Tinta Media: Memimpin
Tampilkan postingan dengan label Memimpin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Memimpin. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Februari 2024

Hanya Islam yang Layak Memimpin Dunia



Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah Dra. Irianti Aminatun menegaskan, hanya Islam yang layak memimpin dunia.

“Hanya Islam yang layak memimpin dunia,” tuturnya di acara Bincang Islam #30: Persaudaraan Hakiki dalam Islam, Ahad (25/2/2024) di Bandung.

Ia beralasan, secara faktual baru satu abad dunia dipimpin kapitalisme telah mengakibatkan kerusakan di berbagai bidang di seluruh belahan bumi, termasuk di Indonesia.

“Malapetaka ekonomi, malapetaka kemanusiaan, malapetaka politik, menjadi sajian berita sehari-hari,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, secara i’tiqody Allah Swt. menegaskan dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 23, 

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى  

"maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."

“Mafhum mukhalafah dari ayat tersebut, kalau manusia tidak mengikuti petunjuk Allah pasti akan tersesat dan celaka. Maka jika mengatur dunia tidak dengan petunjuk Allah (Islam) maka pasti tersesat dan celaka. Dan ini sudah terbukti,” tegasnya. 

Islam, lanjutnya, datang untuk memecahkan masalah manusia. Saat  diemban oleh negara, Islam mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia baik sisi kemanusiaan, keamanan, kesejahteraan, maupun ilmu pengetahuan.  

“Kunci keberhasilan Islam dalam membangun peradaban dunia terletak pada akidah Islam sebagai landasan negara dan syariat Islam yang diterapkan dan diemban oleh negara. Jadi Islam itu akidah dan sistem,” terangnya. 

Khilafah

Irianti menerangkan, agar Islam bisa diterapkan, membutuhkan institusi penerap yang dalam terminologi fikih Islam disebut khilafah.

“Dengan khilafah, umat Islam yang jumlahnya 1,8 miliar disatukan dalam satu kepemimpinan yang akan melindungi dan melayani mereka. Kesatuan ini yang akan mewujudkan persaudaraan hakiki,” jelasnya.

Di dalam negeri, ucapnya, khilafah akan menerapkan syariat kafah untuk merealisasikan penjagaan terhadap keturunan, akal, kehormatan, jiwa, harta, agama, keamanan, dan negara.

“Di luar negeri, khilafah akan menebar kebaikan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad sehingga rahmat tersebar di muka bumi,” imbuhnya. 

Pasti Tegak

Irianti meyakini, khilafah pasti tegak karena Rasulullah memberikan kabar tentang itu. Ia mengutip hadis Rasulullah saw. riwayat Imam Muslim dan Al-Hakim, "Sungguh Allah memaparkan belahan bumi untukku. Aku pun melihat timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah dipaparkan untukku dari belahan bumi itu." 

“Menegakkan kembali khilafah yang akan menerapkan syariat Islam kafah adalah kewajiban. Kewajiban menegakkan khilafah ini sebagai konsekuensi keimanan kita yaitu kewajiban menerapkan hukum-hukum Islam secara kafah,” ungkapnya. 

Menurutnya, melalaikan perjuangan menegakkan khilafah adalah kemaksiatan yang akan mendapat azab pedih dari Allah Swt. bagi yang melalaikannya. 

“Umat Islam harus sadar bahwa menegakkan khilafah adalah kewajiban. Memperjuangkannya juga kewajiban. Jika dua kesadaran ini yaitu kesadaran wajibnya menegakkan khilafah dan kesadaran kewajiban memperjuangkannya sudah melekat dalam benak umat maka tinggal satu langkah lagi yaitu pertolongan Allah,” yakinnya.

Jika pertolongan Allah datang, ucapnya, Islam akan kembali memimpin dunia. “Saat itulah peradaban emas yang dulu pernah terukir akan kembali bersinar,” ucapnya penuh optimisme memungkasi penuturan. [] Umi Arief

Sabtu, 10 Februari 2024

Pemimpin Bukan Hanya Memimpin



Tinta Media - Perhelatan politik di Indonesia memang menarik untuk diikuti. Tak terkecuali tentang debat calon presiden dan calon wakil presiden yang hari ini selalu menjadi trending topic di setiap pembicaraan masyarakat Indonesia. Komentar-komentar saling sindir pun begitu tampak dan vulgar. Tak peduli itu kawan, sahabat bahkan keluarga dekat pun menjadi korban saling sindir. Ditambah bermunculan berita-berita hoaks yang makin mempertajam konflik tersebut. 

Menariknya di setiap debat calon presiden dan calon wakil presiden, tiap paslon (pasangan calon) memaparkan cara pandangnya terhadap suatu permasalahan di negeri ini secara solutif dan inovatif. Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika beberapa pendukung salah satu paslon menilainya tak masuk akal atau hanya omong kosong saja bahkan secara terang-terangan menunjukkan nir adab (tidak beradab). Hasilnya timbul kekecewaan yang mengakibatkan berpindahnya dukungan ke paslon yang lain. 

Efek kekecewaan ini pun berimbas kepada lembaga survei elektabilitas. Lembaga survei ini banyak memberikan data-data elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden di suatu daerah. Tujuannya ingin memberikan gambaran secara umum kepada masyarakat agar dapat menentukan pilihannya. Selain itu data-data dari lembaga survei tersebut, digunakan oleh para paslon untuk menyusun strategi meraih dukungan yang lebih banyak. Namun beberapa masyarakat Indonesia tidak mempercayainya, dikarenakan isu yang beredar bahwa lembaga survei merupakan antek dari salah satu paslon. 

Jika dicermati secara mendalam, sayangnya para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada yang memberikan pandangannya secara Islam. Mereka hanya berkutat secara cabang tidak secara substansial pada setiap pembahasannya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Hanya meneruskan dari sistem yang sudah ada yaitu demokrasi kapitalisme. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, agama dilarang mengatur urusan kenegaraan. Artinya harus dipisahkan antara urusan negara dan agama. Padahal dalam Islam, negara harus berlandaskan dari aturan agama, karena hanya Allah Swt. yang berhak membuat aturan. Selain itu pada sistem demokrasi kapitalisme kedaulatan ada di tangan rakyat, sedangkan pada Islam kedaulatan itu milik Allah swt. Sehingga jelas tidak mungkin akan ada kepentingan baik secara kelompok maupun individu. Dalam Islam negara dan rakyat wajib taat kepada hukum syariat. Sehingga akan tercipta amar ma'ruf nahi munkar bila negara melanggar syariat Islam. 

Sungguh miris keadaan negeri ini yang mayoritas beragama Islam serta memiliki jumlah pemeluk agama Islam terbesar sedunia namun menolak atau anti kepada syariat Islam. Padahal seorang muslim itu wajib taat kepada syariat Islam tanpa nanti tanpa kecuali dan tanpa pilih-pilih. Umat Islam membutuhkan pemimpin yang benar-benar menjalankan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), karena hanya dengan Islam persoalan-persoalan di negeri ini akan terselesaikan. Mulai dari kemiskinan, keadilan, pengelolaan sumber daya alam, dan lain-lain. 

Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat Indonesia mulai berpikir mendalam tentang permasalahan pemilihan pemimpin ini. Jangan mau terjebak berulang-ulang di setiap ajang 5 tahunan ini. Dan seharusnya umat Islam memiliki pandangan atau agenda sendiri di dalam perpolitikan yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam. 

Adapun cara yang di tempuh yaitu mengikuti thariqah (metode) yang diajarkan Rasulullah SAW dengan cara mengikuti pembinaan-pembinaan (belajar) dan memberikan edukasi kepada masyarakat (dakwah) agar tercipta masyarakat yang berpikir mendalam secara perspektif Islam. Bayangkan jika semua masyarakat sadar dan berpikir secara perspektif Islam yang kaffah, tentu negeri ini pun akan menjadi negri baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur seperti yang dicita-citakan.


Oleh : Arief Firman
Aktivis Dakwah 

Kamis, 12 Januari 2023

FIWS: Kaum Muslimin adalah Bangsa Besar yang Akan Memimpin Dunia

Tinta Media - Melihat konstelasi dunia saat ini, khususnya dengan adanya militerisasi Jepang, Direktur Forum Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi meyakini bahwa kaum muslimin adalah bangsa besar yang akan tetap mampu memimpin politik dan arah perubahan dunia.

“Saya tetap yakin kaum muslimin sebagai bangsa besar akan mampu memimpin politik dan arah perubahan dunia sekalipun ada militerisasi Jepang,” tuturnya dalam Kabar Petang: Bangkitnya Militerisasi Jepang Merubah Politik Dunia? di kanal youtube Khilafah News, Sabtu (7/1/2023) 

Farid mengungkapkan, ada dua hal yang harus dilakukan oleh umat Islam agar mampu memimpin dalam konstelasi politik di dunia.

Pertama, umat Islam harus menyadari akar identitas kaum muslimin. “Identitas kaum muslimin adalah bangsa muslim yang besar yang berbasis kepada akidah Islam, diatur oleh syariat Islam. Menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai paradigma yang paling penting dalam kehidupan kaum muslimin. Menjadikan dakwah menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia menjadi politik luar negerinya. Kita adalah bangsa besar karena pernah memiliki negara besar yaitu negara khilafah,” urainya.

Farid menegaskan sebagai bangsa yang besar karena pernah memiliki negara yang besar yaitu negara Khilafah. “Jadi kaum muslimin adalah bangsa yang besar sehingga terbiasa berhadapan dengan problem-problem besar termasuk terbiasa berhadapan dengan Persia dan Romawi, negara adidaya saat itu. Demikian juga di masa Khilafah Utsmani, Muhammad al fatih berhasil menaklukan kota Konstantinopel. Jadi kaum muslimin pernah menjadi penguasa dunia,” bebernya.

Kedua, umat Islam harus kembali kepada apa yang pernah diadopsi oleh Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya dan generasi para Khulafaur Rasyidin yaitu mengadopsi Islam sebagai pedoman hidup dan mengatur seluruh kehidupannya. Selain itu memiliki tanggung jawab politik luar negeri yang besar yaitu menyebabkan Islam ke seluruh penjuru dunia.

“Artinya agar menjadi bangsa yang besar, umat Islam membutuhkan negara adidaya yang pernah dibangun oleh para Khulafaur Rasyidin. Negara yang bisa menaklukkan dunia mempengaruhi konstelasi politik internasional, disegani oleh dunia, menjadi mercusuar peradaban dunia termasuk mercusuar sains dan teknologi,” pungkasnya.[] Erlina
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab