Tinta Media: Menular
Tampilkan postingan dengan label Menular. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menular. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 September 2022

Penyakit Menular Melanda, Minim Proteksi Negara

Tinta Media - Kementerian kesehatan telah mengumumkan temuan kasus cacar monyet atau monkeypox pertama di Indonesia melalui konferensi pers pada Sabtu, 20 Agustus lalu. Dilaporkan bahwa pasien cacar monyet pertama adalah seorang WNI, yakni pria berusia 27 tahun yang sempat melakukan perjalanan luar negeri (Republika, 27/08/2022).

Cacar monyet telah ditetapkan berstatus darurat kesehatan global sejak Sabtu, 23 Juli 2022 lalu oleh WHO karena telah terjadi di lebih dari 70 negara. Saat ini, sedikitnya 40.000 orang dari 90 negara terinfeksi virus cacar monyet dan 12 orang di antaranya meninggal dunia.

Penularan dari binatang ke manusia diyakini terjadi akibat perjalanan internasional ke negara-negara yang terpapar virus ini atau melalui binatang impor. Kemenkes menegaskan bahwa penyakit ini menular lewat kontak langsung dengan orang yang terjangkit virus cacar monyet, misalnya dengan droplet, lesi kulit dan benda yang terkontaminasi virus tersebut. Artinya, meskipun monkeypox tidak seganas Covid-19, tetap saja merupakan penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja yang kontak dengan penderita. 

Masuknya cacar monyet membuktikan tiadanya proteksi atas penyakit menular di negeri ini sejak awal kemunculannya.
Dunia kapitalisme tidak segera mengambil tindakan untuk menghentikan penyebaran virus di awal kemunculannya. Hal ini nampak dari penetapan darurat penyakit menular setelah tersebar di lebih dari 70 negara.
Kematian akibat penyakit ini pun diukur dengan persentase dan dianggap tidak berbahaya selama kematian di bawah satu persen dari total pasien tertular. Dari sini, negara diharapkan bisa bersikap tegas, jangan sampai kesalahan penanganan Covid-19 kembali terulang. 

Namun, negara kapitalis sendiri telah menempatkan kepentingan materi di atas kepentingan pemeliharaan jiwa manusia. Penutupan akses antarnegara untuk mencegah penularan virus yang belum tersebar luas tentu dipandang sebagai kerugian bagi negara-negara yang menerapkan sistem kapitalis. Sebab, hal ini akan menghambat distribusi barang dan jasa dan tentunya merugikan para korporasi yang sejatinya menjadi pengendali dunia hari ini, meskipun kesehatan dan nyawa manusia jadi taruhannya. 

Berbeda dengan khilafah atau negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Sistem Islam memandang bagaimana seluruh problematika manusia selesai. Menjaga jiwa manusia adalah salah satu tujuan dari penerapan syariat Islam. Karena itu, saat ditemukan satu saja pasien yang terinfeksi penyakit menular, maka khalifah sebagai pemimpin negara akan segera mengambil tindakan untuk mencegah penularan tanpa menunggu penemuan pasien di wilayah lain ataupun kematian yang diakibatkannya.

Rasulullah saw. bersabda, "Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar dari tempat itu" (HR. Muslim)

Kemudian negara akan segera memisahkan antara yang sehat dan yang sakit. Hal ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan, 

Pertama, penelusuran orang yang terjangkit penyakit menular. pada setiap pasien yang mengalami keluhan kesehatan, dilakukan pengecekan apakah ada yang terpapar. 

Kedua, melakukan penelusuran umum, yakni pemeriksaan pada warga masyarakat umum agar diketahui apakah terjadi penyakit menular. Hal ini bisa dilakukan melalui tempat-tempat publik, seperti bandara, stasiun, terminal, dan lain-lain.

Khalifah juga akan segera melakukan penelitian terkait virus yang menimbulkan penyakit dan dampak mortalitas atau kematian, serta mengembangkan vaksin dengan prosedur yang efektif dan efisien. Khalifah juga mengembangkan dan menyediakan obat-obatan yang penting untuk mengobati pasien yang terinfeksi penyakit menular. Penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan mencegah penyakit menular dan menuntaskan hingga ke akarnya.

Sebagai orang beriman yang memiliki tanggung jawab besar, sudah selayaknya para pemimpin muslim belajar dari sejarah. Jangan sampai kasus Covid-19 kembali terulang. Wallahu alam.

Oleh: Riana Annisa
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab