Rencana ERP, Cara Baru Memalak Rakyat
Tinta Media - Sungguh sengsara hidup di bawah sistem kapitalisme. Segala sesuatunya tak ada yang gratis, semua serba berbayar. Di saat rakyat susah payah memenuhi kebutuhan hidup, di saat harga bahan pangan merangkak naik, kini pemerintah mempunyai rencana baru bagi pengguna jalan di ibu kota.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik. Berkaitan dengan tarif, Dishub DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas. CNNIndonesia.com 9/1/2023
Dijelaskan dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) bahwa kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik yang hanya pada kawasan, ruas jalan dan waktu tertentu. Setidaknya, ada 25 ruas jalan yang akan diberlakukan ERP ini.
Alasan wacana ERP ini karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin mengurangi kemacetan dan mengalihkan masyarakat beralih pada moda transportasi umum. Namun, meskipun masih wacana, masyarakat sudah banyak yang pro dan kontra atas kebijakan ini.
Meraih Pendapatan Baru
Rencana ERP ini memang bukan rencana yang baru. Rencana ini sudah ada sejak era Gubernur Sutiyoso, tetapi belum terealisasi dan baru awal tahun ini dibahas kembali.
Terlepas apa pun alasan pemerintah, kebijakan ini merupakan kebijakan zalim. Betapa tidak, dengan penerapan ERP, maka akan ada pendapatan baru bagi pemerintah dari pengguna jalan. Bahkan, wacananya akan ada denda bayar dua kali lipat bagi pengguna jalan yang melanggar aturan lalin di jalan ERP.
Jalan merupakan sarana umum bagi semua kalangan rakyat. Apalagi itu bukan jalan tol. Dengan kebijakan ERP ini, maka pemerintah sama halnya dengan memalak rakyat. Alih-alih mencari solusi yang tepat atas kemacetan, pemerintah malah semakin membebani rakyat dengan berbagai pungutan.
Hal seperti ini memang sudah lumrah di dalam sistem kapitalisme. Segala sesuatu termasuk pengaturan urusan masyarakat, dilakukan dengan standar untung dan rugi, tidak ada yang gratis.
Begitu pun, kapitalisme akan melanggengkan liberalisasi dalam segala aspek. Bahkan, sarana umum yang seharusnya dinikmati secara gratis pun harus bayar. Lalu, ke mana pajak-pajak yang selama ini dibayar oleh rakyat?
Sarana Umum dalam Islam
Islam akan memfasilitasi semua sarana umum dengan gratis, apalagi jalan yang memang merupakan fasilitas penting bagi rakyat, karena rakyat tentu memiliki kebutuhan akan adanya jalan umum.
Menarik pungutan bagi pengguna jalan sama dengan membatasi penggunanya. Hanya kalangan yang mampu saja yang bisa melewati jalan berbayar ini. Maka, tidak boleh bagi penguasa menarik pungutan atas jalan umum. Penguasa seharusnya lebih memberikan pelayanan bagi pengguna jalan tanpa harus memberatkannya.
Saat era kepemimpinan Bani Abbasiyah, penguasa membangun jalan-jalan umum dengan disertai penunjuk dan lampu di setiap jarak satu mil, agar rakyat tidak tersesat dan nyaman saat melaluinya. Semua pelayanan umum dilakukan secara maksimal dalam sistem Islam. Hal ini karena hakikat seorang pemimpin dalam Islam adalah pelayan bagi rakyatnya.
Walhasil, hanya dalam sistem Islamlah semua pelayanan terbaik dapat dirasakan rakyat, tak mungkin dijumpai dalam sistem lain. Kalaupun ada pelayanan yang baik saat ini, tentunya tidak gratis karena memang kapitalisme tidak akan bisa mewujudkannya dengan gratis.
Maka, sudah selayaknya kita mengupayakan tegaknya sistem terbaik dari Ilahi yang akan menaungi seluruh umat manusia dengan penuh keadilan dan kesejahteraan. Sistem itu tentulah sistem Islam kaffah dari Allah Swt. Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur alam semesta dan seluruh isinya.Wallahu a'lam.
Oleh: Ummu Rafi
Aktivis Muslimah