Tinta Media: Mati
Tampilkan postingan dengan label Mati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mati. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Juli 2023

Pengesahan RUU Kesehatan, Gerakan Perubahan: Demokrasi Telah Mati

Tinta Media - Berkaitan dengan pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR, Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi menilai bahwa demokrasi telah mati.

"Ini berarti demokrasi mati," ujarnya dalam dialog Bincang Perubahan: RUU Kesehatan Ditolak Rakyat, kok Malah Disahkan, Bukti Demokrasi Mati, di kanal YouTube Bincang Perubahan, Rabu (12/7/2023).

Menurutnya, meski suara-suara tenaga medis, para pakar, ilmuwan dan akademisi telah meminta kepada DPR agar pengesahannya ditunda, namun nyatanya RUU Kesehatan ini tetap di sahkan.

"Nah, jadi itulah yang sangat saya sayangkan. Kenapa mereka itu tidak diterima dulu di DPR, dengar dulu pendapat mereka," geramnya.

Ia pun menyesalkan, kalau seperti ini, jadi seakan-akan ini negara rimba.

"Jadi tidak perlu ada pendapat, tidak perlu ada suara-suara rakyat yang didengarkan gitu," sesalnya.

Masalahnya ketika Pemilu, menurutnya suara-suara rakyatlah yang menentukan. 

"Tapi kenapa pada saat pembuatan undang-undang, dalam hal ini Undang-undang Kesehatan, kok enggak didengar suara rakyat? Jadi, ini adalah bentuk kegagalan demokrasi di negeri ini," pungkasnya. [] Muhar

Sabtu, 03 Juni 2023

Mewaspadai Hati yang Mati

Tinta Media - Sobat. Hati yang tunduk pada nafsu seperti orang yang bergantung kepada orang yang tenggelam sehingga keduanya sama-sama tenggelam. Amal kebaikan akan melahirkan cahaya dalam hati, kekuatan pada tubuh, sinar pada wajah, kelapangan rezeki, serta kecintaan di hati makhluk.

Sobat. Sebaliknya, amal keburukan melahirkan kegelapan dalam hati, kelam pada wajah, kelemahan badan, merasa kekuarangan dalam urusan rezeki, serta kebencian di hati makhluk.

Sobat. Maksiat dan dosa akan mengotori dan menghitamkan hati. Sebaliknya mengingkari maksiat dan bertaubat darinya akan membersihkan hati dan memutihkan hati. Hati seperti itulah yang dipenuhi keimanan, kecintaan kepada Allah, dan rasa takut kepada-Nya.

أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَتَكُونَ لَهُمۡ قُلُوبٞ يَعۡقِلُونَ بِهَآ أَوۡ ءَاذَانٞ يَسۡمَعُونَ بِهَاۖ فَإِنَّهَا لَا تَعۡمَى ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَلَٰكِن تَعۡمَى ٱلۡقُلُوبُ ٱلَّتِي فِي ٱلصُّدُورِ  

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” ( QS. Al-Hajj (22) : 46 )

Sobat. Orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan ayat-ayat Allah, dan mengingkari seruan Nabi Muhammad saw sebenarnya mereka sering melakukan perjalanan antara Mekah dan Syiria, serta ke negeri-negeri yang berada di sekitar Jazirah Arab. Mereka membawa barang dagangan dalam perjalanan melihat bekas-bekas reruntuhan negeri umat-umat yang dahulu telah dihancurkan Allah, seperti bekas-bekas negeri kaum 'Ad dan kaum samud, bekas reruntuhan negeri kaum Lut dan kaum Syu'aib dan sebagainya. 

Orang-orang musyrik Mekah telah pula mendengar kisah tragis kaum yang durhaka itu. Apakah semua peristiwa dan kejadian itu tidak mereka pikirkan dan renungkan bahwa tindakan mereka mengingkari seruan Muhammad dan menyiksa para sahabat itu sama dengan tindakan-tindakan umat-umat dahulu terhadap para rasul yang diutus kepada mereka? Jika tindakan itu sama, tentu akibatnya akan sama pula, yaitu mereka akan memperoleh malapetaka dan azab yang keras dari Allah. Allah Mahakuasa melakukan segala yang dikehendaki-Nya, tidak seorang pun yang sanggup menghalanginya.

Melihat sikap orang-orang musyrik Mekah yang demikian, ternyata mata mereka tidaklah buta, karena mereka dapat melihat bekas-bekas reruntuhan negeri kaum yang durhaka itu, tetapi sebenarnya hati merekalah yang telah buta, telah tertutup untuk menerima kebenaran. 

Yang menutup hati mereka itu ialah pengaruh adat kebiasaan dan kepercayaan mereka dari nenek moyang mereka dahulu. Oleh karena itu mereka merasa dengki kepada Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya, sehingga mereka tidak dapat lagi memikirkan dan merenungkan segala macam peristiwa duka yang telah terjadi dan menimpa umat-umat terdahulu.

Sobat. Hati yang rusak adalah hati yang dipenuhi sifat munafik, amarah, kesat, lalai dan dengki. Semua penyakit hati itu disebabkan oleh rasa cinta kepada dunia. Sementara hati yang bagus adalah yang dipenuhi iman, cemas, tenang, takwa dan kasih sayang, rahmat, lapang, dan takut kepada Allah. Rusak dan bagusnya hati kita bersesuaian dengan kadar keimanan kita. Demikian penjelasan Ibnu Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam.

Sobat. Salah satu ciri hati yang sehat adalah hati yang tunduk adalah yang selalu berdzikir kepada Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya :

۞أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( QS. Al-Hadid (57) : 16 )

Sobat. Pada ayat ini Allah menegur dan memperingatkan orangorang Mukmin tentang keadaan mereka yang berlalai-lalai. Belum datangkah waktunya bagi orang-orang Mukmin untuk mempunyai hati yang lembut, senantiasa mengingat Allah, suka mendengar dan memahami ajaran-ajaran agama mereka, taat dan patuh mengikuti petunjuk-petunjuk kebenaran yang telah diturunkan, yang terbentang di dalam Al-Qur'an. Selanjutnya orang-orang Mukmin diperingatkan agar jangan sekali-kali meniru-niru orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberikan Kitab Taurat dan Injil. Sekalipun telah lama dan memakan waktu agak panjang, mereka belum juga mengikuti dan memahami ajaran mereka dan nabi-nabi mereka, sehingga hati mereka menjadi keras dan susah membantu, tidak lagi dapat menerima nasihat, tidak membekas pada diri mereka ancaman-ancaman yang ditujukan kepada mereka. Mereka mengubah Kitab yang ada di tangan mereka dan ajaran-ajaran Kitab mereka dilempar jauh-jauh. Pendeta dan pastur mereka jadikan tuhan selain Allah, membikin agama tanpa alasan. 

Kebanyakan mereka menjadi fasik, meninggalkan ajaran-ajaran mereka yang asli. Sejalan dengan ayat ini firman Allah: 
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (al-Ma'idah/5: 13).

Sobat. Hati yang sehat itu adalah hati yang tenang, yaitu tidak ragu dan tidak goyah. Ia senantiasa mengembalikan semua urusan kepada Allah. Hati yang sehat adalah hati yang bertakwa, yaitu menyadari pengawasan Allah dalam setiap urusan dan mengagungkan semua syiar-Nya.
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ  
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” ( QS. Al-Hajj (22) : 32 )

Sobat. Siapa yang menghormati syi`ar-syi`ar Allah, memilih binatang kurban yang baik, gemuk dan besar, maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan orang yang benar-benar takwa kepada Allah dan perbuatan yang berasal dari hati sanubari orang yang mengikhlaskan ketaatannya kepada Allah.
Dalam hadis diterangkan binatang yang biasa disembelih para sahabat.

Dari Abu Umamah bin Sahal, "Kami menggemukkan hewan kurban di Medinah, dan kaum Muslimin mengemukkannya pula." (Riwayat al-Bukhari)

Dan hadis Nabi Muhammad saw:
Dari al-Bara, ia berkata telah bersabda Rasulullah saw, "Empat macam yang tidak boleh ada pada binatang kurban, yaitu yang buta matanya sebelah, yang jelas kebutaannya, yang sakit dan jelas sakitnya, yang pincang dan jelas pincangnya dan yang patah kakinya, dan yang tidak dapat membersihkan diri (yang parah)."(Riwayat al-Bukhari dan Ahmad).

Sobat. Hati yang sehat adalah hati yang suci, yaitu hati yang bersih dari segala keburukan dan noda syahwat. Bahkan hawa nafsunya mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari Allah SWT. Hati yang sehat adalah hati yang kembali, yaitu kembali kepada Tuhan seraya menyadari kelalaiannya sekaligus bertaubat darinya. 

Allah SWT berfirman :

هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٖ مَّنۡ خَشِيَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِ وَجَآءَ بِقَلۡبٖ مُّنِيبٍ 

“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat,” ( QS. Qaf (50) : 32-33 )

Sobat. Ayat ini menerangkan ketika orang-orang bertakwa berada di depan surga, malaikat berkata kepada mereka: bahwa yang di depan mereka adalah kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepada mereka dengan perantaraan para rasul-Nya dan tertulis dalam kitab-kitab-Nya yaitu kepada setiap hamba Allah yang selalu kembali dengan bertobat kepada Allah. Mereka selalu memohon ampun dari dosa-dosanya dan mereka selalu berusaha untuk memelihara semua peraturan-peraturan-Nya.

Sobat. Mereka takut kepada Allah Yang Maha Pemurah, sedangkan Dia tidak kelihatan oleh mereka, dan mereka menghadap ke hadirat Allah dengan hati yang bertobat dan tunduk kepada-Nya. 

Sobat. Waspadalah terhadap hati yang mati , “ Di antara tanda-tanda hati yang mati adalah tidak ada kesedihan atas ketaatan yang terlewatkan dan tidak adanya penyesalan atas adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan.” Kata Ibnu Athaillah.

Sobat. Adapun ciri hati yang mati : Tanda orang yang hatinya mati sering meremehkan urusan sholat. Bahkan berani meninggalkannya tanpa ada rasa penyesalan. Padahal sholat adalah kewajiban dan pembeda seorang muslim dan orang kafir. Dalam satu Hadis disebutkan: "Barang siapa yang memelihara sholat, maka sholat akan menjadi cahaya baginya, bukti dan keselamatan kelak di hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, sholat itu tidak akan menjadi cahaya, bukti maupun keselamatan baginya sedangkan di hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama Fir'aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.

Adapun ciri-ciri hati yang mati lainnya ; merasa tenang walaupun setiap hari melakukan dosa dan maksiat.Jauh dari Al-Quran,condong kepada urusan dunia,suka berprasangka buruk dan mencari kesalahan orang lain,enggan belajar agama dan tidak suka nasehat. Tidak mau memikirkan mati dan azab kubur.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN

Selasa, 14 Maret 2023

Konten Unfaedah, Generasi Salah Kaprah

Tinta Media - Miris dan tragis, melihat potret generasi zaman now. Berlomba membuat konten, hanya mengejar viral, untuk mendapat banyak cuan maupun sanjungan. Bahkan tidak peduli hujatan dan cibiran, kala konten tidak berakhlak dan menyulut bahaya.

Kasus tewasnya seorang gadis Bogor (W, 21 tahun) karena konten percobaan gantung diri, sungguh memprihatinkan. Demi keinginan viral, konten bahaya pun dilakukan. Bermaksud pura-pura, namun malang, ajal menjemput saat meja yang dibuat pijakan terpeleset. Akibatnya tali ikat yang dikalungin, benar-benar menjerat lehernya. Amat memilukan peristiwa naas ini disaksikan oleh teman-temannya secara langsung.

Sungguh, tidak habis pikir tindakan nekat ini dilakukan hanya demi meraih viral. Menurut mereka, seseorang akan diakui hebat, jika mampu beraksi viral dan terkenal. Memang juga terkenal, namun ajal yang ditemui, melupakan segala kehebatan dan keinginan.

Generasi Salah Kaprah

Potret generasi muda yang tidak mempunyai kejelasan tujuan hidup, membuat mereka terlena dengan masa mudanya. Banyak aktifitas yang dilakukan hanya berdasar keinginan semata. Ambisi dan emosinya tercurahkan untuk meraih kesenangan sesaat. Senang ketika uang berlimpah, atau derasnya pujian dan popularitas yang mengalir bak selebriti. Walhasil, berlombalah mereka memetik kenikmatan duniawi yang berdasar materi.

Hal ini tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme, yang memiliki standar hidup adanya materi atau manfaat belaka. Adanya pemisahan agama dari kehidupan menjadi asasnya. Sehingga tujuan tertinggi dari hidup, adalah mendapatkan materi/manfaatnya tanpa peduli aturan agama. Keinginan menumpuk sebanyak-banyaknya materi baik berupa harta, jabatan maupun popularitas dianggap akan membawa kebahagiaan hidup dunia.

Mereka menganggap puncak bahagia dengan mendapatkan manfaat dari materi yang diraih. Anggapan uang mampu membeli dunia, saat ini 'uang yang berbicara' menjadi penguat/motivasi tuk mengejarnya. Terlebih adanya pembiusan dengan ragam racun 4 F (Food, Fashion, Fun, Film) yang dikemas dengan cantik. Banyak manusia, baik tua maupun muda, tidak berdaya menghadapi suguhan manis darinya. Hidup untuk makan yang enak dan sepuasnya, pakaian pun harus dengan outfit bermerk. Semakin nilainya mahal, penghargaan atau decak kagum akan tertuju pada pemakainya. Ditambah gaya hidup yang ditampilkan dalam film-film yang mengutamakan kebebasan dalam berbuat, bersuara, meyakini agama, dan kepemilikan seakan menjadi tuntunan kehidupan.

Adanya kesenangan yang bersifat jasmani inilah yang mendorong kaum muda salah arah menentukan tujuan hidup. Bergelimang harta dan kepuasan hati menjadi tujuan utama. 
Berbagai cara dilakukan, tidak peduli berbenturan dengan agama maupun keluhuran akal manusia. Dunia digital yang melesat semenjak pandemi, membuat kaum muda berduyun-duyun meramaikan untuk menunjukkan eksistensi diri. Bermunculanlah konten-konten untuk menarik pengikut dan pemirsa. Hingga banyak diantara mereka terjebak membuat konten yang unfaedah dan receh, seperti mempertontonkan aksi nekat, gantung diri, menghadang truk, pura-pura mencuri, menghina agama dengan dalih bercanda.

Perbaikan Pandangan Kehidupan

Suatu pandangan kehidupan akan menjadi penentu tujuan hidup seorang manusia. Apabila pandangan kehidupan yang dipilih salah, maka perjalanan hidupnya pun menjadi salah. Sebaliknya jika benar pandangan hidup yang dipakai, akan lurus kehidupannya.

Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang benar bagi manusia. Adanya aturan yang sempurna dan lengkap dari Sang Pencipta, Allah SWT. telah menggariskan bahwa tujuan hidup manusia, adalah untuk mendapat rida-Nya. Standar halal-haram menjadi pedoman perbuatan/amal baik yang sederhana maupun tingkat istimewa. Agar tercapai kebahagiaan hakiki menuju jannah-Nya. Sehingga walaupun usia muda, tetaplah berpijak pada standar Islam dalam menjalani hidup dan meraih bahagia. Seyogianya, generasi muda membuat konten yang berfaedah, mencerahkan pemahaman Islam bagi umat. Hingga terwujud Islam rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu 'alam bishawwab

Oleh: Nita Savitri
Aktivis Muslimah, Pemerhati Generasi

Jumat, 02 Desember 2022

PEMIMPIN MATI RASA

Tinta Media - “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin” (QS Al Ma’un : 1-3)

 

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS Al Isra : 26-27)

 

Imam al Barzanji memberi pujian kepada Rasulullah SAW dalam kitabnya. “Dan Rasulullah SAW adalah oarang yang mencintai orang-orang fakir dan miskin. Beliau selalu duduk bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazahnya dan tidak pernah menghina mereka karena kemiskinannya.”

 

Rasulullah adalah teladan terbaik dalam memperhatikan anak-anak yatim. Beliau menyantuni, mengasihi dan menyayangi anak yatim, terlebih atas anak-anak yatim yang belum dewasa (baligh). Begitulah cintanya Rasululloh terhadap anak yatim sehingga beliau dijuluki sebagai “Abul Yatama”, yang artinya Bapaknya Anak Yatim.

 

Sebagai pemimpin, perasaan Rasulullah begitu halus sehingga begitu mencintai orang-orang miskin dan anak yatim. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepekaan perasaan atas kondisi umatnya, tanpa pandang bulu. Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki kepakaan tinggi sebagaimana diperintahkan oleh Allah. Perasaan Rasulullah sebagai seorang pemimpin begitu hidup.

 

Hidupnya rasa seorang pemimpin negara adalah pertanda tanggungjawab besar atas kondisi rakyatnya. Pemimpin negara adalah orang yang diberikan amanah untuk mengurus urusan umat atau rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal kepekaan rasa dalam menjaga jiwa rakyat, Umar bin Khathab ketika menjabat sebagai khalifah berkata, “demi Allah jika ada seekor keledai jatuh terperosok dari negeri Irak aku khawatir keledai itu akan menuntut hisab aku di hari kiamat. ”Waktu itu Umar bin Khatab tinggal di Madinah, sedang jalanan yang berlubang berada di Irak.

 

Betapa hidupnya perasaan dan tanggungjawab seorang khalifah bernama Umar Bin Khathab ini, jangankan jiwa manusia, bahkan hanya seekor keledai pun dia perhatikan jangan sampai terpeleset gara-gara jalannya tidak bagus. Jika seekor keledai terpeleset karena jalannya licin akibat tidak diurus, beliau begitu takut akan ditanya Allah kelak di akhirat. Inilah contoh kepemimpinan yang perasaannya hidup, penuh tanggungjawab dan ksatria mengakui kesalahan.

 

Saat dibaiat menjadi seorang khalifah, Umar Bin khathab berpidato : Saudara-saudara! Aku hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar) aku enggan memikul tanggung jawab ini. Ya Allah, aku ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah aku sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Ya Allah aku ini kikir, jadikanlah aku dermawan bermurah hati."

 

"Bacalah Alquran, dalami, dan bekerjalah dengannya. Jadilah salah satu umatnya. Timbang dirimu sebelum menimbang, hiasi dirimu untuk persembahan terbesar pada hari ketika kamu akan dipersembahkan kepada Allah SWT. Bukan aku menurunkan diriku dari kekayaan Allah SWT dalam status sebagai wali yatim piatu. Jika kalian puas, maka akan diampuni, jika kalian miskin, maka akan makan enak." Selanjutnya, Umar bin Khattab menyampaikan:

 

"Allah telah menguji kalian dengan diriku dan menguji diriku lewat kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang aku ada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus aku hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain kecuali kepadaku. Dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau berbuat baik, akan kubalas dengan kebaikan, tetapi kalau berbuat jahat, terimalah bencana yang akan kutimpakan."

 

Perhatikanlah ucapan pidato Abu Bakar As Shiddiq saat dilantik menjadi seorang khalifah pertama dalam peradaban Islam : (1) Wahai manusia Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu (ri’ayatu suunul ummah). (2) Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu (berakhlak : rendah hati dan tahu diri). (3) Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku (merangkul rakyat, bukan memusuhi).

 

(4) Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah (tidak anti kritik, mengakui kesalahan, mendengar masukan para ahli dll). . Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya (ekonomi keseimbangan, bukan kapitalisme : menerapkan sistem ekonomi Islam). sejalan dengan firman Allah 59 : 7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.

 

(5) Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya (meratakan kesejahteraan rakyat sebagai hak fundamental terutama kepada fakir miskin). (6) Maka hendakklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya (sistem baiat dalam kepemimpinan Islam, taat kepada hukum Allah, bukan kepada pemimpin semata).

 

Rasulullah, Abu Bakar Asy Syiddiq dan Umar Bin Khatab adalah tiga pemimpin agung yang bisa dijadikan teladan dalam halusnya perasaan atas kondisi rakyatnya, teladan dalam tanggungjawab dan teladan dalam kerendahan hati. Tentu saja para khalifah yang lainnya juga layak dijadikan teladan. Mereka adalah para pemimpin yang tidak mati rasa. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang abai, tak peduli, tak perhatian atas kondisi rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak peduli atas kondisi dan nasib rakyat yang miskin dan terzolimi. Pemimpin mati rasa adalah yang tak memihak kepada kepentingan rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak memiliki kepekaan atas penderitaan rakyatnya. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang terbahak berebut kekuasaan diatas air mata rakyatnya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya berfoya-foya, sementara rakyatnya susah makan dan tak memiliki pekerjaan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang membuang-buang uang untuk pekerjaan sia-sia, sementara rakyatnya mati kelaparan. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang berpesta pora di tengah penderitaan rakyat yang kiat menyayat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hatinya gelap gulita karena penyakit hatinya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagai musuh yang dibenci dan dicurigai. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang menipu dan membohongi rakyatnya sendiri. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hidupnya hanya dikendalikan oleh nafsu duniawi semata. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang tidak dekat dengan Tuhannya.

 

Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang kerjanya hanya membesarkan perutnya dengan makanan haram hasil mencuri uang rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya memperkaya diri, menumpuk-numpuk harta dari menipu rakyat dan mengkhianati rakyat. Pemimpin mati rasa adalah pemimpin yang hanya berebut harta dan kuasa, sementara rakyat dibiarkan semakin sengsara.

Adakah di negeri ini pemimpin mati rasa ?

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 29/11/22 : 11.41 WIB)
 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Senin, 19 September 2022

Ahmad Sastra: Seorang Muslim Harus Proporsional Sikapi Kematian Ratu Elizabeth II

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan, seorang Muslim harus proporsional meletakkan antara perspektif sosiologis, teologis, dan ideologis atas kematian Ratu Elizabeth II. 

“Seorang muslim harus proporsional menyikapi kematian Ratu Elizabeth II antara perspektif sosiologis, teologis, dan ideologis,” ungkapnya kepada Tinta Media, Ahad (18/9/2022).

Pada Kamis, 8 September 2022 diumumkan pihak kerajaan Inggris bahwa Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia di Istana Balmoral, Skotlandia. Ia menilai sikap seseorang dalam memandang kematian itu berbeda-beda tergantung perspektifnya. “Sikap kita saat mendengar kematian Ratu Elizabeth tentu berbeda-beda, tergantung perspektifnya. Tergantung siapa Anda ketika berkomentar, Perspektif psikologis dan sosiologis atas kematian seseorang akan sangat beragam,” ujarnya.

Secara perspektif sosiologis, perasaan duka atas kematian seseorang merupakan hal yang sudah sewajarnya. Rasa duka itu menurutnya secara sosiologis sudah menjadi sifat dasar masyarakat di mana orang yang dikenalnya pergi untuk selamanya.

“Rasa duka yang disampaikan para kolega dan orang yang mengenalnya, seperti sahabat, tetangga, dan atau siapa saja yang pernah berinteraksi. Mungkin tingkat kedukaan itu berbeda antara keluarga inti, keluarga besar dan tetangga dekat ataupun tetangga jauh. Bagi yang tidak mengenal, mungkin tak ada kesedihan,” tuturnya.

Level kedukaan seorang anak saat ditinggalkan ibunya tercermin dari pernyataan pertama yang dikeluarkan Raja Charles III.
“Dia menyebutkan kematian Ratu Elizabeth II sebagai momen kesedihan terbesar baginya dan semua anggota keluarganya. Dia sangat berduka atas meninggalnya seorang penguasa yang disayanginya dan seorang ibu yang dicintainya,” ucapnya.

Ahmad pun mengemukakan perasaan berbeda dari Peter Harris, seorang profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Negeri Colorado yang lahir di Inggris yang membicarakan apa yang terjadi setelah kematian Ratu dan dampaknya secara geopolitik dan bagi masa depan monarki Inggris. Pernyataan ini dikutip dari laman source.colostate.edu, Jumat (9/9/2022).

“Menurut Peter, monarki adalah tentang stabilitas dan kontinuitas. Saat sang ratu meninggal, rangkaian peristiwa yang diatur dengan sangat baik dimulai. Tujuannya adalah kesinambungan di setiap level,” urainya.

Ia pun menjelaskan perspektif teologis dalam arti sikap seorang muslim saat mendengar kematian non muslim. Dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., diriwayatkan olah Anas bin Malik RA bahwa ada anak seorang Yahudi yang mengabdi kepada Nabi SAW, suatu hari dia jatuh sakit, dan kemudian Rasul menjenguknya, hal sama dilakukan Rasulullah Saw. ketika pamannya, Abu Thalib meninggal dunia.

“Tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melayat jenazah orang non muslim, yang ada larangannya ialah menyalatkan dan mendoakannya,” katanya.

Ia menegaskan tentang larangan menyalatkan jenazah non muslim ini dimuat dalam Quran Surat At-Taubah ayat 84. Sedangkan kebolehan untuk melayat ke kubur dan bukan mendoakannya disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa'i.

“Intinya dalam batas-batas sosiologis masih diperbolehkan, namun tidak boleh melampaui batas teologis,” tegasnya.

Kembali ia mengungkapkan ketegasan Islam ⅘ batasan teologis bahwa Nabi Muhammad Saw., dalam salah satu riwayat disebutkan pernah berdiri untuk menghormati jenazah non muslim yang diantar ke pemakaman.

“Ketika sahabat memberitahukan bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, Rasul mengatakan bahwa beliau berdiri bukan untuk menghormati agama dari si mayit melainkan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT,” ungkapnya.

Dengan demikian, Ahmad mengatakan bahwa penyebutan almarhum dan almarhumah sama saja dengan mendoakan orang yang telah meninggal. Dalam bahasa Arab, yaitu Rahimahullah memiliki arti semoga Allah merahmatinya.

“Maka tidak boleh seorang muslim menyebut non muslim yang meninggal dengan almarhum dan almarhumah,” kitanya.
Secara perspektif ideologis, ia menuturkan bahwa Inggris adalah salah satu negara yang menjajah Indonesia. Di masa lalu, Inggris menjajah banyak negara. Negara ini bahkan menjadi kerajaan paling banyak menjajah dunia.

“Beberapa pihak melihat ia (Ratu Elizabeth II) sebagai simbol kerajaan kolonial Inggris, sebuah institusi yang memperkaya diri melalui kekerasan, perampasan, dan penindasan,” tuturnya.

Ia membeberkan salah satu kebijakan Inggris saat menjajah Indonesia adalah pemungutan pajak sewa tanah dilakukan per kepala. Inggris juga membentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan yang mengacu pada sistem yang dilaksanakan di Inggris, serta membagi pulau Jawa menjadi 16 keresidenan.

“Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaannya di Indonesia selama 5 tahun dengan Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia,” bebernya.

Menurutnya, dalam menyikapi kematian Ratu Elizabeth II ini, sebaiknya sebagai seorang muslim harus bersikap dengan benar, sesuai ajaran Islam.

“Sebab seorang muslim itu terikat dengan hukum-hukum syariah dalam melakukan segala amal perbuatan sehingga berkonsekuensi kepada pahala dan dosa,” Pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 29 Mei 2022

Orang Tenggelam di Sungai Mati Syahid, Asalkan...


Tinta Media - Kabar hilangnya Emmeril Khan Mumtadz (Eril)  putra Ridwan kamil saat berenang di Sungai Aare, Bern, Swiss, Kamis (26/5), memunculkan pertanyaan, "Apakah orang mati tenggelam, mati syahid?"

“Benar, orang yang tenggelam di sungai termasuk mati syahid, asalkan dia memenuhi dua syarat ketika mati,“ jawab Pakar Fikih Kontemporer KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.SI. kepada Tinta Media, Jumat (27/5/2022). 

Pertama, dia adalah orang mukmin (muslim), bukan orang kafir (non muslim). 
Kedua, tidak dalam kondisi berbuat maksiat ketika mati tenggelam. “Misalnya, mati tenggelam ketika sedang naik kapal pesiar sambil pesta minum khamr (minuman keras), lalu kapalnya tenggelam karena badai,” jelasnya. 

Mengenai syarat pertama, orang mati syahid itu haruslah seorang muslim, bukan orang kafir (non muslim), sesuai firman Allah SWT:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ 

yaaa ayyuhallaziina aamanuttaqulloha haqqo tuqootihii wa laa tamuutunna illaa wa angtum muslimuun 

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 102) 

Syarat kedua, orang yang mati syahid itu haruslah orang yang ketika mati tidak sedang berbuat maksiat, sebab jika dia mati dalam keadaan berbuat maksiat, berarti matinya adalah mati su'ul khatimah (mati dengan akhir yang buruk). “Orang yang su’ul khatimah tidak layak mendapat syahadah (mati syahid),” tegasnya.

Maka, Kiai Shiddiq mengingatkan perlunya memahami pengertian su’ul khatimah, yaitu: 

سُوْءُ الْخَاتِمَةِ فِيْ الْإِسْلاَمِ هُوَ الْمَوْتُ عَلَى الْكُفْرِ أَوْ عَلَى مَعْصِيَةِ اللهِ

Su’ul khotimati fil Islami huwal mautu ‘alalkufri aw ‘ala ma’shiitillahi

Artinya; “Su’ul Khatimah adalah kondisi seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir (tidak beragama Islam) atau dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.”(www.al-eman.com) 

“Berdasarkan penjelasan ini, jika seorang muslim misalnya sedang berenang di sungai, dalam keadaan tidak sedang bermaksiat kepada Allah, lalu dia terhanyut oleh aliran sungai dan mati tenggelam, maka insya Allah dia mati syahid,” jelasnya. 

Menurutnya hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW : 
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ؛ وَالْمَبْطُوْنُ؛ وَالْغَرَقُ؛ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ؛ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. رواه البخاري ومسلم

Assuhadaau khomsatul math’uun; wal mabthuun; wal ghoroqu; wa shohibul hadmi; wasyasyahiidu fii sabilillahi ‘aza wajalla

Artinya: ”Syuhada itu ada lima, yaitu al-
math’un(mati karena wabah tha’un / pes), al-mabthun (yang mati karena penyakit perut diare (is-hal), al-ghariq (yang mati tenggelam di laut, sungai, dsb), shahibul hadam (yang mati tertimpa tembok, gedung, dsb), dan syahid di jalan Allah Azza wa Jalla (di luar perang).” (HR Bukhari dan Muslim). 

Ustaz Shiddiq juga menyampaikan sabda Rasulullah SAW: 

القَتْلُ فَى سَبيلِ اللَّهِ شَهادَةٌ والنُّفَساءُ شَهادَةٌ ، والْحَرِقُ شَهادَةٌ وَاَلْغَرَقُ شَهادَةٌ ، وَالسِّلُّ شَهادَةٌ ، والْبَطْنُ شَهادَةٌ

Al qotlu fii sabilillahi syahadatu wannufasaau syahadatu, wal hariqu syahadatu wa alghoroqu syahaadatu, wassillu syahadatu, wal bathnu syadatu.

Artinya: “Orang yang terbunuh dalam perang fi sabilillah itu mati syahid, wanita yang meninggal saat nifas itu mati syahid, orang yang mati karena kebakaran itu mati syahid, orang yang mati tenggelam itu mati syahid, orang mati karena penyakit paru-paru (TBC dan semisalnya) itu mati syahid, orang yang mati karena penyakit perut itu mati syahid.” (HR Al-Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dinilai shahih oleh Imam Suyuthi dalam Al-Jami’ Al-Shaghir, no.6159).[] Raras

Sabtu, 23 April 2022

Ingatlah Mati dan Datangnya Hari Kiamat (Hari Pembalasan)



يَوۡمَ تَجِدُ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا عَمِلَتۡ مِنۡ خَيۡرٖ مُّحۡضَرٗا وَمَا عَمِلَتۡ مِن سُوٓءٖ تَوَدُّ لَوۡ أَنَّ بَيۡنَهَا وَبَيۡنَهُۥٓ أَمَدَۢا بَعِيدٗاۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ (٣٠)

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” ( QS. Ali Imran (3) : 30 )

Tinta Media - Sobat. Sungguh beruntung orang-orang yang beramal sholeh akan menjadi nyata pada hari akherat. Pada hari ketika jejak-jejak kedekatan dan kejauhan menjadi jelas. Siapa  yang melakukan kebaikan, maka dia akan melihat balasannya dihadirkan. Siapa yang melakukan keburukan, maka dia pun menemui tertulis dalam catatan amal. Ini adalah peristiwa yang mengagetkan hati orang-orang yang takut, dan membuat bergadang mata para ahli ibadah.

Sobat. Selanjutnya pada ayat ini Allah memperingatkan hari yang pasti datangnya, tiap manusia akan menyaksikan sendiri segala perbuatannya selama masa hidupnya. Orang yang mendapatkan pahala amal kebajikannya, merasa senang dan gembira atas pahala yang diterimanya. Orang akan menyaksikan pula kejahatan-kejahatannya, dan menginginkan kejahatan itu dijauhkan daripadanya. Kemudian Allah mengulangi lagi ancaman-Nya dengan memperingatkan manusia terhadap siksa-Nya, yakni hendaklah manusia takut akan kemurkaan Allah, dengan cara mengerjakan kebajikan, menolak tipu muslihat setan dan bertobat kepada-Nya. Kemudian ayat ini ditutup dengan pernyataan bahwa Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.

Al-hasan al-Basri berkata, "Di antara kasih sayang Allah ialah Dia memperingatkan manusia akan kekuasaan Diri-Nya, memperkenalkan kepada mereka kesempurnaan ilmu dan kodrat-Nya, sebab barang siapa telah mengetahui hal itu dengan sempurna, maka ia pasti merasa terpanggil untuk mencari keridaan-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya.

Sobat. Di antara belas kasihan Allah ialah: Allah menjadikan fitrah manusia cenderung kepada kebajikan serta senantiasa membenci hal-hal yang mengarah kepada kejahatan, sehingga pengaruh kejahatan dalam jiwa dapat dilenyapkan dengan tobat dan amal shaleh.

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits As-Samarqandi Ada tiga manfaat atau keuntungan dengan selalu mengingat mati yaitu:

1. Cepat Bertaubat.
2. Qana'ah terhadap rezeki sehingga tidak rakus atau tamak.
3. Rajin Melakukan ibadah.

Sedangkan sebaliknya  bagi yang sering melupakan mati maka akan tertimpa 3 macam keburukan :
1. Menunda-nunda Taubat.
2. Tidak rela atas rezeki (Tamak atau Rakus).
3. Malas Beribadah (Setengah dari ciri orang munafik)

Allah SWT berfirman :
وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ (٦٠)

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,” ( QS. Al-Mu’minun (23) : 60 )

Sobat. Diantara ciri atau sifat orang yang beriman  ialah takut kepada Allah, karena mereka yakin akan kembali kepada-Nya pada hari berhisab di mana akan diperhitungkan segala amal perbuatan manusia. Meskipun mereka telah mengerjakan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya dan menafkahkan hartanya di jalan Allah, namun mereka merasa takut kalau-kalau amal baik mereka tidak diterima, karena mungkin ada di dalamnya unsur-unsur riya` atau lainnya yang menyebabkan ditolaknya amal itu. Oleh sebab itu mereka selalu terdorong untuk selanjutnya berbuat baik karena kalau amal yang sebelumnya tidak diterima, mungkin amal yang sesudah itu menjadi amal yang makbul yang diberi ganjaran yang berlipat ganda.

Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi hatim dari 'Aisyah pernah bertanya kepada Nabi:

Siti Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai ayat ini (alladzina yu`tuna ma ataw waqulubuhum wajilah), apakah yang dimaksud dengan ayat ini ialah orang berzina dan meminum khamar atau mencuri, dan karena itu ia takut kepada Tuhan dan siksa-Nya? Pertanyaan ini dijawab oleh Rasulullah, "Bukan demikian maksudnya, hai puteri Abu Bakar as-shiddiq. Yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengerjakan salat, berpuasa dan menafkahkan hartanya, namun dia merasa takut kalau-kalau amalnya itu termasuk amal yang tidak diterima (mardud). (Riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi)

Sobat. Takut terhadap kebesaran dan hisab Allah  mengajak kita terus menerus beramal dan menuntut ilmu, demi mendapatkan derajat kedekatan-Nya. Takut adalah cemeti  Allah untuk meluruskan orang-orang yang menjauh dari pintu-Nya. Siapa yang takut berdiri di hadapan Tuhannya kelak, pada hari pertanggungjawaban, pasti akan  berupaya keras  mencegah diri dari melampiaskan  hawa nafsunya, juga terus  berusaha  kembali  dari  ketersesatan.

Sebagaimana Allah Berfirman:

وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ (٤٠)
فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ (٤١)

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” ( QS. an-Nazi’at (79) :
40-41 )

Sobat dalam ayat ini ditegaskan pula bahwa orang-orang yang takut dan mengadakan persiapan karena memandang kebesaran Tuhannya serta menahan diri dari ajakan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat kediamannya yang kekal dan abadi. Alangkah beruntung mereka memperoleh bagian seperti itu.

Dalam ayat 40-41 Surat an-Nazi’at . Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dengan melakukan amal saleh dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya dengan menaati ajaran agama, maka sungguh, surgalah tempat tinggal-nya untuk selama-lamanya dengan segala kenikmatan di dalamnya. Itulah anugerah agung Tuhan Yang Maha Pemurah. Ayat 42 nya : Wahai Nabi Muhammad, orang-orang kafir akan mengingkari hari kiamat. Mereka bertanya kepadamu tentang hari Kiamat dengan penuh keingkaran, “Kapankah terjadinya?”

Sobat. Orang-orang musyrik bertanya kepada Nabi tentang kapan waktunya hari Kiamat itu datang. Mereka menanyakan hal itu dengan nada mengejek dan mencemooh. Nabi sendiri ingin sekali menjawab pertanyaan mereka dengan tepat, akan tetapi Allah melarangnya karena hanya Dia sendirilah yang mengetahui kapan hari Kiamat itu akan terjadi.

Allah berfirman:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ (٢)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” ( QS. Al-Anfal (8) : 2 )

Sobat.Allah menjelaskan bahwa orang-orang mukmin ialah mereka yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat seperti tersebut dalam ayat ini. Tiga sifat disebutkan dalam ayat ini, sedang dua sifat lagi disebutkan dalam ayat berikutnya.

1. Apabila disebutkan nama Allah bergetarlah hatinya karena ingat keagungan dan kekuasaan-Nya. Pada saat itu timbul dalam jiwanya perasaan penuh haru mengingat besarnya nikmat dan karunia-Nya. Mereka merasa takut apabila mereka tidak memenuhi tugas kewajiban sebagai hamba Allah, dan merasa berdosa apabila melanggar larangan-larangan-Nya.
Bergetarnya hati sebagai perumpamaan dari perasaan takut, adalah sikap mental yang besifat abstrak, yang hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Sedang orang lain dapat mengetahui dengan memperhatikan tanda-tanda lahiriah dari orang yang merasakannya, yang terlukis dalam perkataan atau gerak-gerik perbuatannya.

Sikap mental itu adakalanya tampak dalam perkataan, sebagaimana tergambar dalam firman Allah:

"Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya". (al-Muminun/23: 60)

Dan adakalanya tampak pada gerak-gerik dalam perbuatan, firman Allah :
"Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan, "salam." Dia (Ibrahim) berkata, "Kami benar-benar merasa takut kepadamu." (al-Hijr/15: 52)

2. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah, maka akan bertambah iman mereka, karena ayat-ayat itu mengandung dalil-dalil yang kuat, yang mempengaruhi jiwanya sedemikian rupa, sehingga mereka bertambah yakin dan mantap serta dapat memahami kandungan isinya, sedang anggota badannya tergerak untuk melaksanakannya.

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa iman seseorang dapat bertambah dan dapat berkurang sesuai dengan ilmu dan amalnya, Rasulullah bersabda:
"Iman itu lebih dari 70 cabang, yang tertinggi adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan ganguan dari jalan." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dengan demikian bertambahnya iman pada seseorang dapat diketahui apabila ia lebih giat beramal. Iman dan amal adalah merupakan satu kesatuan yang bulat yang tak dapat dipisahkan.

Firman Allah swt:
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (ali Imran/3: 173)

Dan firman Allah:
Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (al-Ahzab/33: 22)

3. Bertawakal hanya kepada Allah Yang Maha Esa, tidak berserah diri kepada yang lain-Nya. Tawakal merupakan senjata terakhir seseorang dalam mewujudkan serangkaian amal setelah berbagai sarana dan syarat-syarat yang diperlukan itu dipersiapkan. Hal ini dapat dipahami, karena pada hakikatnya segala macam aktifitas dan perbuatan, hanya terwujud menurut hukum-hukum yang berlaku yang tunduk dibawah kekuasaan Allah. Maka tidak benar apabila seseorang itu berserah diri kepada selain Allah.

Oleh: DR.Nasrul Syarif M.Si.
CEO Educoach dan Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab