Tinta Media: Mensyukuri
Tampilkan postingan dengan label Mensyukuri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mensyukuri. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Agustus 2024

Mensyukuri Kemerdekaan dengan Ketaatan


Tinta Media - Kemerdekaan Indonesia merupakan karunia dari Allah Swt. Oleh karenanya, wujud syukur atas nikmat kemerdekaan adalah dengan ketaatan pada-Nya, yakni taat dalam melaksanakan seluruh perintah Allah Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. Caranya, dengan menerapkan hukum syariat yang telah Allah tetapkan, baik yang terkait dengan diri sendiri, sesama manusia, maupun bernegara. 

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, sudah semestinya menjadikan aturan Allah Swt. sebagai standar hukum. Dengan demikian, keberkahan yang Allah janjikan dapat terwujud berupa baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan mendapat ampunan dari Allah Swt.)

Oleh karena itu, merayakan hari kemerdekaan tidak cukup dengan seremoni dan aneka perlombaan saja. Namun, mesti dibarengi dengan peningkatan ketaatan individu, masyarakat, hingga level negara. Jika hal ini kita lakukan, niscaya Allah akan menambahkan nikmat-Nya.


Oleh: Ade Farkah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 30 Desember 2023

Sudahkah Kita Mensyukuri Kekayaan Kita?



Tinta Media - Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang? 

Saat mata kita sehat, kita tak pernah berpikir betapa berharga mata kita. Coba saja andai suatu saat mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan miliaran rupiah. Apa yang Anda lakukan? Anda pasti akan membayar berapa pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilai kaki kita itu. Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, kaki Anda harus diamputasi? Saya yakin, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan miliar rupiah asal kaki Anda tidak diamputasi serta kembali sehat dan normal seperti sedia kala. Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Saya yakin, Anda pun akan rela melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.

Sudah banyak bukti, orang-orang kaya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apa pun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, agar keriput di wajah bisa hilang, dll banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.

Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita hatta jika secara materi kita orang miskin. 

Karena itu amat pantaslah jika Allah SWT dalam al-Quran surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada kita: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan)? 

Pertanyaannya: Sudahkah semua itu kita syukuri? Sudah berapa lama kita luangkan waktu untuk beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya? Ataukah kita malah rajin bermaksiat kepada-Nya? Sudah berapa besar pengorbanan kita untuk agama-Nya? Sudah berapa banyak harta milik-Nya yang kita infakkan di jalan-Nya atau membantu sesama? Ataukah kita gunakan sebagian besar harta itu di jalan yang sia-sia dan tak berguna sekadar demi memuaskan syahwat dan kesenangan dunia yang sesungguhnya hanya sesaat saja?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).

Minggu, 21 Agustus 2022

Pamong Institute: Mensyukuri Kemerdekaan Seharusnya Bukan Sekadar Rutinitas

Tinta Media - Menyikapi realitas cara bersyukur rakyat negeri ini atas kemerdekaannya yang setiap tahun diperingati dengan upacara, tarik tambang, makan kerupuk dan lain-lain, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menilai bahwa mensyukuri kemerdekaan seharusnya bukan sekadar rutinitas.

"Ini mestinya menjadi evaluasi, jangan sampai rasa syukur hanya diwujudkan dengan  rutinitas," ungkapnya dalam acara Bincang Bersama Wahyu: Merdeka dari Oligarki, Rakyat Lomba Tarik Tambang, Oligarki Lomba Mengeruk Tambang, Rabu (17/8/2022) di kanal YouTube Jakarta Qolbu Dakwah.

Menurutnya, mensyukuri kemerdekaan mestinya bukan sekedar membaca teks proklamasi  dalam setiap upacara, tapi berfikir lebih filosofis  makna merdeka itu apa? Apakah benar tujuan kemerdekaan yang ada di preambule sudah terwujud? Apakah kesejahteraan, pelayanan kesehatan, pendidikan itu sudah terwujud secara merata atau belum? "Kalau ini belum terwujud mestinya ini menjadi persoalan bersama,” ujarnya.
 
Wahyudi menyayangkan, bangsa ini dalam mensyukuri dan menikmati kemerdekaannya.  Seharusnya setiap tahun tidak hanya sekadar upacara, tidak hanya sekadar lomba makan kerupuk, tidak hanya sekadar lomba tarik tambang. "Sementara para oligarki sibuk mengeruk tambang,” kritiknya.
 
Kritik yang ditujukan untuk negeri ini pun, tandas Wahyudi, jangan dimusuhi tapi harus dianggap sebagai amunisi baru untuk menjadi lebih baik. Ia menilai secara faktual  baik secara ekonomi maupun hukum masih banyak persoalan di negeri ini.

Meskipun demikian, kata Wahyudi, mewujudkan rasa syukur atas kemerdekaan itu tergantung perspektif masing-masing orang. Dengan tingkat pemahaman kemerdekaan yang masing-masing orang berbeda, lanjut Wahyudi,  menyebabkan  aktivitas bersyukur atas kemerdekaan itu  berbeda-beda pula.
 
“Kalau dulu tidak bisa main kelereng, maka dia bersyukur saat bisa main kelereng, kalau dulu sebelum merdeka belum bisa makan kerupuk rame-rame, mereka mensyukuri dengan makan kerupuk rame-rame ketika sudah merdeka,” ucap Wahyudi memberikan contoh.

Lebih Baik
 
Wahyudi memberikan tips bagaimana agar negeri ini berubah menjadi lebih baik. “Kalau ingin berubah maka pertama kali yang harus dirubah adalah pemikiran, cara pandang. Kalau cara pandangnya tidak berubah maka perubahannya tidak akan berarti.
 
Ia lalu memberikan contoh, ketika utang itu dianggap baik, maka akan sulit mengubah untuk tidak berutang.
 
“Jadi prasyarat untuk bisa berubah itu harus melihat negeri ini tidak sedang  baik- baik saja. Jika sudah sadar bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja, berikutnya dia juga harus tahu konsep negara yang ideal itu seperti apa? Sehingga tujuan perubahannya jelas,” tandasnya.
 
"Dan terakhir, harus tahu cara mengubahnya menuju perubahan yang ideal itu seperti apa? Kalau tidak tahu caranya, perubahannya tidak akan efektif," tambahnya. 
   
Wahyudi menyampaikan, Islam hadir untuk membebaskan manusia agar tidak menghamba  kepada sesama manusia, tidak menghamba pada kepentingan dunia dan tidak menghamba pada kekuasaan dunia. "Tapi hanya menghamba pada Allah SWT saja,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab