antaranya adalah rasa FN, bila redaksi kata yang dituangkan itu menggunakan gaya tulisan bercerita sebagaimana yang sudah dibahas di atas. Selain itu ada pula gaya tulisan lainnya. Dua di antaranya adalah gaya tulisan opini (O) dan gaya tulisan berita lugas (𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑛𝑒𝑤𝑠/SN).
.
Bila gaya tulisan opini dan SN tersebut memperkokoh FN dan jumlahnya sedikit (tidak sebanyak paragraf cerita) maka bisa diterima sebagian bagian dari FN secara keseluruhan. Paragraf gaya SN dan gaya O yang dapat diterima sebagai bagian dari FN utuh tersebut saya beri nama paragraf FN rasa O dan FN rasa SN. 
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒈𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒖𝒍𝒊𝒔𝒂𝒏 𝑺𝑵:
.
.
Di tempat terpisah, Kristolog Irena Handono menyampaikan pendapatnya terkait kasus tersebut. “Inilah suatu bukti yang konkret bahwa ternyata umat yang dianggap kasih sayang, dianggap toleran justru terbukti sebagai umat yang tidak bertoleransi,” simpulnya kepada 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡, pertengahan Februari 2012 di Jakarta. 
.
.
Jelas, gaya tulisan seperti ini tidak boleh satu paragraf pun muncul dalam naskah FN di atas, karena narsumnya bukanlah pihak yang terlibat dalam peristiwa yang diceritakan, bukan pula pihak yang memvalidasi bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi, jadi ini sudah murni SN, sama sekali bukan FN rasa SN. Jadi, sebaiknya pernyataan narsum tersebut dibikin tulisan SN utuh yang terpisah dari FN.
.
Dalam naskah yang sudah dipublikasikan di tabloid (versi panjang yang dimuat pada rubrik 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑡𝑎𝑚𝑎 𝐼 tabloid 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 edisi 76 yang terbit pada pertengahan Februari 2012 maupun versi pendek yang dimuat pada rubrik 𝐾𝑟𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 tabloid 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 edisi 275 yang terbit awal Oktober 2020) paragraf SN tersebut muncul persis setelah paragraf kedelapan. 
.
Namun dalam naskah yang dilampirkan untuk artikel ini, paragraf SN murni tersebut saya hapus karena bukan contoh yang baik dalam menulis FN. Pernyataan saya ini bisa juga dianggap sebagai revisi atas munculnya paragraf SN di atas pada tabloid tersebut.
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒈𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒖𝒍𝒊𝒔𝒂𝒏 𝒐𝒑𝒊𝒏𝒊:
.
.
𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐮𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐭𝐢-𝐡𝐚𝐭𝐢 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡 𝐬𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚. 𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐡, 𝐚𝐥𝐢𝐡-𝐚𝐥𝐢𝐡 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐚𝐤𝐰𝐚 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐤𝐢𝐝𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐝𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐚𝐣𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐫𝐚𝐤𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐨𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐚𝐠𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧 sebagaimana terjadi di SMK Grafika Desa Putra, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
.
Jelas, gaya tulisan seperti ini tidak boleh satu paragraf pun muncul dalam naskah FN di atas, karena sikap penulisnya terlalu kental, itu sudah benar-benar murni opini, sama sekali bukan FN rasa O. 
.
Memang benar, salah satu tujuan saya menulis FN 𝐴𝑑𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑖𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝐾 𝐺𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘𝑎 𝐷𝑒𝑠𝑎 𝑃𝑢𝑡𝑒𝑟𝑎 agar pembaca hati-hati dalam memilih sekolah untuk anaknya, namun bukan berarti penulis bisa langsung menuliskan sikap dirinya sedemikian rupa sebagaimana menulis opini. 
.
Mengapa? Karena FN merupakan 𝐫𝐞𝐤𝐨𝐧𝐬𝐭𝐫𝐮𝐤𝐬𝐢 𝐤𝐞𝐣𝐚𝐝𝐢𝐚𝐧 yang dikemas dalam bentuk cerita, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐲𝐢𝐤𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐤𝐞𝐣𝐚𝐝𝐢𝐚𝐧. Dalam kejadian yang tertuang di FN tersebut tidak ada indikasi pernyataan maupun perbuatan dari satu tokoh pun yang mengupayakan agar orang tua berhati-hati memilih sekolah untuk anaknya. 
.
Jadi, penulis FN tersebut sama sekali tidak boleh beropini sedemikian rupa di dalam FN yang ditulisnya. Kalau mau, silakan bikin naskah opini yang isinya mengajak pembaca berhati-hati menyekolahkan anaknya di sekolah semacam itu.
.
Nah, kesalahan yang terjadi adalah alih-alih menggunakan gaya bahasa bercerita malah menggunakan gaya bahasa lain (selain gaya bahasa FN), umumnya ke gaya tulisan SN ataupun opini seperti di atas dan tidak memperkokoh rekonstruksi kejadian yang disampaikan dalam paragraf cerita. Walhasil tidak bisa disebut sebagai FN rasa SN ataupun FN rasa O.
.
.
𝐋𝐔𝐋𝐔𝐒 𝐒𝐄𝐍𝐒𝐎𝐑
.
Mungkin di antara Anda ada yang bertanya-tanya, mengapa hanya paragraf SN Irena Handono saja yang dihapus sedangkan paragraf lainnya dibiarkan tetap ada dalam FN tersebut, bukankah seharusnya semua paragrafnya merupakan paragraf bercerita? Tetapi mengapa ada paragraf SN dan paragraf O? Mengapa pula kedua macam gaya tulisan tersebut disebut FN rasa SN dan FN rasa O?
.
Benar, selain paragraf cerita, ada juga paragraf SN dan O. Rinciannya sebagai berikut: FN rasa FN = 56,25 persen (9 paragraf); FN rasa SN = 31,25 persen (5 paragraf); dan FN rasa O = 12,5 persen (2 paragraf).
.
Namun, dapat diterima sebagai bagian dari satu tulisan FN yang utuh. Karena bila dibaca secara keseluruhan, lima paragraf SN dan dua paragraf O tersebut merupakan argumen untuk menguatkan paragraf-paragraf cerita (FN murni/FN rasa FN). Apalagi mayoritas paragrafnya (56,25 persen) murni FN. Sehingga paragraf-paragraf tersebut layak disebut sebagai FN rasa SN dan FN rasa O. 
.
Sedangkan paragraf SN dan paragraf O yang tidak bisa diterima sebagai bagian dari FN tidak bisa disebut sebagai FN rasa SN dan FN rasa O. Ada dua faktor yang membuat kedua macam gaya tulisan tersebut tidak bisa diterima sebagai bagian dari FN.  
.
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, seperti yang sudah dibahas di atas, paragraf SN dan atau paragraf O tersebut bukan sebagai bagian penekanan rekonstruksi kejadian. 
.
𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, jumlah paragraf SN dan atau paragraf O lebih banyak daripada paragraf bercerita. Bila paragraf SN lebih banyak daripada paragraf bercerita maka bukan FN rasa SN namanya tetapi SN rasa FN. Begitu juga bila paragraf O lebih banyak daripada paragraf bercerita maka nama yang tepatnya adalah O rasa FN, bukan FN rasa O. 
.
Nah, paragraf SN dan O yang ditulis dalam FN di atas (kecuali paragraf pernyataan Irena Handono yang sudah saya hapus) tidak kena delik salah satu dari dua delik di atas. Dengan kata lain lulus sensor dan layak disebut FN rasa SN (karena berupa pernyataan narsum untuk menguatkan FN di paragraf-paragraf awal), dan FN rasa opini (berupa analisis penulis dari pernyataan narsum, sebagai titik tekan pesan yang mesti dituliskan agar sebagian pembaca yang kurang paham menjadi paham).
.
Maksudnya FN rasa SN itu bukan berarti merekonstruksikan kejadian yang langsung kepada pokok permasalahan sebagaimana definisi SN ya, tetapi lebih kepada merekonstruksi kejadian yang mencantumkan sanadnya/sumbernya/narasumbernya sebagaimana lazimnya gaya tulisan SN.
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝑭𝑵 𝒓𝒂𝒔𝒂 𝑺𝑵:
.
.
“Saya kan kaget, sementara siswa saya di SMK Borobudur yang siswa Kristennya dua orang saja, pelajaran agamanya diserahkan kepada Pendeta,” 𝐮𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝑴𝒆𝒅𝒊𝒂 𝑼𝒎𝒂𝒕, pada awal Februari 2012. 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐫𝐮𝐭𝐧𝐲𝐚, bahkan praktik ujian agama untuk siswa Muslimnya pun bukan shalat atau baca Al-Qur’an tetapi membuat cerita dari Bibel.  
.
.
Dalam frasa yang ditebalkan tersebut jelas sekali Ace berkata kepada reporter/penulis atau pembaca bukan kepada sesama tokoh yang ada di dalam cerita. Sudah dapat dipastikan ini memang FN rasa SN.
.
Selain pada paragraf kedelapan di atas, paragraf FN rasa SN juga tampak jelas pada: paragraf kesebelas; ketiga belas; keempat belas; dan kelima belas, FN tersebut.
.
Semuanya FN rasa SN tersebut memiliki semangat yang sama: menunjukkan kepada pembaca bahwa penulis itu tidak mengada-ada, tetapi jelas kok sanadnya yakni dari para narasumber tersebut. Jadi FN rasa SN ini menguatkan FN rasa FN yang sudah dipaparkan sebelumnya. Kalau FN rasa SN ini bisa bicara, dia bilang begini, “Wahai Pembaca, FN rasa FN yang disajikan itu jelas kok sanadnya, yakni tercantum dalam paragraf-paragraf saya (FN rasa SN).”
.
Bahkan dalam kasus FN di atas, FN rasa SN tersebut juga memastikan kepada pembaca bahwa FN rasa FN (kejadian pendangkalan akidah) tersebut bukan hanya berlangsung pada 2005 tetapi masih saja berlangsung setidaknya sampai Februari 2012 (ketika reporter/penulis mewawancarai para narasumber dalam paragraf FN rasa SN tersebut).
Jadi, tujuannya dibuat FN rasa SN itu untuk menunjukkan referensi penulisan kepada pembaca. Dengan kata lain, untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa matan (konten) yang disampaikan penulis di paragraf-paragraf bercerita (paragraf FN murni) itu jelas sanad/sandarannya yakni dari narasumber/daftar pustaka dan seterusnya yang tercantum dalam paragraf FN rasa SN, alias bukan khayalan penulis.
.
Begitu juga dengan FN rasa O, penulis tidak boleh menyikapi fakta dari setiap aspek yang ingin disikapi penulis. Dalam FN rasa O, sikap penulis dibatasi hanya sebatas menganilis fakta yang direkonstruksikan dalam FN saja, tidak boleh lebih. 
.
𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝑭𝑵 𝒓𝒂𝒔𝒂 𝑶:
.
.
Ucapan Sumadiyono itu 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐣𝐮𝐤𝐤𝐚𝐧 bahwa 𝐬𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐚𝐭𝐨𝐥𝐢𝐤 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐭𝐨𝐥𝐞𝐫𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐡𝐚𝐝𝐚𝐩 𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐌𝐮𝐬𝐥𝐢𝐦. 
.
.
Nah, opini semacam ini masih bisa ditoleransi masuk ke dalam FN karena pendapat tersebut hanyalah menyimpulkan 𝐫𝐞𝐤𝐨𝐧𝐬𝐭𝐫𝐮𝐤𝐬𝐢 𝐤𝐞𝐣𝐚𝐝𝐢𝐚𝐧/𝐮𝐜𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐧𝐚𝐫𝐬𝐮𝐦 yang terlibat dalam upaya pendangkalan akidah. Jadi, sebatas itu saja opininya, sehingga layak dikatakan FN rasa O. Rekonstruksi kejadian tersebut diungkap pada paragraf 12, paragraf FN rasa SN yang berbunyi:
.
.
 “Secara jujur kami sampaikan 𝐮𝐣𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐚𝐤𝐭𝐢𝐤 𝐝𝐢 𝐤𝐚𝐦𝐢 𝐛𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐞𝐝𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐚𝐭𝐨𝐥𝐢𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧, (sekolah Katolik yang lain, red) 𝐢𝐭𝐮 𝐦𝐢𝐬𝐚𝐥𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐝𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚𝐛 𝐬𝐮𝐜𝐢, 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐧𝐲𝐢, 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢𝐧𝐲𝐚, 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐮𝐧𝐠𝐤𝐢𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐫𝐚𝐤𝐭𝐢𝐤 𝐤𝐚𝐦𝐢 𝐜𝐮𝐤𝐮𝐩 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐝𝐨𝐚. Dan itu doanya sesuai dengan doa-doa agamanya masing-masing,” ujarnya kepada 𝑴𝒆𝒅𝒊𝒂 𝑼𝒎𝒂𝒕, Selasa (7/2/2012) pagi di ruang tamu SMK Grafika Desa Putera.
.
.
𝐒𝐈𝐌𝐏𝐔𝐋𝐀𝐍
.
- Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan penulisan FN itu mestilah ditulis menggunakan paragraf bercerita (paragraf FN). Tidak boleh menggunakan paragraf lainnya kecuali paragraf lain tersebut (paragraf SN, paragraf O) memang hanya untuk menunjukkan sanad dan memperkuat rekonstruksi kejadian yang ditulis dalam bentuk paragraf cerita. 
.
- Paragraf-paragraf tersebut disebut sebagai FN rasa SN/FN rasa O. Sedangkan bila tidak ada kaitannya dengan paragraf bercerita, maka itu paragraf SN atau paragraf O murni yang tidak bisa disebut sebagai paragraf FN rasa SN atau FN rasa O dan tidak boleh dijadikan bagian dari FN utuh.
.
Bila sudah paham bahwa menulis FN itu seperti itu, cermat memilih waktu kejadian dan tidak lagi salah menggunakan gaya tulisan, insyaAllah, FN yang kita buat menjadi ‘mesin waktu’ yang membawa para pembaca kepada peristiwa di masa lalu. Coba bikin yuk! Bismillah...[]
.
.
Depok, 27 Rabiul Awal 1444 H | 23 Oktober 2022 M
.
𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
Jurnalis

Selasa, 11 Oktober 2022

𝐏𝐀𝐑𝐀𝐆𝐑𝐀𝐅 𝑬𝑵𝑫𝑰𝑵𝑮 𝐓𝐈𝐃𝐀𝐊 𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇 𝐏𝐄𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆

Tinta Media - Meskipun secara anatomis tubuh manusia paragraf 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (akhir) karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠/FN) itu ibarat kaki dan tangan, namun fungsinya tidak kalah penting dengan paragraf lainnya termasuk paragraf pertama (leher) bahkan dengan judul (kepala). Bagaimana kalau manusia tanpa kaki dan tangan? Tentu saja tidak dapat bergerak ke mana-mana, begitu juga dengan FN.
.
Bila judul dan paragraf pertama berfungsi untuk menarik perhatian pembaca agar mau membaca lebih lanjut ke paragraf berikutnya, paragraf terakhir bertujuan memberikan informasi terakhir yang sangat berkesan.
.
Dengan adanya kaki, manusia bisa berjalan ke mana saja sesuai keinginannya. FN juga demikian, pembaca bisa dibawa ke akhir cerita yang menyenangkan, menyedihkan, menggantung, atau kesan terakhir lainnya yang diharapkan muncul dalam perasaan pembaca.
.
Ragam paragraf terakhir ada banyak dan masing-masing jenis akan memberikan kesan perpisahan (dengan pembaca) yang berbeda sebagaimana sudah disinggung di atas. Tujuh di antaranya sebagai berikut. 
.
Tunggu sebentar! Sebelum menjelaskan dan memberikan contoh ketujuh jenis paragraf akhir tersebut, saya ingin menyampaikan adab dalam membaca paragraf terakhir. 
.
Berbeda dengan pembahasan paragraf pertama, yang setiap jenisnya langsung saya sampaikan contoh paragrafnya sebagaimana disampaikan pada artikel yang berjudul 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑔𝑎𝑚 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 𝐾𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾ℎ𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (silakan klik: Baca disini), dalam pembahasan paragraf terakhir ini saya tidak akan mencantumkan paragraf terakhir sebagai contoh, tetapi saya akan memberikan FN utuh sebagai contohnya. 
.
Anda tidak boleh langsung membaca paragraf akhirnya, tetapi secara seksama harus membacanya dari awal; mulai dari judul dulu, kemudian paragraf pertama, diteruskan ke batang tubuh tulisan, setelah itu barulah baca 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 -nya. InsyaAllah dengan menaati adab baca 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 ini kesan terakhir dari FN akan benar-benar terasa. Meskipun tidak haram/berdosa, tapi tolong ya adab ini jangan dilanggar. 
.
Berikut ketujuh jenis paragraf terakhir beserta contohnya.  
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 (𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Akhir paragraf yang menunjukkan tercapainya harapan, perjuangan, dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa senang dengan membaca paragraf akhir seperti ini setelah membaca lika-liku si tokoh untuk menggapai keinginannya, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Paragraf ini sering digunakan. Karena umumnya memang kisah kesuksesan (𝑠𝑢𝑐𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑒𝑠) yang sering diangkat dalam menulis FN. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑎𝑚𝑖’𝑛𝑎 𝑤𝑎 𝐴𝑡ℎ𝑎’𝑛𝑎 (𝑊𝑎ℎ𝑑𝑎𝑛𝑖 𝑊𝑖𝑟𝑦𝑎𝑤𝑎𝑛, 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑎𝑟𝑖𝑛𝑑𝑎) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3T6Fpcj.
.
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒅𝒊𝒉𝒌𝒂𝒏 (𝒔𝒂𝒅 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Kebalikan dari dari akhir yang menyenangkan, paragraf ini berupa peristiwa yang kurang bahkan tidak disukai seperti: kematian; kehilangan; kegagalan dalam mewujudkan harapan, perjuangan dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa sedih dengan membaca paragraf akhir seperti ini, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Meski agak kurang disukai pembaca, tapi akhir yang menyedihkan memberikan kesan yang lebih mendalam terkait pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑚𝑏𝑖 𝑀𝑒𝑘𝑎ℎ 𝑀𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡 𝐾ℎ𝑎𝑙𝑖𝑓𝑎ℎ 𝑀𝑎𝑟𝑎ℎ yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3MkEWkC.
.
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒈𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 (𝒂𝒇𝒇𝒊𝒓𝒎𝒂𝒕𝒊𝒗𝒆 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Menegaskan kembali pesan yang disampaikan di paragraf pertama dan atau di batang tubuh tulisan. Bisa dengan redaksi kata yang berbeda tetapi bermakna sama sebagai titik tekan pesan. Tujuannya agar pembaca mengingat betul pesan tersebut. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝐵𝑒𝑙𝑎 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑖 𝑇𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑔𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝐷𝑟. 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑑𝑖𝑛 𝐷𝑎𝑚𝑖𝑛𝑔, 𝑆.𝐻., 𝑀.𝐻., 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛𝑒𝑟 𝐾𝑜𝑚𝑛𝑎𝑠 𝐻𝐴𝑀 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 2007-2012) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3CMPsOA.
.
.
𝑲𝒆𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒍𝒊𝒎𝒂𝒌𝒔 (𝒄𝒍𝒊𝒎𝒂𝒄𝒕𝒊𝒄 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Paragraf terakhir merupakan puncak dari suatu hal, kejadian, keadaan, dan sebagainya yang berkembang secara berangsur-angsur. Paragraf ini merupakan paragraf yang paling menarik atau paling penting dari keseluruhan rekonstruksi suatu kejadian yang diceritakan. Pembaca juga tidak akan bertanya-tanya mengapa akhir ceritanya seperti itu, karena semua pertanyaan tersebut sudah dijawab di paragraf-paragraf sebelumnya.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝐶𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎ℎ, 𝐴𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑗𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎ℎ yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3ClJsuH.
.
.
𝑲𝒆𝒍𝒊𝒎𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 (𝒉𝒂𝒏𝒈𝒊𝒏𝒈 𝒆𝒏𝒅). Tentu saja menggantung di sini bukan berarti ceritanya terpotong, melainkan si penulis sengaja tidak menyimpulkan akhir ceritanya ke salah satu dari empat paragraf penutup di atas ataupun 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 lainnya. Alasannya bisa karena penulis ingin membiarkan pembaca memutuskan sendiri penyelesaiannya atau memang lantaran kejadiannya juga belum bisa diprediksi bakal berujung ke mana.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑃𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑆𝑎𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝐻𝑖𝑧𝑏𝑢𝑡 𝑇𝑎ℎ𝑟𝑖𝑟 (𝑆𝑦𝑒𝑘ℎ 𝐻𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑎𝑙-𝐽𝑎𝑛𝑎𝑦𝑛𝑖𝑦, 𝐷𝑜𝑠𝑒𝑛 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑙-𝐴𝑧ℎ𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑖𝑟𝑜) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3RI6n96.
.
.
𝑲𝒆𝒆𝒏𝒂𝒎, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕𝒊 (𝒆𝒏𝒄𝒐𝒖𝒓𝒂𝒈𝒊𝒏𝒈 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Dari namanya sudah jelas, tujuan dari paragraf terakhir ini untuk menyemangati pembaca. Hal ini dilakukan karena alur cerita sudah semakin landai (sudah antiklimaks), bahkan bila paragraf 𝑒𝑛𝑐𝑜𝑢𝑟𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 dihapus, FN terasa sudah selesai. Namun penulis ingin memberikan kesan terakhir yang penuh semangat di benak pembaca maka dibuatlah paragraf ini. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝐷𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔 𝐾ℎ𝑖𝑙𝑎𝑓𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝐽𝑖ℎ𝑎𝑑 (𝑊𝑖𝑙𝑙𝑖𝑎𝑚 𝐻𝑒𝑛𝑟𝑦 “𝑆𝑦𝑎𝑖𝑘ℎ𝑢𝑙 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ” 𝑄𝑢𝑖𝑙𝑙𝑖𝑎𝑚 [1856-1932], 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑖 𝐼𝑛𝑔𝑔𝑟𝑖𝑠) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3fJtyCu.
.
.
𝑲𝒆𝒕𝒖𝒋𝒖𝒉, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒄𝒂𝒎𝒑𝒖𝒓𝒂𝒏 (𝒎𝒊𝒙𝒆𝒅 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Mencampurkan dua atau beberapa 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔. Tujuannya untuk menyatukan kekuatan masing-masing 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 yang dicampurkan. 

𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡 (campuran ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 dan 𝑠𝑎𝑑 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔): 
Paragraf terakhir dalam FN 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐻𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝐿𝑒𝑟𝑒𝑛𝑔 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑟𝑢 (𝐺𝑢𝑠 𝑊𝑎ℎ𝑖𝑑, 𝐾𝑒𝑡𝑢𝑎 𝐿𝑃𝑆 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑎 𝑀𝑢𝑑𝑎) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3VdcgOy.
.
.
Bagaimana perasaan Anda setelah membaca semua contoh di atas? Sangat berkesan kan? Masing-masing contoh memberikan kesan yang berbeda. Benar enggak? Tapi kalau Anda merasa biasa-biasa saja, berarti Anda melanggar adab membaca ending. Ayo ngaku? He… he…. Tolong dijawab di kolom komentar ya. 𝐽𝑎𝑧𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘ℎ𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑡𝑠𝑖𝑟𝑎.[]
.
Depok, 14 Rabiul Awal 1444 H | 10 Oktober 2022 M
 .
Joko Prasetyo
Jurnalis

Sabtu, 01 Oktober 2022

𝐉𝐀𝐋𝐈𝐍 𝐔𝐍𝐒𝐔𝐑 𝐅𝐍 𝐃𝐈 𝑩𝑶𝑫𝒀 𝐓𝐔𝐋𝐈𝐒𝐀𝐍 𝐃𝐄𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐊𝐄𝐑𝐄𝐍

Tinta Media - Sebagaimana tubuh yang dengan tangkas dan pas memproses nutrisi dan respirasi yang diterimanya dari leher, batang tubuh tulisan (𝑏𝑜𝑑𝑦 𝑜𝑓 𝑤𝑟𝑖𝑡𝑡𝑒𝑛) juga haruslah menjalin berbagai unsur karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠 /FN) dengan keren (tangkas dan pas). Semua unsur FN yang belum dimuat dalam teras, harus dijalin sedemikian rupa di 𝑏𝑜𝑑𝑦.
Mulai dari: 
.
- alur cerita (penjelasannya, baca 𝐵𝑢𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑢𝑟 𝐶𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎 dengan mengklik https://bit.ly/3fu3Bqo); 
.
- karakter dan kepribadian tokoh (penjelasannya, baca 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝𝑘𝑎𝑛 𝐶𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑝𝑟𝑖𝑏𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑘𝑜ℎ 𝑈𝑡𝑎𝑚𝑎 dengan mengklik https://bit.ly/3dYBM9g); 
.
hingga
.
- latar tempat, waktu, dan suasana ceritanya (penjelasannya, baca 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑢𝑝𝑎 𝑆𝑒𝑟𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑡𝑎𝑟 𝑇𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡, 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢, 𝑑𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛𝑎 𝐶𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑌𝑎…dengan mengklik https://bit.ly/3UPF5jK).  
.
Semuanya harus ada, jangan sampai ada yang terlewat. Kalau ada yang terlewat, batang tubuh tulisannya jadi enggak keren. Kalau diibaratkan dengan tubuh manusia, ya jadi timbul penyakit. He… he… 
.
Iya, bila nutrisi berupa karbohidrat tidak dapat diproses oleh pankreas menjadi energi bukankah dapat menjadi penyakit diabetes? Begitu juga dengan berbagai nutrisi lainnya bila tidak dapat dicerna dengan baik oleh organ tubuh yang ada maka berpotensi menjadi berbagai penyakit. Batang tubuh FN juga begitu. Bila berbagai unsur FN di atas tidak dijalin dengan keren tentu akan menimbulkan banyak penyakit. Tiga di antaranya sebagai berikut.
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, kalau alur ceritanya melompat-lompat alias tidak menyambung dari satu adegan ke adegan lainnya tentu akan membuat pembaca merasa tidak nyaman dan berkesimpulan FN-nya tidak keren. 
.
Maka pastikan alur ceritanya menyambung dengan teras. Bila terasnya berupa teras ringkasan, maka semua unsur adegan (kecuali penutup/𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔) mesti dibahas di 𝑏𝑜𝑑𝑦. Bila teras sudah mengandung salah satu unsur adegan, pastikan adegan lainnya (kecuali penutup/𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔) dimuat di 𝑏𝑜𝑑𝑦. Bila terasnya sudah mengandung salah satu unsur adegan, bolehkan adegan tersebut dimuat lagi di 𝑏𝑜𝑑𝑦? Boleh. Boleh sama persis, boleh lebih detail. Lebih baik yang mana? Lebih baik yang lebih detail. 
.
Selain itu, dari paragraf yang satu ke paragraf yang lainnya juga tetap harus ada keterkaitannya alias tidak melompat. 
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, kalau karakter dan atau kepribadian si tokoh utamanya tidak dideskripsikan tentu saja tokoh yang diceritakan terasa jauh, dingin, dan asing. Tidak akan memunculkan rasa suka atau tidak suka di benak pembaca kepada tokoh yang diceritakan. 
.
Karena itu, jangan lupa deskripsikan dan atau simpulkan karakter serta kepribadian sang tokoh terutama tokoh utamanya, sehingga pembaca merasakan betapa baiknya atau betapa tidak baiknya, sekaligus betapa islaminya ataupun betapa tidak islaminya si tokoh yang diceritakan.  
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, kalau penulis lupa mendeskripsikan latar tempat dan suasana ceritanya, pembaca akan kesulitan menangkap konteksnya dan bertanya-tanya di mana peristiwa itu terjadi. Bila tidak mencantumkan waktu, juga akan menimbulkan pertanyaan, “Kapan kejadiannya?”  
Maka, pastikan latar tempat dan suasana ceritanya itu dideskripsikan dan jangan lupa cantumkan pula waktu kejadiannya. Memang tidak mesti di setiap adegan ini semua disebutkan, tetapi di adegan-adegan kunci (adegan yang menentukan perubahan alur cerita) mestilah dicantumkan agar pembaca dapat membayangkan urutan kejadiannya, bagaimana suasana ceritanya, dan seperti apa konteksnya.
.
Dengan demikian, batang tubuh FN Anda menjadi sehat dan keren.
.
.
𝐆𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐏𝐞𝐧𝐭𝐢𝐧𝐠
.
Selain itu, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan terkait batang tubuh tulisan dalam anatomi FN. Meski semua anatomi 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎, namun bisa dikatakan batang tubuh mengandung sedikit hal yang kurang penting. Gambarannya dapat dilihat pada bagan 𝐴𝑛𝑎𝑡𝑜𝑚𝑖 𝐾𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾ℎ𝑎𝑠 (𝐹𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑁𝑒𝑤𝑠) yang terlampir di bawah ini.


Dalam bagan anatomi tersebut terlihat jelas bahwa FN terdiri dari judul (𝑡𝑖𝑡𝑙𝑒), teras (𝑙𝑒𝑎𝑑), batang tubuh tulisan (𝑏𝑜𝑑𝑦 𝑜𝑓 𝑤𝑟𝑖𝑡𝑖𝑛𝑔), dan penutup (𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔). 
.
𝑆𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 itu, dalam bagan anatomi di atas ditandai dengan segaris secara vertikal (lihat garis warna merah di kanan dan kiri anatomi) antara judul, teras, batang tubuh, dan penutup. Bila menempel dengan garis merah, artinya paling penting. Semakin menjauh dari garis merah, semakin kurang penting. 
.
Nah, dalam bagan tersebut tampak sekali judul, teras, dan penutup menempel dengan garis merah. Itu artinya sama-sama paling penting alias sama-sama pentingnya. Sedangkan batang tubuh digambarkan ada sedikit menjauh dari garis merah. Artinya, batang tubuh tersebut ada sedikit kurang penting. 
.
Maksudnya, bukan berarti benar-benar tak penting tetapi bila kata, kalimat, atau paragraf tertentu di bagian tubuh tersebut dihapus, tidak merusak alur cerita. Namun bila tidak dihapus bukan berarti sia-sia kalau dibaca tetapi justru akan memperkaya wawasan pembaca.
.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡 𝐊𝐚𝐬𝐮𝐬
.
Contoh kasusnya adalah FN 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK). Naskah aslinya adalah sekitar 9000 karakter sebagaimana yang telah Anda baca pada tautan di atas. Sedangkan pertama kali dipublikasikan, naskahnya tidak sepanjang itu, melainkan sekitar tujuh ribu karakter. 
.
Mengapa? Karena FN tersebut pertama kali dipublikasikan di media cetak, persisnya di rubrik Kisah tabloid Media Umat edisi 208 (pertengahan November 2017). Sedangkan naskah yang diperlukan untuk satu halaman penuh tabloid tersebut idealnya sekitar enam ribu sampai tujuh ribu karakter. Maka dengan terpaksa beberapa paragraf batang tubuh dihapus. Dengan kata lain, harus ada sedot lemak di perut dan di pinggang agar tubuhnya muat ke pakaian yang sudah disediakan he… he….  
.
Yang menjadi korban penghapusan ada dua bagian. 𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, bagian rincian blok Islam, blok Pancasila dan blok Sosio-Ekonomi yang dimuat pada paragraf kedua sampai kelima. Pertimbangannya dihapus karena rincian tersebut sudah dimuat pula pada bagan yang menjadi ilustrasinya. Dengan kata lain, sudah terwakili oleh bagan. Apalagi pada praktiknya pembaca sangat mungkin langsung lihat bagannya terlebih dahulu sebelum membaca FN-nya. Maka, penghapusan bagian tersebut tidak akan berdampak apa-apa. 
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, bagian penyampaian pidato dari Partai Nahdlatul Ulama (NU) yang dimuat pada paragraf kedua puluh enam sampai ke paragraf tiga puluh. Pertimbangannya dihapus karena ada rencana akan membahas secara khusus argumen Partai NU bahwa dasar negara itu harus Islam, bukan Pancasila. Dan, pembahasan secara khusus tersebut dimuat pada rubrik Kisah tabloid Media Umat edisi 282 (pertengahan Januari 2021). Dimuat pula pada situs tintasiyasi.com dengan judul 𝐼𝑛𝑖𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑙𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑟𝑡𝑎𝑖 𝑁𝑈 𝑃𝑖𝑙𝑖ℎ 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑁𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎 (silakan klik https://bit.ly/3dMLeMY). 
.
Bagaimana? Sudah paham ya mengapa batang tubuh tulisan agak sedikit menjauh dari garis merah (garis penting)? Bagi Anda yang sudah pernah membuat FN, silakan mencoba menghapus atau menambah paragraf pada batang tubuh tulisan tanpa mengubah alur yang ada di atasnya maupun di bawahnya. Bila berhasil, berarti Anda sudah bisa membuat atau mengedit FN menjadi lebih panjang atau lebih pendek. Itulah salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang editor. Eh, kok malah jadi bahas editor ya? He… h e….[]
.
Depok, 2 Rabiul Awal 1444 H | 29 September 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis  

https://bit.ly/3y3PKh3

Selasa, 27 September 2022

𝐁𝐄𝐑𝐀𝐆𝐀𝐌 𝐓𝐄𝐑𝐀𝐒 𝐊𝐀𝐑𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐊𝐇𝐀𝐒 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐁𝐄𝐑𝐊𝐔𝐀𝐋𝐈𝐓𝐀𝐒

Tinta Media - Setelah tertarik dengan judul, maka perhatian pembaca akan beralih ke paragraf pertama (𝑙𝑒𝑎𝑑/teras). Peran paragraf pertama ini sangat penting, sepenting peran leher dalam anatomi tubuh manusia. 
.
Ya, bila diumpamakan sebagai leher, teras berperan untuk menghubungkan kepala (judul) dengan tubuh (paragraf kedua dan seterusnya). Jangan sampai fungsi leher sebagai penopang kepala serta penyampai nutrisi dan pernafasan dari kepala untuk tubuh gagal dilakukan, bila gagal bisa-bisa tewas alias pembaca enggan membaca paragraf berikutnya. 
.
Teras banyak ragamnya. Semuanya memiliki fungsi yang sama yakni menarik minat pembaca untuk membaca paragraf berikutnya. Bila menguasai aneka jenis teras, maka selain dapat membuat karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠/FN) yang menarik, Anda dapat mengubah karangan khas tersebut menjadi banyak versi. 
.
Masing-masing versinya dapat dikirim ke media massa berbeda. Dan tentu saja, sebelum dikirim mesti diubah pula judulnya. Serta sangat mungkin adanya perubahan ---sedikit atau banyak--- pada beberapa paragraf lainnya agar lebih selaras dengan teras. 
.
FN 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK), misalnya. Terasnya bisa diubah menjadi beragam jenis. Di antaranya seperti di bawah ini.
.
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒌𝒐𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔. Teras ini memperlihatkan perbedaan yang nyata apabila diperbandingkan. Baik perbandingan saat ini dengan masa lalu; perbandingan warna, rupa, ukuran; perbandingan karakter ataupun kepribadian; dan perbandingan lainnya. Targetnya, begitu membaca paragraf pertama, pembaca langsung mendapatkan berbedaan yang mencolok suatu hal dengan hal lainnya. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Sekitar 550 wakil rakyat yang berkumpul dalam Sidang Konstituante (1956-1959) terbelah menjadi dua blok besar yakni Islam (230 kursi, 44,8 persen) dan Pancasila (274 kursi, 53,3 persen). Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan parpol kubu Islam lainnya berargumentasi dasar negara yang paling tepat untuk negeri mayoritas Muslim ini adalah Islam. Sedangkan Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan parpol kubu Pancasila lainnya bersikukuh dasar negara haruslah Pancasila.
.
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒐𝒈𝒊. Teras yang menunjukkan kesamaan sebagian ciri antara dua benda, dua peristiwa, dua watak, dua suasana atau dua hal lainnya yang dapat dipakai untuk dasar perbandingan. Tujuannya, agar pembaca langsung menemukan persamaan antara dua hal yang diperbandingkan. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Sebagaimana para 𝑓𝑜𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑡ℎ𝑒𝑟 (bapak pendiri bangsa) dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/PPKI, 1945), para wakil rakyat dalam Sidang Konstituante (1946-1949) pun terbelah menjadi dua kubu: kubu yang ingin Islam sebagai dasar negara versus kubu yang ingin Islam bukan sebagai dasar negara. Dalam kedua peristiwa bersejarah tersebut peran Soekarno juga sama: mengkhianati kesepakatan Piagam Jakarta 1945 dan membubarkan sepihak Sidang Konstituante sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati.
.
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒆𝒌𝒔𝒑𝒓𝒆𝒔𝒊. Sesuai namanya, teras ini tentu saja menunjukkan ekspresi tokoh atau tokoh-tokoh yang diceritakan. Cirinya, gambaran dari ekspresi ---kegembiraan, kesedihan, kemenangan, kekalahan, kemarahan, kesabaran, keterkejutan, atau ekspresi lainnya--- yang lebih mendominasi paragraf pertama. Tujuannya, supaya pembaca langsung mengetahui perasaan dari tokoh atau tokoh-tokoh yang diceritakan. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Tidak hanya pihak pendukung Pancasila, para pendukung negara Islam pun sama-sama terkejut ketika Buya Hamka dari Partai Masyumi dengan lantang dan blak-blakan mengingatkan para peserta Sidang Konstituante (1956-1959) akan bahayanya Pancasila sebagai dasar negara. “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka …," tegas tokoh Muhammadiyah tersebut sebagaimana diceritakan KH Irfan Hamka, putra Buya Hamka yang ketujuh, dalam bukunya yang berjudul 𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ-𝐾𝑖𝑠𝑎ℎ 𝐴𝑏𝑎𝑑𝑖 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎 𝐴𝑦𝑎ℎ𝑘𝑢 𝐻𝑎𝑚𝑘𝑎.
.
.

𝑲𝒆𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒑𝒂𝒓𝒐𝒅𝒊. Teras parodi itu teras yang dengan sengaja menirukan kata-kata dari peribahasa, lagu, film atau apa pun yang sudah ada bahkan popular dengan maksud mencari efek menggelikan atau cemoohan. Namun sejatinya, bukan benar-benar mencemooh melainkan salah satu cara mengkritik agar tumbuh kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik. Targetnya, pembaca langsung menangkap pesan bahwa ada masalah serius yang semestinya tidak terjadi dan jangan sampai terulang kembali.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali. Namun ironisnya, para pendiri bangsa (𝑓𝑜𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑡ℎ𝑒𝑟) yang menginginkan Islam sebagai dasar negara bisa berkali-kali dikhianati oleh orang yang sama, orang yang menghalalkan segala cara agar Islam tidak jadi dasar negara. 
.
.
𝑲𝒆𝒍𝒊𝒎𝒂, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒈𝒖𝒈𝒂𝒕. Fungsi dari teras ini untuk menggugat atau menyanggah pernyataan, kebijakan, dan lainnya. Cirinya, tentu saja berisi argumen yang mendukung sanggahan tersebut. Tujuannya, agar pembaca langsung sepakat dengan gugatan penulis. Atau, paling tidak, pembaca mengetahui ternyata pernyataan, kebijakan, dan semisalnya itu ada yang mempermasalahkannya. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Kalau benar-benar Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa (𝑓𝑜𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑡ℎ𝑒𝑟) tentu saja tidak akan ada penghapusan sepihak tujuh kata (Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam Piagam Jakarta 1945; tidak akan ada penagihan janji agar diadakan pemilu; tidak akan ada polarisasi kubu Islam versus kubu Pancasila dalam Sidang Konstituante (1956-1959); dan tidak akan ada pula pembubaran sepihak sidang yang merumuskan dasar negara (Islam atau Pancasila) sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati.
.
.
𝑲𝒆𝒆𝒏𝒂𝒎, 𝒕𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒐𝒓𝒆𝒕𝒊𝒔. Teras ini berdasarkan teori alias berisi pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Tujuannya, agar pembaca langsung mengiyakan pendapat penulis sejak paragraf pertama bila memang di benaknya terdapat data yang sama. Bila belum memiliki data yang sama, diharapkan pembaca jadi penasaran ingin mengetahui datanya mengapa penulis sampai berkesimpulan demikian.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Pernyataan beberapa pejabat yang menyebut Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa (𝑓𝑜𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑡ℎ𝑒𝑟) belum tentu benar, bila dikaji ulang sejarahnya justru hasilnya dapat menunjukkan kebalikannya. Penghapusan sepihak tujuh kata (Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam Piagam Jakarta 1945; penagihan janji agar diadakan pemilu; polarisasi kubu Islam versus kubu Pancasila dalam Sidang Konstituante (1956-1959); dan pembubaran sepihak sidang yang merumuskan dasar negara (Islam atau Pancasila) sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati, malah lebih menunjukkan bahwa kesepakatan itu tidak pernah ada.
.
.
𝐓𝐞𝐫𝐚𝐬 𝐋𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚
Selain keenam teras di atas, masih banyak teras lainnya. Di antaranya adalah: teras ringkasan; teras bercerita; teras deskriptif; teras pertanyaan; teras menuding; teras kutipan; dan teras gabungan dari beberapa teras yang ada.
.
Penjelasan terkait macam-macam teras tersebut berikut contohnya, bisa dibaca pada 𝑇𝑖𝑝𝑠 𝑇𝑎𝑘𝑡𝑖𝑠 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑢𝑟𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠 𝐽𝑖𝑙𝑖𝑑 𝐼𝑉: 𝐾𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑆𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑎 𝐾𝑒𝑗𝑢𝑟𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘𝑎𝑛, bab 𝐴𝑔𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑘 𝑇𝑒𝑟𝑗𝑒𝑏𝑎𝑘 𝑆𝑖𝑛𝑑𝑟𝑜𝑚 '𝑃𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢' (𝑀𝑎𝑐𝑎𝑚-𝑀𝑎𝑐𝑎𝑚 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎) atau klik https://bit.ly/35jdsL3. 
.
Nah, bagi Anda yang belum pernah membuat FN, kini sudah terbayang 𝑘𝑎𝑛 bagaimana cara memulai membuat paragraf pertamanya? Tentukan salah satu teras yang menurut Anda lebih mudah dipraktikkan. 
.
Sedangkan bagi Anda yang pernah membuat FN, coba sekarang lihatlah kembali naskah yang pernah Anda buat, sudah terbayang 𝑘𝑎𝑛 kalau terasnya diubah ke beragam teras lainnya yang tidak kalah berkualitas? 
.
Bagi kita semua, jangan lupa baca bismillah sebelum memulainya ya, agar bernilai ibadah. Selamat mempraktikkan, semoga Allah mudahkan dan berkahi. 𝐴𝑎𝑚𝑖𝑖𝑛.[]
.
Depok, 27 Safar 1444 H | 24 September 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Kamis, 08 September 2022

Teruslah Menulis agar Hidupmu Berkah dan Indah

Tinta Media - Sering kita merasa tidak punya waktu, sehingga tidak sempat untuk menulis. Padahal, dengan menulis, waktu akan lebih berharga, tidak terbuang sia-sia.

Sering kita merasa tidak mampu, padahal menulis adalah kebiasaan. Pada awalnya harus dipaksa, tetapi perlahan akan menjadi biasa. Pada akhirnya, terasa ada yang hilang saat satu hari tidak menulis. 

Jika tidak pernah mencoba, bagaimana bisa kita mengatakan tidak punya kemampuan? Jangan pula bilang tidak punya ide, padahal ide banyak bersliweran di sekitar kita. Kepekaan menangkap ide harus diasah agar tajam, juga kepekaan terhadap apa yang ada disekitar.

Meskipun sibuk bekerja, baik di rumah atau di kantor, yakinlah masih ada waktu luang yang sering tidak dimanfaatkan di tengah kesibukan. Saat kita suka menulis, waktu luang akan sungguh berharga meskipun hanya beberapa menit saja. 

Saat ide melintas dalam pikiran, kita segera catat dan jangan biarkan dia hilang tanpa diikat dengan menulis. Bahkan, bisa saja dalam satu waktu tiba-tiba bermunculan beberapa ide yang bisa dikupas dari berbagai sudut pandang yang menarik.

Meskipun sedang sibuk, usahakan berhenti sejenak hanya untuk mengikat ide-ide menarik untuk ditulis. Zaman sekarang tidaklah sulit. Dengan HP di tangan, kita bisa sewaktu-waktu mencatat ide yang tiba-tiba muncul melintas dalam pikiran.

Simpan di dalam bank ide agar suatu saat bisa dibuka kembali untuk dikembangkan dengan menambah satu kalimat, bahkan satu paragraf jika punya waktu luang. Meskipun hanya satu kata, ide itu sungguh sangat berharga dan bisa ditambah, dirangkai jadi kalimat. Kemudian, beberapa kalimat untuk membentuk satu paragraf. Akhirnya, satu tulisan siap untuk direvisi dan diupload agar lebih banyak yang  bisa membacanya.

Jika jenuh dengan pengembangan satu ide, kamu bisa beralih ke ide lain yang sudah tersimpan di bank ide. Saya yakin, sesibuk apa pun kita, masih ada waktu untuk menulis. Tinggal buka bank ide yang berisi ide-ide menarik yang sudah dikumpulkan dan siap untuk dikembangkan sampai bisa menyelesaikannya.

Waktu mau istirahat ataupun saat bangun dari tidur adalah waktu tepat untuk menulis. Sempatkan beberapa menit untuk mengalirkan buah pikiran kita agar tidak beku dan ilmu juga terus bertambah. Saat itu, pandangan kita semakin jernih dan tajam. 

Ibarat air sumur, ilmu tidak akan habis dan bahkan terus bertambah karena Allah. Yang lebih penting lagi, pemahaman kita menjadi lebih jernih, karena ide-ide yang ada di kepala tidak dibiarkan membeku, tetapi terus mengalir. Insyaallah semua itu menjadi amal jariyah saat ada yang membaca tulisan kita, tercerahkan, kemudian berubah menjadi lebih baik. 

Kemampuan menulis akan terus meningkat jika kita terus mengasahnya, baik dari segi kualitas tulisan maupun kecepatan dalam menuangkan ide, juga kemampuan merangkai kata-kata sehingga tersusun menarik dan lebih mudah dipahami. 

Jangan putus asa atau merasa tidak punya waktu, sehingga berhenti menulis. Padahal, jika kita terus paksa diri untuk menulis, perlahan menjadi kebiasaan yang menyenangkan, yang lebih penting lagi agar kita tidak termasuk orang-orang yang merugi karena telah menyia-nyiakan waktu yang cukup berharga dengan berbagai aktifitas yang tidak ada manfaatnya.

Teruslah menulis, dan yakinlah hidup ini terasa lebih indah dengan  menulis. Menulis membuat pikiran jadi jernih. Beban dan masalah akan lebih ringan karena semua dialirkan lewat tulisan. Semuanya yang ada disekitar dan pengalaman hidup menjadi ide menarik untuk ditulis dan dibagi pada orang lain. Ide Islami yang menginspirasi bisa menjadi jejak-jejak kebaikan yang kita tinggalkan saat harus kembali menghadap kapadaNya. Masihkah kita bilang tidak punya waktu untuk menulis, padahal dengan menulis waktu terlalu berharga jika kita biarkan tanpa berkarya.

Jangan berhenti menulis, karena menulis menjadikan ilmu kita berkah dan bertambah. Apa yang kita tahu bisa dibagi lewat tulisan. Sungguh akan bermanfaat bagi yang membaca apalagi isinya tentang kebaikan Islam. Belum lagi manfaat untuk diri sendiri. Ilmu bertambah dan pemahaman menjadi kuat dan utuh dari apa yang masih lemah dan pengetahuan sepotong-sepotong. Ibarat sumur, meskipun terus diambil dan dibiarkan mengalir, tapi air dalam sumur tidak berkurang tapi terus bertambah dan jernih. Seperti itulah saat ilmu, dari apa yang kita tahu, kita bagi ke orang lain lewat tulisan. Allah akan terus menambah ilmu kita dan membuatnya menjadi jernih meskipun hidup dalam sistem yang kotor.

Agar tidak berhenti menulis ada beberapa hal yang harus diperhatikan. 

Pertama, menejemen waktu sehingga kita bisa menggunakan waktu sebaik mungkin untuk menulis, tanpa ada waktu yang terbuang sia-sia, hanya diam tidak berbuat apa-apa, atau hanya untuk hal mubah yang tidak membawa kebaikan. 

Kedua, mindset harus diubah, tidak merasa sok sibuk, padahal masih banyak waktu yang terbuang sia-sia. 

Ketiga, sebelum masuk peraduan dan bermimpi indah, sempatkan untuk mengalirkan ide-ide menarik lewat tulisan. Satu kalimat, dua kalimat bahkan satu paragraf yang nantinya bisa kita lanjutkan saat ada waktu di sela-sela kesibukan. Yakinlah kamu bisa dan segera menyelesaikan satu tulisan. 

Keempat,  segera bagi di media sosial agar lebih banyak yang bisa membaca tulisan kita sehingga banyak yang terinspirasi dan berubah menjadi lebih baik. 

Kelima, panting dipahami bahwa banyak manfaat yang akan kita dapat, tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain. 

Pastinya, dengan menulis, jejak-jajak kebaikan tercipta dengan karya yang kita buat. Mengalirkan amal jariyah selama tulisan kita masih terus dibaca dan bisa merubah pemahaman yang salah menjadi lurus dan tertunjuki ke jalan yang benar dengan Islam.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media



Sabtu, 13 Agustus 2022

Bikin SN Itu Nikmat, Jika...

Tinta Media - Membuat berita lugas atau Straight News (SN) itu akan terasa nikmat jika Sahabat mengikuti beberapa tahapan berikut, tulis Admin Tinta Media, Muhammad Al Akrom Billah, dalam grup whatsapp "Sahabat Straight News" Sabtu (13/8/2022).

Mengawali tulisannya, Muhammad menulis kata-kata persembahan, "Teruntuk Semua Sahabat SN", tulisnya.

Dikatakannya, ada empat tahapan agar seorang yang belajar dan atau jadi penulis berita dapat merasakan nikmatnya menulis SN, "4 Tahap menuju Nikmatnya Bikin Straight News (SN)," kata Muhammad dalam judul tulisannya.

Untuk rincian dan penjelasan empat tahapan tersebut, Muhammad, menyebutkan, pertama DIPAKSA. Paksakan diri untuk terus bisa bikin SN tiap hari, suka atau tidak, ringan ataupun berat, cepat atau lambat asal jangan terlewat. Terus paksakan diri.

Kedua, KEBIASAAN. Beberapa bentuk paksaan akan berubah menjadi ‘kebiasaan’. Kita akan merasa aneh jika tidak bikin SN sehari saja.

Ketiga, KEBUTUHAN. Kebiasaan yang terus di lakukan akan berubah menjadi ‘kebutuhan’. Di tahap ini sudah mulai tumbuh benih-benih cinta bikin SN, akan merasa rugi jika tidak bikin dan,

Keempat, KENIKMATAN. Pada tahap ini membuat SN sudah menjadi ‘candu’. Bikin SN adalah ‘kenikmatan’. Sedangkan ketika terlewat tidak bikin SN akan membuat diri resah. Yang perlu kita lakukan adalah ‘istiqomah’ dan mengajak, memotivasi diri dan sahabat-sahabat SN lainnya untuk terus semangat bikin SN agar mereka pun dapat merasakan nikmatnya bikin SN." Demikian urainya. 

Diakhir tulisannya, Muhammad menekankan pesan penting yang harus ada dalam jiwa Sahabat SN, "Ingat, kebaikan itu seperti pantulan bola, semakin semangat kita memantulkannya kepada yang lain, maka akan semakin kencang semangat yang akan kita terima," pesannya menekankan. [] Arip

Kamis, 11 Agustus 2022

𝐓𝐈𝐃𝐀𝐊 𝐒𝐄𝐊𝐀𝐃𝐀𝐑 𝑩𝑬𝑨𝑼𝑻𝑰𝑭𝑼𝑳, 𝐉𝐔𝐃𝐔𝐋 𝐉𝐔𝐆𝐀 𝐇𝐀𝐑𝐔𝐒 𝑷𝑶𝑾𝑬𝑹𝑭𝑼𝑳𝑳(𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝑭𝒆𝒂𝒕𝒖𝒓𝒆 𝑵𝒆𝒘𝒔)

Tinta Media - Judul sangat penting dalam semua jenis tulisan termasuk dalam penulisan karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠/FN). Saking pentingnya, judul itu diibaratkan dengan kepala. Diibaratkan dengan kepala khususnya wajah. Selain sebagai identitas tulisan, judul juga sebagai daya tarik awal untuk membuat mata pembaca berhenti pada judul tersebut untuk kemudian membaca paragraf pertama dan seterusnya. 

Makanya, judul yang dibuat itu harus 𝑏𝑒𝑎𝑢𝑡𝑖𝑓𝑢𝑙 (menarik). Selain mengandung kepentingan pembaca, sejumlah kata yang disusun juga diupayakan mengandung bunyi akhiran sama. Misal: 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑒𝑎𝑢𝑡𝑖(𝒇𝒖𝒍), 𝐽𝑢𝑑𝑢𝑙 𝐽𝑢𝑔𝑎 𝐻𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟(𝒇𝒖𝒍𝒍). Sama-sama berbunyi akhir 𝘂𝗹 bahkan 𝐟𝐮𝐥. Pembaca yang berkepentingan dalam membuat judul mestilah tertarik dengan judul seperti ini. Benar enggak?
.
Selain harus 𝑏𝑒𝑎𝑢𝑡𝑖𝑓𝑢𝑙, judul juga harus 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟𝑓𝑢𝑙𝑙 (kuat). Judul yang kuat itu judul yang dapat mencerminkan isi tulisan dalam beberapa kata saja. Semakin mewakili isi tulisan, maka semakin kuatlah judul. Semakin melenceng dari tulisan, maka akan semakin lemah dan berdampak pada kekecewaan pembaca.  
.
Agar tidak mengecewakan pembaca, judul haruslah sesuai dengan isi pesan yang disampaikan dalam tulisan. Oleh karena itu, ambillah judul dari benang merah tulisan atau diambil dari frasa yang terdapat dalam tulisan FN agar menjadi 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟𝑓𝑢𝑙𝑙. Bisa ditulis secara lugas, bisa pula puitis. Diupayakan pendek, meski panjang pun tak mengapa. Yang penting jadi 𝑏𝑒𝑎𝑢𝑡𝑖𝑓𝑢𝑙.  
.
Salah satu contoh judul FN yang memenuhi dua kriteria tersebut adalah 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖. Judul tersebut dicetuskan Redaksi Pelaksana Tabloid Media Umat Mujiyanto. Judul aslinya dari saya adalah 𝐷𝑒𝑘𝑟𝑖𝑡 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚. Tentu saja saya langsung sepakat dengan judul 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 karena tiga alasan. 
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, judul yang saya buat dan editan dari Mas Muji, begitu sapaan akrab saya kepada senior dan guru saya ini, sama-sama mewakili frasa yang ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa Pancasila bukanlah kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia. 
.
Karena, sedari awal (Sidang BPUPKI) hingga Sidang Konstituante, 𝑓𝑜𝑢𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑎𝑡ℎ𝑒𝑟 dari kalangan ulama dan aktivis Islam menginginkan Islam sebagai dasar negara. Namun atas pengkhianatan berkali-kali dari salah seorang pendiri bangsalah maka Islam tak jua jadi dasar negara.
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, “Dekrit Presiden Mengkhianati Umat Islam” itu hanya mewakili salah satu adegan dalam FN tepatnya mewakili adegan 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (bagian akhir). Sedangkan “Janji Itu Dikhianati” bukan hanya mewakili 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 tetapi juga mewakili batang tubuh tulisan (𝑏𝑜𝑑𝑦 𝑜𝑓 𝑤𝑟𝑖𝑡𝑖𝑛𝑔). 
.
Coba baca FN 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK), maka Anda akan menemukan pengkhianatan terhadap janji-janji yang telah diberikan tampak sebagai benang merah. Sehingga judul tersebut dapat dinilai lebih 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟𝑓𝑢𝑙𝑙.
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, judulnya lebih singkat dan puitis sehingga lebih enak dibaca tanpa mengurangi makna. Sehingga judul tersebut dapat dinilai lebih 𝑏𝑒𝑎𝑢𝑡𝑖𝑓𝑢𝑙. 
.
Pembahasan lebih lanjut tentang judul, silakan baca 𝑇𝑖𝑝𝑠 𝑇𝑎𝑘𝑡𝑖𝑠 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑢𝑟𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠 𝐽𝑖𝑙𝑖𝑑 𝐼: 𝑇𝑒𝑘𝑛𝑖𝑘 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑂𝑝𝑖𝑛𝑖, 𝑏𝑎𝑏 𝑇𝑖𝑝𝑠 𝑀𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡 𝐽𝑢𝑑𝑢𝑙 𝑂𝑝𝑖𝑛𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑎𝑟𝑖𝑘 atau klik https://bit.ly/3BqgtXP. Ya, meskipun judulnya seolah ditujukan hanya untuk menulis judul opini tetapi sebenarnya itu berlaku juga untuk FN karena kaidahnya sama saja dengan kaidah judul berbagai jenis tulisan jurnalistik lainnya termasuk FN.[]
.
.
Depok, 12 Muharam 1444 H | 9 Agustus 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis
.
.
______
.
Hitam putih adalah pembeda yang tegas antara hak dan batil. Hitamnya kehidupan jahiliah menjadi terang benderangnya kehidupan islami, ditandai dengan hijrahnya Rasulullah SAW, para shahabat dan kaum Muslim dari Mekah ke Madinah yang dimulai sejak bulan Muharam tahun pertama Hijriah, 1444 tahun yang lalu.
.
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah, Pustaka Abdurrahman Auf mengadakan program promo buku halaman dalam hitam putih:
.
Tɪᴘs Tᴀᴋᴛɪs Mᴇɴᴜʟɪs ᴅᴀʀɪ Sᴀɴɢ Jᴜʀɴᴀʟɪs
𝐉𝐢𝐥𝐢𝐝 𝟏: 𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐎𝐩𝐢𝐧𝐢
Karya: Joko Prasetyo
.
𝐒𝐩𝐞𝐬𝐢𝐟𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐛𝐮𝐤𝐮:
- ukuran A5
- cover artcarton 260 gram plus laminating doft
- isi HVS 70 gram
- jilid lem binding (softcover)
- jumlah halaman 104 bolak-balik
.
Harga Normal: Rp140.000,-
𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐫𝐨𝐦𝐨 (𝟏 𝐀𝐠𝐮𝐬𝐭𝐮𝐬 - 𝟏𝟓 𝐀𝐠𝐮𝐬𝐭𝐮𝐬 𝟐𝟎𝟐𝟐): 𝐑𝐩𝟏𝟐𝟓.𝟎𝟎𝟎,-
Harga halaman dalam berwarna (𝑓𝑢𝑙𝑙 𝑐𝑜𝑙𝑜𝑢𝑟): Rp185.000,-
.
Harga belum termasuk ongkos kirim.
.
𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗱𝗶:
Pustaka Abdurrahman Auf
wa.me/6282112880274
Surel: pustakaabdurrahmanauf@gmail.com

Rabu, 10 Agustus 2022

𝐏𝐀𝐒𝐓𝐈𝐊𝐀𝐍 𝐀𝐍𝐀𝐓𝐎𝐌𝐈 𝐅𝐍 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐀𝐍𝐃𝐀 𝐁𝐔𝐀𝐓 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐋𝐄𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏! (𝑇𝑒𝑘𝑛𝑖𝑘 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑙𝑖𝑠 𝐹𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑁𝑒𝑤𝑠)


Tinta Media - Bukan hanya makhluk hidup yang perlu diketahui anatominya, banyak hal termasuk berbagai produk jurnalistik perlu diketahui tidak terkecuali karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠 /FN). Tujuan mempelajari anatomi karangan khas adalah untuk mempelajari bagian-bagian yang menyusun FN serta fungsinya masing-masing. 

Sebagaimana anatomi manusia yang terdiri dari  
- kepala; 
- leher; 
- batang tubuh (yang meliputi dada dan perut); 
- dua lengan dan tangan; serta dua tungkai dan kaki, 
anatomi rekonstruksi peristiwa yang dikemas dalam bentuk cerita juga memiliki tubuh yang terdiri dari 
- judul (𝑡𝑖𝑡𝑙𝑒); 
- teras (𝑙𝑒𝑎𝑑 /paragraf pertama); 
- batang tubuh tulisan (𝑏𝑜𝑑𝑦 𝑜𝑓 𝑤𝑟𝑖𝑡𝑖𝑛𝑔/𝑡𝑜𝑟𝑠𝑜); dan 
- penutup (𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔). 

Jadi, 
- bila FN tanpa judul seperti manusia tanpa kepala; 
- FN tanpa teras seperti manusia tanpa leher; 
- FN tanpa batang tubuh tulisan seperti FN tanpa dada dan perut; dan
- FN tanpa penutup seperti FN tanpa tangan dan kaki. 

Bila memahami anatomi FN, maka Anda dapat menilai naskah FN yang disodorkan kepada Anda atau naskah yang Anda buat itu sudah memenuhi semua bagian anatomi FN atau belum. Maka, pastikan FN yang Anda buat sudah lengkap secara anatomis. Karena, setiap bagian penyusun FN memiliki fungsi yang saling menguatkan dan tidak dapat digantikan oleh bagian lainnya.[] 

Depok, 12 Muharam 1444 H | 9 Agustus 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis


______

Hitam putih adalah pembeda yang tegas antara hak dan batil. Hitamnya kehidupan jahiliah menjadi terang benderangnya kehidupan islami, ditandai dengan hijrahnya Rasulullah SAW, para shahabat dan kaum Muslim dari Mekah ke Madinah yang dimulai sejak bulan Muharam tahun pertama Hijriah, 1444 tahun yang lalu.
.
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah, Pustaka Abdurrahman Auf mengadakan program promo buku halaman dalam hitam putih:
.
Tɪᴘs Tᴀᴋᴛɪs Mᴇɴᴜʟɪs ᴅᴀʀɪ Sᴀɴɢ Jᴜʀɴᴀʟɪs
𝐉𝐢𝐥𝐢𝐝 𝟏: 𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐎𝐩𝐢𝐧𝐢
Karya: Joko Prasetyo
.
𝐒𝐩𝐞𝐬𝐢𝐟𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐛𝐮𝐤𝐮:
- ukuran A5
- cover artcarton 260 gram plus laminating doft
- isi HVS 70 gram
- jilid lem binding (softcover)
- jumlah halaman 104 bolak-balik
.
Harga Normal: Rp140.000,-
𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐫𝐨𝐦𝐨 (𝟏 𝐀𝐠𝐮𝐬𝐭𝐮𝐬 - 𝟏𝟓 𝐀𝐠𝐮𝐬𝐭𝐮𝐬 𝟐𝟎𝟐𝟐): 𝐑𝐩𝟏𝟐𝟓.𝟎𝟎𝟎,-
Harga halaman dalam berwarna (𝑓𝑢𝑙𝑙 𝑐𝑜𝑙𝑜𝑢𝑟): Rp185.000,-
.
Harga belum termasuk ongkos kirim.
.
𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗱𝗶:
Pustaka Abdurrahman Auf
wa.me/6282112880274
Surel: pustakaabdurrahmanauf@gmail.com

Minggu, 24 Juli 2022

𝐓𝐈𝐏𝐒 𝐀𝐆𝐀𝐑 𝐌𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐌𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐊𝐀𝐋𝐈𝐌𝐀𝐓/𝐏𝐀𝐑𝐀𝐆𝐑𝐀𝐅 𝐏𝐄𝐑𝐓𝐀𝐌𝐀 (𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝑭𝒆𝒂𝒕𝒖𝒓𝒆 𝑵𝒆𝒘𝒔)

Tinta Media - Pernah enggak Anda mengalami kesulitan ketika hendak memulai menuliskan kalimat pertama pada paragraf pertama? Padahal ide untuk menulis bahkan kerangka karangan juga sudah terbayang jelas di benak. Tapi anehnya, ketika mau menulis kok terasa sulit. Begitu bukan yang Anda rasakan? 

Masalah tersebut terjadi karena semuanya terbayang berbarengan di kepala. Jadi membuat Anda kehilangan fokus adegan apa yang mau ditulis duluan. Adegan yang mau ditulis duluan di paragraf pertama itu disebut 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒.

𝐴𝑛𝑔𝑙𝑒 merupakan sudut pandang penulisan yang pertama kali ditulis di kalimat pertama pada paragraf pertama. Istilah 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 ini diadopsi dari dunia fotografi. Nah, bila saya sedang merasa kesulitan membuat kalimat pertama ketika menulis karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠 /FN), biasanya saya akan bertindak seolah-olah sebagai fotografer yang sedang memotret suatu kejadian. 

Dalam demonstrasi, misalnya. Seorang fotografer bisa saja memotret dari jauh sekumpulan orang yang sedang berdemo untuk menunjukkan suasana; atau fokus kepada salah seorang pendemo yang mengacungkan poster sehingga dengan mudah pembaca menangkap pesan yang disampaikan poster tersebut.

Coba perhatikan foto yang dipotret fotografer tersebut (enggak ada di unggahan status ini, semuanya termasuk fotografernya hanya ada di benak saya dan Anda saja, he… he…). Foto pertama kelihatan sekerumunan orang di pinggir jalan. Sebagian ada yang tampak mengangkat poster, ada beberapa yang membentangkan spanduk, dan yang di atas mobil komando tampak sedang orasi. Enggak ada adegan lain kan? Misal, adegan ketika mereka masih di rumahnya masing-masing, atau adegan beragam laku yang mereka perbuat usai demo. Sama sekali tidak ada!

Jadi adegannya hanya itu saja bukan? Hanya semua yang tertangkap kamera dalam sekali jepret saja. Maka Anda tuliskan saja yang Anda lihat di foto tersebut, jangan tuliskan hal lain yang tidak ada di foto. Camkan itu! He… he… 

Begitu juga dengan foto yang kedua. Mesti di dalam foto itu hanya ada satu adegan saja bukan? Misalnya, foto orang yang sedang mengacungkan poster. Pastilah yang terlihat adalah foto orang yang sedang mengacungkan poster. Sama sekali tidak ada adegan orang tersebut berangkat dari rumah untuk pergi demo, tidak ada pula adegan orang tersebut makan mi ayam setelah demo. Padahal sejatinya (anggap saja begitu), dia itu berangkat demonya dari rumah, usai demo makan mi ayam. Oke deh saya ngaku, saya sih yang biasanya usai demo lalu makan mi ayam. He… he… 

𝐂𝐚𝐫𝐚 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚

Maka, ketika Anda hendak menulis angle, jangan lupa bersikaplah seperti fotografer. Potretlah salah satu adegan dalam benak Anda. Bayangkan potret tersebut kuat-kuat, jangan pindah ke adegan lain. Perhatikan semua yang ada di potret tersebut, lalu tuliskanlah. 

Oke, dari seluruh rangkaian peristiwa demonstrasi tersebut sudah dipotret salah satu adegannya. Lantas bagaimana menuliskannya? Menuliskan angle bisa menggunakan segala macam kemungkinan dari urutan rumus 5 W + 1 H (𝑤ℎ𝑜 [siapa], 𝑤ℎ𝑎𝑡 [apa/sedang apa], 𝑤ℎ𝑒𝑛 [kapan], 𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 [di mana], 𝑤ℎ𝑦 [mengapa], dan ℎ𝑜𝑤 [bagaimana]).

Pilihlah salah satunya yang dianggap: lebih menarik, lebih penting, lebih menggambarkan suasana peristiwa, lebih berdampak, atau lebih lainnya yang memang dinilai layak untuk dituliskan pertama kali.

Bila memotret suasana, salah satu kemungkinannya bisa seperti ini:

Sekitar 20 ribu massa ormas Islam dari Jabodetabek dan sekitarnya melakukan aksi tolak pemimpin kafir, Ahad (4/9/2016) di silang Monas sisi patung kuda, Jakarta. Spanduk dan poster bertuliskan 𝐻𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑚𝑖𝑚𝑝𝑖𝑛 𝐾𝑎𝑓𝑖𝑟 dan kalimat yang senada dibentangkan dan diacungkan para demonstran. Di atas mobil komando, dengan lantang orator pun berteriak, “Haram memilih pemimpin kafir!”

Nah, begitu juga saya ketika hendak menulis karangan khas 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK). Banyak adegan yang terbayang di dalam benak. Ada adegan ketika sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia); ada adegan ketika sidang Konstituante; dan adegan-adegan lainnya. 

Saat mau menuliskannya, saya memotret suasana sidang Konstituante. Mengapa? Karena itu yang paling terbayang, maklumlah dari kecil hingga dewasa saya tinggal di Bandung, dan Gedung Merdeka (yang dulu digunakan untuk Sidang Konstituante) sudah sering saya lihat. Jadi bagi saya lebih mudah membayangkan gedung tersebut.  

Bila 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 suasana demo di atas diadaptasi menjadi angle suasana karangan khas 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖, maka rekonstruksinya bisa seperti di bawah ini:

Sekitar 550 orang berkumpul di dalam Gedung Merdeka, Bandung pada 10 November 1956. Dalam bangunan klasik dua tingkat berlantaikan marmer mengkilap khas kolonial 𝑎𝑟𝑡 𝑑𝑒𝑐𝑜, Presiden Soekarno melantik wakil rakyat hasil pemilu 1955 sebagai anggota Konstituante (lembaga yang membahas perubahan dasar negara dan undang-undang dasar). Pelantikan tersebut menandakan pula dimulainya sidang. 

Sedangkan 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 pemotretan yang fokus kepada salah satu detail (misal: pendemo yang mengacungkan poster), salah satu kemungkinannya seperti ini:

Sembari mengacungkan poster bertuliskan 𝐻𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑚𝑖𝑚𝑝𝑖𝑛 𝐾𝑎𝑓𝑖𝑟, Joko Prasetyo bersama ribuan demonstran lainnya yang berasal dari Jabodetabek dan sekitarnya, berteriak, “Allahu Akbar!” ketika mendengar orator meneriakkan haramnya memilih pemimpin kafir, Ahad (4/9/2016) di silang Monas sisi patung kuda, Jakarta.

𝐴𝑛𝑔𝑙𝑒 tersebut bila diaplikasikan kepada FN 𝐽𝑎𝑛𝑗𝑖 𝐼𝑡𝑢 𝐷𝑖𝑘ℎ𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡𝑖 maka kalimat pertama sekaligus paragraf pertamanya bisa seperti ini:

Dengan lantang dan blak-blakan Buya Hamka mengingatkan. “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka…,” tegas ulama yang berafiliasi ke Partai Masyumi, dalam pidatonya di hadapan lebih dari 500 peserta Sidang Konstituante (1956-1959) di Gedung Merdeka, Bandung. 


Oh iya, pembahasan penulisan angle banyak persamaannya dengan pembahasan penulisan 𝑙𝑒𝑎𝑑 (teras/paragraf pertama) karena seperti yang sudah disinggung, angle adalah kalimat pertama pada paragraf pertama alias bagian dari teras. Jadi, mau tidak mau, ketika salah satunya dibahas, lainnya mesti saja terbahas. 

Jadi bila Anda kesulitan menuliskan paragraf pertama, bahkan kalimat pertama, jangan lupa potret saja salah satu adegan peristiwa di benak Anda. Bekukan adegan tersebut lalu tuliskanlah di kalimat pertama dan seterusnya hingga menjadi paragraf pertama. Coba praktikkan deh, semoga menulis kalimat pertama dan paragraf pertama jadi lebih mudah. 𝐴𝑎𝑚𝑖𝑖𝑛.[]

Depok, 25 Dzulhijjah 1443 H | 24 Juli 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab