Tinta Media: Menjerit
Tampilkan postingan dengan label Menjerit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menjerit. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Oktober 2024

Bahan Pokok Melangit, Petani Justru Menjerit



Tinta Media - Harga beras di Indonesia makin tinggi dibandingkan dengan negara lain. Bahkan, biaya produksi beras di dalam negeri telah meningkat. (Liputan 6.com, 21-9-2024)

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Timor - Leste Carolyn Turk menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan tingginya harga beras, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi. Sehingga, petani mendapatkan keuntungan yang rendah. Di sisi lain, konsumen membayar beras dengan harga tinggi. Bahkan, tingginya harga beras dalam negara ini memiliki dampak yang serius bagi masyarakat luas.

Para petani harus menanggung biaya produksi pertanian yang sangat tinggi, termasuk bibit, pestisida, pupuk, dll. Adapun kebijakan subsidi pupuk bagi para petani ternyata jauh dari meringankan beban biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka. Ini merupakan salah satu contoh pemerintah yang belum bisa menyejahterakan para petani untuk bisa meningkatkan pendapatan dan kualitas pangan dengan sarana yang memadai.

Rantai distribusi merupakan salah satu penyebab harga beras tinggi. Rantai distribusi beras dari produsen ke konsumen yang cukup panjang tersebut pasti sangat merugikan para petani sebagai tangan pertama penghasil beras. Praktik tengkulak beras yang masih banyak terjadi menyebabkan petani menjual dengan harga yang sangat rendah sebelum panen. Alhasil, para petani terjebak oleh para tengkulak yang memainkan harga.

Sektor pertanian sekarang banyak dikuasai oleh para pemilik modal sehingga petani yang bermodal kecil dengan lahan sawah dan alat yang seadanya akan tergeser oleh pemilik modal besar yang memiliki lahan yang luas dan alat yang canggih. Sehingga, banyak petani yang menjual lahan sawahnya kepada pemilik modal daripada harus menanggung kerugian yang terus-menerus akibat biaya produksi yang mahal.

Adanya impor beras bukan merupakan solusi utama pemerintah agar bisa memenuhi stok beras dalam negeri. Impor terus-menerus akan menjauhkan negara dari kemandirian pangan. Kebijakan impor beras juga akan berpengaruh terhadap APBN karena negara akan rugi sedangkan negara lain yang mengekspor beras ke negara kita akan mendapatkan keuntungan.

Di sisi lain, dengan adanya kebijakan impor akan berdampak kepada ketahanan pangan Indonesia terancam. Negara yang kaya akan kesuburan tanah malah harus impor beras dari luar. Lahan pertanian dijadikan tempat membangun gedung-gedung, perumahan, industri, sehingga mengakibatkan keseimbangan alam menjadi terganggu dan nasib para petani menjadi menyedihkan.

Permasalahan bahan pangan tidak hanya dalam memenuhi stok, tetapi bagaimana negara bisa menjadi garda terdepan dalam menyejahterakan rakyat dalam menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan. Selain itu, negara hanya bisa mengatur dan menyelesaikan permasalahan pangan hanya pada aspek teknik saja. 

Masalah yang sangat mendasar pangan adalah lahan yang makin sempit dikarenakan pengalihan fungsi, tata kelola yang sangat kacau. Selain itu, negara tidak membantu dan memberikan fasilitas untuk para petani agar menghasilkan produk pangan yang bagus. Negara sudah sangat abai dengan penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam mengelola pangan.

Bagaimana Islam menyelesaikan permasalahan pangan?

Pangan adalah salah satu masalah penting bagi suatu negara, sehingga tidak perlu bergantung kepada negara lain. Saat ini, banyak lahan yang kosong tetapi tidak ada yang mengelola. Di sisi lain, banyak petani yang justru tidak memiliki lahan sendiri untuk bertanam. Alhasil, mereka terpaksa menjadi buruh tani di negaranya sendiri. Itu salah satu bukti negara abai dalam menyejahterakan para petani.

Dalam sebuah negara, militer bukan salah satu sistem pertahanan negara. Akan tetapi, negara harus memiliki ketahanan pangan dalam pemenuhan kebutuhan rakyatl.

Pada masa kejayaan Islam, sistem ketahanan pangan telah diterapkan. Oleh karena itu, dalam Islam, sistem pangan harus dilakukan secara mandiri, berdikari, dan sistematis.

Dalam sistem Islam, negara akan mengupayakan pengembangan bibit unggul, harga pupuk yang terjangkau oleh para petani, serta memberikan pelatihan dan keterampilan. Secara gratis, negara menyediakan air sebagai akses yang merupakan faktor penting bagi irigasi pertanian. 


Dalam naungan sistem khilafah, negara akan memberikan kebijakan yang bisa menyejahterakan para petani. Islam mengatasi pangan secara fundamental dan mewujudkan pangan yang mandiri dan berdaulat. Wallahualam bissawab.



Oleh: Leni Anisa
Sahabat Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

Pupuk Sulit Petani Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang melambung tinggi membuat para petani antusias untuk segera memanennya, seperti yang dilakukan oleh salah seorang petani di kampung Citalitik Desa Soreang Kabupaten Bandung. Ia begitu semangat memanen padi milik orang tuanya, harga jual gabah yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun para petani masih menyimpan kegelisahan yaitu sulitnya mendapatkan pupuk sehingga proses penanaman padi menjadi terhambat. (detikjabar) 

Pupuk langka mengapa? 

Pupuk merupakan saprotan (sarana produksi pertanian) ketika pupuk sulit didapat tentu harus kita pertanyakan, Indonesia negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) namun kondisi rakyatnya jauh dari kata makmur. Semua ini terjadi tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang terus bercokol di negeri ini pemenuhan kebutuhan rakyat tidak merata penguasa lebih memihak pada oligarki dari pada rakyatnya sendiri pemalakan pun terus terjadi. 

Hal itu bisa kita lihat saat ini pemerintah mengeluarkan kartu tani agar petani bisa membeli pupuk, namun tidak semua petani memiliki kartu tani tersebut. hanya petani-petani yang memiliki lahan luas dan banyak yang mendapatkan kartu tani, sedangkan petani yang lahannya sedikit harus mengeluarkan uang yang besar agar bisa membeli pupuk, contohnya pupuk urea petani bisa membeli dengan harga Rp 130 ribu per lima kilogram dan ini pun di batasi.(detikjabar) 

Ironi sekali semua bidang di jadikan ladang bisnis bagi penguasa dan oligarki, tidak peduli seberapa besar penderitaan rakyat yang penting mendapatkan keuntungan yang besar meskipun itu harus mengorbankan rakyatnya sendiri. 

Hal ini sangat memprihatinkan dan harus ada penyelesaian yang tuntas. Negara harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan pemerataan, bagaimana negara berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, negara juga sebagai pelaksana harus memastikan pendistribusiannya secara terorganisir dan tepat sasaran. 

Semua ini akan kita dapati ketika adanya kepemimpinan islam oleh seorang kholifah yang akan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh yaitu riayatul su'unil ummah (meriayah seluruh urusan umat) sehingga rakyat benar-benar merasakan keadilan, keamanan dan kesejahteraan,seperti yang sudah di contohkan oleh sahabat Rosul saw sayidina umar bin Khattab r.a ketika menjadi seorang khalifah telah mengganti kerugian yang di alami petani syiria dengan mengambil dari kas baitul mal, ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian terhadap rakyatnya. Dan dalam islam pemimpin diperintahkan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini, 
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Harga Beras Naik, Rakyat Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang terus naik dengan kenaikan yang sangat signifikan membuat masyarakat terus menjerit dan mengeluh karena bahan pokok utama sehari hari yang terus menerus naik. Sedangkan penghasilan tiap harinya enggak ada kenaikan bahkan tak sedikit yang berkurang dan juga kehilangan penghasilan. Akibatnya besar pasak daripada tiang. Sebuah keluarga yang biasanya uang seratus ribu bisa beli beras 10 kg sekarang ini hanya cukup untuk beli beras kurang lebih lima kg. Mereka harus putar otak agar keluarganya tetap bisa makan dengan berbagai cara.

Di balik kenaikan harga beras yang dialami sekarang ini, kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak saja. Tapi harus kembali ke pemikiran masing-masing, kadang masyarakat suka memandang sebelah mata kepada profesi seorang petani, yang kehidupan kesehariannya selalu bergelut dengan cangkul berlumur  lumpur dan berbalut baju yang penuh dengan tanah sawah dan kaki telanjang tanpa beralaskan sandal ataupun sepatu. Berbeda dengan memandang orang yang berpakaian perlente, berdasi, pakai tas bermerk dan bermobil mewah. Masyarakat selalu tersenyum lebar dan kepala mengangguk pertanda hormat. Padahal petani yang kucel sebenarnya yang lebih mulia dan berjasa. Karena dengan profesinya mereka tak kunjung lelah mengelola sawahnya sehingga menghasilkan hamparan padi yang menguning, merunduk berisi, yang membuat persediaan beras di pasar tidak kekurangan.

Berbeda dengan sistem sekarang yang digunakan adalah sistem kapitalis dengan sekularismenya yang liberal, tidak ada lagi sawah yang hijau. Tidak ada lagi pemandangan indah di kala padi menguning, tidak ada lagi cicitan burung di tengah sawah. Yang ada sekarang adalah kepulan asap yang membumbung tinggi dari cerobong-cerobong asap dari pabrik-pabrik, deretan perumahan-perumahan mewah yang notabenenya semua punya orang berduit.
Para petani kucel pemilik sawah tersebut telah menjual semua lahan suburnya pada mereka kaum penguasa dan oligarki, dengan di iming-imingi harga yang tinggi dan mereka para petani merasakan kaya mendadak dengan menjual lahan tersebut. Tapi cuma sesaat dengan seiring waktu uang tersebut habis karena enggak bisa mengembangkannya dan ujungnya jatuh miskin jadi pengangguran. Mereka kaum penguasa dan pengusaha bersorak menang dan menari di atas penderitaan orang lain.

Itulah jahat dan sadisnya sistem kapitalis sekularisme yang semuanya hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan asas manfaat.

Dalam pandangan Islam semua urusan kehidupan diatur sesuai syariat Islam yang sesuai dengan hukum syara.
Lahan pertanian dikelola oleh para petani di bawah perlindungan negara. sawah-sawah digarap dengan bibit unggul dan pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi sehingga menghasilkan hasil yang memuaskan.
Harga beras di pasaran merata, rakyat makmur tidak ada yang kelaparan.
Pembangunan, sumber daya alam di kelola oleh negara demi kepentingan rakyat agar terciptanya negeri yang gemah ripah loh jinawi. Tidak ada lagi teriakan kenaikan beras yang bunyinya seperti kicauan burung yang lagi gacor. Semua masyarakat hidup tenteram, karena hanya dengan Islamlah semua permasalahan dapat dipecahkan.

Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Ana Sholihah
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 16 November 2022

Penguasa Pro-Kaum Elit, Rakyat Menjerit

Tinta Media - Ekonomi semakin sulit, tetapi dapur harus tetap mengepul. Sementara, kebutuhan pangan melambung naik mengikuti kenaikan BBM yang terkadang mengalami kelangkaan pula.

Terimpit akibat kenaikan harga, akhirnya rakyat menuntut kenaikan upah. Ribuan pekerja (buruh) menggelar aksi demo di Patung Kuda, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Salah satu tuntutan yang disuarakan para buruh ialah kenaikan upah minimum sebesar 13 persen pada 2023 (Bisnis.com, 13/10/2022) 

Selama ini, pemerintah tidak pernah mengabulkan permintaan rakyat, sehingga mereka sebenarnya pesimis bahwa pemerintah akan menggubris permohonan kenaikan upah ini. 

Kalaupun membantu, solusi yang diberikan hanya setengah hati, yang akhirnya tidak menuntaskan apa pun. Sama seperti bantuan sosial, yaitu tambahan berupa bantuan langsung tunai untuk bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp150 ribu per bulan dan diberikan 4 kali (CNBCindonesia.com, 14/09/2022). Artinya, rakyat hanya menerima Rp600 ribu. Itupun tidak merata.

Tentu bantuan ini tidak bisa menghilangkan kesulitan ekonomi rakyat sama sekali. Buktinya, rakyat masih terus menjerit. Dari sini, tampaklah bahwa pemerintah bukanlah pelayan umat yang benar-benar mengurus rakyat. 

Walaupun demo sering dilakukan, tetapi pemerintah tetap bergeming untuk mengubah kebijakan kenaikan harga pangan dan BBM. Sebaliknya, pemerintah malah mengikuti anjuran IMF untuk menghapus subsidi. 

Beginilah negara dengan sistem yang mengekor pada kapitalisme. Rakyat menjadi pelayan para elit, bukan sebaliknya, penguasa yang menjadi pelayan rakyat. 

Maka, pantas saja pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang tidak pro kepada rakyat. Sebab, penguasa hanya fokus untuk mengupayakan keuntungan para korporasi dan oligarki, baik dari undang-undangnya sampai pada kepemilikan rakyat, yaitu SDA yang sebagian besar diserahkan kepada Asing. 

Jika sistem ini terus berlanjut menguasai negeri ini, sudah tentu negeri ini tidak akan pernah bangkit ekonominya dan akan selalu terpuruk dari segala bidang. Maka, mari kita pikirkan bersama, solusi jitu dan menyeluruh untuk permasalahan negeri dan dunia ini. 

Islam telah mencontohkan bagaimana sebuah negara yang berdiri makmur dan sejahtera dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Bahkan, Islam mampu menyejahterakan umat manusia dalam wilayah seluas 2/3 dunia. 

Luar biasanya Islam mengatur urusan umat sesuai dengan syariat dan berhasil menjadikan ekonominya stabil dan independen. Hal ini dikarenakan negara mengharamkan SDA dikuasai asing, sebagaimana sabda Rasulullah saw: 

"Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, yaitu air, api, dan parang rumput. (HR. Muslim) 

Maka, Islam melarang hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan hajat orang banyak dikuasai individu, terutama asing. Bahkan, penguasa diharamkan mengambil keuntungan atau jual beli dari kepemilikan umat tersebut. 
Beginilah, Islam memerintahkan pada penguasa untuk melayani dan meri'ayah umat. 

Karena itu, penderitaan dan kesengsaraan ini haruslah segera diakhiri. Maka, kita harus segera mengganti sistem bobrok kapitalis dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt. Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Lestia Ningsih, S.Pd.
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab