Tinta Media: Materi
Tampilkan postingan dengan label Materi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Materi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 April 2024

Muslim Gaza Butuh Bantuan Hakiki, Bukan Sekadar Materi



Tinta Media - Kantor koordinasi urusan kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan bahwa lebih dari satu juta orang di Gaza mengalami kelaparan ekstrem, Kamis (28/03/2024). Kelaparan tingkat ekstrem ini terjadi di Gaza lantaran wilayah tersebut terus mengalami gempuran dan pemblokiran sehingga bantuan tidak masuk. 

Melalui laman X, OCHA menegaskan bahwa saat ini bantuan sangat diperlukan untuk dikirimkan melalui darat. Memang, sebelumnya Amerika mengirimkan bantuan makanan melalui jalur udara. Namun mirisnya, puluhan warga Gaza meninggal dunia karena tenggelam atau terinjak-injak ketika berusaha mengumpulkan paket bantuan yang dijatuhkan ke laut pada beberapa pekan terakhir di Gaza Utara. (Tribunnews.com, 30/03/2024).

Pengiriman bantuan melalui jalur udara adalah penghinaan yang luar biasa kepada kaum muslimin. Ada hal yang jauh lebih mudah jika dunia internasional ingin menghentikan penjajahan Zionis terhadap Palestina. Caranya adalah membuka jalur Rafah untuk distribusi logistik via darat sebagaimana yang disarankan oleh OCHA PBB, Arab Saudi menghentikan distribusi minyak ke Zionis, para penguasa muslim menghentikan seluruh hubungan kerja sama yang berkaitan dengan Zionis dan sekutunya, dan terpenting mengirimkan tentara-tentara di negeri muslim untuk menyerang Zionis. Jika cara tersebut dilakukan, warga Palestina tidak akan mengalami penjajahan dan kelaparan ekstrem seperti saat ini.

Sayang, fakta yang ada justru memperlihatkan bahwa jalur Rafah ditutup dan dibangun tembok berkawat besi oleh penguasa Mesir. Penguasa Arab Saudi pun tetap menyalurkan minyak-minyak mereka ke Zionis. Begitu juga penguasa Lebanon, mereka mencukupkan diri dengan mengirim bantuan makanan ke Gaza. 

Tidak hanya itu, para penguasa muslim juga tidak bergeming untuk memutuskan hubungan pada Zionis dan sekutu. Tentara-tentara negeri muslim juga tidak diturunkan untuk membela Palestina. Tentu semua ini terjadi lantaran tatanan dunia global telah dikendalikan oleh ideologi kapitalisme.

Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Islam bab Qiyadah Fikriyyah menjelaskan bahwa kapitalisme adalah sistem kehidupan yang melahirkan aturan yang didasari atas keuntungan materi. Kepentingan dan manfaat adalah orientasi ideologi ini. Kapitalisme dibangun dari akidah sekuler yang meniscayakan pemisahan agama dengan kehidupan. Maka, wajar jika semua aturan yang berasal dari kapitalisme nihil dari nilai agama.

Penjajahan yang merupakan dosa besar karena merampas hak orang lain, justru dijadikan jalan untuk berkuasa, seperti yang terjadi antara Zionis Yahudi dan Palestina. Zionis Yahudi telah nyata melakukan penjajahan dan genosida. 

Zionis memang dilahirkan oleh Inggris melalui perjanjian Balfour. Namun, dalam perjalanan politik global, Zionis diasuh dan dibesarkan oleh Amerika. Zionis memang sengaja diarahkan untuk menguasai wilayah Palestina agar konsentrasi kaum muslimin disibukkan dengan permasalahan tersebut. 

Amerika memastikan bahwa penguasa negeri-negeri kaum muslimin adalah penguasa yang loyal kepada Barat. Alhasil, ketika negara kapitalis melakukan penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin dengan merampas dan menjarah sumber daya alam, kaum muslimin tidak menyadarinya. 

Karena itulah, sekalipun telah banyak bukti kejahatan Zionis, tidak ada satu pun lembaga internasional yang menghukumnya, bahkan PBB sendiri menyatakan tidak mampu melawan Zionis. 

Dengan fakta yang ada, umat Islam seharusnya sadar bahwa dana, logistik, obat-obatan, dan lainnya yang digalang oleh umat Islam hari ini belum bisa dipastikan sampai ke tangan kaum muslimin di Gaza. 

Ditambah lagi adanya berita pembantaian dan penembakan muslim Gaza oleh tentara Zionis saat mereka mengambil bantuan makanan, ini semakin menunjukkan bahwa bantuan yang paling dibutuhkan oleh muslim Gaza bukanlah makanan.

Sejatinya, bantuan yang dibutuhkan segera oleh muslim Gaza adalah tentara dan persatuan seluruh negeri-negeri muslim untuk menghentikan penjajahan Zionis. Karena itu, tuntutan kepada penguasa-penguasa muslim untuk bersatu dan mengirimkan tentara ke Palestina harus menjadi opini utama di tengah-tengah masyarakat global. 

Lebih dari itu, umat Islam juga harus sadar bahwa keberadaan Zionis yang saat ini bisa eksis dan semena-mena kepada kaum muslimin adalah lantaran mereka didukung oleh negara kapitalisme adidaya. Karena itu, satu-satunya solusi untuk melenyapkan kebiadaban penjajahan Zionis juga harus dilawan dengan negara super power.

Islam memiliki konsep untuk sebuah negara. Dalam fikih, kekuasaan negara disebut sebagai Daulah Khilafah. Khilafah merupakan junnah atau perisai bagi kaum muslimin. Sebagaimana hadis Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, yang artinya:

"Sesungguhnya seorang Imam itu adalah perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang-orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah Taala dan adil, maka dengannya ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, ia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Ketika Khilafah ada, kaum muslimin Palestina senantiasa dijaga dan dilindungi dari penjajahan. Pada masa Khilafah Abbasiyah, Panglima Salahuddin al-Ayyubi membebaskan al-Quds dari tentara salib. 

Pada masa Khilafah Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid I mengultimatum dengan tegas Theodor Herzl yang merupakan seorang tokoh Zionis yang berambisi menegakkan negara Zionis di Palestina hingga Theodor Herzl harus mengurungkan keinginannya pada waktu itu karena bargaining power Sultan dan Khilafah masih kuat. 

Bahkan, pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah, Sultan masih menempatkan tentara muslim di Palestina untuk menjaganya. Dengan demikian, keberadaan Khilafah adalah obat dan solusi tuntas atas masalah Palestina dan seluruh permasalahan di dunia. Kaum muslimin harus mengopinikan dan memperjuangkan Daulah Khilafah agar mampu membebaskan kaum muslimin di seluruh dunia dari penjajahan.


Oleh: Amellia Putri 
(Mahasiswi, Aktivis Muslimah)

Senin, 05 Februari 2024

Demi Apresiasi, Materi, dan Oligarki, Rakyat Dikhianati



Tinta Media - Sebuah apresiasi yang diberikan terhadap suatu kinerja yang baik tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Siapa pun akan terpacu bekerja lebih maksimal agar 'award' tersebut bisa diraihnya kembali. Apalagi, jika sebuah apresiasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) ini diberikan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI kepada Pemkab Bandung atas kinerja yang dinilai baik. 

BPK RI menilai bahwa Pemkab Bandung telah berhasil memberikan early warning atau peringatan dini dalam penyelenggaraan tugas-tugas OPD (Organisasi Perangkat Daerah), sehingga tindakan korupsi bisa dicegah dan mampu mengeliminasi potensi pelanggaran hukum. 

Kang DS sebagai Bupati Bandung pun optimis mampu meraih WTP untuk kedelapan kalinya, dengan terus mendukung inspektorat dalam memberantas praktik korupsi dan mampu memperbaiki kinerja seluruh jajaran Pemkab Bandung. Alhasil menurutnya, di bawah kepemimpinannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin meningkat dan kinerja seluruh OPD semakin baik dan kini APBD meningkat menjadi Rp7,4 T. 

Menyoal tentang kinerja yang baik, tentu erat hubungannya dengan dedikasi tinggi terhadap tugas atau amanah yang diemban. Akan tetapi, bagaimana jika kinerja yang baik ini dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mendapatkan 'award'? 

Sebetulnya kinerja baik yang dilakukan oleh penguasa atau pemimpin adalah wajib hukumnya. Ada atau tidaknya sebuah 'award', seorang penguasa atau pemimpin tetap harus bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat. Hasil dari kinerja baik ini pun harus betul-betul dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. 

Selain itu, ukuran baiknya kinerja penguasa daerah tidak bisa hanya diukur dengan tingginya PAD. Meskipun PAD-nya tinggi, jika belum bisa terserap oleh masyarakat (melalui APBD) tersebut, tetap saja akan menyisakan masalah. 

Faktanya, meningkatnya PAD belum berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Hal itu adalah klaim semata tanpa melihat kenyataan yang terjadi di lapangan. Kesejahteraan hanya dirasakan oleh kalangan tertentu saja. Buktinya, ketimpangan ekonomi dan sosial semakin tinggi antara kelompok orang kaya dan orang miskin. 

Sistem sekuler kapitalisme yang saat ini kita pijak hanya berorientasi pada manfaat duniawi saja. Jadi, sangat mungkin jika penguasa hanya mementingkan apresiasi dan materi saja dan tidak serius dalam mengurus rakyat. Buktinya, banyak kasus penyalahgunaan anggaran yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat, padahal sesungguhnya para penguasa mengkhianati mereka. 

Tercatat kasus korupsi sepanjang tahun 2004-2022 ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, 38 menteri dan kepala lembaga, 31 hakim konstitusi, 8 komisioner, 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota, serta masih banyak lagi kasus korupsi lainnya. 

Maraknya kasus korupsi menunjukkan betapa buruknya sistem yang diterapkan. Kejahatan ini sudah begitu mengakar dan membudaya dari generasi ke generasi. Berbagai perangkat hukum maupun undang-undang tak mampu memberantas korupsi hingga akarnya. 

Harus kita sadari bahwa perilaku korup ini adalah imbas dari penerapan sistem sekuler liberal yang menafikan agama dalam mengatur kehidupan, sehingga halal haram tidak menjadi patokan dalam melakukan amal perbuatan. Akhirnya, banyak penguasa yang mengkhianati rakyat dengan kekuasaannya. Penguasa bekerja keras dan menunjukkan kinerja baiknya hanya demi kepentingan diri dan kelompoknya saja. 

Selain itu, anggaran yang harusnya dialokasikan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat, nyatanya belum bisa dirasakan oleh rakyat. Angka pengangguran semakin meningkat. PHK di mana-mana. Kasus stunting tak teratasi. Kasus agraria semakin meningkat dan banyak lagi bukti dari abainya seorang penguasa yang materialistis. 

Padahal, pembangunan infrastruktur sedang dilakukan secara besar-besaran. Namun, kenapa di balik gedung-gedung bertingkat dan megah, masih banyak rakyat yang kesulitan mencari pekerjaan dengan upah yang layak? Di mana tanggung jawab negara, melihat banyak rakyatnya menderita di tengah kemajuan infrastruktur dan perekonomian? Sebetulnya rakyat mana yang disejahterakan oleh penguasa dengan APBD Rp7,4 T? 

Berbeda halnya ketika kehidupan diatur dengan sistem Islam (khilafah). Sistem paripurna ini mampu memecahkan problematika kehidupan. Sistem ini berdiri di atas akidah Islam sehingga setiap individu mempunyai keyakinan yang kuat dan terhindar dari perbuatan melanggar hukum syara. 

Dalam Islam, kinerja penguasa dipertanggungjawabkan pada Allah Swt, sehingga penguasa tidak mesti mengklaim bahwa kinerjanya sudah baik. Harusnya, yang menilai baik atau buruknya penguasa adalah rakyat, bukan dirinya sendiri. 

Selain itu, keseriusan kinerja pemimpin Islam dalam mengurusi rakyatnya bukan karena mengejar 'award' dari manusia, tetapi betul-betul sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt. Dalam Islam, kepemimpinan tidak sekadar mendudukkan seseorang di panggung kekuasaan, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana kekuasaan itu digunakan untuk menjaga, menerapkan dan mendakwahkan Islam, serta bertanggung jawab dunia akhirat dalam mengurus rakyat dengan hukum-hukum Islam. 

Seluruh penerapan aturan hidup hanya bersandar pada hukum syara, bukan hukum buatan manusia yang sarat akan kemudaratan. Jika terjadi suatu pelanggaran hukum pun, maka akan ada sanksi yang membuat jera sehingga tidak akan menjadi budaya. Contohnya adalah kejahatan korupsi. Mereka yang berbuat harus siap-siap disita hartanya. Namanya akan diumumkan kepada khalayak dan menjadi sanksi sosial. Hukuman pun akan diberikan sesuai kadar kesalahan, bisa pula potong tangan atau hukuman mati. 

Oleh karena itu, begitu urgennya penerapan syariah secara kaffah oleh suatu negara, karena mampu menjadikan penguasa dan rakyat memiliki keimanan yang kuat dan menyadari ada Sang Khalik yang mengawasi. 

Allah berfirman, "Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan mengalami kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS.Thaha ayat 124). 

Maka, hanya pemimpin dalam sistem Islam yang mampu memberikan kinerja baik tanpa mengharap penilaian dari manusia atau pujian sesaat yang mampu menjerumuskan pada kesombongan. Kekuasaannya adalah amanah dari Allah Swt. yang harus dia pertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Semua yang dilakukan semata-mata mengharap rida Allah Swt. Wallahualam.


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 22 November 2022

MMC: Kebijakan Kapitalis Menangani Pandemi Dinilai Lebih Mengutamakan Materi

Tinta Media - “Model kebijakan kapitalisme dalam menangani pandemik dinilai justru lebih mengutamakan materi daripada nyawa manusia,” tutur narator MMC dalam Serba Serbi MMC: Pandemi Tak Kunjung Usai, Kapitalisme Tak Memiliki Desain Sistem Kesehatan, pada Jumat (18/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, pada awalnya dunia global gagap menghadapi pandemi karena masih mementingkan ekonomi, akhirnya penyebaran makin meluas dan keluarlah kebijakan lockdown global yang mematikan ekonomi dunia. "Kapitalisme menyadari kebijakan tersebut sangat merugikan maka muncul kebijakan new normal yang justru semakin menambah krisis kesehatan karena banyak menimbulkan korban jiwa. Alhasil, collabs dua sektor penting kehidupan sekaligus, yakni kesehatan dan ekonomi memberi efek krisis domino yang sangat luar biasa di bidang lainnya. Tatkala umat manusia membutuhkan obat untuk menangani dan mencegah infeksi Covid-19, kapitalisme memandang ini sebagai sebuah kesempatan besar," ujarnya. 

Terbukti dengan pembuatan vaksin, kata narator, sebagai ladang bisnis industri-industri kesehatan. "Kabar terbaru vaksin yang beredar ternyata belum teruji klinis. Begitu pula kebijakan tes PCR sebagai syarat perjalanan. Nyatanya tes ini dijadikan ladang bisnis penguasa kapitalisme,” ungkapnya.

Inilah akar masalah kegagalan dunia menghadapi pandemik persoalannya adalah paradigmatik. Menurut narator, kesehatan legal untuk dikapitalisasi sehingga pandemic fund bukan solusi fundamental karena solusi ini hanya terkait dengan bantuan pendanaan bukan persoalan paradigmatik. "Jadi sistem kesehatan kapitalisme tak akan mampu membangun arsitek kesehatan yang handal untuk menghadapi bencana kesehatan," tegasnya. 

Satu-satunya sistem yang berhasil melindungi dan menjaga nyawa manusia dalam kondisi apapun, menurut narator, baik dalam kondisi normal ataupun pandemik adalah sistem kesehatan Islam. “Sistem ini secara praktik diterapkan oleh Daulah Khilafah. Salah satu dalilnya adalah perbuatan Rasulullah ketika menjabat sebagai kepala negara Madinah pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi mendapatkan hadiah dokter dari Raja Mauqauqis, dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat. (HR. Muslim),” jelasnya. 

Dari dalil ini Islam memandang kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, lanjut narator. "Negara wajib membiayai semua fasilitas layanan kesehatan, mulai dari saran kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis, dst. Kesehatan haram dikapitalisasi oleh siapapun baik individu/swasta ataupun negara," kata narator. 

Realisasi jaminan kesehatan yang demikian ditopang sistem keuangan Islam yang kokoh. Narator menyebutkan, dalam Islam sistem keuangan terwujud dalam bentuk Baitul Mal, sebuah Lembaga keuangan Daulah Khilafah. Baitul Mal memiliki tiga pos yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos zakat. 

“Untuk menjamin biaya kesehatan beserta kelengkapannya khilafah bisa mengambil dari pos kepemilikan umum, pemasukan pos ini berasal dari hasil SDA yang dikelola secaa syar’i oleh Daulah Khilafah sementara untuk biaya nakes dan ketersediaannya Khilafah bisa mengambil dari pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta usyur, jizyah, ghanimah, ghulul dan sejenisnya,” paparnya.

Dana ini akan digunakan Khilafah untuk menanggung biaya kesehatan sehingga tak ada satu pun warga negara Khilafah yang tidak mendapat jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas baik kaya ataupun miskin, mereka mendapat layanan yang sama sehingga adanya Khilafah, sebuah negara tak perlu patungan untuk membiayai layanan kesehatan. “Apalagi jika patungan dana melihatkan pihak swasta seperti pandemic fund bisa dipastikan masyarakat lagi-lagi akan merogoh kocek mereka untuk mendapatkan jaminan kesehatan,” pungkasnya. [] Khaeriyah Nasruddin

Jumat, 23 September 2022

HRC Ungkap Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi

Tinta Media - Menanggapi terjadinya tindakan korupsi di negeri ini, Suardi Basri dari el Harokah Research Center (HRC) mengungkap faktor pendorongnya. 

"Saya kira, bahwa kita kan sekarang hidup dalam satu keadaan yakni materi sebagai driving motive atas segala sesuatu," tuturnya dalam acara Kabar Petang: Industri Politik Demokrasi, Selasa (20/09/2022), di Kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, sudah menjadi satu kesimpulan bahwa ternyata untuk menjadi kaya atau bergelimang materi itu tidak saja bisa didapat melalui aktivitas-aktivitas bisnis, bekerja, dan seterusnya. 

"Tetapi, kelihatannya dunia politik ini, dia lebih menjanjikan raihan materi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih besar segalanya," ujarnya

Ia memandang dalam dunia politik yang dikendalikan oleh materi ini, politik itu kemudian bergerak cepat menjadi satu industri yang melibatkan banyak sekali resourch, baik sumber daya manusia, maupun sumber daya ekonomi.

"Nah maka, kalau tadi disebutkan bahwa kemudian angkanya makin besar itu selaras juga dengan besaran angka yang nanti akan dikorup oleh pejabat-pejabat itu ketika nanti dia menjadi kandidat," terangnya.

Menurutnya, ini menjadi satu kesatuan antara materi kemudian tahta, kekuasaan dan penjara. "Jadi, harta, tahta, dan penjara. Dari harta mendapatkan tahta, tahta kemudian berujung dengan penjara," ungkapnya.

"Dan itu dulu pernah ada video viral bagaimana Zulhas (Zulkifli Hasanudin) menyampaikan bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan rekor Indonesia dalam predikat pejabat yang korup. Tahun itu kita catat sudah lebih dari separoh gubernur," terangnya.

Seperti Roda Berputar

Ia mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) tentang kasus korupsi.

"Kalau katanya Cak Imin kan, ini seperti roda yang berputar saja. Terserah nanti dia berhenti di velg yang mana," kutipnya.

Jadi, lanjutnya, "Saya kira ini memberikan satu konsekwensi yang besar. Nah, problemnya, kenapa kemudian biaya itu menjadi tinggi?" tanyanya retoris.

Suardi kembali menegaskan bahwa politik di negeri ini telah menjadi sebuah industri. Kalau dia menjadi industri politik, maka langkah-langkah yang ditempuh oleh kandidat itu pasti juga melibatkan banyak pihak..

"Salah satu mungkin yang bisa kita lihat sekarang itu adalah massifnya, misalnya lembaga-lembaga survey yang mengangkat beberapa figur-figur tertentu. Sementara pada saat yang sama kita tidak bisa melihat atau lembaga survey itu tidak bisa membuktikan sebenarnya dari mana sumber keuangan mereka sedemikian, sehingga mereka melakukan survey- survey itu," jelasnya.

Itu baru level survey saja, selanya. Makanya tidak heran, sambungnya, kalau dari beberapa nama yang muncul itu, orang kemudian mempertanyakan apa prestasinya. 

"Jadi, surveynya tinggi, tetapi prestasinya nol. Bayangkan.., misal ada satu kementrian yang diketahui publik bahwa badan usaha itu banyak yang rugi. Tapi kepopuleran atau keterkenalannya cukup tinggi. Demikian halnya juga, misalnya Gubernur tertentu yang di elektabilitasnya tinggi, sementara misalnya tercatat bahwa desa atau kota yang di bawah naungan dia ternyata banyak yang melorot menjadi kota miskin," paparnya dengan nada heran.

Jadi tidak ada prestasi. Jadi, dari tercemar kemudian menjadi terkenal. Makanya, kemudian publik meragukan survey itu.

Biaya Politik

Suardi melihat sebagian orang berpendapat bahwa di era digital ini, biaya politik akan menjadi lebih murah, menjadi lebih efisien, karena sudah tidak ada baliho, sudah tidak ada yang semodel itu.

"Tetapi ternyata tidak juga. Jadi mengubah citra oleh lembaga pembentuk citra itu juga biayanya ternyata juga tidak sedikit. Jadi, mengubah seseorang yang tercemar menjadi terkenal itu kan sesuatu yang tidak mudah," ujarnya.

Belum lagi, menurutnya, dari sisi pelibatan lembaga-lembaga semacam LSM, ormas, kemudian membutuhkan jaringan media dan seterusnya. Itu kan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan semua unsur-unsur politik itu hanya bisa jalan ketika ketersediaan dana.

"Nah, dana ini siapa yang menyediakan? Bisa dari kandidat itu, atau bisa juga melalui orang-orang yang punya duit. Jadi, saya kira itu yang kemudian menjadi masalah di kita. Ini sifatnya berurat dan berakar di dalam politik kita belakangan ini," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka

Jumat, 25 Maret 2022

Kyai Hafidz: Puncak Tasawuf, Menyatukan Materi dan Ruh

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1LvLHDKDPRLNSi6W3BuWhUHTHnqCAn2XV

Tinta Media - Mudir Ma’had Wakaf Syaraful Haramain KH. Hafidz Abdurrahman,M.A. menilai bahwa puncak tasawuf Islam adalah menyatukan materi dan ruh.

“Puncak Tasawuf Islam itu adalah menyatukan materi (perbuatan dan benda) dengan ruh (Allâh dan titah-Nya),” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (25/3/2022).

Menurut  Kyai Hafidz, tasawuf adalah  ilmu tentang raqaiq (kelembutan hati). “Hati lembut, ketika kita selalu menyadari hubungan kita dengan Allâh. Dalam bahasa al-'Allamah al-Qadhi Syaikh  Taqiyuddin an-Nabhani, disebut  ‘idrak sillah billah’ (kesadaran hubungan dengan Allah),” ungkapnya.

“Kesadaran hubungan kita dengan Allâh itu disebut ruh. Sedangkan kesadaran, bahwa semua alam, manusia dan kehidupan itu makhluk Allâh, disebut  nahiyah ruhiyah. Karena itu, dalam pandangan Islam, tak ada satu pun di dunia ini yang terpisah dengan Allâh, baik benda maupun perbuatan,” jelasnya.

Ia mengutip perkataan Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad,  lanjutnya,  menyebut ada dua rukun tasawuf. “Pertama, istiqamah, yaitu kemampuan kita mengorbankan kemauan hawa nafsu untuk diri kita, sehingga bisa istiqamah dalam ketaatan. Kedua, sukun (ketenangan), yaitu  tidak terpengaruh dengan makhluk, tidak juga menganggu makhluk lain,” jelasnya.

“Istiqamah lebih baik dari seribu karamah. Karena karomah lahir dari istiqamah,” tutur Kyai Hafidz.

Menurutnya, istiqamah hanya bisa diraih dengan mengorbankan hawa nafsu semata untuk mengikuti maunya Allâh. Dari istiqamah lahir ketenangan, fokus pada tujuan dan target, tidak lagi menoleh ke kanan-kiri. Tidak terpengaruh dengan apapun dan siapapun.

“Semoga kita semua diistiqamahkan oleh Allâh dalam ketaatan. Hati, lisan dan pikiran kita dijadikan ‘sukun’ dan fokus pada apa yang ada di sisi Allâh, bukan dunia yang fana,” harapnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab